PENILAIAN FORMASI
DISUSUN OLEH :
NIM : 1701014
KELOMPOK : 1 (Satu)
BALIKPAPAN
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI
PENILAIAN FORMASI
Disusun Oleh,
NIM : 1701014
Kelompok : 1 (Satu)
Disetujui oleh :
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Laporan Resmi Praktikum Penilaian Formasi, sebagai persyaratan untuk
memenuhi kurikulum Tahun Akademik 2019 / 2020 dalam menyelesaikan Mata
Kuliah Penilaian Formasi di Jurusan S1 Teknik Perminyakan, STT Migas
Balikpapan.
Begitu banyak rasa terimakasih yang ingin saya sampaikan kepada semua
pihak yang telah berperan dan membantu saya dalam penyelesaian laporan ini,
terutama kepada:
1. Pak Kukuh Jalu Waskita, S.T., M.Sc selaku dosen penanggung jawab
praktikum Penilaian Formasi.
2. Bang Lourensius Hotmartua Nainggolan selaku Asisten Praktikum
Penilaian Formasi Kelompok 1 yang telah meluangkan banyak waktunya
dan memberikan banyak masukkan/kritik yang membangun.
3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa serta dukungan.
4. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu sehingga Laporan
Praktikum Penilaian Formasi ini dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
Laporan Praktikum ini, sehingga penyusunan mengharapkan saran dan kritik yang
konstruktif kreatif dan inovatif dari para pembaca demi kesempurnaan di dalam
berbagai aspek dari laporan ini. Penyusun berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua rekan-rekan yang membacanya, khususnya mahasiswa
Teknik Perminyakan dalam menambah wawaasan dan ilmu pengetahuan.
Penyusun
LEMBAR PERSEMBAHAN
Segala puji syukur saya panjatkan pada Allah SWT atas selesainya
Laporan Praktikum Penilaian Formasi ini dengan baik. Laporan ini ditulis
berdasarkan hasil kegiatan dari Praktikum Penilaian Formasi yang telah penulis
lakukan. Laporan ini penulis persembahkan kepada :
1. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa dan restunya.
2. Asisten Praktikum yang telah memberi saya pelajaran yang berharga hingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Penilaian Formasi dengan
baik.
3. Teman-teman yang selalu memberikan semangat, motivasi dan dukungannya.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan yang
membaca dan dapat menjadi sumber informasi dan dapat menambah pengetahuan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN...................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 2
1.3 Tujuan Praktikum.............................................................. 2
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................ 20
4.1 Tugas Mandiri................................................................... 20
4.1.1 Excercise 1................................................................ 20
4.1.2 Excercise 2................................................................ 27
4.1.3 Excercise 3................................................................ 32
4.2 Tugas Kelompok (Final Case)........................................... 33
4.2.1 Penentuan Zona Reservoir Prospek.......................... 33
4.2.2 Perhitungan Porositas dan Sw Berdasarkan Data..... 37
4.2.3 Penentuan Penempatan Casing................................. 39
4.2.4 Penentuan Zona Perforasi......................................... 39
BAB V KESIMPULAN......................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
- Porositas batuan reservoir adalah besarnya volume pori batuan relatif terhadap
volume total batuan atau perbandingan dari volume yang kosong atau pori
dengan volume bulk dari batuan dikalikan dengan 100%.
- Permeabilitas merupakan ukuran kemampuan media berpori untuk
mengalirkan fluida formasi yang merupakan pengukuran tingkatan dimana
fluida akan mengalir melalui batuan media berpori di bawah gradien tekanan
tertentu.
- Jenis batuan.
- Jenis hidrokarbon.
- Kejenuhan air dan kemampuan bergeraknya hidrokarbon.
- Kemiringan formasi dan strukturnya.
- Lingkungan sedimentasi.
- Waktu tempuh atau travelling time gelombang pada formasi.
Terdapat banyak cekungan di Indonesia yang memiliki kriteria dan ciri
tersendiri dimana cekungan-cekungan ini mampu memproduksikan minyak bumi
karena dalam cekungan tersebut memiliki komponen-komponen petroleum system
yang baik. Jenis perlapisan, lingkungan pengendapan, dan stratigrafi lapisan dapat
mempengaruhi jenis fluida hingga lokasi aktual dari minyak dan gas bumi.
Salah satu cekungan yang sudah berproduksi dan dikelola adalah cekungan
Jawa Barat Utara, dimana laporan praktikum ini mencoba melakukan analisa
dengan data log yang ada dan dengan berbagai data tambahan lainnya untuk
menentukan letak reservoir dan jenis litologi dari zona prospek yang
kemungkinan menjadi reservoir dan berbagai analisa lainnya yang dapat memberi
gambaran tentang tugas seorang petrofisis dalam menganalisa lapisan dalam suatu
sumur pada suatu cekungan.
2.2 Coring
Salah satu proses perolehan data yang paling akurat adalah dengan
melakukan coring, yaitu proses mengambil suatu sampel batuan dari suatu sumur
kemudian dianalisa di lab. Proses analisa core merupakan suatu proses yang
sangat penting karena data yang diperoleh sangat berkaitan dengan data log,
tujuan utama dilakukannya coring adalah sebagai validasi untuk data yang
diperoleh dari log. Rekomendasi tahapan core analysis terdapat pada American
Petroleum Institute (API) (SchÖn, 2015).
Terdapat dua jenis metode coring yang biasa dilakukan yaitu:
Konvensional (full diameter)
Sidewall (pada interval tertentu dengan plug kecil)
Dalam analisa core dikenal istilah Routine Core Analysis (RCAL) dan
Special Core Analaysis (SCAL). Dalam RCAL, parameter yang dinilai antara lain:
Porositas
Pembeabilitas
Densitas butir
Kandungan fluida
Sedangkan dalam SCAL parameter yang dinilai antara lain:
Tekanan kapiler
Permeabilitas relative
Wetabilitas
Properti elektrik
Kompresibilitas
Analisa mineral clay
Sejak tahun 1926 hingga sekarang, teknologi well logging telah mengalami
banyak perkembangan dan inovasi terbaru untuk mengakomodasi kebutuhan
industri minyak dan gas dalam mencari dan mengetahui prospek minyak bumi di
dalam suatu reservoir. Mulai dari tool konvensional seperti GR log, SP log,
density log, dan lain-lain, hingga ke tool unconventional seperti NMR, dipmeter,
bahkan teknik pengambilan datanya sekarang pun sudah berkembang lagi menjadi
LWD (Logging While Drilling) dimana antara perekaman log dan pengeboran
dilakukan bersamaan, sehingga diharapkan kondisi ini dapat mencerminkan
kondisi paling “sebenarnya” dari formasi.
2. Wireline Logging
a. Kelebihan :
Kecepatan transmisi data 3 mb/s.
b. Kekurangan :
Tidak bisa digunakan pada sumur horizontal.
b. Density Log
Density log mengukur berat jenis dari suatu lapisan, berat jenis
yang diukur merupakan berat jenis keseluruhan dari batuan beserta
dengan fluidanya, densitas seluruh batuan atau densitas bulk
dituliskan dengan RHOB atau Rho Bulk. Density log dapat digunakan
untuk menentukan porositas dengan persamaan,
Dimana,
ØD : Porositas dari pengukuran densitas
ρma : Densitas matrix
ρb : Densitas bulk (bacaan log)
ρfl : Densitas fluida density log
c. Neutron Log
Neutron log mengukur tingkat Hydrogen Index (HI) batuan.
Prinsip kerja dari log ini yaitu menembakan neutron yang akan
terserap bila terkena hidrogen, bila pada bacaan transmitter nilai yang
didapati sedikit maka neutron yang ditembakan banyak mengenai
atom hidrogen yang mengindikasikan kemungkinan adanya
kandungan hidrokarbon dalam batuan tersebut. Pembacaan porositas
neutron dari yang tertinggi yaitu air, minyak, dan gas. Pembacaan gas
lebih rendah dibanding dengan minyak padahal memiliki kandungan
hidrogen yang lebih sedikit, hal ini dikarenakan sifat gas yang
memenuhi semua pori sehingga neutron yang ditembakkan seakan-
akan selalu mengenai atom hidrogen sehingga pembacaannya menjadi
kecil, hal ini disebut dengan gas effect.
Gabungan antara neutron log dan density log biasa digunakan
untuk menentukan apakah suatu batuan merupakan batuan berpori
atau tidak, kombinasi ini yang sering digunakan guna menentukan
porositas. Batuan yang berpori akan membentuk persilangan antara
kurva density log dan neutron log yang disebut cross over.
2. Induksi Log
Prinsip kerja dari induksi yaitu dengan menginduksikan arus listrik
ke formasi. Memakai OBM dan WBM .
Gambar 3.1 Geologi Regional Cekungan Jawa Barat Utara (Martodjojo, op. cit.
Nopyansyah, 2007)
Cekungan ini juga dipengaruhi oleh sistem block faulting yang berarah
utara-selatan. Sistem patahan ini membagi Cekungan Jawa Barat Utara menjadi
graben atau beberapa Sub-cekungan dari barat ke timur, yaitu Sub-cekungan
Ciputat, Sub-cekungan Pasir Putih, dan Sub-cekungan Jatibarang. Formasi yang
terdapat pada formasi ini antara lain Formasi Cisubuh, Formasi Parigi, Formasi
Cibulakan, Formasi Baturaja, Formasi Talang Akar, dan Formasi Jatibarang.
Tinggian Pamanukan dan Tinggian Kendanghaur memisahkan Sub-cekungan
Pasir Putih dengan Sub-cekungan Jatibarang.
Urutan stratigrafi regional dari yang paling tua sampai yang paling muda
adalah batuan dasar, Formasi Jatibarang, Formasi Cibulakan Bawah (Talang Akar,
Baturaja), Formasi Cibulakan Atas (Massive, Main Pre-Parigi), Formasi Parigi
dan Formasi Cisubuh.
Gambar 3.3 Petroleum System Cekungan Jawa Barat Utara (Budiyani dkk.,
1991)
1. Batuan Induk (Source Rock)
Pada Cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk,
yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals, fluvio deltaic shales
(oil dan gas prone) dan marine claystone (bacterial gas). Studi geokimia
dari minyak mentah yang ditemukan di pulau jawa dan lapangan lepas
pantai Arjuna menunjukkan bahwa fluvio deltaic dan shale dari Formasi
Talang Akar bagian atas berperan dalam pembentukan batuan induk yang
utama.
2. Batuan Reservoir (Reservoir Rock)
Semua formasi dari Jatibarang sampai Parigi merupakan interval dengan
sifat fisik reservoir yang baik sehingga banyak lapangan mempunyai daerah
dengan cadangan yang berlipat. Cadangan terbesar adalah yang
mengandung batupasir pada main atau massive dan Formasi Talang Akar.
Selain itu, minyak telah diproduksi dari rekahan volkanoklastik dari Formasi
Jatibarang. Pada daerah dimana batu gamping berada yaitu Formasi
Baturaja mempunyai porositas yang baik, akumulasi endapan yang agak
besar mungkin dapat dihasilkan.
3. Trap
Tipe jebakan di semua sistem petroleum Cekungan Jawa Barat Utara
sangat mirip. Hal ini disebabkan evolusi tektonik dari semua cekungan
sedimen sepanjang batas selatan dari Kraton Sunda, tipe struktur geologi
dan mekanisme jebakan yang hampir sama. Bentuk utama struktur geologi
adalah dome anticlinal yang lebar dan jebakan dari blok sesar yang miring.
4. Migration Route
Pada Cekungan Jawa Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral
lebih banyak berupa celah batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari
Formasi Talang Akar. Sesar menjadi saluran utama untuk migrasi vertikal
dengan transportasi yang cepat dari cairan yang bersamaan waktu dengan
periodik tektonik aktif dan pergerakan sesar.
5. Seal Rock
Pada Cekungan Jawa Bara Utara, hampir setiap formasi memiliki lapisan
penutup yang efektif. Namun, formasi yang bertindak sebagai lapisan
penutup utama adalah Formasi Cisubuh karena formasi ini memiliki litologi
yang impermeabel yang cocok sebagai penghalang bagi hidrokarbon untuk
bermigrasi lebih lanjut.
BAB IV
PEMBAHASAN
17.5 – 40 Oil
(90,000+50,000+10,000+9,000)
= x 100
(200,000+90,000+50,000+19,000+9,000)
(C1+C2) (200,000+90,000)
BH = =
( C 3+ iC 4+ nC 4+C 5) (50,000+10,000+9,000+9,000)
(iC4+nC4+C5) (10,000+9,000+9,000)
CH = =
(C3) (50,000)
Pada kedalaman 3180 – 3184 m MD, nilai ROP cukup tinggi dengan
WOB stabil, terdapat lapisan batuan konglomerat di mana sifat fisiknya
berdasarkan log berwarna abu gelap, ukuran butirnya kerakal (4 – 64 m),
consolidated, fragmen terdiri dari batuan beku dan metamorf, limestone,
shale dengan kandungan mineral kuarsa, sortasi buruk, no visible porosity,
no oil stain, dan poor oil show. Konglomerat pada kedalaman ini
diintepretasikan sebagai hasil regresi di mana terakumulasi endapan material
dari daerah fluvial yang bermuara ke laut.
Memasuki kedalaman 3184 – 3189 m MD, ROP menurun dengan
WOB stabil setelah memasuki lapisan batuan yang berbeda, yaitu tuff
berwarna abu terang dan cokelat keabuan dengan kekerasan soft brittle.
Cekungan ini berada dekat dengan pusat vulkanisme sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa pada saat formasi Jatibarang diendapkan, posisi
cekungan berada pada jalur gunung api sehingga bisa menjadi penyebab
mengapa banyaknya ditemui batuan tuff. Tuff yang ditemui berukuran butir
lanau (0.004 – 0.06 mm). Pada kedalaman 3189 m, ROP mulai stabil dan
kembali menurun pada kedalaman 3203 m saat menggerus lapisan yang
sama. Pada kedalaman 3226 m, ROP meningkat drastis, karena terdapat
sisipan konglomerat pada lapisan tuff. Kemudian, ROP menurun bertahap
hingga kedalaman 3243 m karena terdapat lapisan tuff dengan sisipan shale
dan gamping. Shale yang ditemui bersifat dominan abu tua, kekerasan
moderately hard, occassionally very hard, dan terdapat material karbonat,
kadang berlanau. Sedangkan untuk batu gamping, tidak ada informasi detail
mengenai sifat fisiknya. Lapisan tipis batu gamping diindikasi adanya
provenance yang berasosiasi dengan tubuh gunung api, pada saat yang sama
juga diendapkan batuan pada lingkungan fluvio-deltaic sampai laut dangkal.
Kemudian, pada 3245 – 3248 m, ROP kembali meningkat karena adanya
sisipan konglomerat di lapisan tuff, dan WOB stabil. Batuan vulkanik pada
formasi Jatibarang diendapkan pada Oligosen Awal yang merupakan produk
aktivitas gunung api yang berasosiasi dengan endapan-endapan syn rift,
yaitu endapan fluvial (non-marine). Ketidakteraturan dari penurunan
masing-masing graben menyebabkan variasi ketebalan sedimen pengisinya.
Pada saat tersebut, cekungan seolah-olah terlokalisir menjadi daerah fresh
water atau shallow water environment di mana sedimen mengalami
reworked dan redeposited. Konglomerat dan tuff pada lapisan yang sama
mengindikasikan proses erosi yang sangat aktif terjadi, khususnya pada
ketinggian-ketinggian lokal. Transgresi awal terjadi pada Miosen Awal dan
dilanjutkan dengan pengendapan formasi Talang Akar.
Memasuki 3248 – 3260 m MD, ROP menurun drastis karena lapisan
yang mulai didominasi lapisan shale dan lapisan tuff-nya sedikit demi
sedikit tidak dijumpai lagi. WOB ikut menurun walau secara perlahan.
Shale pada interval ini berwarna abu-abu hingga abu gelap, kekerasannya
brittle, terdapat material karbonat, dan sedikit kalsium karbonat maupun
lanau. Lapisan shale pada interval ini diintepretasikan sebagai hasil
maximum flooding surface atau transgresi maksimum.
Secara umum, gas kromatograf pada 3180 – 3260 m tidak memiliki
kenaikan signifikan dan tidak dijumpai oil show maupun gas show, sehingga
perhitungan untuk menentukan jenis hidrokarbon tidak dilakukan pada
interval ini.
Pada interval ini, ROP dan WOB stabil dan lapisan yang ditemui
hanya shale, yang merupakan akibat dari rekahnya atau pergeseran lempeng
batuan vulkanik. Secara umum, gas kromatograf pada interval ini stabil dan
tidak ada kenaikan yang signifikan, dan tidak ada oil show dan gas show,
sehingga tidak diperlukan perhitungan penentuan jenis hidrokarbon.
Pada interval ini, ROP dan WOB stabil dengan litologi shale yang
memiliki sifat terkadang keras, brittle, dan memiliki material karbonat.
Namun, memasuki kedalaman 3362 m, WOB mulai meningkat karena
memasuki lapisan tuff dengan sifat umumnya brittle, berukuran butir lanau,
dan memiliki material karbonat. Setelah melewati lapisan tuff, ROP dan
WOB kembali stabil, walau pada interval 3388 m, memasuki lapisan tuff
dan diikuti lapisan gamping pada 3413 m. Batu gamping yang ditemui
bersifat putih susu dan cokelat terang, no visible porosity, dan memiliki
material karbonat. Litologi pada interval ini merupakan akibat proses
transgresi, khususnya batuan gamping yang kemudian tuff terendapkan
akibat aktivitias pusat vulkanisme, dan terakhir, shale terjadi juga akibat
transgresi yang bersamaan dengan terendapnya batuan piroklastik atau tuff,
yang kemudian sisipan shale akibat dari maximum flooding surface.
Umumnya, gas kromatograf tidak memiliki perubahan yang signifikan,
kecuali gas jenis N-Butane yang mulai menghilang di kedalaman sekitar
3415 m, sehingga tidak dilakukan perhitungan.
Pada interval ini, tidak ditemukan oil show maupun gas show serta
gas kromatograf yang kecil dan tidak berubah secara signifikan, sehingga
tidak dilakukan perhitungan untuk menentukan jenis hidrokarbon yang
terkandung.
4.1.2 Excercise 2
Di dalam excercise kedua ini membahas tentang Vshale, porositas densit
as, serta porositas neutron.
Untuk perhitungan Vshale digunakan rumus:
GR lo g - GR min
V shale =
GR max - GR min
ρ matriks- ρ bulk
∅ Density =
ρ matriks- ρ fluida
Langkah pertama yang dilakukan dalam penentuan porositas densitas
adalah menentukan interval pada kedalaman tertentu, kemudian mencari
nilai densitas dari matriks pada litologi di interval tersebut. Sementara itu,
nilai densitas fluida yang diasumsikan adalah densitas dari lumpur
pemboran kita yang bersifat oil base mud dengan densitas 0,85 gr/cc.
Perhitungan porositas neutron dilakukan dengan mengalikan nilai
porositas neutron yang dibaca pada kurva NPHI dengan 100%.
1. Formasi Cibulakan
Perhitungan pertama dilakukan pada formasi Cibulakan, di
mana litologi batuannya adalah shale. Perhitungan Vshale dilakukan 2
kali yaitu pada Cibulakan 1 dan Cibulakan 2.
Cibulakan 1:
GR log = 75
GR min = 55
GR max = 95
GR log - GR min
V shale =
GR max- GRmin
( 75-55 ) gr/cc 20
V shale = = = 0,5 v/v
( 95-55 ) gr/cc 40
Cibulakan 2:
GR log = 120
GR min = 80
GR max = 150
GR log – GR min
V shale =
GR max - GR min
( 120-80 ) gr/cc 40
V shale = = = 0,57 v/v
( 150-80 ) gr/cc 70
Di mana:
ρ matriks = 2,65 gr/cc
ρ bulk = 2,41 gr/cc
ρ fluida = 0,85 gr/cc
Porositas Densitas
ρ matriks - ρ bulk ( 2,65 - 2,41 ) gr / cc
ØD = = = 0,13 x 100%
ρ matriks – ρ fluida ( 2,65 – 0,85 ) gr / cc
= 13%
Porositas Neutron
ØN = 0,38 x 100% = 38%
2. Formasi Baturaja
Perhitungan kedua dilakukan pada Formasi Baturaja. Untuk
perhitungan porositas tepatnya dilakukan pada kedalaman 2324 m MD
yang litologinya adalah batu gamping.
Gambar 4.7 Letak Kedalaman 2324 m
Dimana:
GR log = 65
GR min = 50
GR max = 90
ρ matriks = 2,75 gr/cc
ρ bulk = 2,45 gr/cc
ρ fluida = 0,85 gr/cc
Volume Shale
GR log - GR min
V shale =
GR max – GR min
( 65-50 ) gr/cc 15
= = = 0,37 v/v
( 90-50 ) gr/cc 40
Porositas Densitas
ρ matriks - ρ bulk ( 2,75 - 2,45 ) gr/cc
ØD = = = 0,15 x 100% =
ρ matriks – ρ fluid ( 2,75 – 0,85 ) gr/cc
15%
Porositas Neutron
ØN = 0,30 x 100% = 30%
3. Formasi Talang Akar
Perhitungan ketiga dilakukan pada Formasi Talang Akar. Untuk
perhitungan porositas tepatnya dilakukan pada kedalaman 2780 m MD
yang litologi batuannya adalah batu pasir.
Volume Shale
GR log - GR min
V shale =
GR max – GR min
( 85-65 ) gr/cc 20
= = = 0,44 v/v
( 110-65) gr/cc 45
Porositas Densitas
ρ matriks - ρ bulk ( 2,65 - 2,30 ) gr/cc
ØD = = = 0,19 x 100% =
ρ matriks – ρ fluid ( 2,65 – 0,85 ) gr/cc
19%
Porositas Neutron
ØN = 0,28 x 100% = 28%
4. Formasi Jatibarang
Perhitungan selanjutnya dilakukan pada Formasi Jatibarang,
dimana tidak dilakukan perhitungan porositas densitas dan porositas
neutron karena tidak terdapat cross over pada log.
Di mana:
GR log = 105
GR min = 75
GR max = 140
GR log – GR min
V shale =
GR max – GR min
( 105-75 ) gr/cc 30
= = = 0,46 v/v
( 140-75 ) gr/cc 65
4.1.3 Excercise 3
Pada tugas ketiga, kita dapat menentukan porosity dan water
saturation (SW).
Tabel 4.1 Parameter Perhitungan Saturasi Archie
Sandstone
Carbonate
Ø > 16% Ø < 16%
A 1.0 0.62 0.81
M 2.0 2.15 2.0
N 2.0 2.0 2.0
(C 2+C3+C4+C5)
WH = x 100
(C1+C2+C3+C4+C5)
(80,000+40,000+10,000+4 ,000)
= x 100
(100,000+80,000+40,000+19,900+4 ,000)
Berdasarkan data RCAL pada Tabel 4.3 dan data pressure point pada
Tabel 4.4 dapat dilihat zona prospek ada pada interval 2320 – 2325 m,
karena memiliki nilai porositas dan permeabilitas yang cukup baik.
Tabel 4.3 Hasil Data RCAL
Nilai a dan m nya memakai 1.0 dan 2.0 karena jenis batuannya adalah batu
gamping, maka:
F = 1 / (22.52)
F = 0.00197
FxRw
Sw = √
n
RT
0.00197 x0 .4
Sw = √
2
0.8
Sw = 0.03138
Sw = 3.138%
Nilai Sw berdasarkan perhitungan kecil dan tidak sesuai dengan data RCAL
pada Excel.
4.2.3 Penentuan Zona Perforasi
Menentukan zona perforasi dari interval zona produktif tidaklah
mudah, harus memperhatikan beberapa parameter seperti water oil contact
(WOC), gas oil contact (GOC) serta jenis formasi dan kedalaman agar tidak
terjadi permasalahan produksi setelah dilakukan perforasi seperti tekanan
yang over dan terjadinya coning, baik water coning atau gas coning yang
terlalu cepat. Untuk melakukan perforasi harus dianalisa data mengenai
letak dari batas kontak saturasi fluida pada reservoir, salah satunya adalah
water oil contact dan gas oil contact berdasarkan interpretasi qualitative dan
quantitative dari data mud log, data logging, data RCAL, serta pressure
point didapatkan zona prospek di Formasi Baturaja pada interval kedalaman
2320 – 2325 m. Berdasarkan data pressure point pada Tabel 4.4, dapat
dilihat bahwa pada kedalaman 2310 m didapatkan jenis fluida yang
terkandung adalah gas, sedangkan pada kedalaman 2320 m jenis fluida yang
didapatkan adalah minyak, disini dapat dilihat bahwa GOC terletak antara
2310 – 2320 m, Sedangkan pada kedalaman 2324 m fluida yang terkandung
adalah minyak, namun pada kedalaman 2327 m fluida yang ditemukan
adalah air, hal ini menunjukan WOC terletak pada interval 2324 – 2327 m.
Berdasarkan letak dari WOC dan GOC dapat dintentukan interval perforasi
yang tepat adalah diantara WOC dan GOC dan dalam hal ini reservoir yang
prospek terletak pada interval 2320-2325 m, begitu pula perforasi zonanya
yaitu tidak boleh terlalu dekat dengan WOC maupun GOC, jadi
memutuskan untuk menentukan zona perforasi pada interval 2321 – 2323 m
atau sepanjang 3 m dari zona reservoir prospek, dengan berbagai
pertimbangan berdasarkan data yang telah diberikan.
Tabel 4.4 Hasil Data Pressure Point
5
”.
8
BAB V
KESIMPULAN
Hasil dari final case study didapatkan bahwa indikasi zona prospek
reservoir terdapat pada Formasi Baturaja, tepatnya pada kedalaman 2305 – 2480
m di mana litologinya berupa batuan gamping masif yang semakin ke atas
semakin berpori. Kemudian ditentukan dari data RCAL bahwa zona prospek
terdapat pada interval 2320 – 2325 m dengan porositas dan permeabilitas yang
cukup baik, sehingga pada 2321 – 2323 m ditetapkan sebagai zona perforasi,
setelah dipertimbangkan letak dari GOC maupun WOC.
DAFTAR PUSTAKA