A. DEFINISI
Metode spektrofluorometri adalah suatu metode pengukuran berdasarkan sinar
yang berfluorosensi yang dipancarkan oleh zat uji dibandingkan dengan yang
dipancarkan oleh suatu baku tertentu. Pada umumnya cahaya yang diemisikan oleh
larutan berfluorsensi mempunyai intensitas maksimum pada panjang gelombang yang
biasanya 20nm hingga 30nm lebih panjang dari panjang gelombang radiasi eksitasi.
Fluorosensi adalah gejala dari suatu molekul stelah radiasi cahaya, melepas kembali
radiasi tadi dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Fluoresensi akan Nampak
jelas apabila penyerapan sinar pada daerah ultraviolet dan melepaskanya dalam daerah
gelombang Nampak
PRINSIP KERJA SPEKTROFLUOROMETRI
KEUNTUNGAN SPEKTROFLUOROMETRI
Dapat untuk mengukur konsentrasi sampel yang rendah (pikogram). Kepekaan
fluorimetri dapat diatur dengan penguatan aliran listrik yang terbentuk dari jalinan
fotosel. Spektroflurorimetri sangat mungkin menggunakan spectrum pilihan yang lebih
luas karena geseran Stokes dan adanya dua monokhromator yang dapat dipakai, atau
untuk spectrum yang mengenai sampel dan yang lain untuk spectrum fluroresensi yang
timbul. Untuk fluorimetri tidak diperlukan kuvet pembanding (referensi) tapi kurva
kalibrasi tetap harus dibuat
KERUGIAN SPEKTROFLUOROMETRI
Kelemahan yaitu ketergantungan pada keadaan lingkungan dan tidak ada
pegangan senyawa apa yang akan berfluoresensi. Masalah lain dalam fluorimetri adalah
penghapusan (quenching) yaitu energi yang seharusnya dilepas sebagai sinar fluoresensi
terserap oleh molekul lain. Atau sebaliknya bahan-bahan diluar sampel seperti bahan
pencuci (detergent), minyak pelumas, kertas saring atau kertas lap dapat mempengaruhi
pengukuran fluorimeter karena dapat melepas sinar fluoresensi sendiri.
Teknik flurometri dapat diperluas untuk mendeteksi adanya perubahan kimiawi
(chemical modification) seperti oksidasi, reduksi, hidrolisa, polimerisasi dan pembekuan.
Misalnya morfin dapat diukur dengan mengoksidasinya menjadi pseudomorfin yang
berfluoresensi, tertrasiklin kalau bergabung dengan kalsium berfluoresensi
FUNGSI SETIAP BAGIAN ALAT SPEKTROFLUOROMETRI
Sumber energi eksitasi
Banyak terdapat sumber radiasi. Lampu merkuri relatif stabil dan
memancarkan energi terutama pada panjang gelombang diskret. Lampu tungsten
memberikan energi kontinyu di daerah tampak. Lampu pancar xenon bertekanan
tinggi seringkali digunakan pada spektrofluorometer karena alat tersebut
merupakan sebuah sumber dengan intensitas tinggi yang menghasilkan energi
kontinyu dengan intensitas tinggi dari ultraviolet sampai inframerah.
Spektrofluorimeter
Ini menggunakan sepasang monokromator (grating) untuk menyeleksi radiasi
eksitasi dan emisi yang lebih akurat (memberikan kepekaan yang tinggi) sehingga
kesulitan-kesulitan tersebut diatas dapat diatasi. Monokromator pertama
mendispersikan cahaya dari sumber cahaya sehingga menghasilkan radiasi eksitasi
yang monokromatis. Sample yang tereksitasi kemudian berfluoresensi sehingga
merupakan sumber cahaya bagi monokromator kedua. Dengan alat ini dapat dibuat
spekrum eksitasi maupun emisi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, 1061, 1062, 1069, Departemen
Kesehatan Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi III, 775,776, Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta
Mulja, 1995, Analisis Instrumental, 90, Airlangga Univercity Press, Surabaya
FLUOROMETRI
Ada 2 peristiwa fluoresensi, yaitu fluoresensi dan fosforisensi. Pada fluoresensi,
pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar trjadi dalam waktu
yang sangat singkat setelah penyerapan (10-8 detik). Fluororesensi berasal dari transisi antara
tingkat-tingkat energi elektronik singlet dalam suatu molekul.
Pada fosforesensi, akan terjadi pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap
energi sinar trjadi dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Fosforesensi berasal dari
transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.
Proses Deaktivasi
Proses deaktivasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : tanpa pemancaran sinar dan dengan
pemancaran sinar. Deaktivasi yang tanpa melalaui pemancaran sinar dapat berupa :
1.
Pengendoran vibrasi, merupakan perpindahan energi vibrasi dan molekul yang tereksitasi.
Hal ini terjadi akibat kelebihan energi vibrasi yang dimiliki akan segera dilepaskan sebagai
akibat tabrakan-tabrakan antara molekul-molekul tersebut dengan molekul-molekul pelarut.
2.
Konversi ke dalam (internal conversion), merupakan suatu perpindahan tingkat energi,
yang mana suatu molekul akan pindah dari tingkat energi elektronik lebih tinggi ke tingkat
elektronik yang lebih rendah tanpa pemancaran sinar.
3.
Konversi ke luar (exsternal conversion), merupakan perpindahan energi dari proses
interaksi molekul-molekul lain.
4.
Lintasan antar sistem (intersystem crossing), merupakan pembalikan arah spin elektron
yang tereksitasi, misalnya berubah dari singlet ke triplet atau sebaliknya.
Ada beberapa variabel yang berpengaruh pada fluoresensi dan fosforesensi, yaitu : hasil kuantum
(efisiensi kuantum, quantum yield), pengaruh kekakuan struktur, pengaruh suhu, pengaruh
pelarut, pengaruh pH, pengarh oksigen terlarut, pemadaman sendiri (self quenching) dan
penyerapan sendiri.
adalah dengan prosedur pengkoplingan atau penggabungan reaksi antara molekul obat dengan
reagen fluorometrik yang sesuai membentuk spesies berfluoresensi yang disebut dengan
fluorofor.
Ada 3 keuntungan analisis fluorometri dan fosforimetri dibandingkan dengan
spektrofotometri absorbsi, yaitu : fluorometri lebih peka, fluorometri lebih selektif, dan pada
fluorometri gangguan spektral dapat dikurangi dengan cara merubah panjang gelombang eksitasi
atau emisi.
Sistem Instrumentasi
Peralatan pada fluoresensi dan fosforesensi dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu
: fluorometer penyaring dan spektrofluorometer.
Sumber sinar harus sangat intens dan sangat stabil karena intensitas fluoresensi
berbanding langsung dengan Io. Lampu merkuri dan xenon merupakan sumber radiasi yang
paling sering digunakan. Emisi lampu xenon terdistribusi pada kisaran penjang gelombang yang
luas, sedangkan emisi lampu merkuri memberikan intensitas yang sangat tinggi pada daerah
panjang gelombang tertentu, yaitu diantara 254-366 nm, sehingga sangat sesuai untuk radiasi
eksitasi.
Untuk memperoleh spesifik eksitasi dan mengurangi sesatan sinar, maka dipilih pita
radiasi yang sempit dari radiasi yang diemisikan oleh sumber sinar. Pemilihan ini dilakukan oleh
oleh penyaring eksitasi (excitation filter).
Sinar eksitasi selanjutnya melewati tempat sampel. Beberapa pelarut juga ada yang
berfluoresensi sehingga harus dilakukan pemilihan secara cermat. Wadah sampel yang berasal
dari gelas sudah cukup untuk analisis. Wadah sampel dari kuarsa harus digunakan pada panjang
gelombang di bawah 320 nm.
Sinar fluoresen diemisikan ke segala arah oleh sampel. Beberapa sinar yang
ditransmisikan akan dihamburkan (scattered) dalam arah ini dan sinar yang tidak diharapkan ini
akan dihilangkan dengan penyaring fluoresensi kedua yang dipilih sedemikian rupa sehingga
penyaring kedua ini akan mentransmisikan secara maksimal.
Alat spektroflurometer mempunyai 2 monokromator, yaitu satu monokromator digunakan
untuk panjang gelombang eksitasi dan yang lainnya digunakan untuk panjang gelombang emisi
FLUOROMETRI
Fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir
Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan
cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu
lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat fluoresensi. Fluorensensi berarti juga
kelihatan bersinar bila kena sinar. Definisi fluoresensi adalah pendaran sinar pada saat suatu zat
dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat rangsangan berupa
cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan
itu dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat
fluoresensi. Fluorensensi berarti juga kelihatan bersinar bila kena sinar.
Faktor yang berpengaruh pada fluororesensi sebagai berikut:
1. Temperatur (Suhu)
Kenaikan suhu mengakibatkan gesekan antar mol atau dengan mol pelarut. Energi akan
dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah menjadi bentuk lain.
1. Pelarut
Jika pelarut yang digunakan mengandung atom-atom yang berat (CBr4, C2H5I) maka intensitas
fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi gerakan spin dengan gerakan orbital elektron ikatan =
mempercepat LAS maka intensitas menjadi berkurang.
1. pH
pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic.
1. Oksigen terlarut
Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang
sebab :
a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa
b. Oksigen mempermudah LAS
Senyawa yang berfluoresensi adalah senyawa dengan struktur aromatik, atau struktur yang
mengandung ikatan rangkap terkonjugasi, yaitu elektron dan elektron n dalam dua ikatan
rangkap atau lebih, sehingga dalam molekul tersebut terdapat sejumlah elektron dengan
mobilitas tinggi dibandingkan dengan elektron lainya. Contoh senyawa berfluoresensi yaitu
Benzena, toluena, fluorobenzena, Chlorobenzena, Phenol, Anisole, Anilin, Benzoic acid,
Benzonitril.
Prinsip Fluorometri banyak digunakan dalam berbagai bidang, misalnya sebagai berikut:
1. Kesehatan
: Menganalisis obat-obatan
2. Pendidikan
: Menganalisis sampel
3. Pertanian
4. Industri
Fosforesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar dalam
waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Jika penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran
kembali masih dapat berlangsung. Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi
elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.
Fotoluminesensi terjadi hanya didalam beberapa molekul yang dapat mengalami emisi foton
yang tertentu setelah terjadi eksitasi yang kemudian kembali kekeadaan dasar. Banyak molekul
tidak mempunyai fotoluminesensi, walaupun dapat menyerap sinar ultraviolet.
Prinsip Fluoresensi
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh
berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom
yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali
keadaan semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi
merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju
ke keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik
sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik.
FLUOROMETRI
Ada 2 peristiwa fluoresensi, yaitu fluoresensi dan fosforisensi. Pada fluoresensi,
pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar trjadi dalam waktu
yang sangat singkat setelah penyerapan (10-8 detik). Fluororesensi berasal dari transisi antara
tingkat-tingkat energi elektronik singlet dalam suatu molekul.
Pada fosforesensi, akan terjadi pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap
energi sinar trjadi dalam waktu yang relatif lebih lama (10-4 detik). Fosforesensi berasal dari
transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik triplet ke singlet dalam suatu molekul.
Proses Deaktivasi
Proses deaktivasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : tanpa pemancaran sinar dan dengan
pemancaran sinar. Deaktivasi yang tanpa melalaui pemancaran sinar dapat berupa :
1.
Pengendoran vibrasi, merupakan perpindahan energi vibrasi dan molekul yang tereksitasi.
Hal ini terjadi akibat kelebihan energi vibrasi yang dimiliki akan segera dilepaskan sebagai
akibat tabrakan-tabrakan antara molekul-molekul tersebut dengan molekul-molekul pelarut.
2.
Konversi ke dalam (internal conversion), merupakan suatu perpindahan tingkat energi,
yang mana suatu molekul akan pindah dari tingkat energi elektronik lebih tinggi ke tingkat
elektronik yang lebih re3ndah tanpa pemancaran sinar.
3.
Konversi ke luar (exsternal conversion), merupakan perpindahan energi dari proses
interaksi molekul-molekul lain.
4.
Lintasan antar sistem (intersystem crossing), merupakan pembalikan arah spin elektron
yang tereksitasi, misalnya berubah dari singlet ke triplet atau sebaliknya.
Ada beberapa variabel yang berpengaruh pada fluoresensi dan fosforesensi, yaitu : hasil kuantum
(efisiensi kuantum, quantum yield), pengaruh kekakuan struktur, pengaruh suhu, pengaruh
pelarut, pengaruh pH, pengarh oksigen terlarut, pemadaman sendiri (self quenching) dan
penyerapan sendiri.
akan dihilangkan dengan penyaring fluoresensi kedua yang dipilih sedemikian rupa sehingga
penyaring kedua ini akan mentransmisikan secara maksimal.
Alat spektroflurometer mempunyai 2 monokromator, yaitu satu monokromator digunakan
untuk panjang gelombang eksitasi dan yang lainnya digunakan untuk panjang gelombang emisi
Banyak senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminesensi, artinya senyawa kimia tersebut
dapat dieksitasi oleh cahaya dan kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang
gelombangnya sama atau berbeda dengan panjang gelombang semula (panjang gelombang
eksitasi).
Variable-variabel yang mempengaruhi fluoresensi dan fosforesensi yaitu :
1.
Hasil kuantum (efisiensi kuantum, quantum yield)
Merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara jumlah molekul yang berfluoresensi
terhadap jumlah total molekul yang tereksitasi. Besarnya quantum () adalah : 0 1. Nilai
diharapkan adlah mendekati 1, yang berarti efisiensi fluoresensi sangat tinggi.
2.
Pengaruh kekakuan struktur
Fluoresensi dapat terjadi dengan baik jika molekul-molekul memiliki struktur yang kaku (rigid).
Contoh fluoren yang memiliki efisiensi kuantum () yang besar (mendekati 1) karena adanya
gugus metilen, dibandingkan dengan binefil yang memiliki efisiensi kuantum yang lebih kecil
(sekitar 0,2).
3.
Pengaruh suhu
Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum fluoresensi makin berkurang. Hal ini disebabkan
pada suhu yang lebih tinggi, tabrakan-tabrakan antar molekul atau tabrakan molekul dengan
pelarut menjadi lebih sering, yang mana pada peristiwa tabrakan, kelebihan energy molekul yang
tereksitasi dilepaskan ke molekup pelarut.jadi semakin tinggi suhu maka terjadinya konversi ke
luar besar, akibatnya efisiensi kuantum berkurang.
4.
Pengaruh pelarut
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengaruh pelarut pada fluoresensi, yaitu:
a.
Jika pelarut makin polar maka intensitas fluoresensi makin besar.
b.
Jika pelarut mengandung logam berat (Br, I atau senyawa lain), maka interaksi antara
gerakan spin dengan gerakan orbital elektron-elektron ikatan lebih banyak terjadi dan hal
tersebut dapat memperbesar laju lintasan antara sistem atau mempermudah pembentukan triplet
sehinga kebolehjadian fluorosensi lebih kecil, sedangkan kebolehjadian fosforesensi menjadi
lebih besar
5.
Pengaruh ph
a.
pH berpengaruh pada letak keseimbangan antar bentuk terionisasi dan bentuk tak
terionisasi. Sifat fluorosensi dari kedua bentuk itu berbeda. Sebagai contoh, fenol dalam suasana
asam akan berada dalam bentuk molekul utuh dengan panjang gelombang antara 285-365 nm
dan nilai = 18 M-1 cm-1 , sementara jika dalam suasana basa maka fenol akan terionisasi
membentuk ion fenolat yang mempunyai panjang gelombang antara 310-400 nm dan = 10 M-1
cm-1 .
6.
Pengaruh oksigen terlarut
Adanya oksigen akan memperkecil intensitas fluoresensi. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya oksidasi senyawa karena pengaruh cahaya (fotochemically induced oxidation).
Pengurangan intensitas fluorosensi disebut pemadaman sendiri atau quenching. Molekul oksigen
bersifat paramagnetik, dan molekul yang bersifat seperti ini dapat mempengaruhi dan
planaritas struktur. prosedur- prosedur yang menhasilkan fluorofor jga dapat memberikan
peningkatan sensitifitas dan spesifisitas metode pengujian dengan menggeser panjang gelombang
eksitasi dan emisi ke panjang gelombang yang lebih panjang sehingga gangguan-gangguan dari
senyawa lain menjadi minimal atau hilang sama sekali..
Metode kedua yang digunakan untuk menguah obat yang tdak berfluoresensi atau
metabolitnya menjadi senyawa yang berfluoresensi (fluorofor) adalah metode pengkoplingan
atau penggabungan gugus fungsional molekul organik tertentu dengan reagen fluoresen. diantara
reagen-reagen yang sangat popular yang tersedia di pasaran adalah fluoresamin, o-ftalaldehid,
dansil klorida dan NBD klorida.
Kerugian metode pembentukan fluorofor dengan pengoplingan adalah: (1) Spesifitasnya
masih kalah bagus jika dibandingkan dengan metode induksi kimia,(2) Adanya fluoresensi dasar
(background) yang tinggi yang disebabkan oleh reagen yang tidak ikut bereaksi, (3) Beberapa
tahap pemisahan terhadap kelebihan reagen biasanya di perlukan sebelum dilakukan pengukuran,
dan (4) Ketersedian reagen untuk gugus fungsional tertentu biasanya terbatas.
Metode-metode yang melibatkan pembentukan fluorofor yang mengandung ion-ion
anorganik juga menarik terutama untuk analisis sekelumit (trace analysis) ion tertentu.
Prosedurnya ada 2 kategori, kategori pertama melibatkan pembentukan khelat berfluoresensi
antara ion dengan senyawa organik dilanjutkan dengan pengukuran emisinya. Metode ini
bermanfaat untuk ion-ion logam non transisi yang mana kurang begitu kompetitif dengan proses
fluoresensi dalam keadaan tereksitasi. Kategori ke dua pada umumnya digunakan untuk analisis
anion. Penurunan intensitas fluoresensi diamati sebagai peningkatan kuantitas anion yang
ditambahkan. Efek ini disebabkan oleh pengaruh pemadaman (quenching) ion-ion organik pada
emisi fluoresensi senyawa organik.
Fosforisensi lebih di sukai terjadi pada eksitasi elektronyang tidak berpasangan (nonbonding elektron, n). Dan juga, adanya substitusi pada struktur molekul dengan halogen, logam
berat, dan gugus-gugus nitro (terutama yang dekat dengan elektron yang tereksitasi) akan
meningkatkan fosforisensi. Hal ini disebabkan adanya gugus-gugus fungsional tersebut yang
dapat mendorong transisi elektron dari keadaan tereksitasi singlet ke keadaan tereksitasi triplet
yang merupakan syarat untuk teramatinya fosforisensi
- See more at: http://erwinalien.blogspot.co.id/2014/07/variable-yang-mempengaruhifluoresensi.html#sthash.JTA79WBj.dpuf
tidak berfluoresensi, senyawa aromatis yang berisi electron tertentu yang tidak ditempat
normalnya akan berfluoresensi.
Radiasi yang dilepaskan dapat berkisar pada beberapa panjang gelombang, maka
spectrum fluoresensi berupa kumpulan atau pita spectrum. Spektrum fluoresensi biasanya tidak
tergantung panjang gelombang radiasi yang terserap. Spectrum fluoresensi hanya dapat
memberikan informasi pada saat kurang dari 10-8 detik. Intensitas dapat berkurang antara 10
15 % apabila suhu sampel menurun dari 30oC menjadi 20oC, maka diperlukan pengatur suhu agar
pengukuran dapat lebih tepat.
Pada fluorometri larutan zat disinari dengan sinar yang panjang gelombangnya di sekitar
panjang gelombang penyerapan maksimum yang berasal dari lampu raksa atau lampu pijar yang
telah disekat dengan filter. Intensitas fluoresensi diukur atau dibandingkan dengan intensitas
larutan baku. Sinar fluoresensi dibebaskan dari sinar hamburan dengan melewatkan sinar melalui
filter atau monokromator. Cara pengukuran pada daranya sama dengan cara spektrofotometri.
Karena zat organik yang berfluoresensi mungkin terurai secara fotokimia, penyinaran harus
dilakukan sesingkat mungkin. Oleh karena daerah dimana intensitas fluoresensi sebanding
dengan kadar umumnya sangat sempit, maka perbandingan
Detector berupa fotosel yang sangat peka misalnya fotomultiplier merah untuk panjang
gelombang lebih besar dari pada 500 nm.
Uji enzim dan analisa kinetika, enzim hidrolase dapat dengan mudah diukur melalui kecepatan
munculnya senyawa yang berflurosensi pada 450 nm.
Reaksi NAD+ dan NADP+, enzim dapat dilihat dalam keadaan aslinya (invitro), misalnya kadar
substrat enzim atau kofaktor yang sangat rendah.
Uji struktur protein. Beberapa jenis protein mengandung khromofore yang berfluoresensi
(misalnya tirosin dan FAD), maka protein juga berfluoresensi.
Penunjuk fluoresensi dan uji struktur membrane, Sifat fluoresensi molekul berubah oleh gerak
maupun arah gerak (polaritas) lingkungannya, maka deteksi senyawa fluoresensi dapat
memberikan petunjuk lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bashar,
Y.,
2013,
Makalah
Spektrofotometer,
http://yazhid28bashar.
blogspot.com/2013/04/makalah-spektrofotometer.html, diakses pada tanggal 19 Mei
2014.
Gandjar, I.B. & Abdul R., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal
252.
Ika, D., 2009, Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C dengan Metode Titrasi Asam
Basa, Jurnal Neutrino, No. 2, Vol. 1.
Karinda, M., dkk, 2013, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol
Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodometri, Pharmacon,
vol. 2 no. 1, ISSN 2302 2493, Manado.
Liyana, D.E. & Djarot S., 2010, Optimasi pH Buffer dan Konsentrasi Larutan Pereduksi
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) Dan Timah (II) Klorida (SnCl2) Dalam Penentuan Kadar
Besi Secara Spektrofotometri UV Vis, Prosiding Tugas Akhir Semester Genap
2010/2011, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Putro, P.K. & Asmedi S., 1996, Studi Banding Analisis Silicon Di Dalam Bahan Bakar
Uranium Silisida Secara Spektrofoometrik Dan Gravimetrik, Prosiding Presentasi
Ilmiah Dasar Bahan Bakar Nuklir, ISSN 1410-1998.
Triyati, E., 1985, Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak serta Aplikasinya dalam
Oseanologi, Oseana, vol. X, No.1, ISSN 0216-1877, Jakarta.
Wanenoor,
2010,
Penentuan
Kadar
Vitamin
E
Metode
Flurometri,
http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/ 2040190penentuan-kadar-vitamin-metode-flurometri/, diakses pada tanggal 19 Mei 2014.
Wocono, 2013, Spektrofotometri Infra Merah, http://wocono.wordpress.com/2013
03/03/spektrofotometri-infra-merah/, diakses pada tanggal 19 Mei 2014.
IV. Spektrofluorometri
Merupakan spektrofotometri emisi molekul di mana cahaya yang diukur adalah intensitas
fluoresens yang terjadi pada panjang gelombang tertentu (emisi) setelah analit dieksitasi dengan
cahaya pada panjang gelombang tertntu (eksitasi). Digunakan Untuk analisis senyawa yang
berfluoresensi, atau senyawa yang tidak dapat berfluoresensi namun dapat diubah menjadi
senyawa yang dapat berfluoresensi. Molekul yang dapat menyerap cahaya dengan kuat adalah
senyawa aromatik, heterosiklik dan konjugasi.. Molekul yang tereksitasi kembali ke ground state
dengan melepaskan cahaya dalam waktu kurang dari 10-9 detik. Kebanyakan molekul kembali ke
ground state dengan melepaskan panas sehingga tidak berfluoresensi.
Fraksi energi eksitasi yang diemisikan kembali sebagai fluoresens dinamakan efisiensi fluoresens
atau kuantum yield of fluorescense, .
= Jumlah foton(cahaya ) yang diemisikan /Jumlah foton(cahaya) yang diserap.
=F/(I0-IT )=F/Ia =F/2,3 I0 bc ; F=2,3 I0 bc =kc di mana k = 2,3 I0 b
F=Floresensi ; I0 =intensitas radiasi eksitasi ; IT = Intensitas radiasi yang diteruskan ; Ia =
intensitas radiasi yang diserap ; = Efisiensi ampelens ; = daya serap molar ; b= tebal sel ;
c=konsentrasi (M) ; k=tetapan dari berbagai faktor.
Prinsip kerja:
1. Cahaya polikromatis sumber cahaya diarahkan ke monokromator eksitasi
2. Monokromator eksitasi diset pada ex di mana analit menyerap cahaya cukup kuatdiarahkan ke
larutan sampel
3. Analit menyerap ex lalu molekul analit berfluoresensi atau menghasilkan cahaya em dengan
panjang gelombang > ex
4. Momokromator fluoresens posisi 900 diset pada em untuk mencegah gangguan cahaya eksitasi
dan cahaya hamburan dari sel atau pelarut.
5. Detektor kemudian mengubah energi fluoresens menjadi sinyal listrik
6. Amplifier memperesar sinyal listrikagar dapat disajikan pada display atau direkam dengan
sprinter dalam bentuk intensitas fluoresens, spektrum eksitasi atau emisi.
Faktor yang mempengaruhi intensitas ampelens:
Kadar: fluoresens makin kecil bila kadar makin kecil
Energi eksitasi: makin kecil ampelens bila intensitas cahaya makin kecil
Sturktur planar: molekul planar dengan sistem konjugasi meningkatkan fluoresens
Metode iluminasi
Oksigen dalam larutan (quencher): makin tinggi kadar Quencher makin lemah ampelens
PH Penurunan PH meningkatkan fluoresens bentuk molekul dan menurunkan bentuk ion dari
fenol.
Fotodekomposisi:Makin kuat serapan radiasi makin besar kesalahan karena penguraian oleh
radiasi.
Suhu dan viskositas: Makin tinggi suhu dan makin kecil kekentalan, makin kecil fluoresens
karena deaktivasimolekul tereksitasi oleh kolisi.
Quenching: Deaktivasi non-radiatif dari molekul tereksitasi oleh suatu zat sehinggamenurunkan
intensitas fluoresens. Zat tersebut dinamakan quencher.
Quencher dapat berasal dari matrik sampel atau pelarut
Sumber cahaya:
1. Xenon arc lamp: nyala lampu terjadi karen ionisasi gas Xe dengan tegangan tinggi, kemudian
arus dan tegangan dipertahankan 7,5A, 20 V(750W). Nyala lampu mencakup panjang
gelombang UV-Vis. Kompartemen lampu didinginkan dengan kipas.Iradiasi UV terhadap O2
menghasilkan O3 yang toksis (peru ventilasi).
2. Lampu Merkuri: Intensitas cahaya ini terkonsentrasi pada 254 dan 365 nm yang bermanfaat
sebagai radiasi eksitasi.
Filter emisi: Untuk menyerap cahaya hamburan dari cahaya eksitasi. Untuk instrumen modern
digunakan monokromator.
Sel: wadah larutan sampel untuk pengukuran, terbuat dari gelas atau silika. Tetapi dibawah 320
nm diperlukan sel kwarsa atau sel silika.
Detektor: mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Yang ering digunakan adalah
phototube, photomultiplier tube, diode array detektor
TEORI SPEKTROSKOPI FLUOROMETRI
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi
setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena
proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi.
Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan melepaskan
energi
yang
berupa
cahaya
(de-eksitasi).
Fluoresensi
merupakan
proses
perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke
keadaan stabil (ground states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano
detik sedangkan proses fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai
dengan 1000 mili detik.
Teknik analisis spektrofluorometri adalah termasuk salah satu tenik analisis
instrumental disamping teknik kromatografi dan elektroanalisis kimia. Teknik
tersebut
memanfaatkan
fenomena
interaksi
materi
dengan
gelombang
umum
dapat
diilustrasikan
dengan
diagram
Jablonski
(Veberg, 2006), seperti yang ditunjukkan pada Gambar di bawah. Menurut diagram
Jablonski energi emisi lebih rendah dibandingkandengan eksitasi. Ini berarti bahwa
emisi fluoresensi yang lebih tinggi terjadi padapanjang gelombang dari penyerapan
(eksitasi). Perbedaan antara eksitasi dan panjanggelombang emisi dikenal sebagai
pergeseran Stoke.
Luminesensi.
Yaitu emisi fotons dari keadaan tereksitasi elektronik. Terdapat dua tipe luminesensi
antara lain : a. Relaksasi dari keadaan eksitasi singlet excited. b. Relaksasi dari
B. Absorbsi
Ketika suatu atom atau molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hA
maka elektron-elektron pada kondisi dasar (ground sate) S0akan berpindah ke
tingkat energi yang lebih tinggi ke tinggat S1 atau S2. Waktu yang dibutuhkan
untuk proses tersebut kurang dari 1piko detik.
Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada kondisi S1 dalam
waktu yang sangat singkat sekitar 10-1ns, kemudian atom tersebut akan
melepaskan sejumlah energi sebesar hfyang berupa cahaya. Karenanya energi
atom semakin lama semakin berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi
dasar S0 untuk mencapai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium).
Emisi fluoresensi dalam bentuk spektrum yang lebar terjadi akibat perpindahan
tingkat energi S1 menuju ke sub-tingkat energi S0 yang berbeda-beda yang
menunjukan tingkat keadaan energi dasar vibrasi atom 0, 1, dan 2 berdasarkan
prinsip Frank-Condon.
C. Instrumen
untuk
beberapa
molekul
tertentu
sebagian
dari
energi
yang
diserap
efinefrina yang meningkat dalamair seninya. Hormon yang terdapat pada kadar
yang sangat rendah dapat dipekatkandari dalam volume besar air seni dengan
suatu prosedur penukar ion pada suatu pHdimana nitrogen amino diprotonkan
untuk membentuk suatu kation RNH 2-CH2,dielusi dalam sedikit volume dengan
ditukar-ganti dengan H+dan diolah seperti diatas untuk membentuk flourofor itu.
Beberapa
vitamin
dapat
ditetapkan
secara
fluorometrik.
Oksidasi
lembuttiamina (vitamin B1) oleh Fe(CN) 63-, misalnya akan menghasilkan suatu
produk yangdisebut tiokrom yang memperagakan fluoresens biru pada kondisi yang
tepat. Jikapancaran pendaran itu diukur terhadap dua porsi sampel, satu diolah
denganferisianida dan yang lain tidak, orang dapat mengurangi kontribusi
pengganggu
non-tiamina
yang
berpendar
untuk
meningkatkan
selektivitas.
Riboflavin (vitamin B1) danpiridoksin (B6) merupakan vitamin lain yang dapat
ditetapkan oleh fluoresensi.Meskipun kebanyakan asam amino tidak berpendar,
tetapi mudah bereaksidengan reagen fluoresamina untuk membentuk senyawa
yang sangat berpendar yangtelah digunakan dalam biokimia untuk mendeteksi
kuantitas.Metode fluoresensi sangat baik untuk menetapkan beberapa hidrokarbon
aromatik polisiklik yang telah dikelompokkan sebagai polutan prioritas oleh
Jawatan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA), yang mengatakan
bahwafluoresens
memberi
deteksi
yang
sangat
peka
terhadap
komponen-
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, I. 2003 Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri Derivatif.
Logika, Vol. 9(10). Jakarta.
Fatimah, syamsul dkk, 2009. Pengaruh Uranium Terhadap Analisis Thorium Menggunakan
Spektrofotometer Uv-Vis. Seminar Nasional V Sdm Teknologi Nuklir .
Yogyakarta
Hendayana, S. Kadarohman, A. Sumarna, A. dan Supriatna, A. 1994 . Kimia Analitik Instrumen,
edisi ke-1. IKIP Press. Semarang.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Alih bahasa: Saptorahardjo.
Indonesia Press. Jakarta
Universitas
Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz, G.S., dan Vyvyan, J. R. 2009. Introduction to Spectroscopi.
Sauders College: Philladelphia.
Santoni, A. 2009. Elusidasi Struktur Senyawa Metabolit Sekunder Kulit Batang Surian (Toona
sinensis) Meliaceae dan Uji Aktivitas Insektisida. Disertasi. Program Pascasarjana
Universitas Andalas: Padang.
Sitorus, M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha Ilmu: Yogyakarta.
http://andriyanto507.blogspot.com/2013/12/makalah-spektrofotometri-uv-visinfra.html (di akses pada hari, Minggu 8 Juni 2014)
https://wanibesak.wordpress.com/tag/prinsip-kerja-spektrofotometer/ (di akses pada hari,
minggu, 8 Juni 2014)
http://www.x3-prima.com/2009/08/analisis-spektrofluorometri.html (diakses pada hari, Minggu,
8 Juni 2014)
http://wocono.wordpress.com/2013/03/04/spektrofotometri-uv-vis/ (diakses pada hari, minggu,
8 juni 2014)