Anda di halaman 1dari 52

SPEKTROFLUOROM

ETRI
Oleh 
Kelompok 3
Nur Asni H. Asapa : 9173121906201.008
Wahyu Ilyas M. : 917312906201.012
Gusti Ayu Kadek : 917312906201.013
TINJAUAN UMUM
 Fluorosensi

Peristiwa yg mana suatu senyawa obat atau


senyawa kimia dapat dieksitasikan oleh
radiasi elektromagnetik dan kemudian
memancarkan kembali sinar yg λ nya sama
atau berbeda dg panjang gelombang semula (λ
eksitasi).
 Pada peristiwa fluorosensi, pemancaran
kembali sinar oleh molekul obat yang telah
menyerap energi sinar terjadi dalam waktu yg
sangat singkat setelah penyerapan (10 -8
detik).

 Pada fosforesensi, akan terjadi pemancaran


kembali sinar oleh molekul yg telah menyerap
energi sinar dalam waktu yg relatif lama (10 -4
detik).
MOLEKUL YANG MAMPU
BERFLUORESENSI
 Secara umum, fluoresensi dikaitkan dg sistem
kromofor/ausokrom dan struktrur kaku (rigid)
 Sistem ikatan rangkap terkonjugasi memiliki struktur yang
planar dan kaku sehingga akan mampu menyerap secara
kuat di daerah 200-800 nm pd radiasi elektromagnetik.
 Senyawa yg mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi
merupakan kandidat senyawa yg mampu berfluoresensi.
 Modifikasi struktur terhadap senyawa-senyawa dapat
menurunkan atau meningkatkan intensitas fluoresensi
tergantung pd sifat dan letak gugus substituen.
FLUORESENSI (F)
 Pemancaran sinar dari S1      
S0
 Waktunya amat singkat (10­8) 
detik
 Jika eksitasi 
dihentikan,fluoresensi 
terhenti
 Emisi foton sama nilainya 
dengan energi ang diserap 
oleh suatu molekul.
METODE 
SPEKTROFLUOROMETRI

 adalah suatu  metode  pengukuran  berdasarkan 


sinar  yang  berfluoresensi.  Fluoresensi  adalah 
gejala  dari  suatu  molekul  setelah  radiasi 
cahaya,  melepas  kembali  radiasi  tadi  dengan 
panjang  gelombang  yang  lebih  panjang. 
Fluroresensi  akan  nampak  jelas  apabila 
penyerapan  sinar  pada  daerah  ultraviolet  dan 
melepaskannya  dalam  daerah  gelombang 
nampak
PRINSIP FLUORESENSI
 Fluoresensi  adalah  proses  pemancaran  radiasi  cahaya 
oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya 
berenergi  tinggi.  Emisi  cahaya  terjadi  karena  proses 
absorbsi  cahaya  oleh  atom  yang  mengakibatkan 
keadaan  atom  tereksitasi.  Keadaan  atom  yang 
tereksitasi  akan  kembali  keadaan  semula  dengan 
melepaskan  energi  yang  berupa  cahaya  (de­eksitasi). 
Fluoresensi  merupakan  proses  perpindahan  tingkat 
energi  dari  keadaan  atom  tereksitasi  (S1  atau  S2) 
menuju  ke  keadaan  stabil  (ground  states).  Proses 
fluoresensi  berlangsung  kurang  lebih  1  nano  detik 
sedangkan  proses  fosforesensi  berlangung  lebih  lama, 
sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik
Prinsip dasar spektrofluorometri adalah sinar 
monokromatis penyebab promosi elektron 
pada senyawa organik atau atom, yang 
kemudian elektron mengalami kehilangan 
sebagian energi kinetiknya, dan selanjutnya 
elektron kembali ke tingkat dasar dengan 
mengemisikan sinar dengan panjang 
gelombang yang lebih besar. Sinar 
monokromatis penyebab promosi elektron 
dinamakan sinar eksitasi. Sinar yang 
diemisikan oleh elektron dari senyawa disebut 
sinar emisi (Rohman dan Gandjar, 2007)
SPEKTROFOTOMETER
KOMPONEN­KOMPONEN 
SPEKTROFLUOROMETER
Dari gambar dapat dilihat bahwa 
komponen spektrofluorometer hampir 
sama dengan komponen 
spektrofotometer. Ada perbedaan 
antara keduanya yakni 
Spektrofluorometer memiliki dua 
monokromator dimana salah satu 
digunakan untuk panjang gelombang 
eksitasi dan yang lainnya digunakan 
untuk panjang gelombang emisi.
PERBEDAAN FLUORESENSI 
DENGAN SPEKTROFOTOMETRI

Kepekaan analisis pada 
1.
spektrofluorimetri dapat dipertinggi 
dengan menaikkan intensitas sumber 
cahaya

2. Analisis spektrofluorimetri lebih 
selektif dan lebih sensitif
keuntungan analisis fluorometri dan 
fosforimetri dibandingkan dengan 
spektrofotometri absorbsi, yaitu :

fluorometri lebih peka, fluorometri lebih 
selektif, dan pada fluorometri gangguan 
spektral dapat dikurangi dengan cara 
merubah panjang gelombang eksitasi atau 
emisi
KEUNTUNGAN DARI ANALISIS 
FLUORESENSI
Kepekaan yang baik karena :
1. Intensitas  dapat diperbesar dengan 
menggunakan sumber eksitasi yang tepat
2. Detektor yang digunakan seperti tabung 
pergandaan foto sangat peka
3. Pengukuran energi emisi lebih tepat 
daripada energi terabsorbsi
4. Dapat mengukur sampai kadar 10­4 ­10­9 M
 Gugus-gugus yg memberikan elektron ( elektron donating group ),
contohnya : gugus hidroksil, amino, metoksi yg terikat secara
langsung pada sistem ikatan Π dapat memfasilitasi terjadinya
proses fluoresensi.
 Gugus penarik elektro ( electron withdrawing group ), contoh :
nitro, bromo, iodo, siano, karboksil cenderung mengurangi
intensitas fluoresensi.
 Penambahan banyaknya ikatan rangkap terkonjugasi dalam sistem
meyebabkan peningkatan fluoresensi utamanya jika dalam struktur
aromatis heterosiklik, yakni suatu struktur aromatis yang mengandung
gugus N,S dan O.
 Intensitas senyawa heterosiklik yang mengandung gugus –NH
seringkali meningkat pd pH asam yang mana gugus nitrogen
mengalami protonisasi.
SENYAWA YG BERFLUORESENSI
DIBEDAKAN MENJADI DUA :

1. Senyawa yg secara alami mampu berfluoresensi


(intrinsik/natif)
2. Senyawa2 yg dapat berfluoresensi setelah diperlakukan
direaksikan dengan reagen tertentu
1. SENYAWA­SENYAWA 
BERFLUORESENSI INTRINSIK

 Beberapa obat dapat diukur secara langsung dalam berbagai pelarut


 Jenis pengukuran tergantung pada karakteristik fluoresensi suatu
struktur molekul senyawa
 Fluoresensi tergantung juga pada lingkungan pengukuran, pengaruh
pelarut dan suhu
CONTOH SENYAWA2 OBAT YG BERFLUORESENSI SECARA
INTRINSIK
(GANDJAR DAN ROHMAN, 2007)
Senyawa Pelarut pH λeksitasi λemisi
Asam folat air 6 317 440
Asam salisilat air 10 310 400

Estrogen air 13 490 546


Fenobarbital air 13 278 325
Griseofulvin air 7 295,335 450
Insulin air 6 490 520
Kinidin air 1 350 450
Sulfanilamid air 13 315 530
Vitamin E etanol ­ 295 340
Warfarin metanol ­ 290,342 395
Propanolol Amil asetat ­ 293 344
2. PENGUBAHAN SENYAWA MENJADI 
FLUORESEN

 Jika suatu senyawa tdk berfluoresensi secara intrinsik, maka senyawa


tsb harus diubah menjadi senyawa yg berfluoresen untuk dpt
dianalsis.
 Cara yg dapat dilakukan :

1. Radiasi dg UV

2. Hidrolisis

3. Dehidrasi dg asam kuat

4. Pengkoplingan atau penggabungan reaksi antara molekul obat dg


reagen fluorometrik untuk membentuk spesies berfluoresensi yg
disebut dg fluorofor
BEBERAPA SENYAWA OBAT YG DAPAT DIANALISIS DG
METODE FLUORESENSI SETELAH MENGUBAHNYA MENJADI
FLUOROFOR

Senyawa Metode Λ eksitasi Λ emisi


Sulfadiazin Reaksi dg fluoresamin 405 485
Sulfametoks Reaksi dg fluoresamin 405 485
asol
Teofilin Oksidasi dg serium (IV) 325 400
Tetrasiklin Pengkomplekan dg kalsium dan asam  355 414
barbiturat

Gentamisin Reaksi dg dansil klorida 405 485


Glukosa Reaksi dgf 2­sianoasetamid 331 383
Penisilin Pengkoplingan dg 2­metoksi­6­kloro­ 420 500
9­β­aminoetilakridin

Progesteron Reaksi dg asam format 419 472


SISTEM INSTRUMENTASI
 Peralatan pada  fluoresensi dan fosforesensi dapat 
digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu : 
fluorometer penyaring dan spektrofluorometer.
 Sumber sinar harus sangat intens dan sangat stabil 
karena intensitas fluoresensi berbanding langsung 
dengan Io. Lampu merkuri dan xenon merupakan 
sumber radiasi yang paling sering digunakan. 
Emisi lampu xenon terdistribusi pada kisaran 
penjang gelombang yang luas, sedangkan emisi 
lampu merkuri memberikan intensitas yang sangat 
tinggi pada daerah panjang gelombang tertentu, 
yaitu diantara 254­366 nm, sehingga sangat sesuai 
untuk radiasi eksitasi
 Untuk memperoleh spesifik eksitasi dan 
mengurangi sesatan sinar, maka dipilih pita 
radiasi yang sempit dari radiasi yang diemisikan 
oleh sumber sinar. Pemilihan ini dilakukan oleh 
oleh penyaring eksitasi (excitation filter).

 Sinar eksitasi selanjutnya melewati tempat 
sampel. Beberapa pelarut juga ada yang 
berfluoresensi sehingga harus dilakukan 
pemilihan secara cermat. Wadah sampel yang 
berasal dari gelas  sudah cukup untuk analisis. 
Wadah sampel dari kuarsa harus digunakan pada 
panjang gelombang di bawah 320 nm.
LANJUTAN.,……………

 Sinar  fluoresen  diemisikan  ke  segala  arah 


oleh  sampel.  Beberapa  sinar  yang 
ditransmisikan  akan  dihamburkan 
(scattered)  dalam  arah  ini  dan  sinar  yang 
tidak  diharapkan  ini  akan  dihilangkan 
dengan   penyaring  fluoresensi  kedua  yang 
dipilih  sedemikian  rupa  sehingga  penyaring 
kedua  ini  akan  mentransmisikan   secara 
maksimal
PREPARASI SEDIAAN OBAT 
MULTIKOMPONEN UNTUK ANALISIS 
KUANTITATIF  DENGAN 
SPEKTROFLUOROMETRI

1. Sampel  tablet  yang  akan  dianalisis  harus 


representatif  untuk  menghindari  resiko 
adanya  hasil  analisis  yang  keluar  dari 
spesifikasi  yang  ditentukan.  Contoh  : 
Menurut  Farmakope,  untuk  analisis  tablet 
parasetamol  dibutuhkan  sampel  sebanyak 
20 tablet parasetamol 500 mg
LANJUTAN…………….

2.Sediaan cair : dapat dilakukan 
pengukuran secara langsung, atau 
diencerkan atau dipekatkan terlebih 
dahulu dengan pelarut organik
3.Sediaan steril (injeksi) : dapat 
dilakukan pengukuran secara 
langsung
LANJUTAN……………

4. Sediaan semi padat Isolasi obat dalam salep 
harus ditunjukkan pada dasar salepnya :
a. Salep lemak bulu domba alkohol, biasanya 
dilarutkan dalamkloroform atau eter
b. Salep hidrofil, dilarutkan dalam kloroform 
atau eter
c. Salep lanolin, dilarutkan dalam kloroform 
atau eter
d. Salep Polietilen glikol, dilarutkan dalam 
etanol atau air
FAKTOR­FAKTOR YANG 
BERPENGARUH PADA 
FLUORESENSI 

1. Hasil kuantum (efisiensi kuantum, quantum yield)


Merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara
jumlah molekul yang berfluoresensi terhadap jumlah total
molekul yang tereksitasi. Besarnya quantum (ɸ) adalah : 0
≤ ɸ ≤ 1. Nilai ɸ diharapkan adlah mendekati 1, yang berarti
efisiensi fluoresensi sangat tinggi
2. Temperatur (Suhu)
a. efisiensi fluoresensi (EF) berkurang pada
suhu yang dinaikkan
b. Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar
molekul atau dengan molekul pelarut
c. Energi akan dipancarkan sebagai sinar
fluoresensi diubah menjadi bentuk lain
misal : EC
3. Pelarut
a. Jika pelarut makin polar maka intensitas 
fluoresensi makin besar
b. Jika pelarut mengandung logam berat (Br, I 
atau senyawa lain), maka interaksi antara 
gerakan spin dengan gerakan orbital elektron­
elektron ikatan lebih banyak terjadi dan hal 
tersebut dapat memperbesar laju lintasan 
antara sistem atau mempermudah 
pembentukan triplet sehinga kebolehjadian 
fluorosensi lebih kecil, sedangkan 
kebolehjadian fosforesensi menjadi lebih besar
OH
4. pH
pH mempengaruhi λ eks = 285 λ eks = 310
keseimbangan bentuk λ em = 365 λ em = 410
molekul dan Int = 18 Int = 10
ionic
Phenol Phenolat

pH berpengaruh pada letak keseimbangan antar bentuk


terionisasi dan bentuk tak terionisasi. Sifat fluorosensi dari
kedua bentuk itu berbeda. Sebagai contoh, fenol dalam
suasana asam akan berada dalam bentuk molekul utuh
dengan panjang gelombang antara 285-365 nm dan nilai
ε = 18 M-1 cm-1 , sementara jika dalam suasana basa
maka fenol akan terionisasi membentuk ion fenolat yang
mempunyai panjang gelombang antara 310-400 nm dan ε
= 10 M-1 cm-1
5. Oksigen terlarut
Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan
menyebabkan intensitas fluoresensi berkurang sebab :
a. Oksigen terlarut oleh pengaruh cahaya dapat
mengoksidasi senyawa yang diperiksa
b. Oksigen mempermudah LAS

Adanya oksigen akan memperkecil intensitas fluoresensi.


Hal ini disebabkan oleh terjadinya oksidasi senyawa
karena pengaruh cahaya (fotochemically induced
oxidation). Pengurangan intensitas fluorosensi disebut
pemadaman sendiri atau quenching. Molekul oksigen
bersifat paramagnetik, dan molekul yang bersifat seperti
ini dapat mempengaruhi dan mempermudah lintasan
antara sistem sehingga memperkecil kemungkinan
fluorosensi, sebaliknya memperbesar kebolehjadian
fosforesensi
6. Kekakuan struktur (structural rigidity) Struktur
yang rigid (kaku) mempunyai intensitas yang
tinggi

Bifenil
Fluoren
EF = 0,20

Adanya -CH2- pada fluoren menyebabkan strukturnya lebih


kaku.

Fluoresensi dapat terjadi dengan baik jika molekul-molekul


memiliki struktur yang kaku (rigid). Contoh fluoren yang
memiliki efisiensi kuantum (ɸ) yang besar (mendekati 1)
karena adanya gugus metilen, dibandingkan dengan binefil
yang memiliki efisiensi kuantum yang lebih kecil (sekitar
0,2)
7. Pemadaman sendiri dan penyerapan sendiri
 Pemadaman  sendiri  di  sebabakan  oleh 
tabrakan­tabrakan  antar  molekul  zat  itu 
sendiri.  Tabrakan­tabrakan  itu  menyebabkan 
energi  yang  tadinya  akan  dilepaskan  sebagai 
sinar  fluorosensi  ditransfer  ke  molekul  lain, 
akibatnya  intensitas  berkurang.  Salah  satu 
proses  pemadaman  sendiri  dapat  ditulis 
sebagai berikut:
 Molekul  analit  tereksitas  +  pemadaman 
menjadi  molekul  analit  berkeadaan  dasar  + 
pemadam+ energi
HUBUNGAN STRUKTUR 
MOLEKUL DAN 
FLUORESENSI 
 Struktur molekul yang mempunyai ikatan 
rangkap mempunyai sifat fluoresensi 
karena strukturnya kaku dan planar
 EDG (OH­, ­NH2, OCH3) yang terikat pada 
sistem  dapatmenaikkan intensitas 
fluoresensi
 EWG (NO2, Br, I, CN, COOH) dapat 
menurunkan bahkan menghilangkan sifat 
fluoresensi
 Penambahan ikatan rangkap (aromatik 
polisiklik) dapat menaikkan fluoresensi
Pengaturan pH dapat merubah intensitas fluoresensi,
Contoh :
Phenol menjadi phenolat  menaikkan fluoresensi
Amina aromatik menjadi ammonium aromatik 
menurunkan fluoresensi
Heterosiklis dengan atom N, S dan O
mempunyai sifat fluoresensi
Heterosiklis dengan gugus NH, jika medianya
asam akan menaikkan intensitas fluoresensi
BEBERAPA OBAT YANG 
BERSIFAT FOSFORISENSI 
Senyawa  eks  fos Waktu Kondisi
Aspirin 240 380 2,1 EPA
Bennocaine 310 430 3,4 Epharm
Cocaine 240 400 2,7 Ethanol
Diazepam 290,325 400,470,510 0,07 EW
Iproniazid 300,370 440 - EW
Papaverine 260 480 1,5 Ethanol
Phenacetin 410 499 - EPA
Strychnin PO4 290 440 1,2 Ethanol
Thioridazine 335 500 0,07 EW
EW : Ethanol – water = 1 : 1
EPA : campuran Diethyleter-isopentane-ethanol (5:5:2)
 Gugus­gugus yang memberikan elektron (elektron 
donating groups) seperti gugus hidroksil, amino atau 
metoksi yang terikat secara langsung pada sistem 
ikatan п dapat memfasilitasi terjadinya proses 
fluoresensi. Gugus­gugus yang menarik elektron 
(elektron withdrawing groups) seperti nitro, bromo, 
iodo, siano, atau karboksil cenderung mengurangi 
intensitas fluoresensi. Untuk obat­obat yang 
mempunyai gugus fungsional yang dapat terionisasi 
yang terikat pada siste konjugasi, pemilihan ph dapat 
mempengaruhi sensitifitas dan selektifitas pengujian. 
Dalam kasus senyawa fenol, ionisasi menjadi anion 
fenolat biasanya mendorong fluoresensi; sementara itu 
perubahan amin aromatis menjadi kation amonium 
aromatis menghambat proses fluoresensi
ANALISIS IBUPROFEN SIRUP 
SECARA 
SPEKTROFLUOROMETRI

 A. Alat­alat
Timbangan analitik, Spektrofluorometer, Alat 
sonikator, Alat sentrifuge, Glassware

 B. Bahan
Ibuprofen standar
Sampel ibuprofen sirup
NH3 0,2 M
Aquadest
CARA KERJA
UJI KESERAGAMAN BOBOT:
1. Menimbang  3 botol sampel satu persatu.

2. Tandai batas volume isi pada botol.

3. Keluarkan sirup, tuangkan ke dalam gelas beker 250 
ml.
4. Masukkan aquadest ke dalam botol sirup sampai 
tanda.
5. Tuangkan aquadest ke dalam gelas ukur 100 ml, catat 
volume.
6. Lakukan sesuai prosedur di atas sampai tiga botol 
sampel.
7. Hitung volume rata­rata, nilai standar deviasi, dan CV
LANJUTAN……………

PEMBUATAN LARUTAN  NH4OH 0,2 M
Ambil ammonia pekat (25% b/b atau 13,4 M) 
sebanyak 3,70 ml. Masukkan ke dalam labu takar 
250,0 ml, tambahkan aquadest hingga tanda

PENENTUAN PANJANG GELOMBANG EKSITASI & 
PANJANG GELOMBANG EMISI
penentuan panjang gelombang menggunakan 
konsentrasi tengah pada kurva baku
LANJUTAN…………………

PEMBUATAN KURVA BAKU IBUPROFEN
1. Menimbang serbuk ibuprofen standar sebanyak 
20 mg.
2. Masukkan ke dalam labu takar 50,0 ml. 
Tambahkan NH4OH 0,2 M hingga tanda.
3. Buat lima larutan seri kadar kurva baku 
dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 
mikrogram/ml.
4. Intensitas dibaca dengan alat 
spektrofluorometer pada panjang gelombang 
eksitasi dan emisi yang telah ditetapkan.
LANJUTAN…………….

Penetapan Kadar Sampel (Damiani, et.al, 2000)
 Tiga botol sirup isinya dicampur hingga 
homogen.
 Ambil 1,0 ml sirup ad 50,0 ml NH4OH 0,2 M.

 Lakukan sonifikasi selama 10 menit, lanjutkan 
dengan sentrifuge, lalu saring larutan.
 Ambil 1,0 ml larutan ad 10 ml NH4OH 0,2 M.

 Larutan dibaca pada panjang gelombang eksitasi 
dan emisi.
 Lakukan pengenceran hingga intensitas berada 
pada range 20­80.
 Lakukan replikasi sebanyak tiga kali
Konsentrasi Larutan Standar Ibuprofen
C = 20 mg/ 50 ml = 0,4 mg/ml = 400 mikrogram/ml

Pembuatan Larutan Seri Kadar Kurva Baku
       M1. V1 = M2. V2
       V1 = (M2. V2) / M1

Rumus Perhitungan Kadar Ibuprofen
HASIL
 Penentuan Panjang Gelombang Eksitasi 
dan Emisi
Pembuatan Kurva Baku
Uji Keseragaman Bobot dan 
Penetapan Kadar Sampel
 Pada  percobaan  tersebut  dilakukan  uji  kuantitatif 
terhadap  ibuprofen  dalam  sediaan  sirup  dengan 
menggunakan  metode  spektrofluorometri.  Metode 
ini dipilih karena lebih peka dan spesifik. Ibuprofen 
dapat  diuji  dengan  spektrofluorometri  karena 
memiliki gugus kromofor.
 Pelarut yang digunakan dalam analisis ibuprofen ini 
adalah ammonium hidroksida 0,2 M. NH4OH  dapat 
melarutkan  ibuprofen,  serta  mempengaruhi  pH 
larutan menjadi basa
 Tiga  botol  sampel  diuji  keseragaman  bobotnya 
dengan hasil volume rata­rata sirup 60,667 ml. Nilai 
CV  sebesar  0,951%  atau  lebih  kecil  daripada  nilai 
batas  5,0%  yang  artinya  bobot  ketiga  botol  sirup 
seragam
 Analisis kuantitatif didahului dengan 
pengukuran panjang gelombang eksitasi yang 
hasilnya 263 nm, sedangkan panjang 
gelombang emisi 294 nm. Hasil ini tidak jauh 
berbeda dengan panjang gelombang secara 
teoritis. 
 Pengukuran kurva baku terhadap lima seri 
kadar memperoleh nilai R sebesar 0,9812 dan 
persamaan regresi linear y = 39,3765 x + 
12,4805. Nilai R praktikum ini lebih besar dari 
R tabel (0,8783); artinya secara statistik metode 
spektrofluorometri ini valid untuk digunakan 
menguji ibuprofen
 Perlakuan sampel menggunakan sonikasi dengan 
tujuan melarutkan partikel­partikel sirup secara 
sempurna. Proses sentrifugasi dilakukan untuk 
mengendapkan partikel tidak larut dari zat eksipien 
dalam sirup ibuprofen, dilanjutkan dengan 
penyaringan agar tidak ada residu partikel yang 
dapat mengganggu dalam pembacaan larutan pada 
spektrofluorometer
 Berdasarkan perhitungan, kadar sampel replikasi ke 
II harus ditolak karena tidak masuk rentang kadar 
penerimaan yaitu (1066,282 < x < 2177,886) mg. Batas 
kesalahan sangat besar yaitu 555,802 mg dengan 
taraf kepercayaan 95%. Faktor pengenceran sebesar 
25.000 kali. Sehingga kadar rata­rata ibuprofen dalam 
sampel adalah 1622,084 mg/botol atau sebanyak 135,0 
mg/5 ml
 Rohman, A., dan Gandjar, I.G. 2007. Kimia 
Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka 
Pelajar.
 Depkes RI. 1994. Farmakope Indonesia Edisi 
Ke­Empat. Jakarta : Kemenkes RI.
 Damiani, P.C., Bearzotti, M., Cabezon, M.A. 
2000. Spectrofluorometric determination of 
Ibuprofen in Pharmaceutical formulations. J. 
Pharm. Biomed.Anal 25 : 679­683.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai