Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prinsip Fluoresensi


2.1.1 Pengertian Flouresensi
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi
setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi
karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom
tereksitasi (Retno, 2013).
Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan
melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan
proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2)
menuju ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang
lebih 1 nano detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1
sampai dengan 1000 mili detik (Rhys-Williams, 2011).

Gambar 2.1. Diagram Jablonski

Gambar 2.1 adalah gambar diagram Jablonski yang menunjukan terjadinya


proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi
energi cahaya sebesar hA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground
sate) S0 akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2.

Universitas Sumatera Utara


Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1
dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1 ns, kemudian atom tersebut akan
melepaskan sejumlah energi sebesar hf yang berupa cahaya karenanya energi
atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat
energi dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally
equilibrium).
Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat
perpindahan tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-
beda yang menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2
berdasarkan prinsip Frank-Condon (Hankiewiez, 2012).
Apabila intersystem crossing terjadi sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu
saat di S1 terjadi konversi spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi
dari T1 ke S0 akan mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya
sebesar hP dalam selang waktu kurang lebih 1s sampai dengan 1s.
Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih rendah
dengan panjang gelombangyang lebih panjang dibandingkan dengan fluoresensi
(Skoog, Holler, Crouch, 2012).
Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada molekul
antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan, derajat keasaman
(pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher (penghambat de-eksitasi).
Kondisi-kondisi fisis tersebut mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya
eksitasi.
Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga
menghasilkan karakteristik intensitas dan spektrum emisi fluoresensi yang
berbeda-beda . flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada spektrofotometri,
meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantungpada senyawa-senyawa yang
dilibatkan dan instrumen mana yang tersedia.
Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua parameter panjang
gelombang yang signifikan meningkatkan spesifikasi dari metode ini,
dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya didasarkan pada penyerapan.
Suatu sifat yang menonjol dari analisis flouresensi adalah tingginya kepekaan
dibandingkan dengan tehnik lazim lainnya (Retno, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Prinsip dasar setup peralatan untuk pengamatan sinyal fluoresensi
diperlihatkan pada Gambar 2.2. berikut ini

Gambar 2.2. Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi

Pada gambar 2.2, sumber dalam daerah uv/vis menyinari sampel sehingga
sampel berfluoresensi. Adapun bagian-bagian prinsip dasar pengamatan
fluoresensi adalah:

Source merupakan sumber spectrum yang kontinyu misalnya dari jenis


lampu merkuri atau xenon. Monokromator (M1) untuk menyinari sampel dengan
panjang gelombang tertentu. Monokromator kedua (M2) yang pada iradiasi
konstan dapat dipakai menentukan panjang gelombang spectrum fluoresensi
sampel.
Detektor berupa fotosel yang sangat peka misalnya fotomultiplier merah
untuk panjang gelombang lebih besar dari pada 500 nm. Detektor merupakan
suatu bagian spektrofotometer yang penting karena kualitas detector akan

Universitas Sumatera Utara


menentukan kualitas spektrofotometer. Fungsi detector didalam spektrofotometer
adalah menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubah signal
radiasi menjadi signal elektronik.
Pada detector diinginkan kepekaan radiasi yang tinggi terhadap radiasi
yang diterima, dengan tingkat kebisingan yang rendah, kemampuan respon
kuantitatif dan signal elektronik yang ditansfer oleh detector dapat diaplikasikan
oleh penguat (amplifier) ke recorder (rekaman / pembacaan )
Amplifier atau penguat dan Visual display untuk menggandakan radiasi
dan meneruskan ke pembacaan. Amplifier dibutuhkan saat signal elektronik yang
dialirkan setelah melewati detector untuk menguatkan karena penguat dengan
resistensi masukan yang tinggi sehingga rangkaian detector tidak tersadap habis
yang menyebabkan keluaran yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh suatu
alat pengukur (meter).
Metode yang dirancang adalah sebuah sistem untuk dapat menangkap
sinyal fluoresensi dari bahan yang akan diidentifikasikasi. Sinyal fluoresensi
terjadi akibat transisi molekul energi level S 1 dasar ke energi level S 0 dengan
berbagai alternatif seperti energi vibrasi 3,2,1 dan 0. Dengan menggunakan
persamaan Plank maka panjang gelombang maksimum ( m) adalah transisi dari
energy level S 1 tingkat dasar ke energi level S 0 tingkat dasar. Sinyal fluoresensi
ini pada dasarnya adalah sinyal transien yaitu singkat dan lemah, sehingga perlu
penangan khusus untuk meningkatkan perbandingan signal-to.noise ratio (S/N
ratio).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. Spectrum fluoresensi

Pada Gambar 2.3. ditunjukkan spectrum sinyal pengeksitasi dan spectrum


sinyal fluoresensi secara simultan menunjukkan spektrum fluoresensi yaitu
eksitasi filter, dikromtik mirror dan emisi.
1. Eksitasi filter
Foton dengan energi h EX ditembakkan dari sumber energi eksternal
seperti lampu pijar atau laser yang kemudian diserap oleh fluorophore sehingga
elektronnya tereksitasi ke tingkat energi eksitasi (S 1 ).
2. Dikromatik mirror
Molekul yang telah tereksitasi secara cepat rileks ke level energi vibrasi
yang paling rendah dari S 1 yaitu S 1 akibat disisipasi energi. Proses ini disebut
konversi internal, secara umum terjadi selama kurang dari 10-12 s. Emisi
fluoresensi merupakan akibat dari keseimbangan termal tingkat eksitasi, yaitu
pada level energi vibrasi yang paling rendah . Tetapi tidak semua molekul yang
tereksitasi kembali ke groundstate dengan memancarkan fluoresensi, seperti
collisional quenching yang tidak memiliki tahap konversi internal.
Untuk elektron yang tereksitasi ke S2 dan seterusnya, elektron juga akan
segera dengan cepat rileks ke keadaan S1, dan emisi tetap terjadi pada keadaan
energi vibrasi terendah S1.

Universitas Sumatera Utara


3. Emisi
Ketika fluorophore kembali ke groundstate (S 0 ), ia akan memancarkan
foton berenergi h EM yaitu sesuai dengan berbedaan energi antara S 1 dan S 0 .
Karena adanya pengurangan energi pada tahap 2 maka foton yang
diemisikan h EM memiliki energi yang lebih kecil dan panjang gelombang yang
lebih besar daripada foton yang diserap h EX , sehingga spektrum emisi
fluoresensi tidak tergantung panjang gelombang eksitasi. Perbedaan energi
eksitasi dan emisi (h EX - h EM ) disebut pergeseran stoke.

Intensitas emisi fluoresensi sebanding dengan amplitudo spektrum


eksitasi, tetapi panjang gelombang emisi tidak bergantung pada panjang
gelombang eksitasi

2.1.2. Parameter Fluoresensi


2.1.4. Parameter Fluoresensi
Intensitas fluoresensi adalah jumlah foton yang diemisikan per unit waktu
(s) per unit volume larutan (l) dalam mol atau ekivalensinya dalam Einstein,
dimana 1 Einstein = 1 foton mol. Intensitas fluoresensi dalam unit volume larutan
(medium) yang tereksitasi terjadi dalam selang waktu transisi (lifetime). Intensitas
fluoresensi tersebut merupakan hasil emisi de-eksitasi sehingga lifetime pada S1
akan berpengaruh terhadap besarnya intensitas fluoresensi.
Pada gambar 2.3, K sr adalah konstanta kecepatan radiasi S1 S0 (transisi
dari S1 ke S0 ) , k snr adalah konstanta kecepatan non radiasi T1 S0 (transisi dari
T1 ke S0 ) yang terjadi setelah proses internal crossing system S1 T1 , k sic adalah
konstanta kecepatan proses internal conversion (bersifat non radiatif) dari T1 S0
yang terjadi setelah transisi S2 S1 , dan k Tr adalah konstanta kecepatan radiatif
transisi T1 S0 yang terjadi setelah proses internal crossing system T1 S0 .
Eksitasi hingga ke tingkat energi S1 terjadi apabila sejumlah molekul A
menyerap energi cahaya, dan ketika kembali ke tingkat energi S0 molekul tersebut
akan mengemisikan radisi atau melepaskan energi non radiasi (fonon atau energi
panas) dengan laju eksitasi sebagai berikut:
[1 ] )[1 ].......................................................(2.1)
= ( +

Universitas Sumatera Utara


Dengan adalah molekul A yang tereksitasi. Jumlah konsentrasi
molekul yang tereksitasi dalam waktu t detik diperoleh dengan
mengintegrasikan persamaan 2.1 terhadap waktu t sebagai berikut:
t
[1A ] = [1A ]exp ...(2.2)
s

s adalah lifetime pada A di S1 , yang didefinisikan sebagai:


1
s = .... .(2.3)
ksr +ksnr

Molekul A mengemisikan foton akibat laju konstanta radiasi k r , yaitu:


ksr
A A + foton..(2.4)
Respon intensitas fluoresensi iF(t) merupakan intensitas yang mengalami
penurunan secara eksponensial saat molekul A dieksitasi oleh pulsa cahaya (t):
t
if (t) = k sr [1A ] = k sr [1A ]0 exp ..(2.5)
s

Laju konstanta radiasi dan non-radiasi berpengaruh terhadap intensitas fluoresensi


sehingga hubungan antara kedua konstanta tersebut dapat dinyatakan sebagai
efisiensi kuantum fluoresensi F (lihat persamaan 2.3 dan 2.4). Dengan kata lain,
rasio antara jumlah foton yang diemisikan dan jumlah foton yang diserap dapat
dituliskan sebagai berikut:
ksr
F = = k sr s ....(2.6)
kr +ksnr
s

s
F = ..(2.7)
r

Dalam kondisi tunak perubahan laju molekul yang tereksitasi bernilai konstan
sehingga persamaan 2.1 menjadi:
d[1A ]
= 0 = k a N0 (k sr + k sr )[1A ](2.8)
dt

Dimana kaN0 adalah jumlah foton yang diserap per unit volume (L) per satuan
detik (s). Karena jumlah molekul adalah konstan, sehingga intensitas fluoresensi
dalam kondisi tunak adalah:
ksr
iF = k sr [1A ] = I0 = I0 F ...(2.9)
ksr +ksnr

Intensitas fluoresensi dalam kondisi tunak per jumlah foton yang diserap sebagai
fungsi panjang gelombang foton yang diemisikan dinyatakan dalam persamaan
berikut:

0 ( ) = .....(2.10)

Universitas Sumatera Utara


Atau
( , ) = ( ) ( )(2.11)

Dengan mensubtitusikan persamaan 2.10 ke persamaan 2.11 diperoleh:


( , ) = ( )...(2.12)
Dimana
( ) = 0 ( ) ( )(2.13)
Dengan
( ) =intensitas fluoresensi yang diukur pada rentang spektrum panjang
gelombang fluoresensi
( ) = selisih intensitas cahaya yang datang dengan intensitas yang
ditransmisikan pada gelombang .
( ) = intensitas eksitasi ditransmisikan.
0 ( ) = intensitas cahaya yang datang.
= konstanta fluoresensi, yang besarnya tergantung pada set up optis
antara detektor dengan berkas fluoresensi
Proses fluoresensi dapat terjadi pada partikel dalam suatu medium. Hal
tersebut terjadi akibat respon terhadap cahaya eksitasi dari elemen-elemen
penyusunnya (kumpulan-kumpulan molekul atau atom yang relatif homogen)
dengan mengasumsikan bahwa dimensi partikel sangat tipis sehingga proses
absorbsi terhadap cahaya eksitasi tidak mengalami hambatan atau gangguan.
Pada saat cahaya eksitasi I0 datang menuju medium (dimensi lxl) yang
berisi partikel-partikel, cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh partikel-partikel
sebesar IA dan sebagian diteruskan (tanpa absorbsi) sebesar IT (persamaan 2.13).
Cahaya yang diabsorbsi selanjutnya dikonversi menjadi emisi cahaya fluoresensi
(IF) oleh faktor efisiensi kuantum F (persamaan 2.12).
Hubungan antara intensitas fluoresensi dan absorbansi suatu partikel
akibat eksitasi dari suatu sumber cahaya dinyatakan dengan menggunakan hukum
Beer-Lambert. Intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh sejumlah
konsentrasi partikel N sebesar IT(E) pada luasan medium a dan sepanjang arah
rambat cahaya eksitasi l dituliskan sebagai berikut
= 0 ( )(exp[( )] ).......................................................................(2.14)

Universitas Sumatera Utara


Dimana
(E) = koefesien absorbsi pada panjang gelombang eksitasi (L/[partikel.m])
l = panjang lintasan optik yang dilewati oleh sumber cahaya (m)
N = konsentrasi partikel (partikel/L)
a = luasan berkas cahaya eksitasi yang melewati partikel-partikel dalam medium
(m2)
Tanda minus dalam exponensial pada persamaan 2.1. menunjukkan bahwa
intensitas cahaya eksitasi yang ditransmisikan oleh konsentrasi partikel menurun
secara eksponensial akibat luasan berkas sinar eksitasi a dan absorbsi sepanjang
lintasan l. Dengan mensubstitusikan persamaan 2.14 ke 2.13 didapatkan
persamaan intensitas absorbsi cahaya eksitasi pada konsentrasi partikel, sebesar:
= 0 ( )(1 exp[( )] )................................................................(2.15)
Intensitas cahaya fluoresensi yang diemisikan oleh suatu konsentrasi partikel pada
suatu volume, adalah sebanding dengan jumlah intensitas cahaya absorbsi yang
terkonversi menjadi cahaya fluoresensi (persamaan2. 12). Selanjutnya dengan
mensubtitusikan persamaan 2.15 ke 2.12 diperoleh intensitas cahaya fluoresensi
sebagai fungsi F yaitu:
= 0 ( )(1 exp[( )] ).......................................................(2.16)
Persamaan 2.16 merupakan fungsi IF yang membentuk hubungan
eksponensial sebagai fungsi dari IA dan IT. F merupakan faktor konversi
intensitas cahaya yang diabsorbsi oleh konsentrasi partikel menjadi energi cahaya
fluoresensi dan diperoleh melalui pendekatan empirik (eksperimen) dan analitik
mengacu pada persamaan 2.7 dan 2.10. Faktor F tergantung dari karakteristik
absorbsi dan fluoresensi partikel dalam medium. Persamaan 2.16 dapat
disederhanakan dengan menggunakan deret Mc Laurin menjadi sebagai berikut:
exp[( )] = [1 ( )]...............................................................(2.17)
Persamaan 2.17 kemudian disubtitusikan ke persamaan 2.16 diperoleh bentuk
persamaan yang lebih sederhana, yaitu :
= 0 ( )[( )])...(2.18)
Perbandingan antara IF dan Io pada persamaan 2.18 dinyatakan dalam persamaan
2.19 dan disebut sebagai intensitas fluoresensi yang ternormalisasi.

