Anda di halaman 1dari 3

Nama : HANINDI AMALIA

NIM/ Kelas : 3351191405/ A


M. Kuliah : FARMAKOEKONOMI

Ada perdebatan menarik antara sesama Profesor dari Universitas Airlangga. 


Profesor pertama yang Prof. dr. Chairul Anwar yang berasal dari Pasuruan,  
seorang ahli biomolekuler yang berprofesi sebagai dokter hewan. pada saat wabah
flu burung,  rempah rempah-rempah di pasar hilang termasuk kunyit, jahe, dan
sereh. karena Profesor Chairul Anwar bilang orang-orang sibuk urus obat untuk
Corona, padahal sudah ada empon-empon atau rempah-rempah (kunyit, temulawak,
jahe)  yang mengandung kurkumin atau kurkuminoid dan sudah diproduksi menjadi
fitofarmaka bernama cursil yang berkhasiat sebagai hepatoprotektor. lalu diproduksi
industri Farmasi akhir tahun 1970 namun tidak laku.
Sekarang sibuk berdebat mengenai virus Corona yang belum ada obatnya.
jika  flu diberi antibiotik tidak akan mati, jadi Prof Chairul Anwar bilang Kenapa
harus panik, padahal sudah ada empon-empon. ada kaitannya uji klinik empat pilar
menurut Lail Hotman , yaitu:
 Wilayah terapi yang disasar
 Fase I, II, III uji klinis
 Analisa biaya dan marketing decision
 Uji setelah pemasaran

Uji klinik itu terdapat 4 fase,  namun di buku farmakoekonomi mana pun
hanya ada 3,  fase keempat hanya registrasi. itu obat virus, menurut Prof Nizam
secara in Vitro mungkin betul,  terdapat penelitian yang meneliti dari Jepang,
namun dari segi farmasetik masih jauh untuk menjadi obat.  pada tahun 1994 di
PBBT sudah memproduksi 12 antibiotik. Lalu dihubungi lah pabrik-pabrik untuk
membuat antibiotik dalam skala laboratorium menjadi skala pabrik,  namun hasilnya
tidak berhasil sampai sekarang. masalah ketidakberhasilan pembuatan antibiotik
skala industri karena antibiotik perlu diisolasi dan biaya yang dibutuhkan mahal. 
Nah, Topik ini ada korelasinya dengan yang dikatakan Prof Nizam tentang
fitofarmaka.
 Apakah ada obat untuk menaikkan imunitas?  vaksinasi
  Apakah ada obat untuk menaikkan imunitas di Indonesia?
Ada, namun tidak diributkan.  pabriknya baik-baik saja, ada fitofarmaka
yaitu Dexa Medica yang memproduksi Stimuno yang berasal dari meniran
( phyllanthus niruri).  Desa punya kebun meniran, lalu dibuat preparat dan diuji
klinik. karena herbal ada tingkatannya.
1. Jamu:  bahan pengobatan pengalaman empiris
2. OHT:  lulus uji  pra klinis ( Uji farmasetik,  toksikologi pada hewan uji)
3.  fitofarmaka:  terdapat uji klinis (terhadap orang  sehat, orang yang sakit,
dan Orang yang dibagi 2 yaitu 1 diberi obat dan lainnya Plasebo)

 Apa hubungannya dengan farmakoekonomi?


Karena yang menciptakan Lail Hotman yaitu perintis farmakoekonomi.  apa
yang ditemukan oleh Prof Nizam (lulusan teknik kimia UI) testing di molekul, 
fasenya masih panjang. jadi kalau meributkan itu sama seperti sudah bisa membuat
antibiotik.
 Antibiotik tadi harus dimurnikan dan memakan biaya lebih banyak
dibanding pembuatan dan memakan waktu 1 - 2 tahun 
 90% diare di Indonesia adalah diare non spesifik,  tidak diobati pun akan
sembuh sendiri asal tidak kehilangan cairan elektrolit.

 Kenapa  tidak dipublikasi corona?


Stimuno sebagai imunomodulator dan di-registrasi sebagai fitofarmaka, 
sejak tahun 1994 sudah lelah memasangkan stimuno tapi tidak laku sampai masuk
ke toko obat dan dikenal dengan vitamin tapi tidak laku juga dan akhirnya tidak
diproduksi lagi. Akhirnya corona datang, namun stimuno sudah tidak diproduksi. 
Sama seperti cursil ( fitofarmaka) yang tidak laku. Sedangkan Curcuma Plus
( suplemen) laku keras dipasaran.
 Curcuma Plus, vitamin,  dll ( jika vitamin dicabut hanya tinggal vitamin
maka tetap meningkatkan nafsu makan). Karena secara empiris, di Jawa anak-
anak yang tidak mau makan jika diberi Curcuma menjadi nafsu makan. Karena
ada senyawa amarum yang dapat meningkatkan nafsu makan.
  Jadi urusan corona,  Prof Nizam guru besar Unair Yang masuk berbeda
pendapat dengan Prof herbal perempuan  ketika ditanya apakah empon-empon
dapat mengobati virus dia bilang “tidak, sampai saat ini saya belum melihat
referatnya bisa”.

 Berita tragis:  RSUD nasi Tasikmalaya menyediakan ruang isolasi untuk


korona,  tapi untuk Petugas medis tidak ada dana untuk baju khusus virus,  jadi
digunakanlah jas hujan.
 Sakit merupakan keadaan yang tidak diinginkan semua orang,  namun harus
dihadapi. Semua orang ingin sejahtera, sakit tidak dikehendaki Ddn terpaksa
sehingga pasien tidak senang dan menganggap biaya pengobatan mahal.  BPJS
naik per 1 Januari namun tidak di sah kan. BPJS merupakan terjemahan dari
Amerika yakni Medi care. namun BPJS berbeda outputnya/ hasilnya.
 Orang Indonesia yang kaya,  jika sakit berobat ke luar negeri (Singapura). Ada
apoteker lulusan Unjani kemudian bekerja di Singapura dengan ketentuan harus
praktisi 2 tahun.
 Mount Elizabeth Hospital populer karena menyediakan penginapan di Orchard
Road di pusat toko/ pusat perbelanjaan.
 Pelayanan kesehatan supaya  tersebar luas dan terjangkau menggunakan metode
ekonomi dalam kesehatan “ Health Economics”  yang dalam Farmasi dikenal
dengan farmakoekonomi.

 Alan  Holmer Merupakan president of the pharmaceutical research and


Manufacturer Amerika (PhRMA)  1998, Obat merupakan bagian dari sistem:
 Cost Effevctive
 Value addict (nilai tambah)
 Hampir tidak dapat diintervensi

 Uji klinis obat baru di USA:


 Fase I obat diberikan pada orang yang sehat (tahun ke 3)
 Uji ke hewan dan sintesis pemurnian (tahun 1-2)
 Fase II diberi kepada orang yang sakit
 Fase III orang sakit dibagi 2, separuh diteliti, separuh diberi placebo
(tahun ke 6-8)
 Review dari pembuktian (tahun ke 9-10)

 Angka harapan hidup: manusia tertua di dunia (orang jepang) orang Amerika
sering darah tinggi itulah Norvask & Simvastatin ditemukan.

 Metodelogi Farmakoekonomi:
 CMA (Cost Minimum Analysis): memilih yang termurah (EA & CA)
 EA: beli barang, referensi murah, tidak perduli bagus atau tidak
 CA: beli barang terbaik (dokter memilih obat terbaik), harganya mahal.
 CEA (Cost Effective Analysis): memilih yang termanjur/ terbaik/ berkualitas
 CUA (Cost Utility Analysis): analisis tentang kemanfaatan dan biaya yang
dikeluarkan. Banyak manula penyakit meningkat
Contoh: Pasien gagal ginjal, hipertensi (obatnya variatif, membuat nyaman)
Setiap obat baru lebih manjur, lebih mahal karena biaya penelitian mahal.
Bagaimana menjual produk obat mahal dengan label baru (Proris, Paramex).
 CBA (Cost Benefit Analysis)

 Mahalnya suatu produk tidak menjamin kualitas produk. Banyak orang Indonesia
meyakini bahwa mahalnya harga suatu produk akan menjamin bahwa kualitasnya
baik. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

 Studi farmakoekonomi adalah studi tentang bagaimana masyarakat memilih,


memanfaatkan sumber daya yang langka untuk menjadikan barang farmasi dan
pelayanan farmasi.

Anda mungkin juga menyukai