Anda di halaman 1dari 7

LUNTURNYA BUDAYA BANGSA AKIBAT

GLOBALISASI

DOSEN PENGAMPU :

Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd

DISUSUN OLEH :

Anatsya Choerunnisa

(1401618083)

PPKn C 2018

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN
Lunturnya Budaya Bangsa Akibat Globalisasi

Indonesia adalah suatu negara yang kaya akan kebudayaannya. Begitu


banyaknya budaya di Indonesia itu yang membuat bangsa ini beranekaragam.
Keragaman budaya Indonesia tidak kurang dari 470 suku bangsa dan 19 daerah
hukum adat yang tidak kurang lebih memiliki 300 bahasa yang digunakan oleh
kelompok masyarakat daerah (Arkeowisata_ Mengembangkan Daya Tarik
Pelestarian Warisan Budaya oleh Roby Ardiwidjaja - Buku di Google Play, n.d.).
Selain Bahasa, kebudayaan lainnya yaitu tari – tarian, adat, musik, laut, pulau, dan
lain sebagainya juga sangat beranekaragam. Dengan keanekaragaman yang dimiliki
Indonesia ini merupakan suatu kebanggaan dan keunggulan yang patut menjadi
kebanggaan tersendiri.

Namun seiring dengan perkembangan zaman yang pesat dan adanya arus
globalisasi, kebudayaan Indonesia semakin terkikis atau luntur tergerus oleh arus
zaman. Di tengah – tengah arus globalisasi ini budaya kebarat – baratan
(westernisasi) merupakan salah satu yang menyebabkan budaya Indonesia (lokal)
pudar. Dikarenakan banyaknya nilai – nilai budaya barat yang masuk ke dalam nilai
– nilai budaya Indonesia (lokal). (Siregar & Nadiroh, 2016)

Relasi Globalisasi dan Kebudayaan menurut Jan Aart Scholte (2001)


mengamati proses globalisasi melalui lima indikator: (1) internasionalisasi, (2)
liberalisasi ekonomi, (3) westernisasi, (4) demokratisasi, dan (5) deteritorialisasi. Di
dalam indikator tersebut, tulisan ini fokus terhadap konsep internasionalisasi,
westernisasi, dan deteritorialisasi. Internasionalisasi tertuju pada kejadian di suatu
wilayah yang bisa mempengaruhi kejadian di beberapa wilayah lainnya. Pada
intinya, konsep ini lebih menekankan pada konsep informasi dan kedekatan diantara
elemen-elemen masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, globalisasi yang beriringan dengan modernisasi menyebar ke seluruh
penjuru dunia sebagai proses yang tak terelakkan. Globalisasi yang didorong oleh
suatu teknologi informasi sedang menjalankan peran sebagai revolusi sosial yang
memasuki semua sudut kehidupan. Ia menghilangkan batas-batas tradisional yang
membedakan bisnis, media dan pendidikan, dan juga merombak struktur dunia
usaha, serta mendorong pemaknaan ulang perdagangan dan investasi, kesehatan,
hiburan, pemerintahan, perdagangan, pola produksi, bahkan pola relasi
antarmasyarakat dan antarindividu. Inilah tantangan bagi semua bangsa,
masyarakat dan individu di seluruh dunia.(Mubah, 2011)

Hegemoni (proses dominasi) budaya asing sudah mempengaruhi budaya


lokal kita. Seperti gaya hidup, musik, gaya berpakaian, teknologi, dsb. Dari gaya
berpakaian misalnya, sekarang banyak anak - anak muda di Indonesia yang lebih
banyak meniru gaya asing yang pakaiannya kurang sopan untuk di Indonesia ini
karena sangat berbeda dengan kebudayaan asli nya. Sekarang juga banyak anak –
anak muda atau remaja yang hidupnya itu hedonisme. Mereka mengikuti kehidupan
yang ada di luar negeri, misalnya saja yaitu, banyak anak muda sekarang ini pergi
malam hari ke bar – bar hanya untuk bersenang – senang. Selain itu masyarakat
Indonesia sekarang ini lebih menyukai budaya asing dibandingkan dengan budaya
lokal. Sekarang banyak makanan – makanan cepat saji yang datangnya dari luar
dan itu banyak diminati oleh masyarakat kita ini. Walaupun ada beberapa yang
memadukan antara makanan tradisional dengan makanan asing tetapi tetap saja
yang lebih mendominan adalah makanan yang dari luar. Kebanyakan anak muda
zaman sekarang juga lebih memilih makanan yang cepat saji dibandingkan dengan
makanan tradisional. Menurut mereka lebih enak dan praktis makanan cepat saji
dibandingkan dengan makanan tradisional. Pengaruh golbalisasi terhadap
kebudayaan bangsa kita sangat lah besar.

Beberapa budaya lokal sudah hilang misalnya, Sikap budaya gotong royong
yang semula menjadi sikap hidup bangsa telah mengalami banyak gempuran yang
terutama bersumber pada budaya Barat yang agresif dan dinamis, mementingkan
kebebasan individu(Tinggi, Informatika, & Komputer, 2011). Sekarang ini sudah
jarang sekali ditemukan budaya gotong royong, kebanyakan masyarakat nya sibuk
dengan urusannya masing – masing. Pengaruh globalisasi pada gotong royong yang
sangat terlihat adalah pada perumahan – perumahan elit atau di komplek – komplek
yang elit. Disana warganya jarang yang melakukan kegiatan gotong royong,
melainkan sikap mereka sudah mulai individualisme. Dampak globalisasi ini telah
mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan yang ada di masyarakat, salah
satunya adalah aspek budaya gotong royong Indonesia.(Tinggi et al., 2011)
Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat, pemikiran - pemikiran
orang tua pada saat ini pun sudah mulai mengalami perbedaan yang tergolong jauh
dengan pemikiran orang tua pada zaman dahulu. Kemudahan untuk mengakses
dalam mendapatkan gadget seperti handphone yang ada di era globalisasi ini,
membuat para orang tua di zaman modern ini tidak perlu lagi membelikan mainan
untuk anaknya. Cukup membelikan satu buah tablet, dimana pada saat ini harganya
semakin tergolong terjangkau oleh masyarakat luas, segala macam permainan
sudah bisa didapatkan secara mudah jika dibandingkan dengan masa lalu yang
penuh dengan permainan tradisional (Mubah, 2011). Keadaan seperti ini sangat
membuat anak semakin dimanjakan dengan berbagai kecanggihan yang diberikan
oleh teknologi tersebut, dimana dengan satu kali klik kita dapat mengakses
beraneka ragam permainan dan informasi yang teraktual pada saat ini. Dengan
demikian, sosialisasi anak tersebut dapat dikatakan kurang atau tidak optimal
dengan teman-teman sebayanya dan juga kurang melakukan aktivitas fisik yang
baik untuk perkembangan mental maupun jasmani anak tersebut (Williams, 2003).
Peran orang tua disini sangatlah penting dalam perkembangan anaknya, jika mereka
hanya memberikan barang – barang seperti handphone maka anak pun akan
meninggalkan permainan- permainan tradisional dan lebih memilih permainan yang
ada di handphone. Sifat seperti ini juga akan membuat anak tersebut susah untuk
bersosialisasi dengan teman – teman nya, karena mereka lebih tertarik dengan
permainan yang ada di gadget nya.

Globalisasi ini juga menyebabkan krisis moral yang terjadi dikalangan anak –
anak hingga remaja. Krisis moral tersebut anatara lain yaitu, pergaulan bebas yang
sedang tren dikalangan remaja Indonesia sekarang ini. Mereka meniru budaya barat
yang pergaulannya sangat bebas, menurut mereka itu merupakan hal yang keren
dan tidak ketinggalan zaman. Jika kita lihat realitas yang terjadi sekarang ini, banyak
generasi muda yang mengalami demoralisasi (degradasi moral), dimana mereka
terlena oleh indahnya modernisasi. Proses menirukan budaya barat ini ini telah
mengakibatkan munculnya cultural shock (kegoncangan budaya) dan
disfungsionalitas pada generasi muda yang umumnya itu terjadi pada pelajar dan
mahasiswa. Akibatnya, tidak sedikit dari mereka yang lupa akan status dan
peranannya di dalam masyarakat (Nurjanah & Jakarta, n.d.). Tidak dapat dipungkiri,
arus globalisasi yang berjalan dengan sangat cepat bisa menjadi ancaman bagi
eksistensi budaya lokal. tergerusnya nilai-nilai budaya lokal merupakan suatu resiko
dimana posisi Indonesia sebagai bagian dari komunitas global. Globalisasi adalah
suatu era yang tidak dapat kita cegah, tetapi efek dari globalisasi tersebut mampu
mematikan budaya local, tentu hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Budaya lokal
perlu memperkuat daya tahannya untuk menghadapi globalisasi budaya asing.
Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama saja dengan membiarkan
pelenyapan sumber identitas lokal yang dimulai dengan krisis identitas lokal.
Globalisasi harus kita sikapi dengan bijaksana sebagai hasil positif dari modernisasi
yang digunakan untuk mendorong masyarakat pada kemajuan. Namun, para pelaku
budaya lokal tidak boleh lengah dan terlena karena era keterbukaan dan kebebasan
itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa (Mubah,
2011).

Semakin kesini arus globalisasi makin deras masuk ke negara kita ini. Jika
kita tidak bisa menyeleksi mana yang baik dengan yang benar, maka kita akan
temakan atau tegerus oleh arus globalisasi ini. Dampaknya juga bisa ke budaya
lokal bangsa kita, itu akan membuat budaya kita hilang termakan arus ini. Menolak
atau menghindari globalisasi bukanlah hal yang tepat, karena itu berarti dapat
menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dari itu, yang
dibutuhkan adalah suatu strategi untuk meningkatkan daya tahan budaya lokal
dalam menghadapi arus globalisasi tersebut.

Hal yang bisa kita lakukan agar kebudayaan bangsa ini tidak luntur adalah
dengan membangun jati diri bangsa, mislanya dengan menanamkan nilai – nilai
kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda. Kita juga bisa memanfaatkan
teknologi informasi untuk memperkenalkan budaya bangsa kita ini. ini adalah
merupakan salah satu dari pemanfaatan globalisasi yang positif. Upaya-upaya
pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya penghargaan pada
nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan rasa cinta
tanah air dirasakan semakin memudar, maka dari itu kita harus membangun jati diri
bangsa kita menjadi kokoh dan diinternalisasikan lebih mendalam lagi. Kebudayaan
bangsa kita tidak boleh tertinggal apalagi hilang tegerus oleh derasnya arus
globalisasi. Maka dari itu kita harus tanamkan dalam diri kita untuk mencintai dan
melestarikan budaya bangsa kita.

1. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu, ternyata pengaruh yang


diberiakan oleh arus globalisasi sangat lah berpengaruh dalam kebudayaan
bangsa kita. Dimana sekarang sudah banyak budaya – budaya barat yang
masuk ke budaya lokal bangsa Indonesia ini, banyak anak – anak remaja bahkan
anak – anak yang usianya di bawah umur pun terpengaruh oleh globalisasi
tersebut. Banyak dari mereka lebih memilih gaya hidup yang sedang tren di
dunia maya. Dan mereka pun mulai melupakan budaya – budaya negera mereka
sendiri. Mereka lebih respek terhadap budaya baru yang masuk dibandingkan
melestarikan budaya mereka sendiri. Walaupun masih ada beberapa ank muda
yang peduli dengan budaya lokal, tetapi tidak sebanyak mereka yang lebih suka
dengan budaya baru yang mereka terima dari globalisasi tersebut.

2. SARAN

Dengan cepatnya perkembangan arus globalisasi yang terjadi, kita tidak


bisa menolaknya. Tetapi yang bisa kita lakukan adalah melakukan atau
menyaring dari globalisasi tersebut agar kita tidak terjerumus ke dalam pengaruh
budaya luar yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA

Arkeowisata_ Mengembangkan Daya Tarik Pelestarian Warisan Budaya oleh Roby


Ardiwidjaja - Buku di Google Play. (n.d.).

Mubah, A. S. (2011). Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi
Arus Globalisasi. Jurnal Unair, 24(4), 302–308. https://doi.org/10.1159/000322138

Nurjanah, S., & Jakarta, U. N. (n.d.). Mengangkat nilai budaya sebagai pendidikan karakter
yang bermutu untuk mahasiswa indonesia, 157–162.

Siregar, S. M., & Nadiroh. (2016). Peran Keluarga Dalam Menerapkan Nilai Budaya Suku
Sasak Dalam Memelihara Lingkungan. JGG- Jurnal Green Growth Dan Manajemen
Lingkungan, 5(2), 30–42.

Tinggi, S., Informatika, M., & Komputer, D. A. N. (2011). Aubinet 2000 AER etr ec eddycov
methodology.pdf.

Williams, N. A. (2003). Edward Jenner Institute for vaccine research - Third International
Meeting 12-16 April 2003, Oxford, UK. IDrugs, 6(6), 527–530.
https://doi.org/10.1109/CASSET.2004.1322946

Anda mungkin juga menyukai