= ( ).....(2.19)
0

Universitas Sumatera Utara


Perbandingan jumlah foton yang diserap dengan emisi fluoresensi didefenisikan
sebagai fraksi f R


= ......(2.20)

I f = f l = K f [S 1 ] = f (K lC + K lSC + K f + K Q [Q])[S 1 ] ...


R R

(2.21)
Kf
= .....(2.22 )
+ + + []

1
= . ......(2.23)
+ + + []

1
= ....(2.24)

T
= . .......(2.25)

1
= ....(2.26)
+ + [ ]


= .......(2.27)

Dimana K p = konstanta orde pertama peluruhan dari energi T 1 ke S 0


K VR = konstanta vibrasi relaksasi energi state T 1
K QP [Q p ] = pseudo orde pertama
T p dan T pR = waktu hidup masing masing presence dan absence
t
R = formasi efisiensi pada triplet state

Peluruhan Intensitas sinyal fluoresensi adalah :


.......( 2.28
I = I 0 e-t/
)

Dengan : I0 adalah intensitas awal pada t = 0


I adalah intensitas setelah waktu ,
adalah lifetime (waktu hidup)
Persamaan B eer-Lambert pada proses absorbsi
Log ( I 0 / I ) = ................(
2.29)

Universitas Sumatera Utara


Dimana I0 = Intensitas cahaya pengeksitasi
I = Intensitas cahaya yang ditransmisikan
Hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: jumlah radiasi cahaya
tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan
oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal
larutan.
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban
dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan.
Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu :
a) Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
b) Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang
sama
c) Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap
yang lain dalam larutan tersebut
d) Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi
e) Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam rumus sbb :
A = e.b.c .. (2.30)
dimana A = absorban
e = absorptivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk
menghitung banyaknya cahaya yang di hamburkan:
It
= ...(2.31)

dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:


It
A =-Log T= Log ......(2.32)

dimana I 0 merupakan intensitas cahaya datang dan I t atau I 1 adalah intensitas


cahaya setelah melewati sampel.

Universitas Sumatera Utara


2.2. Spektroskopi
2.2.1 Pengertian Spektroskopi
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode untuk
menghasilkan dan menganalisis spektrum. Interpretasi spektrum yang dihasilkan
dapat digunakan untuk analisis unsur kimia, meneliti arus energi atom dan
molekul, meneliti struktur molekul, dan untuk menentukan komposisi dan gerak
benda-benda langit (Danusantoso,2012: 409).
Berdasarkan sinyal radiasi elektromagnetik, spektroskopi dibagi menjadi
empat golongan yaitu spektroskopi absorpsi, spektroskopi emisi, spektroskopi
scattering,dan spektroskopi fluoresensi. Spektroskopi pada umumnya digunakan
dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu subtansi
melalui spectrum yang dipancarkan atau diserap.alat untuk merekam spectrum
disebut spectrometer.
Spektroskopi merupakan studi antaraksi radiasi elektromagnetik dengan
materi (Rhys-williams, 2011)
Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk dari energi yang diteruskan
melalui ruang dengan kecepatan yang luar biasa. Dikenal berbagai bentuk radiasi
elektromagnetik dan yang mudah dilihat adalah cahaya atau sinar tampak contoh
lain dari radiasi elektromagnetik adalah radiasi sinar gamma, sinar x, ultra violet,
infra merah, gelombang mikro, dan gelombang radio seperti terlihat pada Tabel
2.1

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Radiasi Elektromagnetik

Radiasi Elektromagnetik mempunyai panjang gelombang, frekuensi,


kecepatan, dan amplitudo. Panjang gelombang (dengan simbol ) adalah jarak
antara dua puncak atau dua lembah dari suatu gelombang seperti terlihat pada
Gambar 2.5.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4. Gelombang Elektromagnetik

Panjang gelombang (dengan simbol ) adalah jarak antara dua puncak atau
dua lembah dari suatu gelombang seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Biasanya satuan panjang gelombang dinyatakan dalam nm atau Angstrom
(l nm = 10 Angstrom), kecuali radiasi infra merah dalam m, gelombang mikro
dalam cm dan gelombang radio dalam m (meter). Panjang gelombang radiasi sinar
tampak berkisardari 390 sampai 780 nm dan radiasi infra merah berkisar dari 780
sampai 1000 um. Frekuensi dengan simbol menunjukkan jumlah gelombang yang
terjadi per-detik. Frekuensi sering dinyatakan dengan satuan detik-1 atau putaran
per detik (Hz, Hertz). Perkalian antara frekuensi dalam detik-1 dan panjang
gelombang dalam cm menipakan suatu konstanta yang disebut kecepatan radiasi
(Gunandjar,2013).
=c ...........................................................................................(2.33)
Kecepatan radiasi diberi simbol c dan satuannya adalah cm per detik.
Besarnya kecepatan radiasi telah ditentukan secara tepat dalam vakum vaitu
2,99792 x 1010 cm/detik. Jadi, dalam vakum : c = 3 x 1010 cm/detik, Bilangan
gelombang dengan symbol menunjukkan jumlah gelombang per cm. Bila
panjang gelombang dinyatakan dalam cm, bilangan gelombang sama dengan 1/.
Bilangan gelombang sering dipakai untuk menyatakan spektrum pada
daerah infra merah yang berkisar dari 12800 sampai 10 cm-1. Radiasi
electromagnetik dipancarkan dan diserap sebagai paket energi yang disebut foton
(Maridi,2013). Energi foton tergantung pada frekuensi radiasi dengan persamaan:
E = h...........................................................................................(2.34)
E = hc/ .......................................................................................(2.35)

Universitas Sumatera Utara


dengan h menyatakan tetapan Planck yang besarnya 6,63 x 10-27 erg detik atau
6,63 x 10-34 J detik. Besaran energi foton sinar X ( 108 cm) adalah sekitar 1000

kali energi foton yang dipancarkan kawat Wolfram (Tungsten) pijar ( 10-4 cm).
Dikenal dua kelompok utama spektroskopi yaitu spektroskopi atom dan
spektroskopi molekul. Dasar dari spektroskopi atom adalah tingkat energi elektron
terluar suatu atom atau unsur sedangkan dasar dari spektroskopi molekul adalah
tingkat energi molekul yang melibatkan energi elektronik, energi vibrasi, dan
energi rotasi.
Berdasarkan signal radiasi elektromagnetik penggolongan spektroskopi
dibagi menjadi empat golongan yaitu (a) spektroskopi absorpsi, (b) spektroskopi
emisi, (c) spektroskopi scattering, dan (d) spektroskopi fluoresensi. Spektroskopi
absorpsi meliputi spektroskopi absorpsi sinar X, spektroskopi absorpsi UV-
Vakum, spektroskopi absorpsi UV-VIS, spektroskopi absorpsi infra merah (IR),
spektroskopi absorpsi gelombang mikro, spektroskopi resonansi magnet inti
(NMR), spektroskopi resonansi spin elektron (ESR), dan spektroskopi
photoacoustic.
Spektroskopi emisi terdiri atas emisi sinar gamma, spektroskopi emisi
sinarX, dan spektroskopi emisi UV-Vis. Spektroskopi scattering adalah
spektroskopi Raman, sedangkan Spektroskopi fluoresensi terdiri dari spektroskopi
fluoresensi sinar X dan spektroskopi fluoresensi UV-VIS (Soedyartomo,2013).
Berbagai teknik spektroskopi banyak digunakan dalam analisis senyawa
anorganik (senyawa kompleks koordinasi), antara lain: spektroskopi UV-VIS,
spektroskopi absorpsi atom, spektroskopi infra merah, spektroskopi fluorensi,
spektroskopi NMR, dan spektroskopi masses.
Daerah sinar tampak mulai dari warna merah pada panjang gelombang 780
nm sampai warna ungu pada panjang gelombang 380 nm (kisaran frekuensi
12800-26300 cm-l), sedangkan daerah ultra violet dan panjang gelombang 380 nm
sampai 180 nm (kisaran frekuensi 26300-55500 cm- l). Energi pada daerah ultra
violet dan sinar tampak berkisar dari 140 sampai 660 kJ/mol
(Abdul,Nursiah,2014).
Seperti juga instrumen untuk spektroskopi umumnya, instrumen pada
spektroskopi UV-Vis terdiri dari lima komponen pokok yaitu :(1) sumber radiasi,

Universitas Sumatera Utara


(2) wadah sampel, (3) monokhromator, (4) detektor, dan (5) rekorder(Abdul,
Nursiah, 2014). Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu
wolfram (tungsten).
Umumnya wadah sampel disebut sel atau kuvet. Kuvet yang terbuat dari
kuarsa baik untuk spektroskopi ultra violet dan juga untuk spektroskopi sinar
tampak. Kuvet plastik dapat digunakan untuk spektroskopi sinar tampak. Panjang
sel untuk spektroskopi UV-Vis biasanya 1 cm, ada juga sel dengan panjang 0,1
cm. Monokhromator adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan
berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokhromator untuk radiasi
ultra violet, sinar tampak dan infra merah adalah serupa yaitu mempunyai celah
(slit), lensa, cermin, dan prisma atau grating (Susila,2013).
Terdapat dua macam monokhromator yaitu monokhromator prisma
Bunsen dan monokhromator grating Czerney-Turner. Dikenal dua macam
detektor yaitu detektor foton dan detektor panas. Detektor foton termasuk (1) sel
photovoltaic, (2) phototube, (3) photomultiplier tube, (4) detektor semi konduktor,
dan (5) detektor diode silikon. Detektor panas biasa dipakai untuk mengukur
radiasi infra merah, termasuk thermocouple dan bolometer. Signal listrik dari
detektor biasanya diperkuat lalu direkam sebagai spekt.rum yang berbentuk
puncak-puncak. Plot antara panjang gelombang dan absorbans akan dihasilkan
spectrum (Fatma,2013).
Gambar 2.1 adalah gambar diagram Jablonski yang menunjukan terjadinya
proses fluoresensi dan fosforesensi. Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi
energi cahaya sebesar hA maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground
sate) S0 akan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2.

2.2.2 Pembagian Spektroskopi


Ada berbagai macam spektroskopyi diantaranya :
1. Spektroskopi Emisi
Menggunakan kisaran spektrum elektromagnetik di mana suatu zat
memancar (memancarkan). Substansi pertama harus menyerap energi. Energi ini
dapat berasal dari berbagai sumber, yang menentukan nama emisi berikutnya,
seperti pendaran. Molekuler pendaran teknik meliputi spectrofluorimetry.

Universitas Sumatera Utara


Spektroskopi Emisi Atom. Pada metode ini atom-atom unsur dalam nyala api
akan tereksitasi.
Pada waktu atom-atom kembali ke tingkat dasar akan memancarkan
radiasi elektromagnetik yang disebut radiasi emisi dimana energi radiasi emisi ini
sama dengan energi radiasi eksitasi. Jadi sumber radiasi disini berasal dari sampel.
Intensitas radiasi emisi ini kemudian dideteksi oleh detektor setelah melalui
monokromator. Dalam hal ini konsentrasi unsur sebanding dengan intensitas
radiasi, artinya terdapat hubungan linear antara intensitas radiasi dengan
konsentrasi unsur.

2. Spectroskopi Absorbsi
Spektroskopi absorpsi yaitu transmitansi, absorbansi dan absorptivitas.
Spektroskopi absorbsi adalah teknik dimana kekuatan seberkas cahaya diukur
sebelum dan sesudah melewati suatu materi yang pada teknik ini ada fenomena
penyerapan cahaya.
Istilah tersebut digunakan dalam spektroskopi UV-Vis, spektroskopi
absorpsi atom dan spektroskopi IR. Transmitansi Apabila suatu berkas sinar
radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah
transparan maka sebagian radiasi akan diserap sehingga intensitas radiasi yang
diteruskan It menjadi lebih kecil dari Io.
Transmitansi dengan simbol T dari larutan merupakan fraksi dari radiasi
yang diteruskan atau ditansmisikan oleh larutan, yaitu :
T = It/Io.......(2.36)
Transmitansi biasanya dinyatakan dalam persen (%). Absorbansi dengan
simbol A dari suatu larutan merupakan logaritma dari 1/T atau logaritma Io/It.
A = log (1/T) .........(2.37)
log (Io/It) = - log (T) ...........(2.38)

Contoh : Bila A = 0 artinya radiasi diteruskan 100%, bila A = 1 artinya radiasi


diteruskan 10%. Nama lain dari absorbansi adalah Optical Density (OD)
Absortivitas dan Absortivitas Molar Absorbansi berbanding langsung dengan
tebal larutan dan konsentrasi larutan (hukum Beer), yaitu : A = a b c dimana: A =
absorbansi a = konstanta disebut absortivitas b = tebal larutan c = konsentrasi

Universitas Sumatera Utara


larutan, Jika konsentrasi c dinyatakan dalam mol/liter (Molar) dan tebal larutan
dalam cm maka absortivitas , sehingga A (absortivitas molar).
Hukum Beer menyatakan bahwa absorbansi berbanding langsung dengan
tebal larutan dan konsentrasi seperti telah dikemukakan sebelumnya. Rumus ini
dapat dijelaskan sebagai berikut : Radiasi dengan intensitas Io yang dilewatkan
bahan setebal b berisi sejumlah n partikel (atom, ion atau molekul) akan
mengakibatkan intensitas berkurang menjadi It Io > It. Berkurangnya intensitas
radiasi tergantung dari luas penampang (S) yang menyerap partikel, dimana luas
penampang ini sebanding dengan jumlah partikel (n).

3. NMR Spektroskopi
Spektroskopi resonansi magnetik nuklir, yang paling umum dikenal
sebagai spektroskopi NMR, adalah nama yang diberikan kepada teknik yang
mengeksploitasi sifat magnetik inti tertentu. Ketika ditempatkan dalam medan
magnet, NMR inti aktif (seperti 1 H atau 13 C) menyerap frekuensi karakteristik
dari isotop.
Frekuensi resonansi, penyerapan energi dan intensitas sinyal sebanding
dengan kekuatan medan magnet. Sebagai contoh, dalam 21 tesla medan magnet,
proton beresonansi pada frekuensi 900 MHz. Hal ini umum untuk mengacu ke 21
T magnet sebagai 900 MHz magnet, meskipun inti berbeda beresonansi pada
frekuensi yang berbeda di bidang ini kekuatan. Dalam medan magnet bumi inti
yang sama beresonansi pada frekuensi audio.
Efek ini digunakan di lapangan Bumi NMR spektrometer dan instrumen
lainnya. Karena instrumen ini portabel dan murah, mereka sering digunakan untuk
mengajar dan studi lapangan.
4. Spektroskopi Infra Merah
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai
untuk mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan.
Dalam bidang fisika bahan, seperti bahan-bahan polimer, inframerah juga
dipakai untuk mengkarakterisasi sampel.
Suatu kendala yang menyulitkan dalam mengidentifikasi senyawa dengan
inframerah adalah tidak adanya aturan yang baku untuk melakukan interpretasi

Universitas Sumatera Utara


spektrum. Karena kompleksnya interaksi dalam vibrasi molekul dalam suatu
senyawa dan efek-efek eksternal yang sulit dikontrol seringkali prediksi teoretik
tidak lagi sesuai. Pengetahuan dalam hal ini sebagian besar diperoleh secara
empiris dan pengalaman.

5. Spektroskopi Inframerah Dekat (IMD)


Didasarkan pada efek overtone molekul dan getaran kombinasi. Transisi
dua efek ini terlarang dala m aturan larangan pada mekanika kuantum. Sebagai
hasilnya, absorptivitas molar pada wilayah inframerah dekat cukup kecil.
Teknik ini memiliki keuntungan karena IMD secara umum dapat jauh
menembus sampel daripada radiasi inframerah sedang. Teknik ini dikenal
kurang sensitif, tetapi sangat berguna dalam pengujian material mentah (belum
diolah), tanpa atau hanya sedikit persiapan sebelumnya.
Dalam praktek, NIRS seringkali dikalibrasi dengan teknik lain yang lebih
sensitif untuk mendapatkan hubungan antara hasil kedua teknik itu. Spektrum
yang dihasilkan overtone molekul dan getaran kombinasi di bagian IMD
umumnya sangat lebar, sehingga terbentuk spektrum-spekrum yang rumit. Ini
menyulitkan penentuan komponen kimiawi yang spesifik.
Teknik-teknik kalibrasi statistika multivariat (seperti analisis komponen
utama atau kuadrat terkecil parsial) sering dipakai untuk memberikan informasi
tentang kandungan kimiawi yang diinginkan.

6. Spektroskopi (Gelombang) Inframerah-Dekat (Near-infrared


Spectroscopy)
Biasa dikenal dengan singkatannya: NIRS merupakan satu teknik
spektroskopi yang menggunakan wilayah panjang gelombang inframerah pada
spektrum elektromagnetik (sekitar 800 sampai 2500 nm). wilayah gelombang
merah yang tampak.
Penggunaan teknik (dan alat) ini umum di bidang farmasetika, diagnostik
medis, ilmu pangan dan agrokimia (terutama yang terkait dengan pengujian

Universitas Sumatera Utara


kualitas), riset mesin bakar, serta spektroskopi dalam astronomi.NIRS umum
dipakai dalam Dikatakan inframerah dekat (IMD) karena wilayah ini berada di
dekat diagnostik medis, terutama dalam pengukuran kadar oksigen darah, atau
juga kadar gula darah.
Meskipun bukan teknik yang sangat sensitif, NIRS tidak menakutkan
pasien/subjek karena tidak memerlukan pengambilan sampel (non-invasif) dan
dilakukan langsung dengan menempelkan sensor di permukaan kulit.
7. Spektroskopi Serapan
Spektroskopi Serapan adalah teknik di mana kekuatan sinar cahaya diukur
sebelum dan sesudah interaksi dengan sampel dibandingkan. Teknik penyerapan
spesifik cenderung disebut oleh panjang gelombang radiasi diukur seperti
ultraviolet, inframerah atau spektroskopi penyerapan microwave.
Penyerapan terjadi ketika energi dari foton sesuai dengan perbedaan
energi antara dua negara material.

8. Spektroskopi Fluoresensi
Fluoresensi Spektroskopi menggunakan foton energi yang lebih tinggi
untuk merangsang sampel, yang kemudian akan memancarkan foton energi yang
lebih rendah. Teknik ini telah menjadi populer untuk aplikasi biokimia dan medis,
dan dapat digunakan untuk mikroskopi confocal, transfer energi resonansi
fluoresensi, dan pencitraan fluoresensi seumur hidup.
Spektroskopi Fluoresensi Atom. Pada metode ini seperti pada spektroskopi
absorpsi atom untuk membentuk partikel-partikel atom diperlukan nyala api.
Energi radiasi yang diserap oleh partikel atom akan dipancarkan kembali
ke segala arah sebagai radiasi fluoresensi dengan panjang gelombang yang
karakteristik. Sumber radiasi ditempatkan tegak lurus terhadap nyala api sehingga
hanya radiasi fluoresensi yang dideteksi oleh detektor setelah melalui
monokromator.
Intensitas radiasi fluoresensi ini berbanding lurus dengan konsentrasi
unsur.

9. Spektroskopi Sinar X

Universitas Sumatera Utara


Ketika X-ray dari frekuensi yang cukup (energi) berinteraksi dengan zat,
elektron shell batin dalam atom sangat antusias untuk orbital kosong luar, atau
mereka mungkin dihapus sepenuhnya, ionisasi atom. Shell "lubang" dalam
kemudian akan diisi oleh elektron dari orbital terluar. Energi yang tersedia dalam
proses de-eksitasi dipancarkan sebagai radiasi (fluoresensi) atau akan menghapus
lain yang kurang-terikat elektron dari atom (Auger effect).
Frekuensi absorpsi atau emisi (energi) merupakan karakteristik dari atom
tertentu. Selain itu, untuk suatu atom tertentu, kecil frekuensi (energi) variasi yang
merupakan ciri khas dari ikatan kimia terjadi. Dengan alat yang cocok, ini
karakteristik sinar-X atau elektron Auger frekuensi energi dapat diukur. X-ray
spektroskopi penyerapan dan emisi yang digunakan dalam ilmu kimia dan
material untuk menentukan komposisi unsur dan ikatan kimia.
X-ray Kristalografi adalah proses hamburan; kristal bahan pencar sinar-X
pada sudut didefinisikan dengan baik. Jika panjang gelombang insiden sinar-X
yang diketahui, ini memungkinkan perhitungan jarak antara pesawat dari atom-
atom dalam kristal.
Intensitas dari sinar-X yang tersebar memberikan informasi tentang posisi
atom dan memungkinkan susunan atom-atom dalam struktur kristal harus
dihitung. Namun, cahaya sinar-X kemudian tidak tersebar sesuai dengan panjang
gelombang, yang ditetapkan pada nilai yang diberikan, dan difraksi sinar-X
demikian bukanlah sebuah spektroskopi.

10. Spektroskopi Raman


Merupakan teknik spektroskopi yang berdasarkan pada hamburan inelastik
dari cahaya monokromatik yang biasanya berasal dari sinar laser sehingga
mengakibatkan deformasi molekular oleh medan listrik E yang ditentukan dengan
kemampuan polarisasi molekular .
Efek Raman merupakan frekuensi dari foton yang dipancarkan ulang dapat
dinaikkan maupun diturunkan terhadap frekuensi asli cahaya monokromatik.
Perubahan ini memberikan informasi tentang getaran, rotasi, dan transisi frekuensi
rendah yang lain pada molekul.

Universitas Sumatera Utara


11. Spektroskopi Ultraviolet-Visible
Penyerapan cahaya ini relatif tinggi-energi menyebabkan eksitasi
elektronik. Bagian mudah diakses dari daerah ini (panjang gelombang 200 sampai
800 nm) menunjukkan serapan hanya jika terkonjugasi pi-elektron sistem yang
hadir.

12. Spektoskopimassa
Spektometer massa adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massa atau beratnya. Teknik ini
tidak dapat dilakukan dengan spektroskopi, akan tetapi nama spektroskopi dipilih
disebabkan persamaannya dengan pencatat fotografi dan spektrum garis optik.
Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sampel
menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan
massa terhadapmuatan.
Proses ionisasi menghasilkan partikel-partikel bermuatan positif, dimana
massa terdistribusi adalah spesifik terhadap senyawa induk. Selain untuk
penentuan stuktur molekul, spektum massa dipakai untuk penentuan analisis
kuantitatif.
Prinsip Spektroskopi Massa merupakan suatu instrumen yang
menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji, memilah ion tersebut menjadi spektum
yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan merekam
kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada.
Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion negatif yang
dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit.

13. Spektroskopiatomik
Spektroskopi atom adalah penentuan komposisi unsur dengan spektrum
elektromagnetik atau massa.Studi tentang spektrum elektromagnetik disebut
Spektroskopi Atom optik.
Elektron ada di tingkat energi dalam atom. Tingkat ini telah didefinisikan
dengan baik energi dan elektron yang bergerak antara mereka harus menyerap
atau memancarkan energi sama dengan perbedaan antara mereka

Universitas Sumatera Utara


Ilmu spektroskopi atom telah menghasilkan tiga teknik untuk
menggunakan analisis:
AtomicAbsorption.
AtomicEmission.
AtomicFluorescence

14. Spektroskopi Serapan Atom


Adalah teknik untuk menentukan konsentrasi logam tertentu elemen dalam
sampel. Teknik ini dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi lebih dari 70
jenis logam yang berbeda dalam suatu larutan. Teknik ini memanfaatkan
spektrometri penyerapan untuk menilai konsentrasi dari analit dalam sampel
karena itu sangat bergantung pada hukum Beer-Lambert .
Singkatnya, elektron dari atom dalam pengabut dapat dipromosikan ke
orbital yang lebih tinggi untuk waktu singkat dengan menyerap jumlah set energi
(cahaya yaitu panjang gelombang yang diberikan).
Jumlah energi ini (atau panjang gelombang) adalah tertentu untuk transisi
elektron dalam elemen tertentu, dan secara umum, sesuai dengan panjang
gelombang masing-masing hanya satu elemen. Teknik ini memberikan selektivitas
unsurnya.

15. Spektroskopi Emisi Atom (AES)


Adalah metode analisis kimia yang menggunakan intensitas cahaya yang
dipancarkan dari api, plasma ,busur, atau percikan pada panjang gelombang
tertentu untuk menentukan jumlah suatu unsur dalam sampel. Panjang gelombang
dari garis spektral atom memberikan identitas elemen sedangkan intensitas cahaya
yang dipancarkan sebanding dengan jumlah atom unsur.

16. Fluoresensi Spektroskopi Atau Metode Spektrofluorometri


Adalah jenis spektroskopi elektromagnetik yang menganalisis fluoresensi
dari sampel. Ini melibatkan menggunakan berkas cahaya, biasanya sinar
ultraviolet, bahwa eksitasi elektron pada molekul senyawa tertentu dan

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan mereka memancarkan cahaya dari energi yang lebih rendah,
biasanya, tetapi tidak harus, cahaya tampak.

17. Spektroskopy Sinar Gamma


Metode spektroskopi sinar gamma sama dengan spektroskopi inframerah ,
merupakan suatu metode yang meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi
(emission), teknik fluoresensi (fluorescence).
Komponen medan listrik yang banyak berperan dalam spektroskopi
umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena transmisi,
pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penemuan infra merah ditemukan
pertama kali oleh William Herschel pada tahun 1800.
Penelitian selanjutnya diteruskan oleh Young, Beer, Lambert dan Julius
melakukan berbagai penelitian dengan menggunakan spektroskopi inframerah.
Pada tahun 1892 Julius menemukan dan smembuktikan adanya hubungan antara
struktur molekul dengan inframerah dengan ditemukannya gugus metil dalam
suatu molekul akan memberikan serapan karakteristik yang tidak dipengaruhi oleh
susunan molekulnya.
Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya
eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik,
vibrasi, atau rotasi.
Metode Spektroskopi Gamma ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
suatu senyawa yang belum diketahui,karena spektrum yang dihasilkan spesifik
untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena:
a. Cepat dan relatif murah
b. Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul
c. Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan
oleh karena itu dapat menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk
senyawa tersebut

2.2.3. Spektrofotometri
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spectrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkam sinar dari spectrum

Universitas Sumatera Utara


dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diarbsorbsi.
Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika
energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang.
Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi
dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma ataupun celah
optis.
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut.
Tempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama sedangkan
larutan yang akan dianalisis pada sel kedua.
Kemudian pilih foto sel yang cocok 200nm-650nm (650nm-1100nm) agar
daerah yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang foto sel dalam keadaan
tertutup nol galvanometer didapat dengan menggunakan tombol dark-current.
Pilih h yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blangko
dan nol galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan
menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan
berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis (Rhys-Williams, 2011).
2.3 Tingkat Energi Molekular
Secara keseluruhan susunan tingkatan energi molekular terdiri dari bagian
yang berasal dari rotasi molekul, vibrasi atom seta keadaan elektroniknya. Oleh
karena itu energi total molekul adalah jumlah dari kontribusi energi elektronik,
energi vibrasi dan energi rotasi (Bisman,2008). Secara matematik energi total dari
molekul adalah seperti persamaan dibawah.
E total = E el + E vib +
E rot.................................................................................................................................. (2.39)
Dengan : E el = energi eletronik dari molekul
E vib = energi vibrasi antara atom dari molekul
E rot = energi rotasi dari molekul

Universitas Sumatera Utara


Secara hirarki hubungan antara energi level diatas ditunjukkan pada Gambar (2.5)
dibawah

Gambar 2.5 Tingkat Energi Molekular


Jika molekul dalam suatu pelarut disinari dengan cahaya dalam daerah
cahay tampak atau uv maka absorbsi cahaya akan menyebabkan transisi molekul
terjadi antara energi elektronik yang berbeda., frekuensi dari rumus Plank adalah,
h v = E = E E............................................................................(2.40)
= ( E el E el ) + (E vib E vib ) + (E rot E rot )..........................(2.41)

Tabel 2.2. Taksiran Energi dan Panjang Gelombang Untuk Berbagai


Transisi
TAKSIRAN Energi Taksiran Panjang
TRANSISI (kJ/ mole) Gelombang (nm)
Electronic (Ec) 400 3 x 10 2
Vibrational (Ev) 20 6 x 10 3
Rotational (Er) 0,4 3 x 10 8

2.4 Eksitasi dan Emisi


2.4.1 Eksitasi dan Emisi electron.

Universitas Sumatera Utara


Jika molekul menyerap energi gelombang elektromagnetik dalam daerah
ultraviolet atau visible maka molekul tersebut akan tereksitasi kepada tingkat
elektronik yang lebih tinggi. Multiplicity M didefinisikan sebagai berikut ;
M = 2S + 1...............................................................................................(2.42)
Dimana S = bilangan spin quantum dari molekul

Kebanyakan molekul organic S = 0, karena molekul mempunyai jumlah


electron genap, jadi pada energi paling bawah semua electron mempunyai
pasangan spin, sehingga multiplicity menjadi :
M = 1..........................................................................................................(2.43)
Hal ini disebut single state. Pada ground state singlet didefinisikan sebagai
So, dan level pertama dan kedua eksitasi singlet state disebut masing masing S 1
dan S 2 . Secara kualitatif proses absorpsi dan emisi untuk molekul organic dapat
dilukiskan dengan menggunakan diagram tingkat energi Jablonski seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.4.a dibawah.
Dalam fase padatan (condensed-phase) molekul yang tereksitasi dengan
cepat akan melepaskan kelebihan energi vibrasinya berupa panas. Hal ini terjadi
akibat tumbukan antara molekul organic dengan molekul pelarut dalam proses
relaksasi vibrasional (vibrational relaxation-VR) pada tingkat tereksitasi S2.
Kemudian akan terjadi proses konversi internal (internal convertion IC), yaitu
perpindahan molekul dari tingkat eksitasi S2 dasar menuju tingkat eksitasi S1
yang setara.
Pada tingkat eksitasi S1 akan terjadi pula proses relaksasi vibrasi hingga
mencapai tingkat dasar S1. Seluruh proses relaksasi vibrasi dan konversi internal
ini terjadi dalam waktu sangat singkat, berkisar sekitar 10-12 detik, dari tingkat
terkesitasi S1 dasar, molekul akan meluruh kembali menuju tingkat dasar S0
dengan memcancarkan photon. Proses emisi radiasi ini disebut fluoresensi
(Eko,Endang,Indi,2012).
Pada umumnya emisi fluoresensi mempunyai usia dalam orde nano detik
(10-9 sampai 10-7 detik).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6. Proses Absorbs dan Emisi Fluoresensi Pada Energi Level
Jablonski

Spektrum eksitasi dan fluoresensi diperlihatkan pada gambar 3 berikut ini

Gambar 2.7. Spektrum Eksitasi dan Fluoresensi

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Ringkasan Proses Eksitasi dan Deeksitasi
So Sn absorption

Sn S1 internal conversion (10-11 10-14 sec)

S1 S 0 + hv fluorescence (10-7 10-9 sec)

S1 Tn intersystem crossing (10-3 sec)

S1 S0 internal conversion (10-5 10-7 sec)

T1 S 0 + hv phosphorescence (10 10-3 sec)

T1 S0 internal conversion (10 10-3 sec)


Peluruhan Intensitas sinyal fluoresensi adalah :
I = I 0 e-t/ .......................................................................................(2.44)
Dengan : I0 adalah intensitas awal pada t = 0,
I adalah intensitas setelah waktu ,

adalah lifetime (waktu hidup)


Persamaan Beer-Lambert pada proses absorbs
Log ( I 0 / I ) = ......................................................................(2.45)
Dimana I0 = Intensitas cahaya pengeksitasi
I = Intensitas cahaya yang ditransmisikan

, b dan c adalah masing masing parameter molar


Absorptivity, cell path length, dan molar concentration dari
chromphore

Universitas Sumatera Utara


2.5 Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi
Prinsip dasar setup peralatan untuk pengamatan sinyal fluoresensi
diperlihatkan pada Gambar 2.9 berikut ini.

Gambar 2.8. Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresense

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9. Spektrum eksitasi dan fluoresensi

2.6. Luminesensi
Luminesensi adalah fenomena fisika berupa pancaran cahaya dari suatu
bahan yang tidak panas. Luminesensi adalah emisi cahaya oleh suatu zat yang
bukan berasal dari panas, sehingga ia adalah sebuah bentuk radiasi benda dingin.
Luminesensi dapat disebabkan oleh reaksi kimia, energi listrik, gerakan
subatomik, atau tekanan pada Kristal (Piezoelektrik).
Ini membedakan luminesensi dari pijaran (inkandesens), yang cahayanya
dipancarkan oleh suatu zat sebagai akibat dari pemanasan.
Secara historis, radioaktivitas dianggap sebagai bentuk radioluminesensi,
meskipun sekarang ini dianggap terpisah karena melibatkan lebih dari radiasi
elektromagnetik. Istilah luminesensi diperkenalkan pada tahun 1888 oleh Eilhard
Wiedemann.
Peralatan panggilan, tangan, sisik, dan tanda-tanda penerbangan dan
instrumen navigasi dan tanda-tanda lainnya sering dilapisi dengan bahan
luminesensi dalam proses yang dikenal sebagai proses luminesensi
(Harun,Lim,Jaslin, 2012).

2.6.1. Jenis-Jenis Luminesensi


1. Kemiluminesensi, berasal dari reaksi kimia
a) Bioluminesensi, berasal dari reaksi biokimia oleh makhluk hidup
b) Elektrokemiluminesensi, berasal dari reaksi elektrokimia
2. Kristaloluminesensi, terjadi saat kristalisasi
3. Elektroluminesensi, berasal dari arus listrik yang melewati suatu zat
a) Katodoluminesensi, berasal dari bahan luminesensi yang disambar
oleh elektron

Universitas Sumatera Utara


4. Mekanoluminesensi, berasal dari kegiatan mekanik pada benda padat
a) Triboluminesensi, terjadi oleh ikatan benda yang rusak ketika digores,
dihancurkan, atau digosok
b) Fraktoluminesensi, terjadi oleh ikatan pada kristal tertentu yang rusak
karena patah
c) Piezoluminesensi, terjadi karena tekanan pada benda padat tertentu
d) Sonoluminesensi, berasal dari meledaknya gelembung pada benda cair
yang terpengaruh oleh suara
5. Fotoluminesensi, terjadi oleh penyerapan foton (partikel pembawa radiasi
elektromagnetik)
a) Fluoresensi, fotoluminesensi karena singlet --> singlet relaksasi
elektronik (panjang hidup tipikal : nanodetik
b) Fosforesensi, fotoluminesensi karena triplet --> singlet relaksasi
elektronik (panjang hidup tipikal : milidetik sampai jam)
6. Radioluminesensi, terjadi oleh penembakan radiasi pengion
7. Termoluminesensi, reemisi cahaya yang diserap ketika zat dipanaskan

2.6.2. Penerapan Luminesensi


1. Diode pancaran cahaya (LED)
2. Fosfor
3. Termometer fosfor

2.7. Minyak Zaitun


Pohon Zaitun memiliki keistimewaan yaitu mempunyai umur yang
panjang, umurnya dapat mencapai 600 tahun. Satu pohon zaitun bisa
membuahkan 15-20 kg zaitun per tahun. Spanyol, Italia, Yunani, Turki, Tunisia,
Portugis, Maroko, Suriah, Aljazair, Argentina, dan Prancis adalah negara-negara
penghasil minyak zaitun.
Zaitun biasanya berbunga antara bulan Juni hingga Oktober. Minyak
zaitun dapat berkualitas baik setelah 6-8 bulan dari masa berbunga. Saat itu, buah
zaitun berwarna hitam sebagai tanda telah matang sempurna. Untuk masa panen,
biasanya dimulai dari bulan September hingga bulan Maret tahun berikutnya.

Universitas Sumatera Utara


2.7.1. Jenis-jenis Pohon Zaitun
Ada beberapa jenis pohon zaitun, diantaranya :
1. Pohon zaitun darat, biasanya tumbuh di daerah laut Mediterania dan
memberikan minyak yang melimpah.
2. Pohon zaitun Eropa. Ini mencakup 3 zaitun yang terkenal, yaitu :
a. Olea Eoupe Ewawediteuarea.
b. Lape vini.
c. Vari
Tinggi pohon zaitun bisa mencapai 15 meter. Tetapi, kebanyakan para
petani zaitun memotong dahan-dahannya hingga tingginya tidak mencapai 1
meter. Ini dilakukan agar mudah dipetik dan dipanen. Pohon zaitun tahan panas
dan mudah dalam perawatannya.
Minyak zaitun terdiri dari zat-zat minyak yang dinamakan glesiredat
(ester) dengan persentase 97% dan zat-zat minyak lainnya. Minyak zaitun juga
mengandung berbagai vitamin (seperti vitamin A, B, C, D, dan vitamin E), zat-zat
pewarna (seperti klorofil, xanthophyll), serta berbagai zat aromatik yang
menimulkan aroma dan rasa yang khas. Terakhir minyak zaitun mengandung
sejumlah kecil mineral (besi, magnesium, dan kalsium), koloid, resin, dan air.
Secara umum, asam-asam lemak dalam minyak zaitun dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
a. Asam lemak tak jenuh dengan kadar 70-80%. Asam jenis ini memiliki
keistimewaan yakni menjadi cair pada suhu normal. Asam lemak ini
dibagi menjadi asam oleat dan asam linoleat.
b. Asam lemak jenuh dengan kadar 8-10%. Asam jenis ini memiliki
kelebihan memadat pada suhu normal. Asam lemak ini dibagi menjadi
asam palmitat dan asam stearat. Setiap 100 gram zaitun mengandung zat-
zat sebagai berikut : 90 gram protein, 61 mg kalsium, 22 mg magnesium,
17 mg fosfor, 1 mg besi, 0,22 mg tembaga, 36 mg klorin, 4,4 gram serat,
180 g beta karotin, 3-30 mg vitamin K (Surtiningsih, 2013). Minyak
zaitun selain digunakan untuk berbagai masakan juga berkhasiat untuk
perawatan kecantikan. Minyak zaitun kaya vitamin E yang merupakan anti

Universitas Sumatera Utara


penuaan dini. Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan
melembabkan permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun
merupakan pelembab yang baik untuk melembabkan kulit wajah dan
tubuh. Selain itu, minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-
sel kulit mati.

2.7.2. Macam Minyak Zaitun


Minyak zaitun adalah minyak yang dihasilkan dari perasan buah zaitun
yang masih segar (baru). Minyak jenis ini dibagi menjadi :
a. Minyak zaitun virgin (virgin Olive oil)
Diolah dengan metoda mekanika-fisika sederhana tanpa transaksi termal
atau kimia. Minyak ini langsung dikonsumsi apa adanya.
1) Extra olive oil : minyak zaitun virgin yang memiliki aroma dan rasa
yang enak, keasamannya tidak lebih dari 1%.
2) Fine virgin olive oil : karakteristiknya sama dengan minyak
sebelumnya, tetapi keasamannya 1,5%.
3) Semi-fine virgin olive oil : karakteristiknya sama dengan sebelumnya,
tetapi keasamannya mencapai 3%.
4) Virgin olive oil lampante : untuk jenis ini tidak baik dikonsumsi
langsung karena rasa dan aromanya kurang enak, tingkat keasamannya
juga lebih dari 3,3%. Minyak jenis ini disebut juga dengan lampante
(minyak lampu) dan harus melalui proses penjernihan.
b. Minyak zaitun sulingan (refined olive oil)
Minyak jenis ini dihasilkan dari penjernihan virgin olive oil secara
berulang yang tidak mempengaruhi struktur kimianya.
c. Minyak zaitun extra virgin (extra virgin olive oil)
d. Minyak zaitun murni (pure olive oil)
Minyak ini dihasilkan dari campuran refined olive oil dan virgin olive oil.

2.8. Kerosin
Minyak tanah (minyak gas; bahasa Inggris: kerosene atau paraffin) adalah
cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan mudah terbakar. Dia diperoleh dengan

Universitas Sumatera Utara


cara distilasi fraksional dari petroleum pada 150 C dan 275 C (rantai karbon dari
C 12 sampai C 15 ).
Pada suatu waktu dia banyak digunakan dalam lampu minyak tanah tetapi
sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (lebih teknikal
Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8).
Sebuah bentuk dari minyak tanah dikenal sebagai RP-1 dibakar dengan
oksigen cair sebagai bahan bakar roket. Nama kerosene diturunkan dari bahasa
Yunani keros (, malam).
Biasanya, minyak tanah didistilasi langsung dari minyak mentah
membutuhkan perawatan khusus, dalam sebuah unit Merox atau hidrotreater,
untuk mengurangi kadar belerang dan pengaratannya.
Minyak tanah dapat juga diproduksi oleh hidrocracker, yang digunakan
untuk memperbaiki kualitas bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk
bahan bakar minyak (Dwinurwulan, Indah , 2012).
Penggunaannya sebagai bahan bakar untuk memasak terbatas di negara
berkembang, setelah melalui proses penyulingan seperlunya dan masih tidak
murni dan bahkan memilki pengotor (debris).
Avtur (bahan bakar mesin jet) adalah minyak tanah dengan spesifikasi
yang diperketat, terutama mengenai titik uap dan titik beku.

2.8.1. Kegunaan kerosin


Di Indonesia, minyak tanah digunakan untuk mengusir koloni serangga
sosial, seperti semut, atau mengusir kecoa. Selain itu, beberapa pembasmi
serangga bermerek juga menggunakan minyak tanah sebagai komponennya.

2.8.2. Nama umum kerosin


coal oil
kerosene (Amerika Serikat dan Australia)
kerosine

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai