Kelompok 4
Analisis Fisikokimia – Magister Farmasi Unjani
PENGERJAAN
SAMPEL
ANALISA
KUALITATIF &
KUANTITATIF
CONTOH
APLIKASI
RESUME
PENDAHULUAN
Pengertian
Spektrofluorometri adalah metode analisis yang menggunakan pengukuran
intensitas cahaya fluoresensi yang dipancarkan oleh zat uji dibandingkan
dengan yang dipancarkan oleh suatu baku tertentu.
Berdasar pada fluoresensi dan fosforesensi, yaitu proses emisi foton yang
terjadi pada saat relaksasi molekuler dari keadaan elektron yang tereksitasi.
Proses fotonik ini melibatkan transisi antara keadaan elektron dan vibrasi
molekul fluoresen poliatomik (fluorofor).
Cahaya yang diemisikan terjadi karena proses absorpsi cahaya oleh atom yang
mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan
kembali ke keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya
(de-eksitasi)
Pada umumnya cahaya yang diemisikan oleh larutan berfluoresensi
mempunyai intensitas maksimum pada panjang gelombang yang biasanya 20
nm hingga 30 nm lebih panjang dari panjang gelombang radiasi eksitasi
(gelombang pita penyerapan sinar yang membangkitkannya).
Prinsip Kerja Spektrofluorometer
Cahaya polikromatis sumber cahaya diarahkan ke monokromator eksitasi
Monokromator eksitasi diset pada λex dimana analit menyerap cahaya cukup
kuat diarahkan ke larutan sampel
Analit menyerap absorpsi λex lalu molekul analit berfluoresensi atau
mengemisikan cahaya λem dengan panjang gelombang lebih besar dari λex
Monokromator fluoresensi dengan posisi 90° diset pada λem untuk mencegah
gangguan cahaya eksitasi dan cahaya hamburan dari sel atau pelarut
Detektor kemudian mengubah energi fluoresensi menjadi signal listrik
Amplifier memperbesar signal listrik agar dapat disajikan pada display atau
direkam dengan printer dalam bentuk intensitas fluoresensi , spektrum
eksitasi atau emisi
Teori Singkat
Banyak senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminesensi, yaitu dapat dieksitasikan oleh
cahaya dan kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang gelombangnya sama atau
berbeda dengan panjang gelombang semula (panjang gelombang eksitasi).
a. Fluoresensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energy sinar
terjadi dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan (10-8 detik). Jika penyinaran
kemudian dihentikan, pemancaran kembali oleh molekul tersebut juga berhenti.
Fluoresensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energy elektronik singlet dalam
suatu molekul.
b. Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energy sinar
terjadi dalam waktu yang relative lebih lama (10-4 detik). Jika penyinaran kemudian
dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung. Fosforesensi berasal dari
transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul
(biasanya didahului oleh lintasan antarsistem).
Teori Fluoresensi dan Fosforesensi
Bila dua atom saling mengikat menjadi suatu molekul, maka pasangan elektron
yang membentuk ikatan antara kedua atom dianggap menempati suatu orbital
molekul yang terbentuk sebagai hasil tumpang tindih (overlapping) dua buah
orbital atom pembentuk molekul.
Ada dua macam orbital molekul:
a. Orbital ikatan
Energi lebih rendah, ditempati elektron2 ikatan dalam keadaan azas (ground
state)
b. Orbital antiikatan
Pada orbital ikatan dan antiikatan disuperposisikan juga tingkat-tingkat energi
vibrasi, akibatnya jika molekul menyerap energi sinar maka akan terjadi transisi
dari tingkat energi ikatan dan antiikatan yang diikuti oleh transisi energi vibrasi.
Teori Fluoresensi dan Fosforesensi
Kebanyakan molekul memiliki jumlah elektron genap. Bila molekul berada
dalam keadaan azas, maka elektron tersebut akan menempati berbagai
orbital. Menurut Pauli, elektron yang berpasangan harus memiliki spin yang
berlawanan. Akibat dari spin yang berpasangan tadi, maka molekul tidak
memiliki sisa spin elektron. Molekul demikian dinamakan bersifat
diamagnetik.
Tingkat energi di dalam molekul yang spin elektronnya berpasangan disebut
tingkat energi elektron singlet. Jika molekul ditempatkan dalam medan
magnet maka tingkat energi elektron singlet tidak akan pecah menjadi dua
tingkat energi. Sebaliknya, bila molekul memiliki elektron ganjil, maka bila
ditempatkan dalam medan magnet akan mengambil dua orientasi dan akan
terjadi pemecahan tingkat energi yang disebut splitting. Keadaan seperti ini
disebut keadaan doublet.
Teori Fluoresensi dan Fosforesensi
Bila salah satu elektron keadaan singlet azas menyerap energi cahaya
(tereksitasi) maka ada dua kemungkinan:
a. Transisi ke tingkat energi elektron tereksitasi singlet (S) yang mana spin
elektron yang tereksitasi masih dalam arah yang berlawanan
b. Transisi ke tingkat energi elektron tereksitasi triplet (T) yang mana spin
elektron berubah dari semula berlawanan menjadi searah.
Teori Fluoresensi dan Fosforesensi
Sifat molekul dalam keadaan singlet berbeda dengan keadaan triplet, yaitu:
Sebagai zat baku dapat digunakan zat yang sama dengan zat dalam keadaan murni atau zat
murni lain yang mempunyai pita penyerapan dan fluoresensi yang sama dengan zat uji
Cara Kerja
Intensitas
a) Senyawa anorganik
Hanya beberapa kation tertentu yang dapat Membentuk kompleks
dengan pereaksi organik sehingga berfluoresensi sehingga dapat
dianalisis dengan spektrofluoremetri.
Contoh :
8-hidroksikinolin (Al, Be, Li, dan Mg)
Benzoin (B, Zn, Sn, dan Si)
Alizarin Garnet R (Al)
Pembentukan Fluoren
a. Gugus aromatic
b. Memiliki potensi untuk meningkatkan perpanjangan konjugasi
c. Salah satu gugus memberikan electron missal –OH, -NH2 yang
menempel pada gugu aromatik. (electron yang menarik diri ke
dalam gugus bisa saja menurunkan atau merusak fluoren)
Riboflavin
Thiamin HCL
Asam Folat
Quinin
Cyanocobalamin
Penisilin
Pembuatan larutan standar
Dibuat larutan standar senyawa dengan konsentrasi 1000 mg/L dengan
pelarut organik (co: n-heksan) yang kemudian diencerkan menjadi 100 mg/L.
Larutan standar ini kemudian diencerkan menjadi 0.5, 1, 2, 4, 8, dan, 16
mg/L. kemudian dilakukan pengukuran intensitas fluoresensi untuk
menentukan linearitas, presisi, akurasi, limit deteksi, dan limit kuantitasi.
a. Analisa kualitatif , Perbandingan spektrum fluoresensi dapat membantu pengenalan senyawa atau
bahan.
b. Analisa kuantitatif, Pengukuran dapat dilakukan pada kadar yang sangat rendah dengan
Teknik analisis spektrofluorometri adalah termasuk salah satu tenik analisis instrumental
disamping teknik kromatografi dan elektroanalisis kimia. Teknik tersebut memanfaatkan fenomena
interaksi materi dengan gelombang elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya tampak dan
inframerah.
Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut menghasilkan
signal-signal yang disadap sebagai alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Contoh teknik
spektroflourometri absorpsi adalah UV/VIS, inframerah (FT-IR) dan absorpsi atom (AAS). Sedang
contoh spektrofluorometri emisi adalah spektrofluorometri nyala dan inductively coupled plasma
(ICP), yang merupakan alat ampuh dalam analisis logam.
Analisa Kuantitatif
• Pada larutan dengan konsentrasi tinggi, sebagian besar cahaya diserap lapisan larutan yang
paling dulu kontak dengan radiasi eksitasi, sehingga fluoresensi hanya terjadi pada bagian yang
menyerap cahaya tersebut. Dengan demikian, pada analisis kuantitatif harus digunakan larutan
yang encer (serapan tidak lebih dari 0,02) supaya dapat memenuhi persamaan fluoresensi:
F = 2,3IoQabc atau F = kc
Keterangan:
F = fluoresensi
k = konstan = 2,3Ioabc
Q = efisiensi fluoresensi
a = daya serap
b = tebal larutan
c = konsentrasi
CONTOH
Analisis Kadar Parasetamol Dalam Tablet dengan
Spektrofluorometri
Alat:
1) Spektrofluorometer
2) kompor listrik
3) kertas saring
4) gelas ukur
5) pipet volume
6) pipet ukur
7) mikro pipet
8) labu ukur
9) timbangan digital
10) tabung reaksi
11) Termometer
12) Corong
13) Cawan petri
14) Alat uji disolusi.
Bahan
1) hasil proses pencampuran pembuatan
tablet paracatamol
2) tablet parasetamol
3) baku pembanding BPFI
4) NaOCl
5) Aq.bidestilata
6) Na2CO3
7) H3BO3
8) kertas Ph.
Prosedur percobaan:
Dipanaskan pada
Didinginkan dengan Dibaca dengan
suhu 800 C selama 2
aq.dest ad 10,0 mL spektrofluorometer dengan
menit
panjang gelombang eksitasi
= 335nm, panjang
Ditentukan gelombang emisi = 427 nm
homogenitas campuran
berdasarkan nilai CV
Disolusi tablet
Parasetamol Aduk Ambil
dengan sampel 10
1 tablet 900 ml ml pd
aquadest kecepatan
PCT menit ke-8
50 rpm
Kocok,
2 ml dapar kemudian Dinginkan
Na2CO3H3BO3 dan dipanaskan dengan
3,5 ml NaOCl pada suhu aquadest
80°C selama 2 ad 10 ml
menit
Panjang Panjang
gelombang Dibaca dengan
gelombang
emisi 427 spektrofluorome
eksitasi 335
nm ter
nm
Penetapan kandungan zat
aktif
Ambil 1,00 mL +
2,00 mL dapar Kemudian dilakukan Tambahkan aq.dest
Na2CO3 H3BO3 + pengenceran sampai ad 10,0 mL, gojok ad
3,50 mL NaOCl 5000 kali homogen
kocok
Dibaca dengan
spektrofluorometer
dengan panjang
Panaskan sampai Dinginkan dengan gelombang eksitasi =
suhu 800 C aq.dest ad 10,0 mL 335nm, panjang
gelombang emisi = 427
nm
Spektroskopi fluorometri hanya dapat menggunakan senyawa yang berfluororesensi,
Supaya terjadi fluororesensi, harus terjadi peresapan cahaya yang kuat oleh suatu molekul. Hal ini dapat terjadi pada senyawa
aromatic, senyawa heterosiklik dan molekul dengan system konjugasi.
Senyawa dengan transisi elektronik π- π*, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berfluororesensi daripada transisi n-
π*. Misalnya benzene dapat berfluororesensi sedangkan piridin tidak.
Menggunakan NaOH sebagai pelarut karena salah satu syarat suatu senyawa ata zat yang akan di analisis adalah harus terlebih
dahulu dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
1) Vitamin B1 (Thiamin)
3) Kinin
4) Reserpina
5) Klorpromazin
CONTOH APLIKASI
ABSTRACT
Metode analisa FI-Fluorimetri untuk penentuan rhodamine B (RhB) secara
berkesinambungan dan berurutan dalam produk kosmetik, telah dikembangkan
dan dievaluasi dalam hal sensibilitas dan selektivitas. Telah dilakukan study
terkait pengaruh beberapa larutan surfaktan pada sinyal fluoresensi RhB.
Perhatian khusus diberikan pada sifat agregasi sistem RhB-SDS. Respon linear
telah diperoleh pada range 1,6 × 10−9 sampai 1 × 10−6 mol/L dengan batas deteksi 5
× 10−10 mol/L. Teknik baru ini memberikan pelepasan sederhana terhadap sampel,
filtrasi on-line dengan kecepatan sampling lebih dari 100 sampel per jam.
Penentuan RhB telah diterapkan pada lipstick.
PENDAHULUAN
Produk kosmetik merupakan produk yang bertujuan untuk
membersihkan, mempercantik, atau meningkatkan daya tarik.
Dampak ekonomi dari produk ini tidak dapat diremehkan. Untuk
industry kosmetik, kemungkinan dapat bernilai miliaran dolar per
tahun.
Ketika produk kosmetik diaplikasikan pada kulit dan kontak langsung
dengan zat berbahaya dapat menyebabkan penyakit kulit seperti
iritasi, reaksi alergi, serta dapat diserap dan disimpan dalam organ
yang berbeda, baik dalam jangka cepat atau jangka panjang akan
menunjukan toksisitasnya, alasan inilah yang mana pemerintah telah
membuat daftar bahan yang dilarang untuk digunakan pada kosmetik
Diantara daftar tersebut, FDA telah mengatur penggunaan rhodamine
B (RhB, C28H31N2O3Cl) pada industry kosmetik, karena sifatnya yang
karsinogenik
Lanjutan…
RhB merupakan turunan pewarna fluorescent kelas xantin, yang
disintesis dari kondensasi anhydrate pthialic dengan m-
dialkylaminophenol. Pada umumnya digunakan sebagai pewarna
sintetis yang diaplikasikan pada pakaian dan pewarna makanan.
Pada industri farmasi, RhB digunakan sebagai pewarna kosmetik dan
obat (larutan, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun, lipstick, eye shadow,
dll)
Dalam papper ini, metode penentuan kuantitatif RhB dalam sampel kosmetik
dilakukan berdasarkan fluoresensi tanpa ekstraksi atau langkah pretreatment yang
telah dikembangkan. Peningkatan sensitivitas dicoba dengan menggunakan surfaktan
anionik SDS (natrium laurilsulfat). Pada kondisi dibawah optimal, sistem telah
disesuaikan dengan analisis Flow Injection Analysist (FIA), yang menunjukkan waktu
pengambilan sampel yang sangat singkat, berpotensi dapat digunakan untuk kontrol
dalam analisis rutin
Percobaan
*Peralatan :
1. Shimadzu RF-5301PC spektrofluorimeter (Shimadzu corporation,
analytical instrument division, Kyoto, Japan)
2. Xenon discharge lamp
3. 1 cm quartz cells (digunakan untuk pengukuran fluorescent)
4. Pompa gilson minipuls 3 peristaltic
5. PVC pumping tubes
6. Valve (digunakan untuk konfigurasi FIA)
7. pH meter
Percobaan
*Bahan/Reagen
1. Larutan stok standar 50µg/mL yang telah dipreparasi dengan melarutkan RhB
dalam ultra pure water dan simpan dalam botol coklat di suhu ruang
2. Larutan standar kerja 5µg/mL yang telah di encerkan dari larutan stok standar
dengan ultra pure water
3. Sodium dedocylsulfate (SDS)
4. Triton X-100
5. Hexadecyltrimethyl-ammonium bromide (HTAB)
6. Sodium tetraborate
7. Concentratted chlorhydric chloride
8. Sodium Hydroxide
9. Sodium Chloride
10. Potasium chloride
11. Sampel Lipstik
Percobaan
*Preparasi Sampel
1. Timbang 5 mg sampel lipstick
2. Pindahkan kedalam beker glass 50 ml
3. Tambahkan 20 ml ultra pure water,
4. Larutkan dengan mengunakan string mechanical selama 15
menit pada 333 K sebelum dimasukkan kedalam sistem FIA
untuk ditentukan
Percobaan
*Prosedur Experiment
Alirkan larutan SDS (2,1 x 10-3 mol/L) yang telah dikombinasikan dengan borax (0,1
mol/L) kedalam reactor R1, membentuk aliran pembawa (Gambar 1). Larutan sampel
atau standar akan dibawa menuju kolom yang dikemas dengan cotton wool (CC) untuk
mengumpulkan komponen waxy yang terdapat dalam sampel, kemudian diiinjekan
selama 15 detik kedalam aliran pembawa. RhB yang terkandung dalam sampel atau
standar akan berinteraksi dengan aliran pembawa kedalam reactor 2. Kemudian
dialirkan kedalam detector fluorosence diukur pada λex 560 nm dan λem 577 nm. Range
linearitas yang diperoleh dengan variasi lebar celah 1.5-1.5 nm sampai 5-5 nm. Setelah
proses injeksi, valve aliran eluent (ultra pure water 338K) diaktifkan menuju CC column
dalam contra-stream, pembersihan komponen waxy yang tertinggal dan dilakukan
pembuangan (Gambar 2).
Result and discussion
3.1 Sifat Spectrum RhB
RhB dalam larutan sebagai jenis ion, berbentuk netral, agregat lactone dan atau
molecular, tergantung pH, pelarut, suhu, dan konsentrasi. RhB ditandai oleh serapan
khas dan spektrum emisi yang dipengaruhi oleh media tertentu seperti kekuatan ion,
adanya bahan tambahan, dll.
Secara tradisional, RhB memiliki absorbsivitas molar yang besar dalam spektrum
electromagnetic yang dikaitkan dengan π→ π* transition. Absorpsi dan fluorescent
emisi dipengaruhi oleh substituent atom Nitrogen pada kelompok amino xanthin base
Result and discussion
3.2 Pengaruh Surfactant
Untuk melakukan emisi luminescent, sifat fluorescent RhB dalam berbagai surfactant telah
dipelajari: surfactant anionic (SDS 0,9 x10 -3 mol/L), surfactant cationic (HTAB 0,5 x 10 -2 mol/L) dan
surfactant non ionic (TX-100 0-1 x 10-3 mol/L). Berdasarkan data percobaan menunjukkan factor
peningkatan sistem RhB-SDS (2.5 kali lipat fluorescent RhB dalam media air) lebih tinggi
disbanding RhB-HTAB (2 kali lipat) (Gambar 3). Pada RhB TX-100, ganggun spektrum sangat
penting untuk diamati. Dengan demikian surfactant anionic SDS dipilih untuk proses selanjutnya
dengan konsentrasi SDS diatas 1x10-2 mol/L. Masalah kelarutan dapat menyebabkan erornya
pengukuran fluoresensi.
Kesetimbangan agregasi SDS dalam RhB pada kondisi percobaan menujukkan ada nya
perbedaan yang sangat besar dari larutan air. Untuk sistem RhB-SDS, respon Fluorescen
menunjukkan inflection point pada SDS = 3.1 x 10 -4 mol/L (Gambar 4). Perubahan SDS CMC
menunjukkan pembentukan agregat campuran pada konsentrasi dibawah CMC yang dilaporkan
8x10-3 mol/L.
Peningkatan intensitas fluoresen RhB dengan penambahan SDS dikaitkan dengan sedikit
pergeseran hipsokromik dari λem maksimum (Gbr. 3); Hal tersebut mencerminkan bahwa lingkungan
mikro di sekitar pewarna sangat berbeda dari yang ada di larutan air. Ini dapat dikaitkan dengan
pembatasan yang dikenakan pada rotasi bebas gerakan yang kompetitif dengan emisi luminescent.
Selain itu, kesetimbangan RhB dari bentuk agregat molekul dapat dipindahkan ke jenis monomer yang
terhadu pada saat disagregasi zat warna
Result and discussion
3.3 Pengaruh pH dan Kekuatan Ion
Intensitas fluoresen RhB dalam larutan SDS mencapai nilai maksimum antara pH
7,0 dan 8,5 (Gbr. 5); karenanya, pH 8,0 dipilih sebagai perolehan optimum dengan
natrium tetraborat untuk pemeriksaan kadar lebih lanjut.
Untuk mempelajari efek penambahan garam inert pada larutan micellar RhB, larutan
NaCl dan KCl diuji. Dalam semua kasus yang dipelajari, peningkatan konsentrasi di atas
6 × 10−2 mol/L memicu fenomena pengaburan pada sistem, dan di bawah nilai-nilai ini
tidak ada pengaruh yang signifikan diamati.
Result and discussion
3.4 Parameter Larutan Sampel
Dalam pelarut polar seperti air, RhB sangat larut dan ditemukan sebagai jenis ionik.
Oleh karena itu, ultra pure water dipilih sebagai pelarut yang memenuhi syarat untuk
melarutkan sampel. Matriks kompleks produk kosmetik menyulitkan analisis rutin, tidak
hanya karena adanya pewarna potensial yang mengganggu, tapi juga beragam senyawa
matriks dan aditif dalam produk tersebut. Lipstik biasanya terdiri dari minyak jarak dalam
persentasi yang tinggi, persen variabel beeswax, carnauba wax, dan lanolin, sejumlah
variabel zat warna larut dan tidak larut, pigmen dan parfum. Komposisi waxy dari lipstik
sulit untuk melebur sempurna pada suhu kamar; oleh karena itu, pemanasan dapat
membantu proses ini, diperlukan selama 15 menit dengan menggunakan mechanic
stirring. Pengaruh suhu pada larutan sampel pada range 298-363 K. Range titik lelesh 333
K. Pada kondisi ini, non-dekomposisi diamati untuk zat warna.
Meskipun kehadiran etanol mempercepat kelarutan komponen waxy, ketika proporsi
etanol dinaikkan, akan terjadi peningkatan kekeruhan filtrat karena sistem emulsifikasi
Result and discussion
3.5 Optimasi Variabel FIA
Variabel yang mempengaruhi kinerja metode Analisa telah dipelajari dan
dioptimalkan untuk mendapatkan sinyal yang tinggi dan reproduktifitas yang baik,
menggunakan metode un-variated. Range yang dipelajari pada variabel FIA dan nilai
optimalnya dicantumkan pada Tabel 1.
Untuk mencapai retensi komponen waxy dan/atau partikulat on-line, kolom yang
digunakan adalah 100 µL tabung polypropylene berbentuk kerucut yang dikemas dengan
filter yang berbeda telah diuji (sebagai serat alami dan sintetis). Untuk menghilangkan
material yang tertahan di CC dan preparat sistem FIA untuk pengujian kadar berikutnya,
ultra pure water pada suhu yang berbeda telah diuji (298–353K) sebagai larutan pencuci
yang efisien pada 338 K.
Result and discussion
3.6 Performa Analisa
Kurva kalibrasi RhB direalisasikan di bawah kondisi kerja optimal sesuai dengan prosedur yang
dijelaskan di atas. Diperoleh linearitas pada range 1,6 × 10 −9 sampai 1 × 10−6 mol/L (konsentrasi
sebelum pengenceran on-line), variasi lebar celah eksitasi dan emisi 1,5–1,5 nm hingga 5,0–5,0 nm.
Gambar 6 menunjukkan diagram yang diperoleh dengan grafik kalibrasi yang sesuai untuk lebar
celah eksitasi dan emisi 3 dan 5nm, masing-masing. Data dilengkapi dengan kuadrat-terkecil standar
memberikan persamaan regresi untuk grafik kalibrasi F =11,867 + 9 × 10 9 C (r2 = 0,9995), di mana F
adalah intensitas fluoresensi (rata-rata dari tiga pengukuran untuk masing-masing) dan C adalah
konsentrasi RhB yang dinyatakan dalam mol/L . Menurut IUPAC, Kemiringan dari grafik kalibrasi
adalah sensitivitas kalibrasi.
Batas deteksi menggunakan eksitasi dan emisi lebar celah 5,0–5,0 nm, diperkirakan sebagai
konsentrasi analit yang menghasilkan sinyal analitik sebesar tiga kali standar deviasi (SD = 1,456)
dari fluoresensi latar memberikan nilai 5 × 10 −10 mol/L dan kuantifikasi batas sama dengan 10 kali
SD dari fluoresensi (1,6 × 10 −9 mol/L). Nilai-nilai ini adalah 2 kali lipat lebih rendah dari yang lain
dilaporkan.
Result and discussion
3.7 Aplikasi dan Validasi
Untuk memeriksa penerapan metodologi yang diusulkan untuk penentuan kuantitatif RhB dalam produk kosmetik, berhasil diterapkan
pada lipstik merek dagang yang berbeda. Sejak tidak ada metode resmi atau standar untuk penentuannya, validasi pengembangan
metode uji recovery telah dilakukan pada sampel ini dan hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 2.
Telah dipelajari pemilihan awal sampel yang dilakukan dengan memilih palet warna yang mengandung zat warna ; sampel tersebut
termasuk kelompok lipstik pink tua, fuchsia dan merah. Aplikasi dilakukan dengan mengambil triplo 5 mg dari 10 sampel, dan setelah
pengenceran yang sesuai, disuntikkan secara triplo dalam sistem FIA. Pada Gambar. 6. Hasil dari tiga sampel yang disajikan di mana
dua dari mereka menyajikan tingkat yang signifikan RhB (12.0 dan 8.3 g L−1 , masing-masing), dan yang ketiga mewakili sisa sampel
tanpa tingkat RhB yang terdeteksi. Tingkat RhB yang ditemukan dalam sampel dapat sangat bervariasi, karena banyaknya sampel,
serta proporsi pewarna yang berbeda. Dalam sampel ini, level yang terdeteksi serupa dari yang lain. Hasil yang diperoleh
menunjukkan reproduktifitas yang baik, dispersi yang rendah dan sensibilitas yang memadai untuk setiap seri puncak sampel yang
diuji. Selain itu, tingkat pengambilan sampel yang tinggi diperoleh (lebih dari 100 sampel per jam ) perbandingan metodologi lain yang
dilaporkan yang melibatkan sampel pretreatment yang memakan waktu, menunjukkan kegunaan metode yang diusulkan untuk kontrol
analitik rutin.
Result and discussion
3.7 Aplikasi dan Validasi
Pemilihan awal sampel dilakukan dengan memilih palet warna yang mungkin berisi pewarna
yang dipelajari; mereka termasuk kelompok lipstik pink, fuchsia dan merah yang kuat. Aplikasi
dilakukan dengan mengambil sampel secara triplo 5 mg dari 10 sampel, dan setelah pengenceran
yang sesuai, disuntikkan secara triplo dalam sistem FIA. Pada Gambar. 6 hasil dari tiga sampel
disajikan di mana dua dari mereka menyajikan tingkat yang signifikan RhB (12.0 dan 8.3 g/L ,
masing-masing), dan yang ketiga mewakili sisa sampel tanpa tingkat RhB yang terdeteksi.
Tingkat RhB yang ditemukan dalam sampel kami dapat sangat bervariasi, karena banyaknya
sampel, serta proporsi pewarna yang berbeda. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah
tempat lipstik dibuat atau dikomersialkan. Dalam sampel kami, level yang terdeteksi serupa dari
yang lain. Hasil yang diperoleh menunjukkan reproduktifitas yang baik, dispersi yang rendah dan
sensibilitas yang memadai untuk setiap seri puncak yang diuji. sampel. Selain itu, tingkat
pengambilan sampel yang tinggi diperoleh (lebih dari 100 sampel per jam) perbandingan dengan
metodologi lain yang dilaporkan yang melibatkan sampel pretreatment yang memakan waktu,
menunjukkan kegunaan metode yang diusulkan untuk kontrol analitik rutin.
conclusions
Metode spektrofluorimetri FIA yang diusulkan untuk menentukan RhB
dalam sampel lipstik memiliki keuntungan sederhana, kecepatan, akurasi, batas
deteksi rendah dan alat yang digunakan murah. Penggunaan sistem micellar SDS
memberikan cara yang sederhana untuk meningkatkan fluoresensi dari RhB
sekitar 2,5 kali lipat meningkatkan sensitivitas dan batas deteksi tanpa
manipulasi sampel lebih lanjut. Prosedur yang direkomendasikan ternyata
cukup selektif untuk mentolerir aditif umum yang ada dalam kosmetik
komersial. Selain itu, dapat dikatakan range linieritas yang diperoleh dalam
kurva kalibrasi, dengan hasil sensitivitas tinggi memadai untuk kontrol kualitas
dan analisis rutin lipstik. Metodologi ini telah menunjukkan potensi dalam
penerapannya; Hal ini bisa diterapkan untuk penentuan keberadaan RhB dalam
produk kosmetik lainnya seperti eye shadow, pemerah pipi dan lainnya.
Demikian juga, kami bekerja dalam pengembangan dari aplikasi baru untuk
penentuan RhB dalam makanan dan minuman
RESUME
Spektroflurometri adalah metode analisis dimana pengukuran intensitas
cahaya fluoresensi yang dipancarkan oleh zat uji dibandingkan dengan yang
dipancarkan oleh baku standar.
Prinsip pengukuran Spektroflurometri adalah pada saat suatu molekul pada
keadaaan energi dasar mengabsorpsi cahaya UV, molekul tersebut akan
berpindah kekeadaan tereksitasi. Pemancaran kembali sinar yang diabsorpsi
terjadi dan molekul kembali ke tingkat energi dasar karena molekul dalam
keadaan tereksitasi cendrung tidak stabil. Energi yang tidak stabil dalam
molekul tadi akan dilepaskan ke tingkat energi dasar dengan berbagai cara,
dimana energi yang dilepaskan tersebut sebagaiemisi cahaya.
Syarat utama suatu senyawa bisa dianalisis dengan Spektrofluorometri
adalah senyawa tersebut harus yang mampu berfluoresensi atau bila
ditambahkan pereaksi tertentu akan berfluoresensi.
RESUME
Komponen utama dalam Spektroflurometer antara lain: