Anda di halaman 1dari 25

SPEKTROFLUOROMETRI

A. DEFINISI
Metode spektrofluorometri adalah suatu metode pengukuran berdasarkan sinar
yang berfluorosensi yang dipancarkan oleh zat uji dibandingkan dengan yang
dipancarkan oleh suatu baku tertentu. Pada umumnya cahaya yang diemisikan oleh
larutan berfluorsensi mempunyai intensitas maksimum pada panjang gelombang yang
biasanya 20nm hingga 30nm lebih panjang dari panjang gelombang radiasi eksitasi.
Fluorosensi adalah gejala dari suatu molekul stelah radiasi cahaya, melepas kembali
radiasi tadi dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Fluoresensi akan Nampak
jelas apabila penyerapan sinar pada daerah ultraviolet dan melepaskanya dalam daerah
gelombang Nampak
PRINSIP KERJA SPEKTROFLUOROMETRI

Pada fluorometri, larutan zat disinari dengan sinar panjang gelombangnya


disekitar panjang gelombang maksimum penyerapan maksimum yang berasal dari lampu
raksa atau lampu pijar yang telah disekat dengan filter. Intensitas diukur atau
dibandingkan dengan inensitas larutan baku. Sinar fluoresensi dibebaskan dari sinar
hamburan dengan melewatkan sinar melalui filter atau monokromator. Cara pengukuran
pada dasarnya sama dengan cara spektrofotometri, karena zat organic yang berfluorosensi
mungkin terurai secara fotokimia, penyinaran harus dilakukan sesingkat munkin. Oleh
karena daerah dimana intensitas fluorosensi sebanding dengan kadar umumnya sangat
sempit, maka perbandingan (c - d) / (a - b) tidak boleh kurang dari 0,40 dan tidak boleh
lebih dari 2,50
keterangan

a = pembacaan intensitas fluoresensi larutan baku


b = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat baku
c = pembacaan intensitas fluoresensi larutan uji
d = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat uji
Prinsip Dasar Fluoresensi
Keadaan singlet dan triplet states
Keadaan dasar dua elektron per orbital; elektron punya spin berlawanan dan
berpasangan

Keadaan eksitasi singlet


Elektron pada orbital energi lebih tinggi memiliki arah spin berlawanan relative
terhadap elektron dalam orbital lebih rendah.
Keadaan eksitasi triplet
Elektron valence tereksitasi secara spontan berbailk arah spinnya (spin flip).
Proes ini disebut intersystem crossing (perpindahan antar sistem). Electrons dlm
kedua orbital sekarang memiliki arah spin sama.
Jenis emisi
Fluoresensi kembali dari keadaan eksitasi singlet ke keadaan dasar; tidak
memerlukan perubahan arah spin (relaksasi yang lebih lazim, proses lebih cepat)
Fosforesensi Kembali dari keadaan eksitasi triplet ke keadaan dasar; elektron
perlu perubahan arah spin ----> proses lebih lama.
Laju emisi fluoresensi beberapa tingkat lebih cepat daripada fosforesensi (karena
perubahan arah spin perlu waktu)

KEUNTUNGAN SPEKTROFLUOROMETRI
Dapat untuk mengukur konsentrasi sampel yang rendah (pikogram). Kepekaan
fluorimetri dapat diatur dengan penguatan aliran listrik yang terbentuk dari jalinan
fotosel. Spektroflurorimetri sangat mungkin menggunakan spectrum pilihan yang lebih
luas karena geseran Stokes dan adanya dua monokhromator yang dapat dipakai, atau
untuk spectrum yang mengenai sampel dan yang lain untuk spectrum fluroresensi yang
timbul. Untuk fluorimetri tidak diperlukan kuvet pembanding (referensi) tapi kurva
kalibrasi tetap harus dibuat
KERUGIAN SPEKTROFLUOROMETRI
Kelemahan yaitu ketergantungan pada keadaan lingkungan dan tidak ada
pegangan senyawa apa yang akan berfluoresensi. Masalah lain dalam fluorimetri adalah
penghapusan (quenching) yaitu energi yang seharusnya dilepas sebagai sinar fluoresensi
terserap oleh molekul lain. Atau sebaliknya bahan-bahan diluar sampel seperti bahan
pencuci (detergent), minyak pelumas, kertas saring atau kertas lap dapat mempengaruhi
pengukuran fluorimeter karena dapat melepas sinar fluoresensi sendiri.
Teknik flurometri dapat diperluas untuk mendeteksi adanya perubahan kimiawi
(chemical modification) seperti oksidasi, reduksi, hidrolisa, polimerisasi dan pembekuan.
Misalnya morfin dapat diukur dengan mengoksidasinya menjadi pseudomorfin yang
berfluoresensi, tertrasiklin kalau bergabung dengan kalsium berfluoresensi
FUNGSI SETIAP BAGIAN ALAT SPEKTROFLUOROMETRI
Sumber energi eksitasi
Banyak terdapat sumber radiasi. Lampu merkuri relatif stabil dan
memancarkan energi terutama pada panjang gelombang diskret. Lampu tungsten
memberikan energi kontinyu di daerah tampak. Lampu pancar xenon bertekanan
tinggi seringkali digunakan pada spektrofluorometer karena alat tersebut
merupakan sebuah sumber dengan intensitas tinggi yang menghasilkan energi
kontinyu dengan intensitas tinggi dari ultraviolet sampai inframerah.

Pada filter fluorometer ( fluorimeter ) digunakan lampu uap raksa sebagai


sumber cahaya dan energi eksitasi diseleksi dengan filter. Pada spektrofluorimeter
biasanya digunakan lampu Xenon ( 150 W ) yang memancarkan spectrum kontinu
dengan panjang gelombang 200-800nm. Energi eksitasi diseleksi dengan
monokromator eksitasi ( grating ).
Kuvet Untuk sampel
Sel spesimen yang digunakan dalam pengukuran fluoresensi dapat berupa
tabung bulat atau sel empat persegi panjang (kuvet), sama seperti yang digunakan
pada spektrofotometri resapan, terkecuali keempat sisi vertikalnya dipoles.
Ukuran spesimen uji yang sesuai adalah 2 ml sampai 3 ml, tetapi beberapa
instrumen dapat disesuaikan dengan sel-sel kecil yang memuat 100 l hingga 300
l atau dengan pipa kapiler yang hanya memerlukan jumlah spesimen yang kecil.
Spektrofotometer harus dioperasikan sesuai dengan petunjuk pabrik pembuat.
Bila panjang gelombang untuk eksitasi di atas 320nm dapat digunakan
kuvet dari gelas, akan tetapi untuk eksitasi pada panjang gelombang yang lebih
pendek digunakan kuvet dari silika. Kuvet tidak boleh berfluoresensi dan tidak
boleh tergores karena dapat menghamburkan.
Detector
Pada umumnya fluorometer menggunakan tabung-tabung fotomultiplier
sebagai detektor, banyak tipe dari jenis tersebut yang tersedia dan masing-masing
mempunyai ciri khusus yang berkenaan dengan daerah spektral dengan kepekaan
maksimum, menguntungkan dan derau secara elektrik. Arus foto diperbesar dan
dibaca pada sebuah meter atau perekam.
Seperti pada spektrofotometri, detektor yang biasa digunakan adalah
fotomultiplier tube atau thermocouple. Pada umumnya, detektor ditempatkan
di atas sebuah poros yang membuat sudut 90
0
dengan berkas eksitasi. Geometri
sudut siku ini memungkinkan radiasi eksitasi menembus spesimen uji tanpa
mengkontaminasi sinyal luaran yang diterima oleh detektor fluoresensi. Akan
tetapi tidak dapat dihindarkan detektor menerima sejumlah radiasi eksitasi sebagai
akibat sifat menghamburkan yang ada pada larutan itu sendiri atau jika adanya
debu atau padatan lainnya. Untuk menghindari hamburan ini maka digunakan
instrument yang bernama filter.
Monokromator
Fluorometer
Filter pertama hanya meneruskan cahaya ultraviolet dari sumber cahaya yaitu
radiasi dengan panjang gelombang yang cocok untuk eksitasi specimen uji.
Filter kedua meloloskan hanya panjang gelombang yang sesuai dengan fluoresensi
maksimum dari zat yang diperiksa dan menahan setiap cahaya eksitasi yang
terhambur. Jenis filter kedua ini biasanya yang menahan panjang gelombang pendek.
Persoalan yang dihadapi pada pemilihan filter yaitu panjang gelombang yang lebih
panjang yang diteruskan oleh filter pertama juga lolos pada daerah panjang
gelombang yang lebih pendek dari filter kedua, sehingga menghasilkan blangko yang
tinggi. Disamping itu sukar untuk mendapatkan filter dengan panjang gelombang
yang cocok dengan radiasi eksitasi karakteristik untuk sample.

Spektrofluorimeter
Ini menggunakan sepasang monokromator (grating) untuk menyeleksi radiasi
eksitasi dan emisi yang lebih akurat (memberikan kepekaan yang tinggi) sehingga
kesulitan-kesulitan tersebut diatas dapat diatasi. Monokromator pertama
mendispersikan cahaya dari sumber cahaya sehingga menghasilkan radiasi eksitasi
yang monokromatis. Sample yang tereksitasi kemudian berfluoresensi sehingga
merupakan sumber cahaya bagi monokromator kedua. Dengan alat ini dapat dibuat
spekrum eksitasi maupun emisi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, 1061, 1062, 1069, Departemen
Kesehatan Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi III, 775,776, Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta
Mulja, 1995, Analisis Instrumental, 90, Airlangga Univercity Press, Surabaya

FLUOROMETRI
Ada 2 peristiwa fluoresensi, yaitu fluoresensi dan fosforisensi. Pada fluoresensi,
pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar trjadi dalam waktu
yang sangat singkat setelah penyerapan (10-8 detik). Fluororesensi berasal dari transisi antara
tingkat-tingkat energi elektronik singlet dalam suatu molekul.
Pada fosforesensi, akan terjadi pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap
energi sinar trjadi dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Fosforesensi berasal dari
transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.

Proses Deaktivasi
Proses deaktivasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : tanpa pemancaran sinar dan dengan
pemancaran sinar. Deaktivasi yang tanpa melalaui pemancaran sinar dapat berupa :
1.
Pengendoran vibrasi, merupakan perpindahan energi vibrasi dan molekul yang tereksitasi.
Hal ini terjadi akibat kelebihan energi vibrasi yang dimiliki akan segera dilepaskan sebagai
akibat tabrakan-tabrakan antara molekul-molekul tersebut dengan molekul-molekul pelarut.

2.
Konversi ke dalam (internal conversion), merupakan suatu perpindahan tingkat energi,
yang mana suatu molekul akan pindah dari tingkat energi elektronik lebih tinggi ke tingkat
elektronik yang lebih rendah tanpa pemancaran sinar.
3.
Konversi ke luar (exsternal conversion), merupakan perpindahan energi dari proses
interaksi molekul-molekul lain.
4.
Lintasan antar sistem (intersystem crossing), merupakan pembalikan arah spin elektron
yang tereksitasi, misalnya berubah dari singlet ke triplet atau sebaliknya.
Ada beberapa variabel yang berpengaruh pada fluoresensi dan fosforesensi, yaitu : hasil kuantum
(efisiensi kuantum, quantum yield), pengaruh kekakuan struktur, pengaruh suhu, pengaruh
pelarut, pengaruh pH, pengarh oksigen terlarut, pemadaman sendiri (self quenching) dan
penyerapan sendiri.

Analisis Kuantitatif Dengan Fluoresensi


Supaya suatu molekul berfluoresensi, maka molekul tersebut harus menyerap radiasi. Jika
konsentrasi senyawa yanng menyerap radiasi tersebut sangat tinggi, maka sinar yang mengenai
sampel akan diabsorbsi oleh lapisan pertama larutan dan hanya sedikit radiasi yang diserap oleh
oleh bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh. Karena hal ini tidak diinginkan, maka sampel
harus dibuat dalam konsentrasi rendah untuk mencegah terjadinya penyerapan radiasi yang tidak
seragam ini.
Prosedur analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan membuat kurva baku. Kurva baku
yang menyatakan hubungan antara intensitas fluoresensi dengan konsentrasi baku tertentu
disiapkan dengan larutan baku murni yang sudah diketahui konsentrasinya. Besarnya konsentrasi
dalam sampel dapat dihitung dengan memasukkan intensitas fluoresensi sampel ke dalam kurva
baku. Selain itu, prosedur analisis juga dapat dilakukan dengan membandingkan secara langsung
antara intensitas fluoresensi baku dengan intensitas fluorsensi sampel. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa kondisi analisis untuk baku dan sampel harus sama. Beberapa senyawa asing dapat
menurunkan nilai efektif karenanya juga menurunkan sensitifitas senyawa-senyawa yang
berfluoresensi. Penekanan / pengurangan intensitas fluoresensi ini disebut dengan pemadaman
(quencing).
Jika suatu senyawa tidak berfluoresensi secara intrinsik, maka senyawa tersebut harus
diubah menjadi senyawa yang berfluoresensi untuk dapat dianalisis. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk merubah senyawa menjadi berfluoresen adalah dengan metode induksi kimia
seperti radiasi dengan UV, hidrolisis, dan dengan dehidrasi menggunkan asam kuat. Metode lain

adalah dengan prosedur pengkoplingan atau penggabungan reaksi antara molekul obat dengan
reagen fluorometrik yang sesuai membentuk spesies berfluoresensi yang disebut dengan
fluorofor.
Ada 3 keuntungan analisis fluorometri dan fosforimetri dibandingkan dengan
spektrofotometri absorbsi, yaitu : fluorometri lebih peka, fluorometri lebih selektif, dan pada
fluorometri gangguan spektral dapat dikurangi dengan cara merubah panjang gelombang eksitasi
atau emisi.

Sistem Instrumentasi
Peralatan pada fluoresensi dan fosforesensi dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu
: fluorometer penyaring dan spektrofluorometer.
Sumber sinar harus sangat intens dan sangat stabil karena intensitas fluoresensi
berbanding langsung dengan Io. Lampu merkuri dan xenon merupakan sumber radiasi yang
paling sering digunakan. Emisi lampu xenon terdistribusi pada kisaran penjang gelombang yang
luas, sedangkan emisi lampu merkuri memberikan intensitas yang sangat tinggi pada daerah
panjang gelombang tertentu, yaitu diantara 254-366 nm, sehingga sangat sesuai untuk radiasi
eksitasi.
Untuk memperoleh spesifik eksitasi dan mengurangi sesatan sinar, maka dipilih pita
radiasi yang sempit dari radiasi yang diemisikan oleh sumber sinar. Pemilihan ini dilakukan oleh
oleh penyaring eksitasi (excitation filter).
Sinar eksitasi selanjutnya melewati tempat sampel. Beberapa pelarut juga ada yang
berfluoresensi sehingga harus dilakukan pemilihan secara cermat. Wadah sampel yang berasal
dari gelas sudah cukup untuk analisis. Wadah sampel dari kuarsa harus digunakan pada panjang
gelombang di bawah 320 nm.
Sinar fluoresen diemisikan ke segala arah oleh sampel. Beberapa sinar yang
ditransmisikan akan dihamburkan (scattered) dalam arah ini dan sinar yang tidak diharapkan ini
akan dihilangkan dengan penyaring fluoresensi kedua yang dipilih sedemikian rupa sehingga
penyaring kedua ini akan mentransmisikan secara maksimal.
Alat spektroflurometer mempunyai 2 monokromator, yaitu satu monokromator digunakan
untuk panjang gelombang eksitasi dan yang lainnya digunakan untuk panjang gelombang emisi

FLUOROMETRI

Spektrofluorometri adalah metode analisis kimia kuantitatif yang berdasarkan flouresensi.


Fluoresensi dan fosforesensi adalah bagian dari fotoluminisen, yaitu tipe spektroskopi optik
dimana sebuah molekul tereksitasi dengan mengabsorbsi ultraviolet, sinar tampak dan radiasi
inframerah dekat. Molekul tereksitasi akan kembali kepada keadaan dasar atau ke tingkat eksitasi
lebih rendah, dengan mengemisikan sinar. Sinar yang diemisikan inilah yang akan diukur.

Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir
Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan
cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu
lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga
kelihatan bersinar bila kena sinar. Definisi fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat
dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa
cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan
itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat
fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar bila kena sinar.
Faktor yang berpengaruh pada fluororesensi sebagai berikut:
1. Temperatur (Suhu)
Kenaikan suhu mengakibatkan gesekan antar mol atau dengan mol pelarut. Energi akan
dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk lain.
1. Pelarut
Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4, C2H5I) maka intensitas
fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan spin dengan gerakan orbital elektron ikatan =
mempercepat LAS maka intensitas menjadi berkurang.
1. pH
pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic.
1. Oksigen terlarut

Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang
sebab :
a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa
b. Oksigen mempermudah LAS

Senyawa yang berfluoresensi adalah senyawa dengan struktur aromatik, atau struktur yang
mengandung ikatan rangkap terkonjugasi, yaitu elektron dan elektron n dalam dua ikatan
rangkap atau lebih, sehingga dalam molekul tersebut terdapat sejumlah elektron dengan
mobilitas tinggi dibandingkan dengan elektron lainya. Contoh senyawa berfluoresensi yaitu
Benzena, toluena, fluorobenzena, Chlorobenzena, Phenol, Anisole, Anilin, Benzoic acid,
Benzonitril.
Prinsip Fluorometri banyak digunakan dalam berbagai bidang, misalnya sebagai berikut:
1. Kesehatan

: Menganalisis obat-obatan

2. Pendidikan

: Menganalisis sampel

3. Pertanian

: Menganalisis beberapa jenis pestisida

4. Industri

: Menganalisis senyawa detergen

Variable yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforisensi


Flouresensi dan fosforesensi
Posted by : penerus generasi muda Tuesday, 1 July 2014
Variable yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforisensi
Flouresensi dan fosforesensi
Suatu molekul yang pada permulaanya mengabsorbsi cahaya ultraviolet untuk mencapai
suatu keadaan tereksitasi dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak
pada waktu kembali ketingkat dasar, dikatakan mengalami photoluminescence. Emisi dari
cahaya ini dapat digambarkan sebagai fluoresensi atau fosforesensi, bergantung pada mekanisme
yang mana electron akhirnya kembali kekeadaan dasar.
Fluoresensi adalah pencaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir
Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan
cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu
lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga
kelihatan bersinar bila kena sinar.

Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar dalam
waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Jika penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran
kembali masih dapat berlangsung. Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi
elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.
Fotoluminesensi terjadi hanya didalam beberapa molekul yang dapat mengalami emisi foton
yang tertentu setelah terjadi eksitasi yang kemudian kembali kekeadaan dasar. Banyak molekul
tidak mempunyai fotoluminesensi, walaupun dapat menyerap sinar ultraviolet.
Prinsip Fluoresensi
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh
berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom
yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali
keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi
merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju
ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik
sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik.

FLUOROMETRI
Ada 2 peristiwa fluoresensi, yaitu fluoresensi dan fosforisensi. Pada fluoresensi,
pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar trjadi dalam waktu
yang sangat singkat setelah penyerapan (10-8 detik). Fluororesensi berasal dari transisi antara
tingkat-tingkat energi elektronik singlet dalam suatu molekul.
Pada fosforesensi, akan terjadi pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap
energi sinar trjadi dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Fosforesensi berasal dari
transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.
Proses Deaktivasi
Proses deaktivasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : tanpa pemancaran sinar dan dengan
pemancaran sinar. Deaktivasi yang tanpa melalaui pemancaran sinar dapat berupa :
1.
Pengendoran vibrasi, merupakan perpindahan energi vibrasi dan molekul yang tereksitasi.
Hal ini terjadi akibat kelebihan energi vibrasi yang dimiliki akan segera dilepaskan sebagai
akibat tabrakan-tabrakan antara molekul-molekul tersebut dengan molekul-molekul pelarut.
2.
Konversi ke dalam (internal conversion), merupakan suatu perpindahan tingkat energi,
yang mana suatu molekul akan pindah dari tingkat energi elektronik lebih tinggi ke tingkat
elektronik yang lebih re3ndah tanpa pemancaran sinar.
3.
Konversi ke luar (exsternal conversion), merupakan perpindahan energi dari proses
interaksi molekul-molekul lain.
4.
Lintasan antar sistem (intersystem crossing), merupakan pembalikan arah spin elektron
yang tereksitasi, misalnya berubah dari singlet ke triplet atau sebaliknya.
Ada beberapa variabel yang berpengaruh pada fluoresensi dan fosforesensi, yaitu : hasil kuantum
(efisiensi kuantum, quantum yield), pengaruh kekakuan struktur, pengaruh suhu, pengaruh
pelarut, pengaruh pH, pengarh oksigen terlarut, pemadaman sendiri (self quenching) dan
penyerapan sendiri.

Analisis Kuantitatif Dengan Fluoresensi


Supaya suatu molekul berfluoresensi, maka molekul tersebut harus menyerap radiasi. Jika
konsentrasi senyawa yanng menyerap radiasi tersebut sangat tinggi, maka sinar yang mengenai
sampel akan diabsorbsi oleh lapisan pertama larutan dan hanya sedikit radiasi yang diserap oleh
oleh bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh. Karena hal ini tidak diinginkan, maka sampel
harus dibuat dalam konsentrasi rendah untuk mencegah terjadinya penyerapan radiasi yang tidak
seragam ini.
Prosedur analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan membuat kurva baku. Kurva baku
yang menyatakan hubungan antara intensitas fluoresensi dengan konsentrasi baku tertentu
disiapkan dengan larutan baku murni yang sudah diketahui konsentrasinya. Besarnya konsentrasi
dalam sampel dapat dihitung dengan memasukkan intensitas fluoresensi sampel ke dalam kurva
baku. Selain itu, prosedur analisis juga dapat dilakukan dengan membandingkan secara langsung
antara intensitas fluoresensi baku dengan intensitas fluorsensi sampel. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa kondisi analisis untuk baku dan sampel harus sama. Beberapa senyawa asing dapat
menurunkan nilai efektif karenanya juga menurunkan sensitifitas senyawa-senyawa yang
berfluoresensi. Penekanan / pengurangan intensitas fluoresensi ini disebut dengan pemadaman
(quencing).
Jika suatu senyawa tidak berfluoresensi secara intrinsik, maka senyawa tersebut harus
diubah menjadi senyawa yang berfluoresensi untuk dapat dianalisis. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk merubah senyawa menjadi berfluoresen adalah dengan metode induksi kimia
seperti radiasi dengan UV, hidrolisis, dan dengan dehidrasi menggunkan asam kuat. Metode lain
adalah dengan prosedur pengkoplingan atau penggabungan reaksi antara molekul obat dengan
reagen fluorometrik yang sesuai membentuk spesies berfluoresensi yang disebut dengan
fluorofor.
Ada 3 keuntungan analisis fluorometri dan fosforimetri dibandingkan dengan
spektrofotometri absorbsi, yaitu : fluorometri lebih peka, fluorometri lebih selektif, dan pada
fluorometri gangguan spektral dapat dikurangi dengan cara merubah panjang gelombang eksitasi
atau emisi.
Sistem Instrumentasi
Peralatan pada fluoresensi dan fosforesensi dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu
: fluorometer penyaring dan spektrofluorometer.
Sumber sinar harus sangat intens dan sangat stabil karena intensitas fluoresensi
berbanding langsung dengan Io. Lampu merkuri dan xenon merupakan sumber radiasi yang
paling sering digunakan. Emisi lampu xenon terdistribusi pada kisaran penjang gelombang yang
luas, sedangkan emisi lampu merkuri memberikan intensitas yang sangat tinggi pada daerah
panjang gelombang tertentu, yaitu diantara 254-366 nm, sehingga sangat sesuai untuk radiasi
eksitasi.
Untuk memperoleh spesifik eksitasi dan mengurangi sesatan sinar, maka dipilih pita
radiasi yang sempit dari radiasi yang diemisikan oleh sumber sinar. Pemilihan ini dilakukan oleh
oleh penyaring eksitasi (excitation filter).
Sinar eksitasi selanjutnya melewati tempat sampel. Beberapa pelarut juga ada yang
berfluoresensi sehingga harus dilakukan pemilihan secara cermat. Wadah sampel yang berasal
dari gelas sudah cukup untuk analisis. Wadah sampel dari kuarsa harus digunakan pada panjang
gelombang di bawah 320 nm.
Sinar fluoresen diemisikan ke segala arah oleh sampel. Beberapa sinar yang
ditransmisikan akan dihamburkan (scattered) dalam arah ini dan sinar yang tidak diharapkan ini

akan dihilangkan dengan penyaring fluoresensi kedua yang dipilih sedemikian rupa sehingga
penyaring kedua ini akan mentransmisikan secara maksimal.
Alat spektroflurometer mempunyai 2 monokromator, yaitu satu monokromator digunakan
untuk panjang gelombang eksitasi dan yang lainnya digunakan untuk panjang gelombang emisi
Banyak senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminesensi, artinya senyawa kimia tersebut
dapat dieksitasi oleh cahaya dan kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang
gelombangnya sama atau berbeda dengan panjang gelombang semula (panjang gelombang
eksitasi).
Variable-variabel yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforesensi yaitu :
1.
Hasil kuantum (efisiensi kuantum, quantum yield)
Merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara jumlah molekul yang berfluoresensi
terhadap jumlah total molekul yang tereksitasi. Besarnya quantum () adalah : 0 1. Nilai
diharapkan adlah mendekati 1, yang berarti efisiensi fluoresensi sangat tinggi.
2.
Pengaruh kekakuan struktur
Fluoresensi dapat terjadi dengan baik jika molekul-molekul memiliki struktur yang kaku (rigid).
Contoh fluoren yang memiliki efisiensi kuantum () yang besar (mendekati 1) karena adanya
gugus metilen, dibandingkan dengan binefil yang memiliki efisiensi kuantum yang lebih kecil
(sekitar 0,2).
3.
Pengaruh suhu
Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin berkurang. Hal ini disebabkan
pada suhu yang lebih tinggi, tabrakan-tabrakan antar molekul atau tabrakan molekul dengan
pelarut menjadi lebih sering, yang mana pada peristiwa tabrakan, kelebihan energy molekul yang
tereksitasi dilepaskan ke molekup pelarut.jadi semakin tinggi suhu maka terjadinya konversi ke
luar besar, akibatnya efisiensi kuantum berkurang.
4.
Pengaruh pelarut
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengaruh pelarut pada fluoresensi, yaitu:
a.
Jika pelarut makin polar maka intensitas fluoresensi makin besar.
b.
Jika pelarut mengandung logam berat (Br, I atau senyawa lain), maka interaksi antara
gerakan spin dengan gerakan orbital elektron-elektron ikatan lebih banyak terjadi dan hal
tersebut dapat memperbesar laju lintasan antara sistem atau mempermudah pembentukan triplet
sehinga kebolehjadian fluorosensi lebih kecil, sedangkan kebolehjadian fosforesensi menjadi
lebih besar
5.
Pengaruh ph
a.
pH berpengaruh pada letak keseimbangan antar bentuk terionisasi dan bentuk tak
terionisasi. Sifat fluorosensi dari kedua bentuk itu berbeda. Sebagai contoh, fenol dalam suasana
asam akan berada dalam bentuk molekul utuh dengan panjang gelombang antara 285-365 nm
dan nilai = 18 M-1 cm-1 , sementara jika dalam suasana basa maka fenol akan terionisasi
membentuk ion fenolat yang mempunyai panjang gelombang antara 310-400 nm dan = 10 M-1
cm-1 .
6.
Pengaruh oksigen terlarut
Adanya oksigen akan memperkecil intensitas fluoresensi. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya oksidasi senyawa karena pengaruh cahaya (fotochemically induced oxidation).
Pengurangan intensitas fluorosensi disebut pemadaman sendiri atau quenching. Molekul oksigen
bersifat paramagnetik, dan molekul yang bersifat seperti ini dapat mempengaruhi dan

mempermudah lintasan antara sistem sehingga memperkecil kemungkinan fluorosensi,


sebaliknya memperbesar kebolehjadian fosforesensi.
7.
Pemadaman sendiri dan penyerapan sendiri
Pemadaman sendiri di sebabakan oleh tabrakan-tabrakan antar molekul zat itu sendiri.
Tabrakan-tabrakan itu menyebabkan energi yang tadinya akan dilepaskan sebagai sinar
fluorosensi ditransfer ke molekul lain, akibatnya intensitas berkurang. Salah satu proses
pemadaman sendiri dapat ditulis sebagai berikut:
Molekul analit tereksitas + pemadaman menjadi molekul analit berkeadaan dasar + pemadam+
energi
Supaya suatu molekul berfluoresensi, maka molekul tersebut harus menyerap radiasi. Jika
konsenrasi senyawa yang menyerap radiasi tersebut sangat tinggi, maka sinar yang mengenai
sampel akan diabsorbsi oleh lapisan pertama larutan dan hanya sedikit radiasi yang diserap oleh
bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh.oleh karena itu, fluoresensi sampel yang
berkonsentrasi tinggi ini tidak seragam dan tidakakan proporsional dengan konsentrasi senyawa.
Karena kejadian seperti ini tidak diinginkan untuk tujuan analisis kuantitatif, maka konsentrasi
larutan yang berfluoresensi harus dijaga dalam konsentrasi rendah ntuk mencegah terjadinya
penyerapan radiasi yang tidak seragam ini.
Sistem ikatan rangkap terkonjugasi memiliki struktur yang planar dan kaku sehingga
akan mampu menyerap secara kuat di daerah 200-800 nm pada radiasi elektromagnetik.
Senyawa-senyawa yang mempunyai ikan rangkap terkonjugasi ini merupakan calon senyawa
yang mampu berfluoresensi. Modifikasi struktur terhadap senyawa-senyawa ini dapat
menurunkan atau meningkatkan intensitas fluoresensi, tergantung pada sifat dan letak gugus
substituen.
Gugus-gugus yang memberikan elektron (elektron donating groups) seperti gugus
hidroksil, aminoatau metoksi yang terikat secara langsung pada sistem ikatan dapat
memfasilitasi terjadinya proses fluoresensi. Gugus-gugus yang menarik elektron (elektron
withdrawing groups) seperti nitro, bromo, iodo, siano, atau karboksil cenderung mengurangi
intensitas fluoresensi. Untuk obat-obat yang mempunyai gugus fungsional yang dapat terionisasi
yang terikat pada siste konjugasi, pemilihan ph dapat mempengaruhi sensitifitas dan selektifitas
pengujian. Dalam kasus senyawa fenol, ionisasi menjadi anion fenolat biasanya mendorong
fluoresensi; sementara itu perubahan amin aromatis menjadi kation amonium aromatis
menghambat proses fluoresensi.
Penambahan banyaknya ikatan rangkap terkonjugasi dalam suatu sistem menyebabkan
peningkatan fluoresensi utamanya jika dalam sistem struktur aromatis heterosiklik, yakni suatu
struktur aromatisnyang mengandung gugus N, S, dan O. Intensitas fluoresensi senyawa
heterosiklis yang mengandung gugus NH seringkali meningkat pada ph asam yang mana gugus
nitrogen mengalami protonasi.
Jika suatu senyawa tidak berfluoresensi secara interinsik, maka senyawa tersebut harus
dirubah menjadi senyawa yang berfluoresen untuk dapat dianalisis. salah satu pendekatan yang
telah sukses digunakan untuk merupah senyawa menjadi berfluoresen adalah dengan metode
induksi kimia seperti radiasi dengan UV, hidrolisis, dan dengan dehidrasi menggunakan asam
kuat. metode lain adalah dengan pengkoplingan atau penggabungan reaksi antara molekul obat
denagan reagen fluorometrik yang sesuai membentuk senyawa berfluoresensi yang disebut
dengan fluorofor. reaksi yang meningkatkan intensitas fluoresensi juga meningkatkan
perpanjangan sistem elektron atau kekakuan(rigiditas) molekul yang berarti juga meningkatkan

planaritas struktur. prosedur- prosedur yang menhasilkan fluorofor jga dapat memberikan
peningkatan sensitifitas dan spesifisitas metode pengujian dengan menggeser panjang gelombang
eksitasi dan emisi ke panjang gelombang yang lebih panjang sehingga gangguan-gangguan dari
senyawa lain menjadi minimal atau hilang sama sekali..
Metode kedua yang digunakan untuk menguah obat yang tdak berfluoresensi atau
metabolitnya menjadi senyawa yang berfluoresensi (fluorofor) adalah metode pengkoplingan
atau penggabungan gugus fungsional molekul organik tertentu dengan reagen fluoresen. diantara
reagen-reagen yang sangat popular yang tersedia di pasaran adalah fluoresamin, o-ftalaldehid,
dansil klorida dan NBD klorida.
Kerugian metode pembentukan fluorofor dengan pengoplingan adalah: (1) Spesifitasnya
masih kalah bagus jika dibandingkan dengan metode induksi kimia,(2) Adanya fluoresensi dasar
(background) yang tinggi yang disebabkan oleh reagen yang tidak ikut bereaksi, (3) Beberapa
tahap pemisahan terhadap kelebihan reagen biasanya di perlukan sebelum dilakukan pengukuran,
dan (4) Ketersedian reagen untuk gugus fungsional tertentu biasanya terbatas.
Metode-metode yang melibatkan pembentukan fluorofor yang mengandung ion-ion
anorganik juga menarik terutama untuk analisis sekelumit (trace analysis) ion tertentu.
Prosedurnya ada 2 kategori, kategori pertama melibatkan pembentukan khelat berfluoresensi
antara ion dengan senyawa organik dilanjutkan dengan pengukuran emisinya. Metode ini
bermanfaat untuk ion-ion logam non transisi yang mana kurang begitu kompetitif dengan proses
fluoresensi dalam keadaan tereksitasi. Kategori ke dua pada umumnya digunakan untuk analisis
anion. Penurunan intensitas fluoresensi diamati sebagai peningkatan kuantitas anion yang
ditambahkan. Efek ini disebabkan oleh pengaruh pemadaman (quenching) ion-ion organik pada
emisi fluoresensi senyawa organik.
Fosforisensi lebih di sukai terjadi pada eksitasi elektronyang tidak berpasangan (nonbonding elektron, n). Dan juga, adanya substitusi pada struktur molekul dengan halogen, logam
berat, dan gugus-gugus nitro (terutama yang dekat dengan elektron yang tereksitasi) akan
meningkatkan fosforisensi. Hal ini disebabkan adanya gugus-gugus fungsional tersebut yang
dapat mendorong transisi elektron dari keadaan tereksitasi singlet ke keadaan tereksitasi triplet
yang merupakan syarat untuk teramatinya fosforisensi
- See more at: http://erwinalien.blogspot.co.id/2014/07/variable-yang-mempengaruhifluoresensi.html#sthash.JTA79WBj.dpuf

Metode spektrofluorometri adalah suatu metode pengukuran berdasarkan sinar yang


berfluoresensi. Fluoresensi adalah gejala dari suatu molekul setelah radiasi cahaya, melepas
kembali radiasi tadi dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Fluroresensi akan nampak
jelas apabila penyerapan sinar pada daerah ultraviolet dan melepaskannya dalam daerah
gelombang nampak. Apabila struktur molekul bahan organik dapat dipakai untuk memperkirakan
spectrum serapannya, hal yang sama tidak dipakai untuk memperkirakan senyawa apa yang
berfluorosensi. Tetapi ada sedikit petunjuk bahwa senyawa alifatis cenderung memecah sinar dan

tidak berfluoresensi, senyawa aromatis yang berisi electron tertentu yang tidak ditempat
normalnya akan berfluoresensi.
Radiasi yang dilepaskan dapat berkisar pada beberapa panjang gelombang, maka
spectrum fluoresensi berupa kumpulan atau pita spectrum. Spektrum fluoresensi biasanya tidak
tergantung panjang gelombang radiasi yang terserap. Spectrum fluoresensi hanya dapat
memberikan informasi pada saat kurang dari 10-8 detik. Intensitas dapat berkurang antara 10
15 % apabila suhu sampel menurun dari 30oC menjadi 20oC, maka diperlukan pengatur suhu agar
pengukuran dapat lebih tepat.
Pada fluorometri larutan zat disinari dengan sinar yang panjang gelombangnya di sekitar
panjang gelombang penyerapan maksimum yang berasal dari lampu raksa atau lampu pijar yang
telah disekat dengan filter. Intensitas fluoresensi diukur atau dibandingkan dengan intensitas
larutan baku. Sinar fluoresensi dibebaskan dari sinar hamburan dengan melewatkan sinar melalui
filter atau monokromator. Cara pengukuran pada daranya sama dengan cara spektrofotometri.
Karena zat organik yang berfluoresensi mungkin terurai secara fotokimia, penyinaran harus
dilakukan sesingkat mungkin. Oleh karena daerah dimana intensitas fluoresensi sebanding
dengan kadar umumnya sangat sempit, maka perbandingan

tidak boleh kurang dari

0,40 dan tidak boleh lebih dari 2,50.


Keterangan :
a = pembacaan intensitas fluoresensi larutan baku
b = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat baku
c = pembacaan intensitas fluoresensi larutan uji
d = pembacaan intensitas fluoresensi larutan blangko untuk zat uji
Peralatan pokok spektrofluorometer adalah :
- Sumber spectrum yang kontinyu misalnya dari jenis lampu merkuri atau xenon.
- Monokromator (M1) untuk menyinari sampel dengan panjang gelombang tertentu.
- Monokromator kedua (M2) yang pada iradiasi konstan dapat dipakai menentukan panjang
gelombang spectrum fluoresensi sampel.

Detector berupa fotosel yang sangat peka misalnya fotomultiplier merah untuk panjang
gelombang lebih besar dari pada 500 nm.

- Amplifier untuk mengandakan radiasi dan meneruskan ke pembacaan.


Keuntungan menggunakan spektrofluorometer yaitu dapat mengukur konsentrasi sampel
yang rendah (pikogram). Kepekaan fluorimetri dapat diatur dengan penguatan aliran listrik yang
terbentuk dari jalinan fotosel. Spektroflurorimetri sangat mungkin menggunakan spectrum
pilihan yang lebih luas karena geseran Stokes dan adanya dua monokhromator yang dapat
dipakai, atau untuk spectrum yang mengenai sampel dan yang lain untuk spectrum fluroresensi
yang timbul. Untuk fluorimetri tidak diperlukan kuvet pembanding (referensi) tapi kurva
kalibrasi tetap harus dibuat.
Kelemahan teknik fluorometri yaitu ketergantungan pada keadaan lingkungan dan tidak
ada pegangan senyawa apa yang akan berfluoresensi. Masalah lain dalam fluorimetri adalah
penghapusan (quenching) yaitu energi yang seharusnya dilepas sebagai sinar fluoresensi terserap
oleh molekul lain. Atau sebaliknya bahan-bahan diluar sampel seperti bahan pencuci (detergent),
minyak pelumas, kertas saring atau kertas lap dapat mempengaruhi pengukuran fluorimeter
karena dapat melepas sinar fluoresensi sendiri.
Aplikasi Fluorometri yaitu :
-

Analisa kualitatif, perbandingan spectrum fluoresensi dapat membantu pengenalan senyawa.


Analisa kuantitatif, pengukuran dapat dilakukan pada kadar yang sangat rendah dengan
ketepatan, keterulangan, dan kepekaan tinggi. Bila panjang gelombang emisi dan eksitasi telah
dipilih, maka dapat dibuat hubungan antara intensitas fluoresensi dengan konsentrasi senyawa.
Intensitas fluoresensi tergantung dari tingkat konsentrasi senyawa. Hubungan tersebut berupa
garis lurus (linier) pada konsentrasi sangat rendah. Apabila kadarnya terlalu tinggi, larutan
tersebut tidak linier lagi karena akan menyerap sebagian sinar eksitasi.

Uji enzim dan analisa kinetika, enzim hidrolase dapat dengan mudah diukur melalui kecepatan
munculnya senyawa yang berflurosensi pada 450 nm.

Reaksi NAD+ dan NADP+, enzim dapat dilihat dalam keadaan aslinya (invitro), misalnya kadar
substrat enzim atau kofaktor yang sangat rendah.

Uji struktur protein. Beberapa jenis protein mengandung khromofore yang berfluoresensi
(misalnya tirosin dan FAD), maka protein juga berfluoresensi.

Penunjuk fluoresensi dan uji struktur membrane, Sifat fluoresensi molekul berubah oleh gerak
maupun arah gerak (polaritas) lingkungannya, maka deteksi senyawa fluoresensi dapat
memberikan petunjuk lingkungannya.

Mikrosspektrofluorimetri. Gabungan antara spektrofluorimetri dengan mikroskop dapat dipakai


untuk menunjukkan tempat senyawa berfluoresensi pada sel yang mengikat cat fluoresensi.

DAFTAR PUSTAKA
Bashar,
Y.,
2013,
Makalah
Spektrofotometer,
http://yazhid28bashar.
blogspot.com/2013/04/makalah-spektrofotometer.html, diakses pada tanggal 19 Mei
2014.

Gandjar, I.B. & Abdul R., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal
252.

Harahap, A., 2013, Spektroskopi, http://www.sharemyeyes.com/2013/05/ spektroskopi.


html, diakses pada tanggal 19 Mei 2014.

Ika, D., 2009, Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C dengan Metode Titrasi Asam
Basa, Jurnal Neutrino, No. 2, Vol. 1.

Karinda, M., dkk, 2013, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol
Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodometri, Pharmacon,
vol. 2 no. 1, ISSN 2302 2493, Manado.

Liyana, D.E. & Djarot S., 2010, Optimasi pH Buffer dan Konsentrasi Larutan Pereduksi
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) Dan Timah (II) Klorida (SnCl2) Dalam Penentuan Kadar
Besi Secara Spektrofotometri UV Vis, Prosiding Tugas Akhir Semester Genap
2010/2011, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Putro, P.K. & Asmedi S., 1996, Studi Banding Analisis Silicon Di Dalam Bahan Bakar
Uranium Silisida Secara Spektrofoometrik Dan Gravimetrik, Prosiding Presentasi
Ilmiah Dasar Bahan Bakar Nuklir, ISSN 1410-1998.

Sudarmadji, S., 1996, Teknik Analisa Biokimia, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Triyati, E., 1985, Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak serta Aplikasinya dalam
Oseanologi, Oseana, vol. X, No.1, ISSN 0216-1877, Jakarta.

Wanenoor,
2010,
Penentuan
Kadar
Vitamin
E
Metode
Flurometri,
http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/ 2040190penentuan-kadar-vitamin-metode-flurometri/, diakses pada tanggal 19 Mei 2014.
Wocono, 2013, Spektrofotometri Infra Merah, http://wocono.wordpress.com/2013
03/03/spektrofotometri-infra-merah/, diakses pada tanggal 19 Mei 2014.

IV. Spektrofluorometri
Merupakan spektrofotometri emisi molekul di mana cahaya yang diukur adalah intensitas
fluoresens yang terjadi pada panjang gelombang tertentu (emisi) setelah analit dieksitasi dengan
cahaya pada panjang gelombang tertntu (eksitasi). Digunakan Untuk analisis senyawa yang
berfluoresensi, atau senyawa yang tidak dapat berfluoresensi namun dapat diubah menjadi
senyawa yang dapat berfluoresensi. Molekul yang dapat menyerap cahaya dengan kuat adalah
senyawa aromatik, heterosiklik dan konjugasi.. Molekul yang tereksitasi kembali ke ground state
dengan melepaskan cahaya dalam waktu kurang dari 10-9 detik. Kebanyakan molekul kembali ke
ground state dengan melepaskan panas sehingga tidak berfluoresensi.
Fraksi energi eksitasi yang diemisikan kembali sebagai fluoresens dinamakan efisiensi fluoresens
atau kuantum yield of fluorescense, .
= Jumlah foton(cahaya ) yang diemisikan /Jumlah foton(cahaya) yang diserap.
=F/(I0-IT )=F/Ia =F/2,3 I0 bc ; F=2,3 I0 bc =kc di mana k = 2,3 I0 b
F=Floresensi ; I0 =intensitas radiasi eksitasi ; IT = Intensitas radiasi yang diteruskan ; Ia =
intensitas radiasi yang diserap ; = Efisiensi ampelens ; = daya serap molar ; b= tebal sel ;
c=konsentrasi (M) ; k=tetapan dari berbagai faktor.
Prinsip kerja:
1. Cahaya polikromatis sumber cahaya diarahkan ke monokromator eksitasi
2. Monokromator eksitasi diset pada ex di mana analit menyerap cahaya cukup kuatdiarahkan ke
larutan sampel
3. Analit menyerap ex lalu molekul analit berfluoresensi atau menghasilkan cahaya em dengan
panjang gelombang > ex

4. Momokromator fluoresens posisi 900 diset pada em untuk mencegah gangguan cahaya eksitasi
dan cahaya hamburan dari sel atau pelarut.
5. Detektor kemudian mengubah energi fluoresens menjadi sinyal listrik
6. Amplifier memperesar sinyal listrikagar dapat disajikan pada display atau direkam dengan
sprinter dalam bentuk intensitas fluoresens, spektrum eksitasi atau emisi.
Faktor yang mempengaruhi intensitas ampelens:
Kadar: fluoresens makin kecil bila kadar makin kecil
Energi eksitasi: makin kecil ampelens bila intensitas cahaya makin kecil
Sturktur planar: molekul planar dengan sistem konjugasi meningkatkan fluoresens
Metode iluminasi
Oksigen dalam larutan (quencher): makin tinggi kadar Quencher makin lemah ampelens
PH Penurunan PH meningkatkan fluoresens bentuk molekul dan menurunkan bentuk ion dari
fenol.
Fotodekomposisi:Makin kuat serapan radiasi makin besar kesalahan karena penguraian oleh
radiasi.
Suhu dan viskositas: Makin tinggi suhu dan makin kecil kekentalan, makin kecil fluoresens
karena deaktivasimolekul tereksitasi oleh kolisi.
Quenching: Deaktivasi non-radiatif dari molekul tereksitasi oleh suatu zat sehinggamenurunkan
intensitas fluoresens. Zat tersebut dinamakan quencher.
Quencher dapat berasal dari matrik sampel atau pelarut
Sumber cahaya:
1. Xenon arc lamp: nyala lampu terjadi karen ionisasi gas Xe dengan tegangan tinggi, kemudian
arus dan tegangan dipertahankan 7,5A, 20 V(750W). Nyala lampu mencakup panjang
gelombang UV-Vis. Kompartemen lampu didinginkan dengan kipas.Iradiasi UV terhadap O2
menghasilkan O3 yang toksis (peru ventilasi).
2. Lampu Merkuri: Intensitas cahaya ini terkonsentrasi pada 254 dan 365 nm yang bermanfaat
sebagai radiasi eksitasi.
Filter emisi: Untuk menyerap cahaya hamburan dari cahaya eksitasi. Untuk instrumen modern
digunakan monokromator.
Sel: wadah larutan sampel untuk pengukuran, terbuat dari gelas atau silika. Tetapi dibawah 320
nm diperlukan sel kwarsa atau sel silika.
Detektor: mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Yang ering digunakan adalah
phototube, photomultiplier tube, diode array detektor
TEORI SPEKTROSKOPI FLUOROMETRI
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi
setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena
proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi.
Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan
energi

yang

berupa

cahaya

(de-eksitasi).

Fluoresensi

merupakan

proses

perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke
keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano
detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai
dengan 1000 mili detik.
Teknik analisis spektrofluorometri adalah termasuk salah satu tenik analisis
instrumental disamping teknik kromatografi dan elektroanalisis kimia. Teknik
tersebut

memanfaatkan

fenomena

interaksi

materi

dengan

gelombang

elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya tampak dan inframerah.


Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut
menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai alat analisis kualitatif dan
kuantitatif. Contoh teknik spektroflourometri absorpsi adalah UV/VIS, inframerah (FTIR) dan absorpsi atom (AAS). Sedang contoh spektrofluorometri emisi adalah
spektrofluorometri nyala dan inductively coupled plasma (ICP), yang merupakan
alat ampuh dalam analisis logam. Masih banyak teknik lain yang didasarkan pada
hamburan atau difraksi cahaya seperti turbidimetri dan sinar-x.

A. Prinsip Dasar Spektroskopi Flourmetri


Prinsip-prinsip

umum

dapat

diilustrasikan

dengan

diagram

Jablonski

(Veberg, 2006), seperti yang ditunjukkan pada Gambar di bawah. Menurut diagram
Jablonski energi emisi lebih rendah dibandingkandengan eksitasi. Ini berarti bahwa
emisi fluoresensi yang lebih tinggi terjadi padapanjang gelombang dari penyerapan
(eksitasi). Perbedaan antara eksitasi dan panjanggelombang emisi dikenal sebagai
pergeseran Stoke.

Langkah pertama (i) adalah eksitasi, di mana cahaya diserap oleh


molekul,yang ditransfer ke keadaan tereksitasi secara elektronik yang berarti bahwa
sebuahelektron bergerak dari keadaan dasar singlet, S0, ke keadaan singlet
tereksitasiS1. Inidiikuti dengan relaksasi getaran atau konversi internal (ii), dimana
molekul inimengalami transisi dari elektronik atas ke yang lebih rendahS 1, tanpa
radiasiapapun. Akhirnya, emisi terjadi (iii), biasanya 10 - 8 detik setelah eksitasi,
ketika kembali elektron kekeadaan dasar lebih stabil, S0, memancarkan cahaya
pada panjanggelombang yang sesuaidengan perbedaan energi antara kedua
negara elektronik.
Dalam molekul, masing-masing kondisi elektronik memiliki beberapa
kondisibagian getaran terkait. Dalam keadaan dasar, hampir semua molekul
menempatitingkat vibrasi terendah. Dengan eksitasi dengan sinar UV atau terlihat,
adalahmungkin untuk mempromosikan molekul yang tertarik ke salah satu tingkat
getaranbeberapa tingkat tereksitasi secara elektronik yang diberikan. Ini berarti
bahwa emisifluoresensi tidak hanya terjadi pada satu panjang gelombang tunggal,
melainkanmelalui distribusi panjang gelombang yang sesuai untuk transisi vibrasi
beberapasebagai komponen dari transisi elektronik tunggal. Inilah sebabnya

mengapa eksitasidan spektrum emisi diperoleh untuk menggambarkan secara rinci


karakteristik molekul fluoresensi
1.

Luminesensi.
Yaitu emisi fotons dari keadaan tereksitasi elektronik. Terdapat dua tipe luminesensi
antara lain : a. Relaksasi dari keadaan eksitasi singlet excited. b. Relaksasi dari

keadaan eksitasi triplet.


2. Keadaan singlet dan triplet stated.
Yaitu keadaan dasar dua elektron perorbital.
Keadaan eksitasi singlet : elektron pada orbital tinggi memiliki arah spin berlawanan
relative terhadap elektron dalam orbital lebih rendah.
Keadaan eksitasi triplet : elektron valence tereksitasi secara spontan berbalik arah
spinnya. Proses ini disebut intersystem crossing. Elektron dalam kedua orbital
sekarang memiliki arah spin yang sama.
3. Jenis emisi
Diman fluoresensi kembali dari keadaan eksitasi singlet ke keadaan dasar, tidak
memerlukan perubahan arah spin. Fosforesensi yaitu kembali dari keadaan eksitasi
triplet ke keadaan dasar, elektron perlu perubahan arah spin. Laju emisi fluoresensi
beberapa tingkat lebih cepat dari pada fosforesensi.
Proses fluorosensi dalam keadaan tereksitasi, elektron akan di
promosikan ke orbital anti-bonding menjadikan atom dalam ikatan kurang kuat
terikat sehingga bergeser ke kanan kurva energi potensial S 1 akibatnya elektron
terpromosikan ke level energi vibrational eksitasi S 1 lebih tinggi dari pada level
vibrational dalam keadaan dasar. Deteksi vibrational berlangsung lewat tabrakan
intermolekul pada skala waktu 10-12s (lebih cepat dari pada proses fluoresensi).

B. Absorbsi
Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hA
maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0akan berpindah ke

tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Waktu yang dibutuhkan
untuk proses tersebut kurang dari 1piko detik.

Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam
waktu yang sangat singkat sekitar 10-1ns, kemudian atom tersebut akan
melepaskan sejumlah energi sebesar hfyang berupa cahaya. Karenanya energi
atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi
dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium).
Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan
tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda yang
menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 berdasarkan
prinsip Frank-Condon.

C. Instrumen

Pengukuran intensitas fluoresensi dapat dilakukan dengan suatu fluorometer


filter sederhana. Fluorometri adalah suatu metode analisis yang erat hubungannya
dengan spektrofluorometri. Energi yang di serap oleh molekul untuk transisi
elektronik ke level energi yang lebih tinggi harus dilepaskan kembali pada waktu
kembali ke level energi terendah. Energi yang dilepaskan ini dapat berupa panas
dan

untuk

beberapa

molekul

tertentu

sebagian

dari

energi

yang

diserap

dipancarkan kembali berupa cahaya (fluoresensi).

D. Penerapan dari Spektroskopi Fluoresensi


Hanya sedikit ion anorganik yang berpendar, yang paling dikenal adalah
ionuranil, UO22+. Umumnya alanisis fluorometrik melibatkan molekul organik.
Adabeberapa senyawa kelat logam yang berpendar yang memberikan metode yang
pekauntuk beberapa ion logam. Seringkali kelat logam diekstraksi dari dalam
larutanberair menjadi suatu pelarut organik sebelum pengukuran, suatu proses dan
sekaligusmemisahkannya dari ion-ion pengganggu dan mengkonsentrasikan spesies
yangberpendar. Misalnya, banyak terdapat reagensia flourometrik untuk aluminium
danberilium. Logam-logam yang lebih berat seperti Fe 2+, Co2+, Ni2+dan Cu2+
sebaliknyacenderung mematikan flourosens yang diperagakan oleh banyak zat
pengkelat itusendiri, hadinya logam itu dalam kompleks mendorong dibuangnya
energi yangdiserap secara tak radiantif.Kadang suatu analit yang tidak berpendar
dapat diubah menjadi suatu molekulyang berpendar kuat, dengan suatu reaksi yang
cepat dan kuantitatif, yang denganmuadah digabungkan ke dalam suatu prosedur
analitik keseluruhan. Misalnya,hormon epinefrin (adrenalin) mudah diubah menjadi
adrenolutin. Dalam larutan basa,anion folat dari adrenolutin berpendar dengan kuat
(eksitasi 360 nm; pancaran 530nm). Pasien dengan tumor tertentu pada kelenjar
adrenalin dan juga beberapa penderita tekanan darah tinggi menunjukkan kadar

efinefrina yang meningkat dalamair seninya. Hormon yang terdapat pada kadar
yang sangat rendah dapat dipekatkandari dalam volume besar air seni dengan
suatu prosedur penukar ion pada suatu pHdimana nitrogen amino diprotonkan
untuk membentuk suatu kation RNH 2-CH2,dielusi dalam sedikit volume dengan
ditukar-ganti dengan H+dan diolah seperti diatas untuk membentuk flourofor itu.
Beberapa

vitamin

dapat

ditetapkan

secara

fluorometrik.

Oksidasi

lembuttiamina (vitamin B1) oleh Fe(CN) 63-, misalnya akan menghasilkan suatu
produk yangdisebut tiokrom yang memperagakan fluoresens biru pada kondisi yang
tepat. Jikapancaran pendaran itu diukur terhadap dua porsi sampel, satu diolah
denganferisianida dan yang lain tidak, orang dapat mengurangi kontribusi
pengganggu

non-tiamina

yang

berpendar

untuk

meningkatkan

selektivitas.

Riboflavin (vitamin B1) danpiridoksin (B6) merupakan vitamin lain yang dapat
ditetapkan oleh fluoresensi.Meskipun kebanyakan asam amino tidak berpendar,
tetapi mudah bereaksidengan reagen fluoresamina untuk membentuk senyawa
yang sangat berpendar yangtelah digunakan dalam biokimia untuk mendeteksi
kuantitas.Metode fluoresensi sangat baik untuk menetapkan beberapa hidrokarbon
aromatik polisiklik yang telah dikelompokkan sebagai polutan prioritas oleh
Jawatan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA), yang mengatakan
bahwafluoresens

memberi

deteksi

yang

sangat

peka

terhadap

komponen-

komponen sampeltertentu dalam kromatografi cairan. Misalnya pada produk


Susu :Produk-produk susu mengandung beberapa fluorophores intrinsik. Misalnya
asamamino aromatik dan asam nukleat, triptofan, tirosin dan fenilalanin dalam
protein,vitamin A dan B2, Nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) dan klorofil,
danberbagai senyawa lainnya yang dapat ditemukan pada konsentrasi rendah atau
sangatrendah di produk makanan.

DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, I. 2003 Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri Derivatif.
Logika, Vol. 9(10). Jakarta.
Fatimah, syamsul dkk, 2009. Pengaruh Uranium Terhadap Analisis Thorium Menggunakan
Spektrofotometer Uv-Vis. Seminar Nasional V Sdm Teknologi Nuklir .
Yogyakarta
Hendayana, S. Kadarohman, A. Sumarna, A. dan Supriatna, A. 1994 . Kimia Analitik Instrumen,
edisi ke-1. IKIP Press. Semarang.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Alih bahasa: Saptorahardjo.
Indonesia Press. Jakarta

Universitas

Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz, G.S., dan Vyvyan, J. R. 2009. Introduction to Spectroscopi.
Sauders College: Philladelphia.
Santoni, A. 2009. Elusidasi Struktur Senyawa Metabolit Sekunder Kulit Batang Surian (Toona
sinensis) Meliaceae dan Uji Aktivitas Insektisida. Disertasi. Program Pascasarjana
Universitas Andalas: Padang.
Sitorus, M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha Ilmu: Yogyakarta.
http://andriyanto507.blogspot.com/2013/12/makalah-spektrofotometri-uv-visinfra.html (di akses pada hari, Minggu 8 Juni 2014)
https://wanibesak.wordpress.com/tag/prinsip-kerja-spektrofotometer/ (di akses pada hari,
minggu, 8 Juni 2014)
http://www.x3-prima.com/2009/08/analisis-spektrofluorometri.html (diakses pada hari, Minggu,
8 Juni 2014)
http://wocono.wordpress.com/2013/03/04/spektrofotometri-uv-vis/ (diakses pada hari, minggu,
8 juni 2014)

Anda mungkin juga menyukai