DISUSUN OLEH :
Tingkat 1 Regular B
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah Patofisiologi dengan judul “Patofisiologi Pada Sistem
Endokrin” tepat pada waktunya.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi
jurusan analis kesehatan Poltekkes Kemenkes Palembang tahun 2018.
Dalam makalah ini berisikan tentang gangguan-gangguan yang ada pada sistem endokrin,
gejala-gejala yang dialami serta bagaimana cara pengobatanya.Diharapkan makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan maklah ini.
Akhir kata, kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa meridhai segala
usaha kita.
1
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
I.3 Tujuan...........................................................................................................................................2
A. Hipopituitarisme....................................................................................................................3
1. Hipertiroidisme..........................................................................................................................6
2. Hipotiroidisme...........................................................................................................................7
1. Hiperparatiroidisme...................................................................................................................9
2. Hiperparatiroidisme primer.......................................................................................................9
3. Adenoma.................................................................................................................................10
4. Hiperplasi Primer.....................................................................................................................10
5. Karsinoma Paratioid.................................................................................................................11
2
6. Gambaran Klinik dari Hiperparatiroidisme Primer...................................................................11
7. Hiperparatiroidisme Sekunder.................................................................................................11
8. Hipoparatiroidisme..................................................................................................................12
1. Hipofungsi............................................................................................................................12
2. Hiperfungsi..........................................................................................................................14
A. Diabetes Melitus..................................................................................................................17
B. Pankreatitis..........................................................................................................................21
III.1 Kesimpulan...............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................28
3
BAB I. PENDAHULUAN
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar
sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-
hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan
untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh.
Gangguan paling banyak terjadi pada kelenjar pankreas yang memunculkan diabetes.
Penyakit ini mencapai 75 % dari gangguan endokrin secara keseluruhan. Gangguan lain
adalah pada kelenjar tiroid, penyebab penyakit gondok (15-20 persen). Sisanya gangguan
pada kelenjar lain yang memunculkan berbagai penyakit, seperti disfungsi ereksi, gangguan
hormonal, gangguan hipofisis, bahkan keganasan (kanker).
Sistem endokrin mempengaruhi bagaimana jantung Anda berdetak, bagaimana tulang
dan jaringan tumbuh, bahkan kemampuan Anda untuk membuat bayi. Hal ini memainkan
peran penting dalam apakah atau tidak seseorang dapat terkena diabetes, penyakit tiroid,
gangguan pertumbuhan, disfungsi seksual, dan sejumlah lainnya yang berhubungan dengan
hormon gangguan.Gangguan kelenjar endokrin bisa menyebabkan berbagai penyakit, mulai
dari malnutrisi, gondok, diabetes, gangguan jantung, hipertensi, hingga tumor ganas pada
sistem pencernaan. Gangguan kelenjar endokrin umumnya disebabkan perubahan Gaya hidup
yang cenderung meninggalkan pola hidup sehat.
Jika pasien memiliki gangguan endokrin, dokter dapat merujuk pasien ke dokter
spesialis Endokrinologis. Endokrinologis (dokter spesialis dalam) secara khusus dilatih dalam
masalah dengan sistem endokrin.
1
I.3 Tujuan
2
II.1 Gangguan Klinis Pada Kelenjar Hipofisis
Sindrom klinis yang ada kaitannya dengan kelainan fungsi kelenjar hipofisis antara
lain mencakup gangguan-gangguan akibat kekurangan dan kelebihan hormon. Gangguan
klinis pada kelenjar hipofisis antara lain hipopituitarisme, gigantisme dan akromegali, tumor
hipofisis penghasil prolaktin, dan gangguan sekresi vasopresin.
A. Hipopituitarisme
Hipopituitarisme adalah suatu penyakit atau gangguan klinis yang disebabkan gangguan
produksi satu atau lebih hormon hipofisis anterior, yang dapat disebabkan oleh penyakit hipofisis
atau hipotalamus.
Beberapa proses patologik dapat mengakibatkan insufiesiensi hipofisis dengan cara merusak
sel-sel hipofisis normal:
a. Tumor hipofisis
b. Trombosis vaskular yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal
c. Penyakit granulomatosa infiltratif
d. Idiopatik atau mungkin penyakit yang bersifat autoimun
Sindrom klinis yang diakibatkan oleh panhipopituitarisme pada anak-anak dan orang dewasa
berbeda. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatis akibat defisiensi pelepasan GH.
Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak
tersebut mencapai pubertas, maka tanda-tanda seksual sekunder dan genitalia eksterna gagal
berkembang. Selain itu, sering juga ditemukan derajat insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme,
mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan memperlihatkan perkembangan
intelektual yang lamban, kulitnya pucat.
Hipopituitarisme pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering mengikuti kronologis
sebagai berikut : defisiensi GH, hipogonadisme, hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena
orang dewasa telah selesai pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan
hipopituitarisme adalah normal. Manifestasi GH dinyatakan dengan timbulnya kepekaan yang
luar biasa terhadap insulin dan hipoglikemia puasa. Bersamaan dengan terjadinya hipogonadisme,
pria menunjukkan penurunan libido, impotensi dan pengurangan progresif pertumbuhan rambut
dan bulu di tubuh, jenggot, dan berkurangnya perkembangan otot. Pada wanita berhentinya siklus
menstruasi atau amenorea, merupakan tanda awal dari kegagalan hipofisis. Kemudian diikuti oleh
atrofi payudara dan genitalia eksterna. Baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan berbagai
tingkatan hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Kurangnya MSH menyebabkan kulit pasien
terlihat pucat.
3
Pasien dengan hipopituitarisme, selain memiliki tingkat hormon basal yang rendah, juga tidak
merespons terhadap pemberian hormon perangsang sekresi.
Gigantisme dan akromegali adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh sekresi GH yang
berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena
kelainan hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan.
Bila kelebihan GH terjadi pada saat anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan longitudinal
pasien sangat cepat dan pasien akan menjadi seorang raksasa. Setelah pertumbuhan somatis
selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan
4
tulang-tulang dan jaringan lunak. Keadaan ini disebut akromagali, dan penderita akromagali
memperlihatkan pembesaran tangan dan kaki.
Selain itu, perubahan bentuk raut muka dan wajah dapt membantu diagnosis pada inspeksi.
Raut wajah menjadi semakin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis membesar. Bagian frontal
menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan terjadi deformitas mandibula disertai
timbulnya frognatisme dan gigi geligi tidak dapat menggigit . pembesaran mandibula
menyebabkan gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara
menjadi lebih dalam akibat penebalan pita suara.
Adanya galaktore biasanya dapat diperlihatkan dengan menekan puting susu dengan
tangan,meskipun dapat timbul secara spontan, dan dapat bersifat ringan sampai berat. Peningkatan
kadar prolaktin mungkin menyebabkan amenore yang ada kaitannya dengan keadaan ini.
Prolaktin dianggap dapat menghambat sekresi hormon gonadotropin dengan menggganggu
sekresi hormon GnRH dari hipotalamus. Selain itu, prolaktin dapat menghambat pengaruh
gonadotropin terhadap gonad.
Kadar prolaktin normal berkisar antara 2 sampai 25 ng/ml. Pada pasien dengan adenoma
hipofisis yang menyekresi prolaktin, kadarnya dapat berkisar antara 100 ng/ml untuk tumor yang
kecil sampai lebih besar dari 1000 ng/ml untuk tumor hipofisis yang besar.
Galaktore dapat ditemukan pada (1) lesi hipotalamus yang mengganggu pelepasan dopamin,
(2) obat-obat yang memengaruhi sistem susunan saraf pusat (fenotiazin, antidepresan,
5
haloperidol, alfa metildopa), (3) kontrasepsi oral dan estrogen, (4) gangguan endokrin seperti
hipotiroidisme dan hipertiroidisme, (5) faktor-faktor neurogenik lokal, (6) perangsangan
payudara, (7) cedera pada dinding dada, dan (8) lesi pada medula spinalis.
Adanya sindrom galaktore amenore, menyebabakan perlu diperoleh kadar prolaktin serum
basal. Kalau kadar prolaktin lebih tinggi dari normal, maka harus dilakukan pemeriksaaan
radiografik sela tursika, termasuk CT scan kelenjar hipofisis dengan potongan koronal dan MRI.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya kelainan yang berupa mikroadenoma hipofisis.
Jika diagnosis tumor hipofisis yang menyekresi prolaktin telah dipastikan, biasanya dapat
dilakukan dua cara pengobatan, yaitu :
Tumor hipofisis penghasi prolaktin juga dapat ditemukan pada laki-laki, dengan
hiperprolaktinemia yang terjadi dihubungkan dengan hipogonadisme dan oligospermia. Tumor ini
seringkali berukuran besar dan meluas hingga keluar batas sela tursika.
6
banyak cairan. Bila pasien tidak mampu mempertahankan masukan air minum, pasien akan
mengalami dehidrasi, berat badannya menurun, kulit dan membran mukosa menjadi kering.
Pasien yang mengalami dehidrasi, fungsi ginjalnya dapat terganggu dan kemungkinan akan terjadi
peningkatan BUN dan kreatinin serum. Jika pasien yang dicurigai mengidap penyakit DI diminta
menahan kemihnya selama 18 jam, berat jenis urine mereka tidak akan naik dan osmolalitas urine
tetap rendah jika [asien mematuhi anjuran untuk tidak minum selama uji ini, rasa haus akan
semakain nyata dan dapat timbul hipotensi ortostatik, dan pasien akan mengalami penurunan
berat badan yang signifikan. Pemberian vasopresin cair secara subkutan pada pasien dengan DI
sentral, berkaitan dengan antidiuresis. Volume urine menurun dan berat jenis urine meningkat
segera setelah pemberian vasopresin. Pasien-pasien ini mengalami defisiensi vasopresin namun,
memiliki respons ginjal yang normal terhadap hormon. Sebaliknya, pasien dengan DI nefrogenik
gagal untuk merespons AVP.
DI sentral diobati dengan AVP. Preparat yang paling sering dipakai adalah 1-desamino-8 D-
arginin vasopresin (DDAVP), diberikan intranasal atau oral dan memiliki jangka waktu kerja dari
12 jam sampai 24 jam. DI nefrogenik ditangani dengan penggantian cairan, pengobatan penyakit
ginjal yang mendasarinya, dan penghentian terapi lithium bila memungkinkan. Pengobatan
dengan kombinasi hidroklorotiazid dan amilorid dapat menurunkan beratnya poliuria. Pada anak-
anak dengan DI nefrogenik, keadaan tersebut akan membaik sesuai umur.
SIADH merupakan penyebab tersering hipoosmolalitas (<275 mOsm/kg air), dan berkaitan
dengan kelebihan ekskresi natrium dengan kelebihan retensi air. Gejala-gejalanya merupakan
akibat adanya hiponatremia berat dan menyerang sistem saraf pusat sehingga pasien mudah
marah, kekacauan mental, kejang, dan koma, terutama bila natrium dalam serum menurun
dibawah 120 mEq/L. Osmolalitas serum rendah, dan osmolalitas urine tinggi dan meningkat di
atas osmolalitas serum. Pada pasien-paien ini, BUN dan serum kreatinin kadarnya rendah dan
natrium urine lebih tinggi dari 20 mEq/L.
Pengobatan SIADH didasarkan pada pembatasan pemberian air, yaitu kurang dari 1000
ml/hari dan pemberian 3% sampai 5% larutan NaCl yang di campur dengan furosemid. Diuretik
ini akan menginduksi pengeluaran cairan dan NaCl, yang disimpan dalam bentuk hipertonik.
Demeklosiklin, suatu obat yang secara langsung menghambat efek vasopresin pada tingkat
tubulus ginjal, dapat dipakai dengan efektif untuk memperbaiki hipoosmolalitas yang terjadi
akibat adanya SIADH.
7
3) pembesaran tiroid (goiter) tanpa bukti adanya pembentukan hormone tiroid abnormal
selain itu, pasien yang memiliki penyakit sistemik dapat mengalami perubahan metabolsme
tiroksin dan tiroid. Temuan ini dikenal sebagai sindrom atau penyakit nontiroid.
1. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis, hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respos
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormone tiroid yang berlebihan. Keadaan
ini dapat timbul spontan atau akibat asupan hormone tiroid secara berlebihan. Terdapat dua tipe
hipertiroidisme spontan yang paling sering dijjumpai yaitu:
1) Penyakit Graves
Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat puluh
dan lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki. Pada penyakit
Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroiidal,
dan keduanya mungkin tidak tampak. Cirri-ciri tiroidal berupa goiter akibat
hyperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormone tiroid
yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi
hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar,tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab,
berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi
dan takikardia, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroid
berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai
bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50 % sampai 80% pasien ditandai
dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan
konvergesi. Penyakit Graves timbul satas sebagai manifestasi gangguan
automium. Dalam serum pasien ditemukan antibody Immunoglobulin (IgG).
Antibody ini akan bereaksi dengan reseptor TSH atau membrane plasma tiroid.
8
Sebagai akibat interaksi ini antibody tersebut dapat merangsang funsi tiroid tanpa
bergantung pada TSH hipofisis, yang dapat mengakibatkan hiperttiroidisme.
Immunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSH) disebabkan suatu kelainan
imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokamn limfosit
tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan menyekresi immunoglobulin
stimulator sebagai respon terhadap beberapa faktor perangsang. Respon imun
yang sama bertanggung jawab atas oftalmopati yang ditemukan pada pasien-
pasien tersebut.
2) Goiter(Pembekakan kelenjar tiroid) nodular toksik
Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai
komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini, hipertiroidisme timbul
secara lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves.
Pasien mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap
terapi digitalis. Pasien dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat
badan, lemah dan pengecilan otot. Pasien goiter nodular toksik memperlihatkan
tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata
berkurang)akibat aktivitas simpatis yang berlebihan, meskipun demikian, tidak
ada manisfestasi dramatis oftalmopati infiltrative seperti yang terlihat pada
penyakit Graves.
2. Hipotiroidisme
Gejala dan tanda hipotiroidisme disebabkan oleh berkurangnya keluaran hormone
tiroid.Terdapat beberapa tipe hipertiroidisme. Bergantung pada lokasi timbulnya masalah,
penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Hipotiroidisme Primer
Hipotiroidisme primer timbul akibat proses patologis yang merusak kelenjar
tiroid.
2) Hipotiroidisme sekunder
Hipotiroidisme sekunder, akibat defesiensi sekresi TSH hipofisis.
Jika berdasarkan usia awitan hipotiroidisme, penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut
9
Gambaran klinis khas miksedema adalh elergi edema periorbital dengan
pembekakan wajah, suara parau, kulit dingin, kasar, kering, bradikardi,
keterlambatan intelektual dan aktivitas motorik, serta intolorensi dingin.
2) Hipotiroidisme juvenilis (timbulnya sesudah usia 1 sampai 2 tahun )
3) Hipotiroidisme kongenital, atau karetinin disebabkan oleh kekurangan hormone
tiroid sebelum atau segera sesudah lahir. Gejala dan tanda hipotiroidisme
konginetal yang dapat diamati adalah bayi yang somnolen dan hipoaktif sehingga
menyebabkan gangguan pemberian makan, tangisan parau, lidah besar, tubuh
yang pendek, lidah menjulur keluar, hidung yang lebar dan rata, mata yang
jaraknya jauh, rambut jarang, kulit kering, perut menonjol, dan hernia
umbilikalis.
Uji laboraturium yang digunakan untuk memastikan adanya hipotiroidisme antara lain: kadar
tiroksin dan tryodotirinin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolestrol
serum. Kadar TSH tinggi pada hipotiroidisme primer dan kadarnya rendah pada hipotiroidisme
sekunder.
Pengobatan hipotiroidisme dapat dilakukan dengan cara pemberian tiroksin (T 4), dimulai
dengn dosis rendah (50 µg / hari), khususnya pasien yang lebih tua atau pada pasien dengan
miksidema berat, kemudian dapat dikembangkian menjadi dosis rumatan 150 µg / hari. Pada
dewasa muda, dosis pemeliharaan maksimal dapat dimulai secepatnya. Pengukuran kadar TSH
pada pasien hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan manfaat terapi pengganti.
Kadar ini harus dipertahankan dalam kisaran normal. Pengobatan yang adekuat pada pasien
dengan hipotiroidisme sekunder sebaiknya ditentukan dengan mengikuti kadar tiroksin bebas.
10
terhadap TBG, hasilnya dalah T3 yeng menurun, rT3 yang tinggi, serum T4 total yang menurun,
dan TSH yang normal.
Scintiscan RAI adalah pemeriksaan yang bermanfaat untuk membedakan nodul tiroid jinak
dan ganas, nodul “panas” (yang mengambil isotop) umumnya jinak, dan nodul “dingin” (yang
gagal mengambil isotop) cenderung menjadi ganas, terutama jika berat, terfiksasi ke jaringan
sekitar, dan disertai dengan limfadenopati leher.
Terdapat 3 jenis utama tumor ganas yang berasal dari sel folikel tiroid, yaitu; karsinoma
papilar, folikular, dan karsinoma tiroid anaplastik. Faktor resiko kanker tiroid adalah (1) nodul
tiroid pada anak yang berusia kurang dari 14 tahun (50% ganas), dan (2) pemajanan iridiasi di
kepala atau leher pada masa bayi atau anak.
1. Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone
paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung
oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan
konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks
tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal.
Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat.
hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD,
2005, section 2).
11
1) Hiperparatiroidisme primer
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau
neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal
kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak;
18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh
karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma
atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap
normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenjar membesar. Karena diagnosa adenoma atau
hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat
kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran
adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata
keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar
dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan
homeostasis kalsium-fosfat.
Adenoma
Tumor ini timbul pada setiap usia, terutama pada perempuan daripada laki-laki.
Tumornya hampir selalu muncul sendirian, walaupun kadang-kadang dua tumor muncul secara
sendiri-sendiri pada kelenjar yang berbeda, terutama pada sindrom familial.
Sekitar 75% terjadi pada kelenjar bawah. Semua tumor adalah sendiri-sendiri,
berkapsul, warna kuning, ukuran sekitar 2 cm, tetapi dapat lebih dari 5 cm (ukuran kelenjar
normal adalah 1 cm), yang mengisi sebagian besar dari kelenjarnya. Sisa kelenjar tersebut sel-
selnya mengalami tekanan. Terkadang sel tersebut dapat ditemukan pada tempat yang
menyimpang. Seperti tiroid, timus, atau jaringan leher sebelahnya. Tumor tersebut sebagian besar
monomorfik, dan sebagian besar tersusun dari sel-sel chief poligonal yang mempunyai
sitoplasma pucat asidofilik dan inti di tengah, sedikit berubah-ubah.
Hiperplasi Primer
Hiperplasi paratiroid adalah ciri khas dari hiperparatiroidisme sekunder. Akan tetapi
hiperplasi mungkin timbul dengan tidak adanya dugaan rangsangan, dan dengan demikian
disebut sebagai hiperplasi primer. Sebab-sebab dari keadaan ini sangat sedikit yang diketahui,
12
tetapi pengingkatan dari salah satu segi dimana kalsium serum menekan fungsi paratiroid sudah
diusulkan, dimana diperbandingkannya dengan hiperfungsi anatomi yang menetap dimana
kadang mengikuti hiperparatiroidisme sekunder.
Pada hiperplasi primer pembesaran kelenjar sering tidak merata, dan cenderung1ebih
menonjol pada kelenjar atas. Cukup sering satu kelenjar lebih besar dari yang lain. Masalah
klinik untuk membedakan pembesaran yang tidak sama rata tersebut dari suatu hiperplasi dengan
adenoma cukup sulit. Kelenjar yang hiperplasi kadang-kadang melebihi ukuran adenoma biasa.
Lobulasi yang tersendiri biasanya mudah kelihatan. Pada sebagaian besar kasus, lobulus nya
disusun oleh sel chie, dan keadaan tersebut dianggap sebagai “hiperplasi primer dari sel
chief.” Jenis lain yang agak jarang adalah “hiperplasi primer dari sel jernih”. Pada kedua jenis
hiperplasi tersebut biasanya didapatkan lobulus-lobulus yang terang dari sel oksifil. Keteraturan
morfologi sel adalah suatu rumus, tetapi kadang didapatkan pleomorfisme. Sebaran jaringan ikat
anatara lobulus yang berisi lemak masih tetap ada sebagai sisa-sisa dari susunan paratiroid
normal. Tidak didapatakan kapsul yang jelas, kecuali untuk perluasan kapsul dari kelenjar
normal. Gambaran yang membedakan perubahan ini dari suatu adenoma harus ditegaskan.
Karsinoma Paratioid
Karsinoma paratiroid sangat jarang menyebabkan hiperparatirod primer, hal ini
menduduki kurang dari 1% semua kasus. Neoplasma ganas tumbuh dan menjalar perlahan-lahan
dan jarang membentuk jaringan besar. Seperti keganasan yang lain tumor ini dapat menjalar ke
jaringan sekitarnya, metastatis pertama ke kelenjar getah benig, dan jarang menyebar ke tempat
yang jauh.
13
pelepasan mineral pertama kali menimbulkan osteomalasia, yang akhirnya berubah menjadi
bentuk lama yaitu osteitis fibrosa kistika.
2) Hiperparatiroidisme Sekunder
Hiperfungsi kompensatoris dari paratiroid terjadi dengan bebeapa kelainan yang
menyertainya, semuanya ditandai oleh hipokalsemia atau resistensi perifer terhadap
parathormon. Kelainan yang paling sering untuk terjadinya hiperparathormon sekunder adalah
insufisiensi ginjal kronikdengan hadirnya hiperfosfatemia dan hipofosfatemia. Hubungan yang
kurang sering osteomalasia , malabsorbsi kalsium, dan difiensi kelainan metabolisme vitamin D.
Konsentrasi kalsium serum yang rendah memacu fungsi paratiroid, dan mengakibatkan
hiperplasi. Pembesaran kelenjar mungkin simetris atau tidak simetris, biasanya tidak begitu
menarik perhatian seperti pada hiperplasi primer, dan terutama mengenail sel chief dengan pusat-
pusat hiperplasi oksigen yang tersebar. Akibat sistematik meningkatnya konsentrasi parathormon
adalah jarang yang pasti seperti halnya pada hiperplasi primer, sehingga perubaha pada tulang
adalah jarang, dan dengan hipokalsemia, tidak didapatkan kecenderungan untuk terjadinya
metastatis kalsifikasi pada ginjal atau yang lain. Tidak seperti hiperplasi primer, bentuk sekunder
ini tidak menetap bila kelainan penyertanya dapat dikoreksi (seperti misalnya transpalasi ginjal
pada insufiensi ginjal kronik). Akan tetapi, dengan terjadinya hiperplasi sekunder yang
berlangsung lama, pemulihan yang sempurna mungkin tidak dapat lagi, menimbulkan
kemungkinan terjadinya transformasi ke dalam hiperplasi primer.
2. Hipoparatiroidisme
Hipoparatiroidisme pada dasarnya adalah kelainan metabolik yang ditandai oleh
hipokalsemia dan dengan akibat perubahan-perubahan neuromuskuler dan mental. Akibat-akibat
anatomik adalah sangat sedikit, yaitu kalsifikasi intrakranial, pembentukan katarak, dan
kegagalan pembentukan gigi bila terjadi pada umur yang masih muda. Sebab utama kekurangan
paratiroid adalah hilangnya kelenjar sewaktu operasi tiroid secara tidak sengaja, kerusakan akibat
radiasi, kerusakan perkembangan seperti pada sindrom DiGeorge, dan hipoparatiroidisme
idiopatik. Yang disebut terakhir ini pada beberapa kasus adalah familial dan disertai dengan
kekurangan endokrin yang lain dan kelainan autoimun. Yang sering ada adalah kecenderungan
bersama erjadinya kandidiasis mukokutaneus, kecurigaan yang kuat adanya kelainan pada fungsi
14
sel T. Jadi hipoparatiroidisme idiopatik ditandai oleh kekacauan imunitas sel perantara dalam
autoimunitas.
1. Hipofungsi
Penyakit Addison
Penyakit Addison terjadi ketika fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan hormon kortikal. Autoimun atau atropi idiopatik kelenjar adrenal bertanggung jawab
atas sebagian besar kasus. Penyebab lain meliputi pengangkatan kelenjar adrenal meliputi
pembedahan atau infeksi (tuberkulosis atau histoplasmonis) kelenjar adrenal. Ketidakadekuatan
sekresi hormon aderenokortikontropok (ACTH) dari kelenjar hipofisis primer juga menyebabkan
insufisiensi adrenal. Penggunaan kortikosteroid secara terapiutik adalah penyebab tersering
insufisiensi adrenokortikal. Gejala dapat juga disebabkan oleh penghentian terapi hormon
adrenokortikal eksogen secara mendadak, yang dapat mengganggu mekanisme umpan balik
normal (Brunner & Suddarth, 2013:20).
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis utama mencakup kelemahan otot, anoreksia, gejala GI, keletihan, emasiasi
(kurus dan lemah yang abnormal), pigmentasi gelap pada kulit dan membran mukosa, hipotensi,
glukosa darah rendah, natrium serum rendah, dan kalium serum tinggi. Awitan biasanya terjadi
dengan gejala yang tidak spesifik. Perubahan mental (depresi, emosional labil, apati, dan
konfusi) terdapat pada 60% sampai 80% pasien. Dalam kasus yang berat, gangguan metabolisme
natrium dan kalium mungkin ditandai oleh deplesi natrium dan air, dan dehidrasi berat dan kronis
(Brunner & Suddarth, 2013:20).
Kedaruratan medis ini terjadi seiring dengan perkembangan penyakit tanda dan gejala mencakup:
a) Sianosis dan tanda-tanda klasik syok sirkulasi: pucat, cemas, denyut nadi cepat dan
lemah, pernapasan cepat, dan tekanan darah rendah.
15
b) Sakit kepala, mual, nyeri abdomen, diare, konfusi, dan gelisah.
c) Pengerahan tenaga yang sedikit berlebihan, pajanan terhadap dingin, infeksi akut, atau
penurunan asupan garam dapat memicu kolaps sirkulasi, syok, dan kematian.
d) Stres pembedahan atai dehidrasi akibat persiapan untuk uji diagnostik atau pembedahan
dapat mencetuskan krisis addison atau krisis hipotensi (Brunner & Suddarth, 2013:20).
Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis penyakit Addison sudah dapat diperkirakan berdasarkan gambaran klinis defisiensi
kortisol, aldosterone, dan androgen. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium yang
sesuai.
Apabila gejala yang timbul dalam beberap minggu atau bulan, maka diagnosisnya adalah
insufisiensi adrenal kronik. Sebaiknya, gejala dapat timbul secara cepat dan mengarah pada
diagnosis insufisiensi adrenal akut atau krisis addisonian. Penyakit ini dapat terjadi apabila
diagnosis dan pengobatan tertunda dan gejala bertambah parah atau saat pasien dengan diagnosis
yang sudah jelas mengalami penyakit akut lain yang tidak dicakup oleh dosis steroid untuk stress.
Insufisiensi adrenal akut adalah kedaruratan medis. Pasien datang dengan muntah, dehidrasi,
hipotensi, dan hipoglikemia.
Terapi penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 sampai 30 mg/hari
dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosterone, 9-alfa-fluorokortisol. Apabila dosis steroid-
steroid ini sudah disesuaikan dengan benar, mak status metabolic pasien kembali ke normal dan
ia mampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfa-fluorokortisol perlu
ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress (misalnya, penyakit demam, pembedahan,
16
trauma), karena apabila tidak maka pasien dapat mengalami insufisiensi adrenal akut. Terapi
pada insufisiensi adrenal sekuder hanya memerlukan penggantian dengan kortisol tetapi pasien
harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi aldosteronnya normal (Price, 2005:1256).
2. Hiperfungsi
a. Sindrom cushing
Kelebihan produksi glukokotikoid, yang sering disebut sebagai sindrom Cushing, biasanya
disebabkan oleh penggunaan farmakologik preparat steroid, tetapi dapat pula terjadi akibat
adenoma hipofisis yang menyekresikan ACTH, adenoma atau karsinoma adrenal, atau akibat
produksi ACTH ektopik oleh suatu neoplasma. Para penderita sindrom Cushing secara khas akan
kehilangan pola diurnal sekresi ACTH dan kortisol. Mereka menunjukkan hiperglikemia atau
intoleransi glukosa (atau keduanya) karena peningkatan glukokoneogenesis. Berhubungan
dengan ini adalah efek katabolic protein yang berat dan mengakibatkan penipisan kulit, atrofi
otot, osteoporosis, involusi jaringan limfoid yang luas dan umumnya keseimbangan nitrogen
yang negative. Pada penderita sindrom ini juga terdapat redistribusi lemak yang aneh dengan
obesitas batang tubuh dan “punuk kerbau (buffalo hump)” yang khas. Resistensi terhadap infeksi
dan respons inflamasi, terganggu, seperti halnya penyembuhan luka. Beberapa temuan klinis,
termasuk hypernatremia, hypokalemia, alkalosis, edema dan hiperteni disebabkan oleh kerja
mineralokortikoid yang dimilki kortisol.
Manifestasi klinis
a) Henti pertumbuhan, penambahan berat badan dan obesitas, perubahan musculoskeletal, dan
intoleransi glukosa
b) Gambaran klasik: obesitas tipe sentral, dengan “pundak sapi” berlemak di leher dan area
subraklavikula, batang tubuh berat, dan ekstremitas realtif kurus, kulit tipis, rapuh, mudah
mengalami trauma, disertai dengan ekimosis dan striae
c) Kelemahan dan kelesuan; tidur terganggua karena perubahan sekresi kortisol diurnal (pada
siang hari)
d) Katabolisme protein yang berlebihan disertai dengan pelisutan otot dan osteoporosis kifosis,
nyeri punggung, dan fraktur kompresi vertebra mungkin terjadi.
e) Retensi natrium dan air, menyebabkan hipertensi dan gagal jantung
f) Tampilan “moon face”, kulit berminyak dan berjerawat
g) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi, kelambatan pemulihan dari luka sayatan minor dan
memar
h) Hiperglikemia atau diabetes yang nyata
17
i) Virilisasi pada wanita (karena kelebihan androgen) dengan tampilan sifat maskulin dan resesi
sifat feminine (mis, rambut/bulu berlebihan pada wajah, atrofi payudara, menstruasi berhenti,
klitoris membesar, dan suara mendalam); libido hilang pada pria dan wanita.
j) Perubahan terjadi pada alam perasaan dan aktivitas mental; psikosis dapat terjadi dan distress
serta depresi biasa terjadi
k) Jika sindrom cushing adalah dampak dari tumor hipofisis, gangguan visual mungkin terjadi
Pengobatan
Pengobatan sindrom cushing dependen ACTH tidak sama, bergantung pada sumber ACTH
apakah hipofisis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi dapat digunakan pada pasien dengan
hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis, sebaiknya diusahakan reseksi tumor
transfenoidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat
ditemukan, dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofisis. Modalitas pengobatan sangat
efektif, terutama pada orang muda dengan sindrom cushing. Obat-obat kimia yang mampu
menyekat (ketokonazol, aminoglutetimid) atau merusak sel-sel korteks adrenal penghasil kortisol
(mitotane) juga mampu mengontrol kelebihan kortisol. Bila bedah hipofisis, terapi radiasi
dan/atau terapi medis dengan penghambat adrenal gagal, penyakit ini dapat dikontrol dengan
adrenalektomitotal, dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik. Bila pengobatan sindrom
cushing berhasil dengan baik, remisi manifestasi klinis akan terjadi dalam 6 sampai 12 bulan
setelah dimulainya terapi.
Bila neoplasma adrenal kortisol disebabkan oleh kortisol yang berlebihan, pengangkatan
neoplasma disusul kemoterapi pada penderita dengan karsinoma merupakan cara pengobatan
yang lebih disukai.
Pengobatan sindrom ACTH ektopik berdasarkan pada (1) reseksi neoplasma yang menyekresi
ACTH atau (2) adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti yang dianjurkan pada
pasien dengan sindrom cushing hipofisis jenis dependen ACTH (Price, 2005:1242).
Stenosis arteri renalis, yang disertai penurunan tekanan perfusi, dapat menimbulkan
hyperplasia serta hiperfungsi sel jukstaglomerular dan menyebabkan kenaikan kadar renin serta
18
angiotensin II. Kerja hormone ini mengkibatkan aldosteronisme sekunder yang menyerupai
bentuk primer, kecuali untuk adanya kenaikan kadar renin dan angiotensin II.
CT scan dan photoscanning inti dapat juga membantu menemukan dan melokalisasi lesi
adrenal pada pasien dengan aldoteronisme primer. Bila tumor tidak dapat dilokalisasikan, contoh
darah vena adrenal mungkin dapat diperoleh dari kateterisasi selektif terhadap vena adrenal kiri
dan kanan. Adanya kadar aldosterone yang tinggi pada salah satu sisi mencurigakan adanya
tumor dan membantu memastikan adanya.
Pengobatan
Dua tipe insufisiensi 21-hidroksilase (tipe parsial atau virilisasi sederhana, dan tipe lengkap
atau deplesi garam) menyebabkan lebih dari 90% kasus hyperplasia adrenal kongenital, dan
sebagian besar sisanya disebabkan oleh defisiensi enzim 11β-hidroksilase. Hanya sejumlah kecil
kasus defisiensi lainnya (defisiensi 3β-hidroksisteroid dehydrogenase, 17α-hidroksilase,
kolesterol desmolase, 18-hidroksilase dan 18-dehidrogenase) yang pernah dikemukakan.
Defisiensi 18-hidroksilase serta 18-dehidrogenase hanya mempengaruhi biosintesis aldosterone,
dan dengan demikian tidak menyebabkan hyperplasia adrenal. Defisiensi kolesterol desmolase
mencegah setiap biosintesis steroid, sehingga keadaan ini biasanya tidak ditemukan pada
19
kehidupan ekstrauterus. Defek ini sebenarnya disebabkan oleh mutasi dalam STAR yang
mencegah pengangkuatn kolesterol kepada P450SCC.
Pengobatan
Pengobatan feokro ositoma terdiri dari reseksi bedah feokromositoma dan eksplorasi ruang
retro peritoneal untuk tumor-tumor yang berasal dari paranganglia. Bila diperlukan tekanan darah
pasien harus distabilkan sebelum operasi dengan obat-obat penyekat alfa adrenergic, seperti
propranolol. Fenoksibenzamin juga digunakan sebagai pengobatan medis untuk menghambat
efek katekolamin pada pasien dengan keganasan yaitu feokromositoma yang tidak dapat
dibedah (Price, 2005:1251).
Pankreas yang sehat akan memproduksi zat yang tepat dalam jumlah dan waktu yang tepat
ketika kita makan. Namun pankreas yang memiliki gangguan tidak mampu memproduksi enzim
pencernaan secara optimal sehingga penyerapan makanan juga terganggu dan menyebabkan diare atau
penurunan berat badan.
Tidak hanya diare atau penurunan berat badan, gangguan yang dialami oleh pankreas juga
bisa menyebabkan beberapa penyakit lain yang sangat berbahaya. Berikut ini adalah beberapa jenis
gangguan atau kerusakan pada pankreas, antara lain:
20
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang
penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan
postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi
klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari
penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa
dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.
2. Etiologi
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan
gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang
memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respons
terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi
autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang
di rangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel
beta menjadi rusak. Pada diabetes melitus dalm bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak
semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan
defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetik diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan dengan
tipe-tipe histokompatibilitas human leukocyte antigen [HLA]) spesifik. Tipe dari gen
histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tpe 1 (DW3 dan DW4) adlah yang memberi
kode kepada protein-protein yang berperanan penting dalam interaksi monosit-limfosit.
Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial
yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko
berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak
cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan
dewasa muda (MODY), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal
dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak
adalah 1:1, dan sekitar 90% pati membawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai
dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terhadap resistensi dari
sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
21
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan
mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran
sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat dengan kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin
intrinsik.
Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa yang telah disahkan oleh World Health
Organization (WHO) dan dipakai di seluruh dunia, yaitu:
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen insulin; namun,
kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000
kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe:
1) Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta
2) Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya
Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.
Diabetes tipe 2 dulu dikenal seperti tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe
nondependen insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya.
Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.
Diabetes gestasional (GDM) adalah suatu gangguan toleransi glukosa yang memiliki derajat
keparahan yang bervariasi dengan awitan dikenalinya penyakit ini pada saat kehamilan.
Perempuan yang menderita diabetes gestasional sangat berisiko mengalami diabetes tipe 2.
Gangguan glukosa puasa (IFG) didefinisikan sebagai FPG ≥ 110 mg/dl dan < 126 mg/dl, dan
IGT didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma 2 jam ≥ 140 dan < 200 mg/dl. Individu
dengan IFG atau IGT sangat berisiko untuk selanjutnya menderita diabetes.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes melitus didasarkan pada :
1) Perencanaan diet
2) Latihan fisik dan pengetahuan aktivitas fisik seperti olahraga
3) Obat-obatan
4) Terapi insulin
5) Pengawasan kadar glukosa dirumah
6) Pengetahuan tentang diabetes
7) Manajemen diri
8) Pemberian Insulin
Insulin diklasifikasikan sebagai insulin masa kerja pendek, masa kerja sedang, atau masa
kerja panjang, bedasarkan waktu yang digunakan untuk mencapai efek penurunan glukosa plasma
yang maksimal yaitu waktu untuk meringankan efek yang terjadi setelah pemberian suntikan. Insulin
22
masa kerja pendek mencapai kerja maksimal dalam waktu beberapa menit hingga 6 jam setelah
penyuntikan dan digunakan untuk mengontrol hiperglikemia postprandial. Insulin masa kerja sedang
mencapai kerja maksimal antara 6 sampai 8 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk
pengontrolan harian pasien dengan diabetes. Insulin masa kerja panjang mencapai kadar puncaknya
dalam waktu 14 hingga 20 jam setelah penyuntikan dan jarang digunakan untuk pemakaian rutin pada
pasien-pasien diabetes. Satu dari dua analog insulin yang terbaru adalah lispro. Lispro yaitu analog
insulin dengan masa kerja sangat singkat yang menurunkan kemampuan gabungan dan absorbsinya
yang lebih cepat, lispro juga memiliki awitan kerja yang sangat cepat dan dapat digunakan sesaat
sebelum atau sesudah makan. Jika diberikan setelah makan, dosis dapat disesuaikan untuk menutupi
makanan yang dimakan, dan memenuhi fleksibilitas pasien dalam pilihan makanan mereka. Tipe lain
insulin adalah glargine, yaitu pada posisi 21 rantai A, asparagin digantikan oleh glisin dan dua
molekul orginin telah ditambahkan pada posisi 30 rantai B. Analog insulin ini memiliki masa kerja
yang sangat panjang tanpa puncak dan dapat digunakan untuk menetapkan kadar basal insulin pada
pasien dalam program terapi insulin yang intensif.
Pengendalian glukosa darah pada pasien-pasien diabetes yang memerlukan insulin dapat
dicapai dengan pemberian insulin masa kerja sedang sebelum sarapan dan makan malam, dengan
dosis yang lebih besar diberikan sebelum sarapan. Insulin dengan masa kerja singkat sering
dikombinasikan dengan insulin masa kerja sedang untuk pengaturan fisiologis dari glukosa pada fase
postprandial, khususnya pada pasien diabetes tipe 1.
Terapi insulin yang intensif dapat diberikan melalui pompa infus insulin subkutan. Beberapa
pompa infus insulin yang ringan dan mudah di bawa telah tesedia sehingga dapat diberikan infus basal
yang terus-menerus dan bolus preprandial yang diberikan 30 menit sebelum makan. Pemakaian sistem
ini sering kali menghasilkan kontrol glukosa yang lebih baik. Pasien yang sedang diterapi insulin
harus diawasi kadar glukosa mereka sebelum diberikan setiap dosis insulin.
5. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor: (1)
komplikasi metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang.
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik akut diabetes adalah DKA, HHNK, dan
hipoglikemia.
23
DKA merupakan suatu komplikasi metabolik akut yang terutama terjadi pada diabetes
tipe 1 dan ditandai dengan adanya hiperglikemia (>300 mg/dl), asidosis metabolik akibat
penimbunan asam keton, serta diuresis osmotik. Ketosis terjadi akibat sangat
meningkatnya pelepasan asam lemak bebas dari adiposit, yang menyebabkan bergesernya
sintesis badan keton dalam inti. DKA dapat dicetuskan oleh hal-hal yang menyebabkan
meningkatnya defisit insulin, seperti infeksi akut atau stres fisiologis (misal operasi).
Pengobatan DKA terdiri atas penilaiandan koreksi kelaianan khas, pemberian insulin
secara teratur untuk mengoreksi hiperglikemia, cairan intravena untuk mengoreksi defisit
volume, penggantian K+ dan pengobatan faktor pencetus.
Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) merupakan suatu komplikasi
metabolik akut yang terutama terjadi pada diabetes tipe 2 dan ditandai dengan
hiperglikemia berat (>600 mg/dl) yang menyebabkan hiperosmolalitas berat, diuresis
osmotik, dan dehidrasi. HHKN menyerupai DKA namun dengan hiperglikemia,
penurunan volume, dan penurunan air bebas yang lebih berat. Tidak terdapat ketosis.
Pengobatan HHKN terdiri atas rehidrasi, penggantian elektrolit, dan pemberian insulin
secara teratur.
Hipoglikemia (syok atau reaksi insulin) merupakan suatu komplikasi terapi insulin yng
sering terjadi. Hipoglikemia menjadi simtomatik bila ridak cukup tersedia glukosa untuk
memenuhi kebutuhan energi pada sistem saraf pusat (umumnya <50 mg/dl) gejala yang
timbul berupa gemetar, berkeringat, takikardia, dan kecemasan akibat pelepasan epinefrin
sebagai usaha untuk meningkatkan kadar glukosa. Faktor pencetus yang paling sering
adalah pemberian insulin atau obat hipoglikemik oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit, atau tingkat aktivitas yang sangat tinggi. Pengobatan
hipoglikemia terdiri atas pemulihan cepat kadar glukosa serum normal. Jenis penanganan
yang khusus sebagian berdasarkan pada tingkat kesadaran pasien, pemberian jus jeruk
atau minuman mengandung gula lainnya apabila pasien sadar dan pemberian glukagon
intramuskular atau ampul glukosa 50% intravena apabila pasien tidak sadar. Serangan
hipoglikemia berbahaya, dan bila terjadi berulang atau dalam waktu lama dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen atau bahkan terjadi kematian. Otak terus menerus
membutuhkan suplai glukosa.
Komplikasi diabetes jangka panjang dapat dibagi menjadi tiga tipe: mikrovaskular ,
makrovaskular, dan neuropati parifer.
B. Pankreatitis
1. Pengertian
Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan
intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga
penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.
(Brunner & Suddart, 2001; 1338)
25
Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas
diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas. (Doengoes, 2000;558).
Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat alkoholisme dan
penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis. (Sandra M. Nettina, 2001)
2. Etiologi
Batu saluran empedu Infeksi virus atau bakteri Alkoholisme berat Obat seperti steroid,
diuretik tiazoid Hiperlipidemia, terutama fredericson tipe V Hiperparatiroidisme Asidosis
metabolik Uremia Imunologi seperti lupus eritematosus Pankreatitis gestasional karena
ketidakseimbangan hormonal Defisiensi proteinToksin Lain-lain seperti gangguan sirkulasi,
stimulsi vagal ( Arief Mansjoer, 2000)
3. Klasifikasi
1) Pankreatitis akut atau inflamasi pada pankreas terjadi akibat tercernanya organ ini oleh
enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. (Brunner & Suddart, 2001:1339)
2) Pankreatitis kronik merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh kehancuran anatomis
dan fungsional yang progresif pada pankreas. (Brunner & Suddart, 2001:1348)
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan
pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang disertai nyeri pada
punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut
sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas
dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit.
Secara khas rasa sakit yang terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium).
Awitannya sering bersifat akut dan terjdi 24-48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi
minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya
rasa sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian
antasid. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa pada abdomen yang
dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas dan dengan penurunan peristatis. Rasa sakit yang
disebabkan oleh pankreatitis sering disertai dengn muntah.
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen.
Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun
demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) didaerah
pinggang dan disekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis
haemoragik yang berat.
26
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal
dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusidan
agitasi dapat terjadi.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok
yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini
mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis
dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut sering dijumpai
pada keadaan ini.
Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala
infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal. Depresi
miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula
terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339)
5. Komplikasi
Timbulnya Diabetes Mellitus
Tetani hebat
Efusi pleura (khususnya pada hemitoraks kiri)
Abses pankreas atau psedokista.
27
14) Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia dapat terjadi
sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.
15) Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab pankreatitis akut.
16) LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan bilier dalam
hati.
17) Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun karena
perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari
efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
18) Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal atau
akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan
tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria
mungkin ada (kerusakan glomerolus).
19) Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan lemak dan
protein (Dongoes, 2000).
7. Penatalaksanaan Medis
Tidak ada terapi yang diketahui dapat menghentikan siklus aktivasi enzim pankreas
dengan inflamasi dan nekrosis kelenjar. Tetapi definitif ditujukan pada penyebab gangguan.
Prioritas keperawatan dan medis untuk penatalaksanaan pendukung dari pankreatitis akut
termasuk sebagai berikut:
Penggantian cairan menjadi prioritas utama dalam penanganan pankreatitis akut. Larutan
yang diperintahkan dokter untuk resusitasi cairan adalah koloid atau ringer laktat. Namun dapat
pula diberikan plasma segar beku atau albumin. Tanpa memperhatikan larutan mana yang
dipergunakan. Penggantian cairan digunakan untuk memberikan perfusi pankreas, yang hal ini
diduga mengurangi perkembangan keparahan rasa sakit. Ginjal juga tetap dapat melakukan
perfusi dan ini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal akut. Pasien dengan pankreatitis
hemorragia kut selain mendapat terapi cairan mungkin juga membutuhkan sel-sel darah merah
untuk memulihkan volume. Pasien dengan penyakit
Pengistirahatan pankreas
Suction nasogastric digunakan pada kebanyakan pasien dengan pankreatitis akut untuk
menekan sekresi eksokrin pankreas dengan pencegahan pelepasan sekretin dari duodenum. Mual,
muntah dan nyeri abdomen dapat juga berkurang bila selang nasogastric ke suction lebih dini
dalam perawatan. Selang nasogastrik juga diperlukan pasien dengan illeus, distensi lambung berat
atau penurunan tingkat kesadaran untuk mencegah komplikasi akibat aspirasi pulmoner. Puasa
ketat (tak ada masukan peroral) harus dipertahankan sampai nyeri abdomen reda dan kadar
28
albumin serum kembali normal. Namun parenteral total dianjurkan untuk pasien pankreatitis
mendadak dan parah yang tetap dalam status puasa jangka panjang dengan suction nasogastrik
dengan illeus paralitik, nyeri abdomen terus-menerus atau komplikasi pankreas. Lipid tidak boleh
diberikan karena dapat meningkatkan kadar trigliserida lebih jauh dan memperburuk proses
peradangan. Pada pasien dengan pankreatitis ringan cairan peroral biasanya dapat dimulai
kembali dalam 3-7 hari dengan penggantian menjadi padat sesuai toleransi. Status puasa yang
diperpanjang dapat menyulitkan pasien.
Penatalaksanaan nyeri
Pencegahan komplikasi
Karena sebab utama kematian adalah sepsis maka antibiotika diberikan. Antasid biasanya
diberikan untuk mengurangi pengeluaran asam lambung dan duodenum dan resiko perdarahan
sekunder terhadap gastritis atau duodenitis (Sabiston, 1994).
Diet
Tinggi kalori tinggi protein rendah lemak (Barabara C. long, 1996).
Pemberian enzim pankreas : pankreatin (viakose), pankrelipase (cotozym), pankrease
(Barbara C. long, 1996).
Fiberoscopy dengan kanulisasi dan spingterotomi oddi (Barbara C. long,1996).
Intervensi bedah
Terapi bedah mungkin diperlukan dalam kasus pankreatitis akut yang menyertai penyakit
batu empedu. Jika kolesistisis atau obstruksi duktus komunistidak memberikan respon terhadap
terapi konservatif selama 48 jam pertama, maka kolesistosyomi, koleastektimi atau dekompresi
duktus komunis.mungkin diperlukan untuk memperbaiki perjalanan klinik yang memburuk secara
progresif. Sering adanya kolesistisis gangrenosa atau kolengitis sulit disingkirkan dalam waktu
singkat dan intervensi yang dini mungkin diperlukan, tetapi pada umumnya terapi konservatif
dianjurkan sampai pankreatitis menyembuh, dimana prosedur pada saluran empedu bisa
dilakukan dengan batas keamanan yang lebih besar (Sabiston, 1994).
8. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan nyeri perutnya yang khas, terutama pada orang yang
menderita penyakit batu empedu atau pada alkoholik. Pada pemeriksaan fisik, otot dinding perut
tampak kaku. Pada pemeriksan dengan stetoskop, suara pergerakan usus terdengar berkurang.
29
Kadar enzim yang dihasilkan oleh pankreas (amilase dan lipase) biasanya meningkat
pada hari pertama namun segera kembali normal pada hari ke3 dan ke7. Kadang-kadang, kadar
enzim ini tidak meningkat karena begitu banyaknya bagian pankreas yang dirusak sehingga
hanya sedikit yang tertinggal dan menghasilkan enzim. Penderita pankreatitis akut berat memiliki
jumlah sel darah merah yang lebih kecil dari normal, karena adanya perdarahan ke dalam
pankreas dan perut.
Pemeriksaan foto rontgen perut standar bisa memperlihatkan pelebaran usus atau
memperlihatkan satu atau lebih batu empedu. Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya batu
empedu di kandung empedu dan kadang-kadang dalam saluran empedu, selain itu USG juga bisa
menemukan adanya pembengkakan pankreas.
Skening dengan tomografi bisa menunjukkan perubahan ukuran dari pankreas dan
digunakan pada kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan komplikasi (misalnya penurunan
tekanan darah yang hebat). Gambaran yang sangat jelas pada tomografi, membantu dokter dalam
menegakkan diagnosis yang tepat. Pada pankreatitis akut yang berat, skening tomografi (CT
scan) membantu menentukan ramalan penyakitnya (prognosis). Bila pankreas tampak hanya
membengkak ringan, prognosisnya bagus. Bila tampak kerusakan pada sebagian besar pankreas,
maka prognosisnya tidak begitu baik.
30
Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas.
Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering
terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi
sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55
tahun. (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Etiologi
Adapun etiologi dari Kanker Pankreas yaitu :
1) Faktor Resiko Eksogen merupakan adenoma yang jinak dan adenokarsinoma yang
ganas yang berasal dari sel parenkim (asiner atau sel duktal) dan tumor kistik. Yang
termasuk factor resiko eksogen adalah makanan tinggi lemak dan kolesterol, pecandu
alkohol, perokok, orang yang suka mengkonsumsi kopi, dan beberapa zat karsinogen.
2) Faktor Resiko Endogen Contohnya : Penyakit DM, pankreatitis kronik, kalsifikasi
pankreas (masih belum jelas, Setyono, 2001) Penyebaran kanker/tumor dapat langsung
ke organ di sekitarnya atau melalui pembuluh darah kelenjar getah bening. Lebih sering
ke hati, peritoneum, dan paru. Tapi agak jarang pada adrenal, Lambung, duodenum,
limpa. Kolestasis Ekstrahepatal. Kanker di kaput pankreas lebih banyak menimbulkan
sumbatan pada saluran empedu disebut Tumor akan masuk dan menginfiltrasi
duodenum sehingga terjadi perdarahan di duodenum. Kanker yang letaknya di korpus
dan kauda akan lebih sering mengalami metastasis ke hati, bisa juga ke limpa. (Setyono,
2001).
3. Insiden
Insiden kanker pankreas terus meningkat sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu,
khususnya pada orang-orang yang bukan kulit putih. Kanker pankreas merupakan
penyebab kematian terkemuka pada urutan ke-4 di Amerika Serikat dan paling sering
ditemukan pada usia 60 – 70an tahun. Kebiasaan merokok, kontak dengan zat kimia
industri atau toksin dalam lingkungan, serta diet tinggi lemak,daging atau pun keduanya.
Memiliki hubungan dengan peningkatan insidens kanker pankreas meskipun peranannya
dalam menyebabkan kelainan keganasan ini masih belum jelas seluruhnya. Risiko kanker
pankreas akan meningkat bersamaan dengan tingginya kebiasaan merokok. Pankreas
dapat pula menjadi tempat metastasis dari tumor lain. (KMB Brunner & Suddarth, 2001).
4. Gejala Klinis
Penyakit kanker pankreas dapat tumbuh pada setiap bagian pankreas, adalah pada bagian
kaput, korpus atau kauda dengan menimbulkan gejala klinis yang bervariasi menurut lokasi
lesinya dan bagaimanana pulau langerhans yang mensekresikan insulin. Tumor yang berasal dari
31
kaput pankreas (yang merupakan lokasi paling sering) akan memberikan gambaran klinik
tersendiri. Dalam kenyataannya, karsinoma pankreas memiliki angka keberhasilan hidup 5
tahunan, paling rendah bila dibandingkan dengan karsinoma lainnya. (Tjokronegoro, 2001)
Gejala khas yaitu :Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. Rasa
sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang juga disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi
dan edema pada pankreas sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Karena sumbatan
pada duktus koledikus Ikterus . Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal yang terjadi
akibat erosi pada duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas.Gangguan rasa nyaman
menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan ke bagian tengah punggung dan tidak
berhubungan dengan postur tubuh maupun aktivitassinoma pankreas. Serangan nyeri dapat
dikurangi dengan duduk membungkuk. Dimana sel-sel ganas dari kanker pancreas. Umumnya
terjadi ansietas sering terlepas dan masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya metastasis. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas
glukosuria, Diabetes dapat hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal menjadi tanda dini
kanker pankreas.
32
BAB III. PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kelenjar endokrin merupkan kelenjar yang mensekresikan substansi
kimia yang langsung dikeluarkan melalui pembuluh darah. Didalam sistem endokrin ini terdapat
beberapa macam kelenjar yang sangat berperan penting dalam tubuh manusia: kelenjar
hipofisis,kelenjar titoid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal dan pancreas.
III.2 Saran
Dalam penyususnan makalah ini, mungkin masih banyak terdapat ke salahan. Untuk itu
diperlukan kritik dan saran dari pada para pembaca.
33
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. And Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit,Edisi Keenam, Jakarta : EGC.
http://sriulfah091142c.blogspot.co.id/2011/06/penyakit-penyakit-yang-terjadi-pada.html
http://sustrimaylani.blogspot.co.id/2016/05/makalah-system-endokrin-i-konsep.html
http://www.scribd.com/doc/238415728/patofisiologi-Kortek-Adrenal
http://solehaaaaaa.blogspot.co.id/2016/04/makalah-sistem-endokrin.html?m=1
34