K3 Penggerindaan PDF
K3 Penggerindaan PDF
Menggerinda adalah suatu pekerjaan atau aktivitas yang paling sering dilakukan untuk menyelesaikan
pekerjaan konstruksi, fabrikasi dan pekerjaan lainnya, seperti:
- Menggerinda hasil pengelasaan
- Menggerinda benda kerja yang akan dilas
- Menggerinda alur untuk pengelasan belakang / back weld (notching)
- Menggerinda untuk menghilangkan korosi / karat
- Memotong material / benda kerja dengan gerinda potong (cutting wheel)
Akibat dari seringnya pekerjaan menggerinda, terkadang pekerja kurang memperhatikan bahaya-
bahaya dan hal-hal lain yang harus diterapkan dalam pengerjaan dengan menggunakan gerinda
tersebut. Baik itu yang berhubungan dengan proses menggerinda maupun faktor alat yang layak
digunakan untuk menjaga keselamatan kerja. Banyak kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh
kesalahan penggunaan mesin gerinda, dari kecelakaan ringan sampai dengan kecelakaan yang berat
bahkan meninggal (Fatality).
Untuk menghindari kecelakaan kerja yang disebabkan kesalahan penggunaan mesin gerinda maka
perlu diperhatikan beberapa hal sebelum melakukan pekerjaan menggerinda, yaitu:
1. Gunakan alat pelindung diri / Personal Protective Equipment (PPE) khusus selain PPE standar
dengan tepat dan benar seperti, Masker, Safety Glasses, Face Shield, Ear Plug, Gloves.
2. Pastikan kondisi mesin gerinda baik dan aman untuk digunakan, tidak ada kebocoran arus pada
bodi mesin dan kabel yang terhubung dengan mesin, kap pelindung / safety guard pada mesin
terpasang.
3. Pasang batu gerinda untuk ukuran yang dibutuhkan dengan memperhatikan batas kecepatan
maksimum / Maximum Operation Speed (MOS) yang tertera pada batu gerinda dan pastikan MOS
pada batu gerinda lebih besar dari kecepatan maksimum mesin yang akan digunakan.( nb:
kecepatan maksimum mesin tertera pada bodi mesin)
4. Perhatikan ketebalan batu gerinda yang sesuai untuk jenis pekerjaan yang akan dilakukan, untuk
menggerinda jangan menggunakan batu gerinda yang tipis yang diperuntukan memotong.
5. Gunakan kunci yang tepat untuk mengencangkan pengunci batu gerinda.
6. Pastikan benda kerja yang akan dipotong atau digerinda dalam posisi yang tetap , supaya benda
kerja tidak terpental ketika diberikan tekanan dari batu gerinda. Bila perlu pergunakan penjepit /
clamp (Kasus : plat yang akan di gerinda berukuran 25 cm x 10 cm, ketebalan 1 ml, pada saat
menggerinda posisi plat diletakkan di plat tipis dan licin, sehingga pada saat digerinda plat selalu
bergeser, pekerja menggunakan tangan kiri untuk menahan plat tidak bergeser, tiba-tiba tangan kiri
bergeser dan gerinda merobek sarung tangan hingga melukai jari telunjuk pekerja), apa yang harus
kita lakukan? Untuk pencegahan, jangan sekali-kali meletakkan benda yang akan digerinda di atas
permukaan yang licin.
7. Pastikan lokasi kerja aman dari bahan mudah terbakar seperti, thinner, Grease, oil.
Hal-hal lain yang juga harus diperhatikan pada saat melakukan penggerindaan adalah:
1. Posisi badan harus dalam posisi aman untuk melakukan pekerjaan.
2. Jangan memberikan tekanan yang berlebih terhadap batu gerinda untuk menghindari pecahnya
batu akibat tekanan yang dipaksakan.
3. Perkecil bagian batu gerinda yang kontak langsung dengan benda kerja / material yang digerinda
atau dipotong.
4. Pastikan socket kabel power dicabut dari supply power pada saat penggantian batu gerinda. Dan
jangan meninggalkan mesin gerinda dalam kondisi masih terhubung dengan power supply.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas maka resiko kecelakaan dari pekerjaan menggerinda atau yang
menggunakan mesin gerinda dapat diperkecil bahkan dihindari.
- Ketahui dulu, apa yang harus diselesaikan/dikerjakan (material yang akan digerinda)
- Ketahui dulu, apa keterbatasan material yang akan digerinda (ukuran, keadaan permukaan, jenis,
posisi yang akan digerinda)
- Ketahui dulu, apa keterbatasan mesin gerinda, apakah dalam keadaan baik atau rusak, apakah
ukuran kecil, sedang atau besar,apakah komponen-komponen pendukungnya lengkap.
- Ketahui dulu, apa keterbatasan kita yang akan mengopersikannya, apakah dalam kondisi dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani atau sakit, kemampuan fisik, pengetahuan dan pengalaman.
Sebelum kita menjelaskan bahaya-bahayanya kita perlu tahu dahulu apa yang dimaksud dengan
Confined Space?
Confined Space adalah: Ruang terbatas atau ruang sebagian tertutup. Ruang Terbatas yang tidak
didesain untuk tempat bekerja tetapi orang harus melakukan aktivitas/kerja, karena sesuatu yang harus
dikerjakan. Ada beberapa contoh Confined Space/Ruang terbatas yang sering kita jumpai al: Box
Girder, tangki, vessel, tabung/bejana, terowongan/canal, and basemen dsb. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum melakukan pekerjaan dalam ruang terbatas, yaitu:
1. Permit
2. Fasilitas kerja, seperti jalan keluar masuk / manhole, blower, lampu, dan kabel-kabel listrik yang
digunakan
3. Pengecekan konsentrasi oksigen dan udara didalam ruang terbatas
Untuk mengatasi bahaya-bahaya tersebut diatas ada beberapa hal yang perlu kita lakukan:
a) Melengkapi semua persyaratan ijin kerja dan mengajukan Work Permit.
b) Pastikan fasilitas untuk sirkulasi uadara bekerja dengan baik.
c) Pastikan bahwa pengecekan Oxigen (O2) telah dicek oleh safety dept dengan menggunakan alat
Gas detector dan pastikan konsentrasi oksigen dalam batas yang normal.
d) Selama melakukan pekerjaan didalam ruang terbatas harus selalu ada pengontrolan oleh
supervisi.yang bersangkutan.
e) Pastikan ada satu orang penjaga yang standby didekat manhole.
f) Pastikan selalu ada komunikasi langsung dengan baik pada pekerja yang ada didalam ruang
terbatas tsb, maka untuk itu perlu radio komunikasi
C. BEKERJA DI KETINGGIAN
Topik : Safety
Defenisi
Seseorang yang bekerja di ketinggian sekitar 1.8 meter atau lebih termasuk aktivitas Bekerja di
Ketinggian. Bekerja di Ketinggian merupakan aktivitas non rutin sehingga memerlukan dokumen izin
kerja. Semua aktivitas ini memerlukan tindakan pencegahan untuk meyakinkan bahwa pekerjaan
tersebut dilakukan dengan aman. Maka dari itu, saat mengajukan Izin Kerja, anda harus mengerti akan
:
o Tipe peralatan yang biasa digunakan untuk mencapai tempat kerja yang tinggi dan
o Metode dan kelengkapan keselamatan dalam menggunakan peralatan
Apakah anda sudah melengkapi diri dengan peralatan keselamatan??
APD Wajib :
1. Sabuk/tali keselamatan
2. Helm Keselamatan, Tali helm harus diikatkan ke dagu
3. Sepatu keselamatan
Fatigue adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi kelelahan pada
seseorang yang ditandai dengan gejala mengantuk, lelah, lemas, jenuh, dan lain-lain. Keadaan fatigue
mencakup aspek fisiologis dan aspek psikologis.
Fatigue sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan terutama pada pengendara atau
pekerja yang mengoperasikan unit. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan karena fatigue pada
pengendara adalah sebagai berikut : Menurunnya daya konsentrasi, timbulnya rasa kantuk, lambat
bereaksi, kelelahan pada mata, kejenuhan, lelah, menurunkan perhatian, tertidur sesaat, keluar dari
jalur/jalan.
Fatigue/kelelahan disebabkan karena kurang istirahat atau kurang tidur, selain itu penyebab lain yang
berkaitan dengan fatigue diantaranya:
1. Kapan waktu pekerjaan dilakukan (siang atau malam)
2. Lamanya waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan
3. Jenis dan lamanya pekerjaan dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilakukan
4. Jumlah dan kualitas istirahat sebelum dan sesudah pekerjaan
5. Aktivitas diluar jam kerja, seperti keluarga atau pekerjaan lain diluar jam kerja
6. Faktor individu, seperti sulit tidur
Kurang tidur yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan utang tidur atau kurang tidur
yang akut (fatigue akut)
Fatigue yang akut sering disebabkan karena kurang tidur yang berkepanjangan, sebagai contoh
karena adanya long shift atau bekerja pada shift malam tanpa istirahat siang yang cukup yang terjadi
secara terus menerus. Gangguan tidur terus-menerus seperti itu dapat menyebabkan utang tidur dan
kurang tidur yang akut. Membiarkan pekerja dalam kondisi seperti itu akan meningkatkan risiko baik
bagi pekerja itu sendiri dan pekerja lainnya. ini dapat mengakibatkan:
Kelelahan otot yang sangat tidak nyaman
Kelelahan pada setiap aktivitas harian
Mengurangi kewaspadaan dan koordinasi/konsentrasi
Jika kekurangan tidur itu terus berlangsung, maka performen kerja akan semakin memburuk.
Penyebab terjadinya fatigue dapat berasal dari faktor yang berkaitan dengan pekerjaan dan faktor
diluar pekerjaan.
a. Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan
1). Aspek tugas yang dikerjakan (seperti beban kerja yang semakin besar)
2). Sistem roster (terlalu banyak shift malam, atau jadwal kerja yang cukup panjang)
3). Pekerjaan yang tidak terencana, keadaan darurat, lembur
4). Suasana lingkungan kerja (bising, temperatur ekstrim)
b. Faktor di luar pekerjaan
1). Gangguan tidur karena ada keluarga yang sakit
2). Kegiatan diluar jam kerja yang berat, seperti bekerja pada saat diluar jam kerja
3). Gangguan tidur
4). Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
5). Stress karena kesulitan finansial atau tanggung jawab keluarga
Mengapa fatigue atau kelelahan jadi masalah?
Fatigue atau kelelahan dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya kecelakaan yang
disebabkan oleh kelelahan dan kurangnya kewaspadaan. Ketika pekerja mengalami kelelahan akan
lebih memungkinkan untuk kurang dalam menentukan (poor judgment), dan reaksinya akan lambat.
Fatigue juga dapat menyebabkan masalah kesehatan dalam jangka panjang, seperti: masalah
pencernaan, stress, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan berbahaya dan alkohol, dan penyakit
mental.
Pergunakan waktu istirahat dengan baik.
Welding dibagi ke dalam dua kelompok: fusi (panas saja) atau tekanan (panas dan tekanan)
pengelasan. Ada tiga jenis pengelasan fusi: busur listrik, gas dan termit. Listrik arc welding adalah
jenis yang paling banyak digunakan pengelasan fusi. Ini mempekerjakan busur listrik untuk
mencairkan dasar dan filler logam.
Gas atau oxy-fuel pengelasan menggunakan api dari pembakaran gas (biasanya asetilena) untuk
mencairkan logam pada sendi yang akan dilas, dan merupakan metode umum untuk pengelasan besi,
baja, besi cor, dan tembaga. Pengelasan Thermit menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan
panas intens daripada menggunakan bahan bakar gas atau arus listrik. Tekanan pengelasan
menggunakan panas bersama dengan tekanan dampak-tipe untuk bergabung dengan potongan. Oxy-
fuel dan memotong plasma, bersama dengan mematri, terkait dengan pengelasan karena mereka semua
melibatkan peleburan logam dan generasi udara asap logam. Mematri adalah proses logam-bergabung
di mana hanya logam pengisi meleleh.
Risiko kesehatan dan efek yang terkait dengan gas pengelasan dan asap ditentukan oleh: lamanya
waktu yang Anda terkena mereka jenis pengelasan yang Anda lakukan lingkungan kerja perlindungan
yang Anda gunakan.
F. APA ITU PEKERJAAN HOT WORK?
Topik: Safety (Keselamatan)
Yang termasuk ‘Hot work’ adalah pengelasan dan pemotongan, menggunakan lampu potong,
penyolderan, pengerindaan atau peralatan lain yang menghasilkan panas. Contoh: Cutting, grinding
dan welding. Sebelum memulai ‘hot work’ apa saja, survey mengenai operasi yang penuh bahaya
harus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan resiko kebakaran atau ledakan. Berdasarkan
hasil survey bahaya atau perkiraan resiko, atau yang tertera pada Fire Safety Plan “Ijin Kerja” harus
didapatkan. Sistim untuk hot work harus diambil. Sistim “ Ijin Kerja” atau “Hot Work Permit”
merupakan satu hal dimana pekerjaan tidak boleh dimulai sampai ada orang yang diberi ijin tertulis
untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Di setiap kasus, orang yang bertanggung jawab (Fire safety
Coordinator) bertugas memberikan ijin tersebut
Untuk menghindari atau mengendalikan bahaya-bahaya tersebut di atas ada beberapa cara yang perlu
kita lakukan diantaranya:
1. Dilarang merokok ataupun membuat percikan api disekitar lokasi proses pencampuran Cat dengan
Tinner.
2. Dilarang ada pengelasan didaerah/lokasi painting disaat pengecetan
3. Jika ada pekerjaan Blasting dilokasi terbuka, maka lokasi blasting terisolasi / dibuat cover
4. Pekerja yang melakukan Pengecetan / Blasting harus memakai Alat Pelindung Diri yang sesuai
dengan jenis pekerjaannya.
5. Painter/Blaster memastikan arah angin saat melakukan pekerjaan, “Jangan bekerja melawan Arah
Angin”
Demikianlah sekilas lutisan tentang bahaya bahan mudah terbakar agar kita baik pekerja maupun
mayarakat awam, terutama pekerja yang akan melakukan pekerjaan di lokasi yang sedang berlangsung
pekerjaan yang menggunakan bahan mudah terbakar contohnya proses Pengecatan atau Blasting.
Petunjuk penanganan
- Sungkup tabung harus selalu terpasang
- Dilarang merokok atau menyalakan api selama penanganan ditempat penyimpanan tabung gas
- Ulir kerangan dan sungkup harus bebas dari bahan pelumas atau bahan-bahan yang mengandung
minyak
- Dilarang mempergunakan tabung gas sebagai alat pengganjal
- Tabung gas yang rusak segera diamankan dan dilaporkan
Pemeriksaan
Periksa setiap tabung sebelum digunakan . Kondisi tabung yang diamati meliputi:
Tidak ada goresan
Tidak berkarat
Keutuhan segel
Tulisan pada tabung harus masih jelas
Pemindahan
Lakukan pengangkutan tabung gas dengan aman dan hindari dari kemungkinan jatuh atau
membentur benda keras
Angkut tabung gas dengan posisi berdiri dan diikat dengan jumlah tabung tidak melebihi
kapasitas alat angkut
Hindarkan pemindahan tabung gas dengan cara menyeret, menggelindingkan dan menggunakan
alat angkut magnit
Dilarang mengangkat tabung gas dengan tali baja (wire rope)
Pemakaian
Tabung gas selalu dalam posisi berdiri dan terikat selama pemakaian
Dilarang mempergunakan tabung gas tanpa regulator
Untuk menghidari Cedera oleh perkakas tersebut, taatilah upaya pencegahan berikut ini
1. Periksalah perkakas sebelum dipakai dan jangan menggunakannya jika diketahui ada kerusakan.
2. Perkakas yang rusak atau yang bengkok karena dipakai dan perkakas yang cacat harus segera
diganti.
3. Letakan perkakas pada satu tempat,jangan dibiarkan berserakan
4. Jangan meletakan perkakas di atas mesin atau tempat lain yang mudah jatuh.
5. Bila perkakas tersebut kotor oleh minyak, bersihkanlah alat itu sebelum dipakai.
6. Pakailah perkakas yang sesuai untuk setiap pekerjaan, karena setiap jenis mempunyai fungsi dan
/atau ukuran yang berbeda.
7. Sebelum menyimpan perkakas, hitung jumlah dan periksalah apa ada yang rusak.Simpanlah
dengan baik agar mudah diambil bila diperlukan dan mudah mendeteksi sekiranya ada kerusakan
PALU
a. Jangan menggunakan Palu yg tanpa baji,longgar,gagangnya rusak, ke-palanya rusak walau sebelah
atau kepalanya sudah berbentuk jamur.
b. Jangan mengayun palu dengan memakai sarung tangan.
c. Pukulan palu pertama seharusnya tdk begitu keras.Mulaila pukulan ringan dan sedikit demi
sedikit tingkatkan kekuatannya
d. Hati-hati terhadap bahaya serpihan logam yg melayang pada saat logam ,pelat panas dipukul
dengan palu.
K. BISING
Topik : Kesehatan Kerja
Bising adalah : Bunyi /suara yg tidak menyenangkan/tidak dikehendaki, oleh pekerja.
Jadi Bahaya Bising adalah : Suatu kondisi, keadaan Bunyi, Suara yang tidak
dikehendaki/menyenangkan yg akan merusak / mencederai indera pendengar kita. Jika kita bekerja di
tempat yang Bising dalam jangka waktu yg lama/tertus menerus maka indera pendengaran kita akan
menurun, bahkan bisa Tuli permanen/tuli sementara.
Yang dimaksud Tuli permanen adalah Tuli yg tidak bisa diobati, harus menggunakan alat, sedangkan
Tuli sementara adalah Tuli yang beberapa jam, hari akan sembuh/normal kembali.
Dalam kehidupan sehari – hari , untuk dapat melakukan sesuatu yang sempurna dibutuhkan
Pendengaran yang baik agar mudah untuk berkomunikasi. Pendengaran merupakan alat pemberi
peringatan yang sangat peka, sekalipun dalam keadaan tertidur, lebih – lebih dalam keadaan terjaga
atau sedang melakukan pekerjaan. Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa Peranan Pendengaran
sangat penting, untuk itu kita perlu menjaga indera pendengar kita dari suara-suara yang tidak
menyenangkan/tdk dikehendaki,agar indera pendengar kita tetap fit.
Manusia/pekerja mempunyai kemampuan menerima intensitas terlemah 10 db dan intensitas
tertinggi 85 – 90 db, lebih dari itu harus memakai Alat Pelindung Diri . Alat pelindung diri yang harus
dikenakan adalah Ear Plug untuk intensitas bunyi antara 85 s/d 120 db dan Ear Muff untuk intensitas
bunyi diatas 120 db.
Adapun langkah – langkah yang perlu kita lakukan untuk menjaga kesehatan Pendengaran kita al:
Pertama mengurangi Intensitas/kekuatan bising pada sumbernya.
Kedua kita harus menggunakan Erplug jika bekerja di lokasi yang bising.
Dengan mengetahui bahaya-bahaya dari penggunaan oksigen maka pentinglah bagi kita untuk
melakukan tindakan pencegahan bahaya sebelum terjadinya kecelakaan yang diakibatkan kesalahan
penggunaan dan penanganan oksigen.
Hand tools harus terbuat dari bahan berkualitas baik dan sesuai untuk pekerjaan yang akan
dilakukan;
Penggunaan alat pemotong harus mencegah tangan dari terluka oleh bagian yang tajam dari
alat pemotong. Tepi tajam alat pemotong harus dijaga agar tetap tajam (jika tumpul
menyebabkan tekanan yang berlebihan pada saat digunakan);
Penggunaan alat pemukul (misalnya palu), handle-nya harus terpasang dengan kuat untuk
mencegah terlepas saat digunakan.
N. PENANGANAN DAN PENGGUNAAN
Hand Tools dan kelengkapannya harus digunakan hanya untuk tujuan tertentu yang dirancang
sesuai dengan kegunaannya.
Tempat Penyimpanan
Peralatan-peralatan hand tools yang tajam harus disimpan dengan dengan hati-hati / ujung-ujungnya
yang tajam harus dilindungi atau ditempatkan di posisi yang aman untuk menghindari kontak tak
disengaja atau jatuh ke personil. Hand tools harus dijaga agar tetap bersih, bebas dari oli, kelembaban,
dan bahan kimia untuk mencegah kerusakan dan korosi. Peralatan harus diperiksa secara teratur,
diperbaiki atau diganti jika perlu.
O. PROSEDUR PEKERJAAN CUTTING DAN WELDING
Pekerjaan Welding dan Flame Cutting adalah pekerjaan yang harus dikontrol secara benar karena
berisiko terhadap kebakaran dan ledakan. Hot Work tidak boleh dilakukan tanpa ada ijin kerja panas (
Hot Work Permit). Sebelum memulai pekerjaan Hot Work, Welder harus memeriksa dan membuat
persiapan sebagai berikut:
Mengklarifikasi di mana zona ledakan / daerah gas (jika ada), ketika pekerjaan dilakukan.
Periksa dan pastikan bahwa tidak ada bahaya kebocoran gas atau cairan mudah terbakar dari pipa,
tank, ventilasi dari tank, saat melakukan pekerjaan panas;
Pastikan ventilasi yang memadai,
Atur regulator dari tabung gas tekanan kerja yang direkomendasikan;
Siapkan divisi struktural atau perlindungan, jika berlaku, terutama untuk daerah-daerah di mana
risiko kebakaran atau kerusakan peralatan, pipa, kabel dll bisa terjadi
Pastikan jenis kualitas baja, elektroda dan prosedur pengelasan yang tepat. (Via lembar kerja,
gambar dll);
Semua bahan yang mudah terbakar harus dibersihkan dari area kerja, atau ditutupi, sebelum
pekerjaan dimulai;
Pekerjaan panas harus dipasang papan pengaman mencegah percikan api dan logam panas dari
terbang luar ke luar areal kerja;
Gunakan selimut tahan api ;
Pastikan bahwa fireguard (pelindung api) ada dilokasi ketika pekerjaan panas sedang berlangsung;
Izin Kerja harus sudah disetujui oleh pihak yang berkepentingan.
Semua tindakan pencegahan dan persyaratan isolasi yang disebutkan pada izin kerja harus
dilaksanakan sebelum dimulainya pekerjaan;
Siapkan alat pemadam api ringan saat melakukan pengelasan
Penyebab utama kematian atau kecelakaan serius yang berhubungan dengan pekerjaan listrik adalah
sebagai berikut:
Menggunakan peralatan-peralatan tanpa maintenance yang baik
Kerja terlalu dekat dengan kabel listrik bertegangan tinggi
Penggalian kabel bawah tanah bertegangan
Praktek yang tidak aman saat menggunakan supply utama
Menggunakan peralatan-peralatan yang tidak standar
Prosedur keselamatan saat bekerja dengan Electrical Equipment, Mesin-mesin dan Instalasinya:
Perencanaan yang matang : pemilihan peralatan-peralatan yang tepat sebelum mulai kerja
Dikerjakan oleh orang yang kompeten
Gunakan equipment yang standar dan sesuai
Q. BEKERJA DI KETINGGIAN
Di banyak Negara, jatuh dari ketinggian adalah penyebab terbesar terjadinya kecelakaan fatal di
area kerja pada saat bekerja di ketinggian. Masalah yang sering terjadi adalah kecelakaan fatal
terjadi ketika pekerja:
TEORI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal: pertama, adanya kenyataan bahwa
penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi; kedua, hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan
organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi,
kompetensi dan tindakan pemimpin yang bersangkutan (Yukl, 1989). Kenyataan dan/atau gagasan,
serta hasil penelitian tersebut tak dapat dibantah kebenarannya. Semua pihak maklum adanya,
sehingga muncul jargon “ganti pimpinan, ganti kebijakan”, bahkan sampai hal-hal teknis seperti ganti
tata ruang kantor, ganti kursi, atau ganti warna dinding. Demikianlah, kepemimpinan itu merupakan
fenomena yang kompleks sehingga selalu menarik untuk dikaji.
Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan
sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam
memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach. Pada
perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara-cara menjadi pemimpin yang efektif,
termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin
profesional dan bermoral.
Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental di dalam menganalisis proses dan
dinamika di dalam organisasi. Untuk itu banyak kajian dan diskusi yang membahas definisi
kepemimpinan yang justru membingungkan. Menurut Katz dan Kahn (dalam Watkin, 1992) berbagai
definisi kepemimpinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yakni
“sebagai atribut atau kelengkapan dari suatu kedudukan, sebagai karakteristik seseorang, dan sebagai
kategori perilaku”.
Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau kelengkapan suatu kedudukan, diantaranya
dikemukakan oleh Janda (dalam Yukl, 1989) sebagai berikut.
“Leadership is a particular type of power relationship characterized by a group member’s perception
that another group member has the right to prescribe behavior patterns for the former regarding his
activity as a group member”. (Kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang
ditentukan oleh anggapan para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu memiliki
kekuasaan untuk menentukan pola perilaku terkait dengan aktivitasnya sebagai anggota kelompok,
pen.).
Selanjutnya contoh pengertian kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang, terutama dikaitkan
dengan sebutan pemimpin, seperti dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000) bahwa
“Leaders are agents of change, persons whose act affect other people more than other people’s acts
affect them”, atau pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi orang
lain lebih dari orang lain mempengaruhi dirinya.
Adapun contoh pengertian kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin
(2002) yakni: “Leadership involves a set of interpersonal influence processes. The processes are
aimed at motivating sub-ordinates, creating a vision for the future, and developing strategies for
achieving goals”, yang dapat diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses pengaruh
antar orang. Proses tersebut bertujuan memotivasi bawahan, menciptakan visi masa depan, dan
mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan.
Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas, Watkins (1992) mengemukakan bahwa
“kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki kekhasan dari suatu kelompok yang dapat
dibedakan secara positif dari anggota lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran,
atau struktur kelompok”. Pengertian ini tampak berusaha memadukan ketiga kategori pemikiran secara
komprehensif karena dalam definisi kepemimpinan tersebut tercakup karakteristik pribadi, perilaku,
dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut maka teori
kepemimpinan pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki karakteristik fisik,
mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada individu lain dalam suatu kelompok sehingga
individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi individu lain dalam kelompok tersebut untuk
bertindak ke arah pencapaian suatu tujuan.
SEMOGA BERMANFAAT
Safe Working Condition
By HSP,
Author: Ismail. A
Tindakan tidak aman sering kali dinyatakan sebagai penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Sejumlah
data kecelakaan yang dilaporkan menunjukkan bahwa kecelakaan terjadi akibat buruknya praktek
kerja, salah dalam membuat keputusan, kurangnya kontrol, kesembronoan dan tindakan yang bodoh.
Berdasarkan hal tersebut banyak yang berpendapat bahwa dengan menghentikan unsafe act maka
kecelakaan tidak akan terjadi. Menerima pendapat ini secara harfiah malah dapat menjadi salah kaprah
dalam menerapkan sistem keselamatan terutama dalam upaya meningkatkan kondisi kerja yang aman
(safe working condition).
Jika diamati lebih jauh dan dalam banyak kasus, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh kombinasi
antara kondisi kerja yang tidak aman dan tindakan atau perilaku tidak aman. Jarang sekali terjadi
kecelakaan yang semata-mata disebabkan oleh tindakan tidak aman sementara kondisi kerja sangat
aman. Kondisi kerja tidak aman misalnya adalah disain dan konstruksi sistem kerja yang
buruk, kerapian dan kebersihan yang buruk, prosedur kerja yang dapat menimbulkan bahaya, instruksi
kerja tidak memenuhi standar, kurangnya sistem pengaman pada mesin, perawatan mesin yang kurang
baik, mesin yang sudah tua sehingga kinerjanya sudah tidak optimal dan lain sebagainya (DeReamer,
1981).
Kondisi kerja yang tidak aman ini akan memperbesarkan potensi terjadinya tindakan tidak aman dari
pekerja. Untuk memperkecil terjadinya tindakan tidak aman dari pekerja maka kondisi kerja harus
diperbaiki, maka ada teori yang membahas hubungan antara mesin dengan manusia (DeReamer, 1981)
dan teknologi keselamatan dengan faktor manusia (Hoyos, 1998). Kedua teori ini lebih banyak
melakukan pendekatan dari sisi teknologi atau kondisi kerja (lingkungan). Teori Hoyos berpedoman
pada hirarki sistem keselamatan kerja seperti pada Gambar dibawah. Tahap
pertama adalah mengurangi bahaya dengan cara menggunakan bahan-bahan yang kurang
berbahaya, misalnya menggunakan bahan kimia yang tingkat bahayanya rendah. Jika menggunakan
bahan berbahaya tidak dapat dihindari maka dilakukan tahap kedua yaitu dengan memisahkan sumber
bahaya dengan manusia, misalnya dengan menggunakan sistem proses yang tertutup, dinding tahan
api, tangki tahan tekanan dan temperatur tinggi, dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah memberikan
alat pelindung diri dan melengkapi mesin atau peralatan dengan pengaman seperti alarm, tombol
darurat, kontrol otomatis untuk mengurangi kontak dengan manusia dan lain-lain.
Selanjutnya tahap terakhir adalah memperbaiki perilaku pekerja dalam melakukan pekerjaan.
Meskipun ketiga aspek sebelumnya sudah dilaksanakan, namun apabila pekerja tidak mematuhi
peraturan yang ada, seperti menggunakan alat pelindung diri, menempatkan bahan baku sesuai
dengan kategori yang sudah ditentukan, melakukan pengamatan secara benar dan baik terhadap
parameter proses dan lain-lain, maka potensi terjadinya kecelakaan kerja masih besar.
Tujuan yang paling penting dari peningkatan kondisi atau lingkungan kerja yang aman adalah
mengurangi kemacetan, tekanan dan ketegangan dari alur proses kerja. Beberapa program yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki kondisi kerja adalah disain mesin atau peralatan, perawatan mesin, tata
letak, metode proses, pencahayaan, pemanasan, ventilasi, sistem pertukaran udara, peredam suara dan
lain-lain (DeReamer, 1981).
Proses dan fasilitas produksi pada umumnya melalui beberapa tahapan pengembangan, dan tahapan-
tahapan tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu siklus. Siklus dari proses dan fasilitas produksi secara
umum dapat dijelaskan sebagai berikut (Johnson et al., 2003):
Initial concept/laboratory research
Process development; small-scale or pilot plant operations
Full-scale engineering design and facility construction
Full-scale startup and operation, including shutdown and maintenance activities
Modifications and expansions
Mothballing/decommissioning and demolition.
Setiap tahapan tersebut harus dikaji secara mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
keselamatan kerja untuk meminimalkan resiko terjadinya kecelakaan.
Total Safety Culture: Pergeseran Paradigma
Kerjasama Team (Teamwork)
By HSP – Penulis: Ismail. A
Tidak semua orang bisa bekerja sama didalam satu team. Bekerja dalam team memerlukan kesabaran
setiap orang yang terlibat. Berapa banyak orang yang merasa bahwa mengerjakan sesuatu dalam team
malah menjadi lebih lama dan tidak efektif. Tentu saja hal tersebut ada benarnya jika team tidak bisa
bekerjasama dengan baik dan efektif. Didalam safety culture atau budaya K3, kerja team justru lebih
diutamakan dari pada kerja secara individu. Ada beberapa paradigma baru yang dipromosikan dalam
teori budaya keselamatan dalam meningkatkan efektifitas kerjasama team (teamwork).
Manajemen tradisional mengukur kinerja atau keberhasilan secara individu. Sehingga muncul
kompetisi dan upaya untuk berhasil sendiri-sendiri didalam organisasi. Yang terpenting adalah tugas
saya selesai dan tidak mendapat kecelakaan, peduli apa dengan rekan-rekan kerja yang lain. Selama
saya baik dan berhasil maka kinerja saya akan dinilai baik, meskipun tingkat kecelakaan didalam
organisasi saya masih tinggi.
Sistem majemen keselamatan yang modern mengajarkan untuk mengukur kinerja team. Jadi bukan
lagi “ Apa yang bisa kamu lakukan dan apa yang kamu dapat”, akan tetapi “ Bagaimana kamu
berkolaborasi dengan yang lain dan apa yang dicapai oleh team”. Namun bukan berarti kinerja
individu dilupakan, akan tetapi porsi pengukuran kinerja team menjadi lebih besar. Hal ini akan
menimbulkan dan mengajarkan tanggung jawab terhadap kelompok kerja atau rekan-rekan kerja yang
lain. Sehingga keberhasilan individu akan diiringi dengan keberhasilan team atau organisasi.
Bagaimana mungkin kita bisa memberikan penghargaan keberhasilan kepada individu sementara
organisasi secara keseluruhan berprestasi buruk atau tingkat kecelakaan tinggi. Maka didalam budaya
K3, kinerja individu diukur dari kontribusi yang dia lakukan didalam organisasi atau team dan
pencapaian team.
Efektifitas kerjasama team akan terjadi manakala setiap individu yang diberi tanggung jawab
pekerjaan adalah untuk meningkatkan kinerja team. Setiap individu menerima tugas masing-masing
dan melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka membantu pencapaian target oragnisasi atau
team. Jadi bukan menyelasaikan tugas pekerjaan secara indvidu untuk menyenangkan
atasan. Teamwork memerlukan perubahan dari pencapaian personal goals menjadi pencapaian target
secara team atau kelompok.
Dari poin 1 dan 2 diatas sudah dijelaskan bahwa kinerja diukur berdasarkan pencapaian atau
keberhasilan team, dan pelaksanaan pekerjaan dilakukan dalam rangka mencapai target dari team
bukan individu. Demikian pula penghargaan dari keberhasilan tidak diberikan secara individu akan
tetapi penghargaan atas keberhasilan bersama karena kerjasama yang baik dari team. Pardigma ini
akan merubah kompetisi individu yang seringkali tidak sehat menjadi kerjasama dan kerbersamaan
dalam mencapai target organisasi.
Safety culture juga mengutamakan komunikasi dalam bentuk interaksi kelompok. Setiap indvidu
didorong untuk menyampaikan pendapat atau usulan dan dilibatkan dalam setiap bentuk diskusi.
Komunikasi tidak hanya dari top-down akan tetapi juga dari button-up. Artinya setiap atasan atau
supervisor harus membuka diri untuk menerima masukkan dari team. Safety meeting merupakan
media komunikasi dan interaksi antar indvidu dalam kelompok. Semakin tinggi tingkat interaksi dari
individu didalam team, akan semakin meningkatkan personal commitment untuk mencapai target
team. Hal tersebut juga akan membangun lingkungan kerja yang kondusive, meningkatkan
kebersamaan, meningkatkan motivasi kerja dan rasa memiliki terhadap program yang sudah
disepakati.
Ingin lebih mendalami bagaimana cara menerapkan Total Safety Culture Untuk Meningkatkan Produktivitas
Kerja, Ikuti Training Total Safety Culture dari HSP Academy, pada tanggal 11 Februari 2012, bertempat di Hotel
ibis Jakarta Slipi. Untuk informasi lebih detail hubungi HSP Academy atau melalui email:
academy@healthsafetyprotection.com
SEMOGA BERMANFAAT
HSP
Grounding Yang Efektif Untuk Mencegah Kebakaran
By HSP,
(Ref. Nationwide bulletin)
Listrik statis telah menyebabkan tejadinya kebakaran yang serius pada banyak industri manufaktur.
Percikan atau spark yang timbul akibat listrik statis dapat membakar uap mudah terbakar (flammable
vapor). Pembentukan listrik statis adalah karena adanya aksi kontak dan pemisahan zat yang berbeda.
Cairan menghasilkan statis ketika cairan mengalir melalui pipa atau selang; ketika cairan jatuh melalui
udara dalam bentuk tetes atau semprotan, ketika cairan memercik di dalam tangki, dan ketika udara
atau gas dialirkan melalui cairan sehingga membentuk gelembung cairan.
Jika tidak ada jalan atau penyaluran dari listrik statis yang terbentuk, maka muatan listrik statis akan
mengumpul dan membentuk tegangan listrik yang cukup untuk menimbulkan spark atau percikan.
Maka apabila bekerja dengan bahan flammable atau mudah terbakar, maka container atau kemasan
harus dipasang grounding dan mengikat kemasan tersebut untuk menghindari terbentuknya listrik
statis.
Gambar dibawah ini merupakan salah satu contoh sistem grounding yang efektif untuk menghindari
terjadinya kebakaran dari bahan kimia mudah terbakar ketika dilakukan pemindahan tanpa/dengan
menggunakan pompa dari satu kemasan ke kemasan yang lain.
PERANAN KESALAHAN MANUSIA DALAM KECELAKAAN
By HSP,
Usaha untuk mengurangi kecelakaan kerja dengan memperbaiki metode keselamatan dari sisi
engineering atau teknis sudah sejak lama dilakukan, namun hasil yang diperoleh masih kurang
memuaskan karena masih tingginya angka kecelakaan. Dari berbagai penelitian terhadap kecelakaan
major oleh berbagai peneliti ditemukan bahwa peran kesalahan manusia atau human error ternyata
sangat signifikan. Bahkan beberapa peneliti sampai pada kesimpulan bahwa human error merupakan
factor paling utama penyumbang terjadinya kecelakaan yang menghilangkan nyawa manusia, cidera
pada pekerja dan kerusakan pada fasilitas perusahaan. Human error juga memberikan dampak yang
signifikan terhadap kualitas, produksi dan profotabilitas perusahaan. Berikut adalah beberapa contoh
hasil kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh para ahli dibidang safety:
Joshcheck (1981) : 80-90% kecelakaan di industri kimia disebabkan oleh human error.
Ramussen (1989) : Melakukan studi pada 190 kecelakaan di industry kimia menemukan 4
penyebab utama, yaitu:
o Kurangnya pengetahuan – 34%
o Kesalahan disain – 32%
o Kesalahan prosedur – 24%
o Kesalahan personel – 16%
Butikofer (1986): Melakukan penelitian kecelakaan kerja pada industry petrokimia dan
refinery, menemukan beberapa factor berikut sebagai penyebab kecelakaan:
o Kegagalan disain dan peralatan – 41%
o Kegagalan personel dan perawatan – 41%
o Ketidaklengkapan prosedur – 11%
o Ketidaklengkapan inspeksi – 5%
o Lain-lain – 2%
Uehara and Hoosegow (1986): Melakukan penelitian terhadap kecelakaan kebakaran pada
industry refinery, 58% penyebab kebakaran adalah human error:
o Manajemen yang tidak tepat – 12%
o Disain yang kurang tepat – 12%
o Material yang kurang tepat – 10%
o Kesalahan operasi – 11%
o Inspeksi yang kurang tepat – 19%
o Perbaikan yang kurang tepat – 9%
o Kesalahan lain -27%
Oil Insurance Association Report on Boiler Safety (1971): Menemukan bahwa 73%
kerusakaan boiler pada saat start up dan 67% ledakan pada boiler disebabkan oleh human
error.
Ismail (2010) : Melakukan penelitian pada industry kimia hilir di Indonesia untuk mengetahui
faktor-faktor penyebab terjadinya potensi bahaya reaktifitas kimia, dari hasil penelitian
ditemukan enam faktor penyebab utama, yaitu:
o Training & Kompetensi – 7.7%
o Prosedur dan standar kerja – 18.8%
o Faktor kesalahan pekerja – 36.9%
o Komitmen Manajemen – 13.3%
o Keamanan dan kenyamanan lingkungan kerja – 22.9%
o Analisis bahaya dan risiko – 0.5%
Selain dari penelitian secara formal yang disebutkan diatas, hampir semua hasil investigasi kecelakaan
besar dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan hal yang sama, yaitu penyebab utama
kecelakaannya adalah human error. Misalnya kecelakaan pada Texas City, Piper Alpha, Ledakan pada
Phillip 66, Feyzin, Mexico city, telah menunjukkan bahwa kesalahan manusia merupakan faktor
kausal yang sangat signifikan pada tingkat disain, operasi, pemeliharaan dan manajemen proses.
Level paling dasar didalam struktur system produksi yang mempengaruhi human error adalah faktor-
faktor organisasi yang menciptakan prakondisi terjadinya kesalahan manusia. Top manajemen
perusahaan sangat menentukan level kondisi kinerja apakah mendorong kearah yang efektif atau
menimbulkan kesalahan pada tingkat operasional. Prioritas organisasi akan sangat berpengaruh
terhadap sejauh mana sumber daya yang tersedia untuk membantu menerapkan system keselamatan
pada proses produksi. Sikap yang mengarah kepada menyalahkan akan sangat menentukan
berkembangnya budaya saling menyalahkan didalam organisasi, yang berdampak pada menurunnya
motivasi kerja dan meningkatnya human error. Faktor-faktor seperti dorongan untuk berpartisipasi,
dan kualitas dari komunikasi antara manajemen dan pekerja akan memberikan dampak yang besar
terhadap budaya keselamatan. Kebijakan yang jelas untuk memastikan kualitas dari prosedur dan
training akan sangat berpengaruh terhadap kecendrungan terjadinya human error.
Pada level berikutnya yang juga sangat berpengaruh terhadap human error adalah line manajemen
yang merupakan perpanjangan tangan dari top manajemen. Meskipun top manajemen sudah
mengambil kebijakan yang tepat namun jika tidak mendapatkan dukungan yang baik dari line
manajemen maka kebijakan tersebut tidak akan efektif, dan hal ini akan mendorong meningkatnya
human error.
Level selanjutnya dalam struktur system produksi adalah merupakan kegiatan yang dilakukan didalam
pabrik untuk membuat produk dimana terjadi interaksi antara manusia dan peralatan kerja, seperti
proses pengoperasian mesin, loading material, pemotongan, pengadukan, dst. Dalam proses teknologi
modern yang serba otomatis, aktifitas fisik pekerja akan lebih rendah dari pada menggunakan
teknologi konvensional yang mengandal fisik. Dalam proses teknologi yang modern lebih
mengandalkan keterampilan kognitif pekerja untuk pemencahan masalah, melakukan diagnosis, dan
pengambilan keputusan dalam proses dan optimasi produksi. Keterlibatan pekerja juga sangat tinggi
dalam proses perawatan dan perbaikan peralatan produksi.
Level terakhir dalam system produksi adalah pertahanan terhadap bahaya yang akan datang.
Pertahanan dapat dilakukan dalam beberapa bentuk seperti pertahanan rekayasa engineering
(emergency shutdown system, release valve, containment, fire extinguisher, dst), pertahanan system
manusia (keahlian dan pengetahuan terhadap bahaya) dan control administrative seperti ijin kerja,
prosedur kerja, dst.
Dari lapisan struktur system produksi tersebut dapat dilihat berbagai faktor yang berpotensi
mendorong terjadinya human error yang dapat mengakibatkan terjadi kecelakaan kerja. Secara urutan
rangkaian dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kebijakan yang tidak tepat –> Pelaksanaan yang tidak memadai dari line manajemen –> Kondisi
lingkungan kerja yang kondusif untuk terjadinya kesalahan kerja –>Tindakan yang tidak aman dari
pekerja –>Pertahanan yang kurang memadai –>Terjadinya kecelakaan akibat human error.
SEMOGA BERMANFAAT
HSP
Manajemen Standar Untuk Menangani Stress Kerja (Work-Related Stress)
By HSP,
Apa itu Stress?
Stress adalah suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan,
atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya
dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum
rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. Stres tidak selalu buruk,
walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi
peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan
berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang
menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka. Stres
bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang
menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres
yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres
hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak
implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan. (Sumber Wikipedia).
Mengapa kita perlu untuk mengatasi stress?
Sekitar 1 dari 5 orang mengatakan bahwa mereka mengalami stress atau sangat stress dalam
pekerjaan mereka.
Lebih dari setengah juta orang melaporkan mengalami sakit akibat dari stress pekerjaan.
Setiap kasus sakit akibat stress kerja mengakibatkan kehilangan 29 hari waktu kerja. Sebanyak
13,4 juta hari total kehilangan waktu kerja pada tahun 2001.
Kerugian atau biaya yang dikeluarkan untuk penyakit akibat stress kerja berkisar antara £ 37
Miliar – £ 38 Miliar setahun (1995-1996).
(Sumber Health and Safety Executive).
Mengingat demikian besarnya dampak kerugian yang diakibatkan oleh stress kerja, maka Health and
Safety Executive (HSE) di UK membuat manajemen standar untuk mengatasi atau mengurangi stress
di tempat kerja. Guidance atau manajemen standar yang dikeluarkan oleh HSE mencakup enam (6)
elemen penting dalam mengendalikan stress kerja ditempat kerja. Jika enam elemen tersebut tidak
ditangani dengan baik, maka akan dapat berdampak terhadap kesehatan pekerja, kesejahteraan pekerja,
produktivitas kerja, kecelakaan kerja, kenyamanan bekerja, hubungan kerja, dan lain-lain. Enam
elemen penting yang harus ditangani secara baik dan berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan – seperti beban kerja, pola kerja dan lingkungan kerja.
2. Kontrol – berapa banyak pekerja mengatakan bahwa mereka telah melakukan pekerjaan
mereka sesuai SOP namun gagal.
3. Dukungan – seperti dorongan, motivasi, kelengkapan sumber daya.
4. Hubungan – misalnya mempromosikan perilaku positif untuk mencegah konflik terhadap
perilaku negatif.
5. Peran/tanggung jawab – apakah para pekerja benar-benar sudah memahami tanggung jawab
mereka didalam organisasi dan apakah sudah tidak ada konflik tanggung jawab didalam
organisasi.
6. Perubahan – apakah setiap perubahan sudah dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh
pekerja.
Berikut akan kita lihat guideline (manajemen standar) untuk masing-masing elemen agar lebih mudah
untuk diterapkan ditempat kerja.
Elemen 1: Tuntutan
Standar:
Pekerja harus mampu menunjukkan bahwa mereka dapat mengatasi tuntutan kerja yang
diberikan kepada mereka.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan memberikan beban kerja atau tuntuan kerja yang sesuai atau dapat
dicapai/diselesaikan berdasarkan waktu kerja yang disepakati.
Tuntutan pekerjaan yang diberikan disesuaikan dengan keterampilan dan kemampuan pekerja.
Pekerjaan yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan pekerja.
Keluhan pekerja terhadap pekerjaan harus dibicarakan penyelesaiannya.
Elemen 2: Kontrol
Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka mampu menjelaskan cara kerja yang mereka
lakukan.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Pekerja harus mampu mengontrol pekerjaan mereka.
Perusahaan mendoronga pekerja untuk menggunakan keterampilan dan inisiatip dalam
melakukan pekerjaan mereka.
Perusahaan mendorong pekerja untuk mengembangkan keterampilan baru untuk membantu
mereka dalam mengahadapi tantangan baru didalam bekerja.
Perusahaan mendorong pekerja untuk mengembangkan keterampilan mereka.
Pekerja memiliki otoritas untuk mengambil waktu istirahat.
Pekerja dapat berkonsultasi atas pola kerja mereka.
Elemen 3: Dukungan
Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka menerima informasi dan dukunganyang memadai
dari atasan dan rekan-rekan kerja mereka.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan harus memiliki kebijakan dan prosedur yang cukup untuk mendukung pekerja.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan manajer untuk mendorong dan mendukung
staff mereka.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan pekerja secara aktif mendorong dan
mendukung rekan-rekan kerja mereka.
Pekerja mengetahui dukungan apa yang tersedia dan bagaimana untuk mengaksesnya.
Pekerja mengetahui bagaimana untuk mengakses sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan mereka.
Pekerja menerima umpan balik secara berkala dan konstruktif.
Elemen 4: Hubungan
Standar:
Pekerja menunjukkan bahwa mereka tidak mengalami perlakuan yang tidak dapat diterima,
misalnya intimidasi ditempat kerja.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan mempromosikan perilaku positip ditempat kerja untuk menghindari konflik dalam
menjamin keadilan.
Pekerja berbagi informasi yang relevan dengan pekerjaan mereka.
Perusahaan memiliki kebijakan dan prosedur untuk mencegah perilaku atau perlakuan yang
tidak dapat diterima.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan dan mendorong manajer untuk menangani
perilaku atau perlakuan tidak dapat diterima.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan atau mendorong pekerja untuk melaporkan
perilaku atau perlakuan yang tidak dapat diterima.
Elemen 5: Peran dan Tanggung Jawab
Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa mereka memahami peran dan tanggung jawab mereka
didalam pekerjaan mereka.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan harus memastikan penempatan pekerja pada tempat yang sesuai.
Perusahaan harus memberikan dan menyediakan informasi yang memungkinkan pekerja untuk
memahami peran dan tanggung jawab mereka.
Perusahaan harus membuat persyaratan yang jelas untuk setiap peran dan tanggung jawab
kerja.
Terdapat sistem atau proses yang memungkinkan pekerja untuk menyampaikan setiap konflik
atau masalah yang muncul didalam peran dan tanggung jawab kerja mereka.
Elemen 6: Perubahan
Standar:
Pekerja dapat menunjukkan bahwa perusahaan melibatkan mereka didalam melakukan
perubahan.
Terdapat sistem atau proses untuk menanggapi setiap keluhan pekerja.
Kondisi yang harus dicapai:
Perusahaan memberikan kesempatan atau waktu yang cukup kepada pekerja untuk memahami
alasan-alasan perubahan yang diusulkan.
Perusahaan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk berkonsultasi tentang perubahan
dan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memberikan masukkan.
Pekerja menyadari dampak dari setiap perubahan pekerjaan dan jika perlu pekerja diberikan
training untuk mendukung perubahan tersebut.
Pekerja mengetahui waktu atau jadual untuk perubahan.
Pekerja memiliki akses untuk mendapatkan dukungan yang relevan selama perubahan.
Bagaimana tahapan penerapan guideline penanganan stress ditempat kerja?
Ada lima (6) tahapan yang harus dilakukan dalam menerapkan standar ini, yaitu:
1. Menyiapkan organisasi untuk menerapkan manajemen standar penanganan stress ditempat
kerja, seperti komitmen top manajemen untuk mendukung program ini, menyediakan sumber
daya yang cukup dan team yang akan bekerja untuk program ini.
2. Melakukan identifikasi faktor-faktor risiko stress ditempat kerja dengan terlebih dahulu
memahami standar penanganan stress ditempat kerja.
3. Mengumpulkan data-data pekerja yang mengalami stress dan bagaimana hal tersebut dapat
terjadi.
4. Melakukan evaluasi terhadap data-data stress yang diperoleh dan mencari solusi yang mungkin
dilakukan.
5. Membuat rencana tindakan atau program penanganan stress dan menerapkan rencana tersebut.
6. Melakukan tinjauan ulang dan kajian efektifitas program penanganan stress yang diterapkan.
SEMOGA BERMANFAAT
HSP
Faktor-Faktor Pribadi Yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan
by HSP,
Menurut teori yang dikemukakan oleh Henrich (1931) bahwa kecelakaan kerja terjadi karena adanya
unsafe act dan unsafe condition. Unsafe act atau tindakan tidak aman merujuk pada tindakan atau
perilaku dari manusia atau pekerja. Perilaku tidak aman dari pekerja sangat dipengaruhi oleh faktor
pribadi dari pekerja itu sendri. Menurut Ramsey, ada beberapa faktor pribadi yang mempengaruhi
terjadinya kecelakaan akibat dari unsafe act tersebut. Berikut akan dijelaskan secara ringkas faktor-
faktor pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja.
1. Pengamatan terhadap bahaya
Faktor yang pertama adalah kemampuan dari pekerja untuk mengamati ada tidaknya bahaya di tempat
mereka melakukan pekerjaan. Tidak semua pekerja memiliki kemampuan untuk mengetahui adanya
bahaya di area kerja mereka. Kemampuan untuk mengamati bahaya tersebut sangat tergantung dari
pengetahuan atau pengalaman pekerja terhadap area atau proses kerja yang mereka lakukan. Pada
umumnya pekerja baru yang belum mendapatkan training atau pengalaman yang cukup tidak akan
mampu mengamati atau mengidentifikasi bahaya dari pekerjaan yang akan mereka lakukan. Ketidak
mampuan pekerja dalam mengamati atau mengidentifikasi bahaya ditempat kerja merupakan faktor
yang dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja.
2. Pengenalan terhadap bahaya
Setelah pekerja mampu mengamati atau mengidentifikasi adanya potensi bahaya ditempat kerja
mereka, maka selanjutnya mereka harus mengenali bahaya tersebut. Banyak pekerja yang mampu
mengidentifikasi bahaya ditempat kerja mereka, akan tetapi tidak mampu mengenali jenis bahaya yang
dapat terjadi. Sebagai contoh sederhana, diarea kerja terdapat solven atau bahan kimia pelarut, pada
label terdapat simbol hazards (toxic) dan nama bahan kimia tersebut. Dari simbol hazard hampir
dipastikan bahwa semua pekerja dapat mengamati bahwa bahan kimia tersebut berbahaya. Namun
tidak semua pekerja dapat mengenali jenis bahaya diceritakan oleh simbol hazard tersebut. Bisa jadi
beberapa dari pekerja mengenali jenis hazard yang ada secara umum, misalnya beracun, namun secara
detil mereka bisa jadi tidak mengetahui efek racun dan jalur masuk racun dari bahan kimia tersebut.
Dalam hal ini pekerja perlu mendapatkan training yang cukup untuk mengenali jenis bahaya ditempat
kerja mereka masing-masing. Ketidak mampuan pekerja dalam mengenali jenis bahaya yang mereka
hadapi akan dapat menimbulkan kecelakaan yang lebih fatal.
3. Keputusan untuk menghindar
Meskipun pekerja sudah dapat mengamati dan mengenali bahaya, kecelakan masih bisa terjadi jika
pekerja tidak mengambil keputusan yang tepat untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Kemampuan
untuk mengambil keputusan yang tepat untuk menghindari terjadinya kecelakaan sangat dipengaruhi
oleh culture, iklim dan perilaku keselamatan. Jika budaya, iklim dan perilaku keselamatan yang
berkembang didalam organisasi merupakan budaya, iklim dan perilaku berisiko maka pekerja akan
cendrung untuk mengambil risiko dari pada menghindari risiko. Apalagi mereka sudah melakukan
pekerjaan tersebut berulang-ulang dan tidak pernah terjadi kecelakaan atau adanya perasaan macho,
takut dikatakan banci dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan pekerja mengambil keputusan
untuk tidak menghindari potensi bahaya yang dapat terjadi. Kesadaran akan besarnya kerugian yang
dapat ditimbulkan dari bahaya yang ada akan sangat menentukan keputusan yang diambil.
4. Kemampuan menghindar
Faktor yang terakhir yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan adalah kemampuan untuk
menghindari dari bahaya yang sudah diidentifikasi, dikenali dan diputuskan untuk dihindari. Pekerja
bisa saja sudah memutuskan untuk menghindar dari potensi kecelakaan yang bisa terjadi, namun
kecelakaan akan bisa dihindari jika pekerja tersebut mampu menghindari bahaya atau risiko tersebut
dengan tepat, mengetahui cara menghindari bahaya atau mengetahui cara melakukan pekerjaan dengan
aman. Kemampuan menghindar akan terlihat dari perilaku yang aman dari pekerja tersebut dalam
melakukan pekerjaannya. Kemampuan yang dibutuhkan adalah kemampuan secara fisik untuk
menghindari bahaya dan kemampuan secara skill untuk menghindari bahaya. Kedua kemampuan
tersebut harus dimiliki pekerja agar dapat menghindari bahaya yang terdapat diarea kerja mereka.
Menghindari bahaya sebelum terjadi kecelakaan dengan berprilaku aman dalam bekerja dan
menghindari bahaya pada saat terjadi kecelakaan dengan mengetahui cara penanganan bahaya atau
keadaan darurat.
Keempat faktor-faktor pribadi yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan tersebut bisa
diperbaiki dengan cara memberikan pelatihan dan edukasi kepada pekerja, sehingga para pekerja
mampu mengidentifikasi bahaya, mengenali bahaya, mengambil keputusan yang tepat untuk
menghindari bahaya dan mampu menghindari bahaya tersebut dengan cara berperilaku aman dalam
pekerjaan mereka.
SEMOGA BERMANFAAT
HSP
Ijin Masuk Confined Space
by HSP,
Masuk kedalam confined space harus melalui proses prosedur ijin masuk yang dikenal dengan
Confined Space Entry Permit (ijin masuk confined space). Ijin masuk confined space adalah suatu
dokumen untuk mengontrol personel yang akan masuk kedalam confined space dengan tujuan
kehatian-hatian agar tidak terjadi kecelakaan.Suratijin ini harus ditanda tangani oleh personel yang
berwenang. Tapi jangan salah diartikan bahwa dengan adanya surat ijin masuk confined space maka
kecelakaan tidak akan terjadi, jadi surat ijin masuk confined space bukan merupakan jaminan bahwa
pekerjaan akan aman (safe), surat ijin masuk confined space merupakan bagian dari prosedur
keselamatan bekerja di confined space. Biasanya juga diperlukan ijin kerja panas atau ijin kerja dingin
yang menyertai ijin masuk confined space.
Secara umum isi dari dokumen ijin masuk confined space adalah sbb:
location of work;
description of work;
names of entrants and standby attendants;
permit validity period;
process and electrical isolation information;
gas test results with gas tester’s name and signature;
information on the remaining hazards;
precautions to be undertaken;
rescue procedures;
approval by the Issuing Authority;
acceptance by the Performing Authority;
confirmation on completion of work;
entry cancellation and permit withdrawal.
Keuntungan atau kegunaan dari surat ijin masuk confined space adalah sbb:
Sebelum masuk:
o Memastikan bahwa otorisasi yang tepat telah diperoleh
o Memastikan bahwa manajemen mengetahui semua yang masuk ke confined space
o Untuk mengecek bahwa tempat pekerjaan sudah aman sebelum memulai pekerjaan
o Mendapatkan informasi tentang potensi bahaya yang didalamnya
o Memastikan bahwa tidak ada pekerjaan diluar yang dapat mempengaruhi orang yang
bekerja didalam confined space
Sedang didalam:
o Memastikan bahwa pekerjan dimulai dan dilakukan dengan aman
o Mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan
Setelah keluar:
o Melarang orang untuk masuk setelah periode waktu yang ditentukan atau diijinkan
Sebelum menberikan ijin masuk confined space, sebaiknya diajukan pertanyaan berikut terlebih
dahulu:
Bisakah confined space tersebut dimodifikasi menjadi tidak confined space sehingga tidak
perlu ijin masuk confined space.
Bisakah pekerjaan dilakukan dari luar (tidak perlu masuk) sehingga tidak perlu ijin masuk
confined space.
Jika jawabanya bisa, maka lakukan risk assessment dan lakukan pekerjaan tanpa perlu masuk dan ijin
masuk confined space. Namun jika jawabannya tidak, maka lakukan risk assessment confined space
dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
Apa isi confined space sebelumnya.
Residu yang masih tersisa di dalamnya.
Konsentrasi oksigen.
Dimensi ruang, dan alat-alat yang ada didalamnya
Bahan kimia yang akan digunakan didalamnya
Sumber nyala
Isolasi dan kemungkinan masuknya bahan kimia lainnya
Ruang untuk bernapas
Untuk keselamatan bekerja di dalam confined space maka surat ijin masuk harus ditanda tangani oleh
personel yang berkompeten, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
Memindahkan semua bahan berbahaya jika memungkinkan.
Pengawasan pekerjaan harus dilakukan oleh personel yang berkompeten.
Sistem komunikasi dengan pihak luar.
Pengujian udara atau gas
Purging dan ventilasi
Penghilangan residu bahan kimia sebelumnya
Isolasi
Peralatan yang sesuai
Suplai gas/udara (dengan pipa, selang dan selinder)
Pintu masuk dan keluar
Pencahayaan
Pencegahan kebakaran
Listrik statis
Prosedur emergency
Batas / lama waktu kerja
Merokok didalam ruang confined space tidak diperbolehkan, dan ini betul-betul harus diawasi karena
banyak pekerja yang tidak mengindahkan hal ini.
Jika alternatif yang aman untuk bekerja dalam confined space tidak dapat ditemukan, langkah-langkah
berikut harus dilakukan sebelum masuk:
1. Siapkan surat ijin masuk dan instruksi-instruksi yang diperlukan sebelum masuk.
2. Lakuan purging, flushing dan pemindahan residu-residu bahan kimia yang ada didalamnya.
3. Isolasi confined space dan hilangkan semua energi-energi yang tersimpan didalamnya
(misalnya tekanan, panas, dsb).
4. Siapkan ventilasi
5. Lakukan pengujian udara didalamnya dengan gas detector
6. Lakukan pengecekan bahwa semua bahan berbahaya sudah dikontrol atau diminimalkan.
7. Pastikan bahwa surat ijin masuk telah diisi dengan lengkap dan ditanda tangani oleh personel
yang berwenang.
Bagi personel yang akan bekerja didalam confined space, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
atau dipersiapkan sebelum masuk, yaitu:
Penerangan dengan lampu yang aman dan tegangan rendah
Peralatan listrik yang dilengkapi dengan grounding
Integritas selang oxy-acetylene dan kabel listrik
Peralatan komunikasi
Peralatan dan bantuan keselamatan
Safety sign dan tanda pembatas
Ruang confined space pada umumnya memiliki pencahayaan terbatas sehingga memerlukan
penerangan yang cukup selama bekerja. Untuk penerangan tersebut diperlukan sumber cahaya sperti
lampu. Namun sumber cahaya atau lampu yang digunakan harus aman, terutama jika ruang confined
space mengandung bahan mudah terbakar, karena sedikit saja percikan api dari lampu atau sumber
cahaya yang digunakan dapat menimbulkan kebakaran bahkan ledakan. Maka sangat disarankan untuk
menggunakan lampu yang explosion proof atau senter yang tidak menggunakan listrik. Pilihan lain
adalah menggunakan lightsticks, yang aman digunakan didekat bahan-bahan yang flammable atau
mudah terbakar. Bisa juga menggunakan droplight yang vapour-proof, explosion proof dan dilengkapi
dengan ground fault circuit interupters (GFCIs).
Beberapa kesalahan yang sering terjadi adalah:
Gagal dalam mengidentifikasi confined space (tidak bisa menentukan mana confined space dan
mana bukan confined space).
Gagal dalam mengisolasi vesel
Gagal dalam mengisolasi peralatan internal, seperti mixer.
Gagal dalam memeriksa kelengkapan isolasi
Terpapar bahan explosive, beracun atau asphyxiating
Terpapar bahan berbahaya
Ketidak mampuan untuk keluar dengan cepat dalam keadaan darurat.
Gagal mengurangi risiko dari aktivitas luar confined space
SEMOGA BERMANFAAT
HSP
Sekilas Tentang Global Harmonize System (GHS)
by HSP – Penulis: Ismail. A
Global Harmonize System atau disingkat GHS cukup ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Soalnya
menteri perindustrian telah mengeluarkan keputusan no 87/M-IND/PER/9/2009 tentang sistem
harmonisasi global klasifikasi dan label pada bahan kimia. Menurut peraturan manteri ini semua bahan
kima yang dipasarkan di Indonesia wajib mengikuti klasifikasi dan label yang ditetapkan oleh sistem
GHS. Maksudnya adalah semua bahan kimia harus memiliki Material Safety Data Sheet (MSDS) atau
dalam peraturan ini disebut Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) yang mengacu pada sistem
pengklasifikasian yang ditetapkan oleh sistem GHS. Demikian pula halnya dengan label bahan kimia
harus mengacu pada sistem GHS yang sama.
Apa itu GHS?
GHS adalah sistem pengklasifikasian keselamatan bahan kimia yang dikeluarkan oleh United Nation.
Sampai saat ini UN telah melakukan 3 kali revisi terhadap sistem GHS yang dikeluarkan, sistem GHS
yang dikeluarkan dikenal dengan Purple Book.
Kenapa perlu GHS?
UN mecoba untuk menyamakan klasifikasi bahan kimia diseluruh dunia. Karena selama ini masing-
masing negara memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, suatu bahan kimia
dikategorikan bersifat high toxic disuatu negara akan tetapi dinegara lain bisa jadi bersifat low toxic,
atau suatu produk dikategorikan bersifat flammable disuatu negara dan tidak bersifat flammable
dinegara lain. Dampaknya adalah, negara-negara yang mengklasifikasikan produk tersebut sebagai
high toxic atau flammable akan membuat berbagai peraturan untuk mengontrol produk tersebut,
sementara negara yang mengkategorikan produk tersebut low toxic / tidak flammable akan
membiarkan penjualan secara bebas tanpa kontrol. Hal ini juga akan menyulitkan negara pengimpor
atau pengekspor bahan kimia karena berbedanya klasifikasi bahan kimia antara negara pengekspor dan
pengimpor. Perbedaan ini juga berdampak pada MSDS dan sistem pelabelan bahan kimia tersebut
yang nantinya akan menyulitkan negara pengimpor karena mereka harus merevisi MSDS dan
melakukan pelabelan ulang sesuai dengan klasifikasi yang mereka miliki. Berdasarkan hal ini UN
menguarkan sistem GHS untuk memudahkan dunia industri dalam melakukan perdagangan bahan
kimia dan juga untuk melindungi lingkungan dan manusia dari dampak penggunaan bahan kimia.
Didalam purple book disebut bahwa tujuan dari GHS adalah sebagai berikut:
Untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan
menyediakan sistem yang lebih komprehensif secara internasional untuk mengkomunikasikan
bahaya bahan kimia.
Menyediakan framwork untuk negara-negara yang belum memiliki sistem klasifikasi dan label
bahan kimia.
Mengurangi kebutuhan akan pengujian dan evaluasi bahan kimia.
Memfasilitasi perdagangan internasional bahan kimia dimana bahaya bahan kimia tersebut
sudah dikaji dan diidentifikasi dengan basis internasional.
Apa saja ruang lingkup GHS?
Didalam purple book dinyatakan bahwa ada dua elemen ruang lingkup GHS, yaitu:
Kriteria yang harmonis untuk klasifikasi bahan kimia tunggal dan campuran sesuai dengan
bahaya kesehatan, lingkungan dan fisik bahan kimia tersebut.
Elemen komunikasi bahaya yang harmonis, termasuk persyaratan untuk label dan safety data
sheet.
Ada beberapa jenis produk kimia yang tidak termasuk dalam ruang lingkup ini, yaitu farmasi, additif
untuk bahan makanan, kosmetik, dan residu pestisida didalam bahan makanan.
Bagaimana mengaplikasikan GHS?
Untuk mengaplikasikan GHS di Indonesia tentu saja mengacu pada peraturan menteri perindustrian
nomor 87/M-IND/PER/9/2009. Disana sudah ditetapkan format LDKB atau MSDS dan persyaratan
untuk label. Namun untuk klasifikasi bahan kimia mengacu pada purple book revisi 2, hal ini
disebutkan dalam keputusan dirjen industri Agro dan Kimia kementerian perindustrian no
21/IAK/PER/4/2010 tentang petunjuk teknis penerapan sistem harmonisasi global klasifikasi dan
pelabelan bahan kimia. Namun dalam petunjuk ini tidak disebutkan tentang teknis building blok yang
harus diadopsi, ini berarti Indonesia mengadopsi 100% building blok yang ditetapkan pada purple
book revisi 2. Berdasarkan peraturan menteri perindustrian tersebut diatas, sistem GHS untuk kimia
tunggal sudah mulai berlaku sejak bulan Maret 2010 sementara untuk bahan kimia campuran masih
bersifat sukarela dalam penerapannya, dan mulai berlaku efektif untuk bahan kimia campuran pada
awal tahun 2014.
Untuk mengklasifikasikan bahan kimia sesuai dengan klasifikasi GHS diperlukan training dan
keahlian khusus. Meskipun didalam purple book sudah dijelaskan secara rinci bagaimana cara
melakukan klasifikasi setiap bahaya bahan kimia tersebut, namun diperlukan keahlian dan
pengetahuan yang baik tentang bahan kimia dan bahayanya dalam melakukan klasifikasi tersebut agar
tidak terjadi kekeliruan. Menurut peraturan menteri perindustrian tentang GHS, semua bahan kimia
harus diklasifikasikan berdasarkan kriteria bahaya GHS yang terdiri dari bahaya fisik, bahaya terhadap
kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik. Bahaya fisik misalnya eksplosive, gas mudah
menyala, cairan pengoksidasi, korosif pada logam, dan lain-lain. Bahaya terhadap kesehatan misalnya
toksisitas akut, korosi/iritasi kulit, karsinogenisitas, dan lain-lain.
Dan setiap bahan kimia tersebut juga harus diberi label sesuai dengan GHS yang ditetapkan, dimana
label tersebut harus mengandung unsur penanda produk, piktogram bahaya, kata sinyal, pernyataan
bahaya, identifikasi produsen dan pernyataan kehati-hatian. Label tersebut juga harus mudah terbaca,
jelas terlihat, tidak mudah rusak, tidak mudah lepas dari kemasannya dan tidak mudah luntur karena
pengaruh sinar, udara atau lainnya. Piktogram yang digunakan juga harus sesuai dengan peraturan
GHS yang terdapat pada lampiran I dari peraturan menteri tentang GHS.
Bahan kimia juga harus dilengkapi dengan MSDS (LDKB), didalam peraturan menteri tentang GHS
bahwa MSDS dan Label wajib berbahasa Indonesia. Informasi yang terkandung didalam GHS adalah
informasi bahaya fisik, bahaya terhadap kesehatan dan bahaya terhadap lingkungan akuatik yang
sudah diklasifikasikan sesuai dengan kriteria bahaya GHS, dan informasi lainnya sesuai dengan format
yang sudah ditetapkan. Format MSDS/LDKB sesuai dengan peraturan menteri tentang GHS (lampiran
II) terdiri dari 16 section, yaitu:
1. Identifikasi senyawa (Tunggal atau Campuran)
2. Identifikasi bahaya
3. Komposisi/Informasi tentang bahanpenyusun senyawa tunggal
4. Tindakan pertolongan pertama
5. Tindakan pemadaman kebakaran
6. Tindakan penanggulangan jika terjadi kebocoran
7. Penanganan dan penyimpanan
8. Kontrol paparan/perlindungan diri
9. Sifat fisika dan kimia
10. Stabilitas dan Reaktifitas
11. Informasi Toksikologi
12. Informasi Ekologi
13. Pertimbangan pembuangan / pemusnahan
14. Informasi transportasi
15. Informasi yang berkaitan dengan regulasi
16. Informasi lain termasuk informasi yang diperlukan dalam pembuatan dan revisi SDS.
Sebaiknya mulai dari sekarang anda menyesuaikan MSDS/LDKB bahan kimia yang anda produksi
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan menteri perindustrian tersebut diatas. Jika
anda membeli bahan kimia dari pemasok bahan kimia, maka sebaiknya anda meminta MSDS/LDKB
yang sudah mengikuti GHS.
SEMOGA BERMANFAAT!
HSP Team.
Mengenal Debu (Dust) dan Pengendaliannya (Dust Control)
by HSP,
Debu atau Dust adalah partikel padat yang berukuran sangat kecil yang dibawa oleh udara. Partikel-
partikel kecil ini dibentuk oleh suatu proses disintegrasi atau fraktur seperti penggilingan,
penghancuran atau pemukulan terhadap benda padat. Mine Safety and Health Administration (MSHA)
mendefinisikan debu sebagai padatan halus yang tersuspensi diudara (airbone) yang tidak mengalami
perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan aslinya.
Ukuran partikel debu yang dihasilkan dari suatu proses sangatlah bervariasi, mulai dari yang tidak bisa
terlihat dengan mata telanjang sampai pada ukuran yang terlihat dengan mata telanjang. Ukuran
partikel yang besar akan tertinggal pada permukaan benda atau turun kebawah (menetap sementara
diudara) dan ukuran partikel yang kecil akan terbang atau tersuspensi diudara. Debu umumnya dalam
ukuran micron, sebagai pembanding ukuran rambut adalah 50-70 micron.
Jenis industri yang menghasilkan debu dan banyak mencemari lingkungan atau udara adalah seperti
konstruksi, agrikultur dan pertambangan. Didalam proses manufaktur, debu juga dapat dihasilkan dari
berbagai aktifitas seperti crushing, grinding, abrasion dan lain-lain. Banyaknya debu yang dihasilkan
oleh aktifitas industri sangat tergantung kepada jenis proses dan bahan yang digunakan atau diproses.
Debu fibrogenic seperti Kristal silica (free crystalline silica – FCS) atau asbestos adalah jenis debu
yang sangat beracun dan jika masuk kedalam paru-paru dapat merusak paru-paru dan mempengaruhi
fungsi atau kerja paru-paru.
Nuisance dust atau inert dust dapat didefinisikan sebagai debu yang mengandung kurang dari 1%
quartz (kuarsa). Karena kandungan silica yang rendah, nuisance dust hanya sedikit mempengaruhi
kesehatan paru-paru dan dapat disembuhkan jika terhirup. Akan tetapi jika konsentrasi nuisance dust
sangat tinggi diudara area kerja maka dapat mengurangi penglihatan dan bisa menyebabkan masuk
kedalam mata, telingga dan tenggorokan sehingga timbul rasa tidak nyaman dan juga bisa
menyebabkan luka pada kulit atau mucous membrane baik karena aksi kimiawi atau mekanik. Dari
sisi occupational health, debu diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:
Respirable Dust
Inhalable Dust
Total Dust
Respirable dust adalah debu atau partikel yang cukup kecil yang dapat masuk kedalam hidung sampai
pada sistem pernapasan bagian atas dan masuk kedalam paru-paru bagian dalam. Partikel yang masuk
kebagian paru-paru bagian dalam atau sistem pernapasan bagian dalam secara umum tidak bisa
dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara alami (cilia dan mucous) maka akibatnya partikel
tersebut akan tinggal selama-lamanya didalam paru-paru.
MSHA mendefinisikan respirable dust sebagai fraksi dari airbone dust yang lolos dari alat saring
ukuran partikel dengan karakteristik sebagai berikut:
Aerodynamic diameter, Mikron Percent passing selector
(unit density spheres)
2.0 90
2.5 75
3.5 50
5.0 25
10. 0.0
EPA menggambarkan inhalable dust sebagai debu yang bisa masuk kedalam tubuh akan tetapi
terperangkap atau tertahan di hidung, tenggorokkanm atau sistem pernapasan bagian atas, ukuran
inhalable dust berdiameter kira-kira 10 mikron.
Total dust adalah semua airborne partikel tanpa mempertimbangkan ukuran dan komposisinya.
Pelepasan debu secara berlebihan keudara dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan juga masalah
di industri tersebut, beberapa gangguan dan masalah tersebut diantaranya adalah:
Bahaya kesehatan
Penyakit pernapasan ditempat kerja
Iritasi pada mata, telinga, hidung dan tenggorokkan
Iritasi pada kulit
Risiko dust explosion dan kebakaran
Merusak peralatan
Mengganggu penglihatan
Bau yang tidak enak
Masalah bagi komunitas sekitar pabrik
Perhatian terbesar adalah efek kesehatan pada pekerja karena mereka terpapar secara berlebihan
terhadap debu yang membahayakan. Oleh karena itu untuk mengevaluasi tingkat bahaya kesehatan
ditempat kerja, American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) telah
mengadopsi sejumlah standar threshold limit values (TLV’s) atau nilai ambang batas (NAB). Nilai
TLV digunakan sebagai pentunjuk atau guidance untuk mengevaluasi bahaya kesehatan. Nilai TLV
(NAB) adalah nilai batas paparan selama 8 jam kerja dimana tidak ada efek kesehatan yang
ditimbulkan. MSHA menggunakan nilai TLV untuk mengevaluasi kesehatan.
Tidak semua debu memberikan dampak kesehatan dengan level yang sama, hal tersebut tergantung
pada faktor-faktor berikut:
Komposisi debu
o Kimia
o Mineral
o Konsentrasi debu
Berdasarkan berat: mg dust /m3 udara
Berdasarkan jumlah: jutaan partikel/cubic foot udara
Ukuran dan bentuk partikel
Distribusi ukuran partikel didalam rentang ukuran respirable
Fiberous atau spherical
Lama paparan
Paparan yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap respirable dust yang berbahaya (harmful)
dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut pneumoconiosis. Penyakit ini disebabkan oleh
terkumpulnya atau menumpuknya debu mineral didalam paru-paru dan merusak jaringan paru-paru.
Pneumoconiosis adalah nama umum dari penyakit paru-paru yang disebabkan oleh debu. Beberapa
jenis penyakit pneumoconiosis adalah:
Silicosis – Silicosis adalah pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu kuarsa atau silca.
Kondisi paru-paru ditandai dengan nodular fibrosis (parut pada jaringan paru-paru),
mengakibatkan sesak napas. Silikosis adalah penyakit yang irreversible atau tidak bisa
disembuhkan, bahkan tahapan lanjut bersifat progresive meskipun sudah tidak terpapar lagi.
Black Lung (Paru Hitam) – paru hitam adalah bentuk pneumokoniosis yang disebabkan oleh
penumpukan debu batubara didalam paru-paru yang membuat jaringan paru-paru menjadi
gelap atau hitam. Penyakit ini juga bersifat progresif. Meskipun nama penyakit ini banyak
dikenal sebagai penyakit paru hitam, namun nama resminya adalah pneumokoniosis pekerja
batubara (coal worker’s pneumoconiosis (CWP)).
Asbestosis – Asbestosis adalah suatu bentuk pneumokoniosis yang disebabkan oleh serat
asbes. Dan penyakit ini juga bersifat irreversibel.
Pengendalian debu (dust control) adalah proses pengurangan emisi debu dengan menggunakan
prinsip-prinsip enjineering. Sistem kontrol yang dirancang dengan baik, dirawat dengan baik dan
dioperasikan dengan baik akan dapat mengurangi emisi debu sehingga mengurangi paparan debu
berbahaya bagi pekerja. Pengendalian debu juga dapat mengurangi kerusakkan mesin, perawatan dan
downtime, peneglihatan yang baik (bersih) dan meningkatkan moral dan semangat kerja para pekerja.
Ada tiga sistem pengendalian paparan debu terhadap pekerja, yaitu:
Pencegahan
Sistem kontrol
Dilusi atau isolasi.
Pencegahan – Pepatah mengatakan ” mencegah lebih baik daripada mengobati”. Pencegahan
terjadinya debu di area kerja juga dapat diterapkan. Meskipun dalam proses produksi yang massal,
dimana bahan baku atau produk yang digunakan menghasilkan debu, maka tentu saja sistem
pencegahan hampir tidak mungkin dilakukan. Namun jika proses tersebut dirancang secara baik untuk
memenimalkan debu, misalnya dengan menggunakan sistem penanganan yang tidak menimbulkan
debu, maka emisi debu dapat dikurangi.
Sistem Kontrol – Setelah semua usaha pencegahan dilakukan secara maksimal, dan jika masih
terdapat debu dari proses tersebut, maka barulah dilakukan pengendalian atau pengontrolan terhadap
debu tersebut. Beberapa teknik pengendalian yang dapat dilakukan adalah seperti dust collection
systems, sistem pwet dust suppression systems, and airborne dust capture through water sprays.
Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap debu dari
sumbernya. Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa dan dialirkan kedalam dust
collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar.
Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang banyak digunakan adalah air,
tapi bisa juga bahan kimia yang bisa mengikat debu) untuk membasahi bahan yang bisa
menghasilkan debu tersebut sehingga bahan tersebut tidak cenderung menghasilkan debu.
Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot debu-debu yang timbul pada
saat proses dengan menggunakan air atau bahan kimia pengikat, semprotan harus membentuk
partikel cairan yang kecil (droplet) sehingga bisa menyebar diudara dan mengikat debu yang
berterbangan membentuk agglomerates sehingga turun kebawah.
Dilution Ventilation – teknik ini adalah untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada di udara
dengan mendilusi udara berdebu dengan udara tidak berdebu atau bersih. Secara umum sistem ini
masih kurang baik untuk kesehatan karena debu pada dasarnya masih terdapat diudara, akan tetapi
sistem ini bisa digunakan jika sistem lain tidak diijinkan untuk digunakan.
Isolation – teknik ini adalah dengan cara memisahkan pekerja dengan udara yang terkontaminasi,
pemisahan bisa dilakukan dengan mengisolasi pekerja kemudian di suplai dengan udara bersih dari
luar. Contoh Supplier air system.
To be continued……….
SEMOGA BERMANFAAT
BY HSP
Safety Harus Melalui Pendekatan Sistem
By HSP – Penulis: Ismail. A
Saya menemukan banyak sekali laporan kecelakan dan tindakan pencegahan yang direkomendasikan
yang bersifat lokal, sempit dan tidak menyeluruh. Pendekatan yang dilakukan adalah kasus perkasus
dan solusi yang direkomendasikan juga kasus per kasus. Sebagai contoh kecelakaan yang terjadi pada
salah seorang pekerja yang terkena bahan kimia bersifat korosif sehingga menyebabkan luka bakar
pada tanggannya. Kemudian didalam laporan kecelakaan dijelaskan bahwa penyebab kecelakaan
adalah karena tidak tersedianya alat penuang bahan baku kedalam tangki pengaduk sehingga bahan
baku harus dituang secara manual kedalam tangki. Dan rekomendasi yang diberikan adalah
menyediakan alat penuang atau pompa untuk memasukkan bahan baku kedalam tangki pengaduk.
Pendekatan yang sangat sederhana dan sempit sehingga temuan penyebab dan rekomendasi
pencegahan kecelakaan juga sangat sederhana dan sempit. Apakah rekomendasi pencegahan
kecelakaan yang sederhana ini akan bisa mencegah kecelakaan yang sama dikemudian hari?, ya
mungkin saja bisa, akan tetapi tidak akan berkelanjutan, pada suatu saat nanti kecelakaan yang sama
ditempat yang sama bisa terjadi lagi, karena pendekatan analisis kecelakaan dan rekomendasi yang
diberikan tidak menyeluruh, dan bisa saja tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya.
Untuk memperoleh solusi yang berkelanjutan diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam
melakukan analisis kecelakaan. Pendekatan menyeluruh adalah pendekatan secara sistem. Yang
dimaksud dengan pendekatan sistem adalah pendekatan terhadap semua faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Menurut berbagai teori dan hasil penelitian, ada tiga faktor
utama penyebab kecelakaan kerja yaitu (1) Faktor Manajemen (2) Faktor Lingkungan Kerja dan (3)
Faktor Pekerja. Faktor manajemen adalah hal-hal yang berkaitan dengan sistem manajemen dan
organisasi seperti diskripsi pekerjaan dan tanggung jawab, pengawasan, sistem pelaporan, prosedur
kerja, program training dan seterusnya. Faktor lingkungan kerja meliputi mesin-mesin produksi,
peralatan kerja, ala-alat bantu kerja, tata letak atau alur proses produksi, alat-alat keselamatan,
pencahayaan, ventilasi, kebersihan dan seterusnya. Faktor pekerja meliputi kompetensi, keahlian,
kedisiplinan, kepedulian dan perilaku pekerja. Dalam melakukan analisis terhadap kecelakaan atau
potensi terjadinya kecelakaan kerja harus memperhatikan ketiga faktor utama kecelakaan kerja
tersebut.
ANALISA ROOT CAUSE PENYEBAB KECELAKAAN
by HSP,
Author: Ismail A.
Alasan yang mendasari dilakukan analisa dan pelaporan penyebab kejadian kecelakaan adalah agar
dapat diidentifikasi tindakan perbaikan yang memadai untuk mencegah terjadinya kembali kecelakaan
tersebut dan dengan demikian dapat melindungi kesehatan dan keselamatan publik, pekerja, dan
lingkungan. Setiap analisa akar penyebab (root cause) dan proses pelaporan dari suatu kejadian
kecelakaan harus mencakup lima tahapan. Meskipun mungkin ada beberapa proses yang tumpang
tindih antara fase yang satu dengan fase yang lainnya. Berikut dijelaskan secara ringkas lima tahapan
analisis root cause dari suatu kecelakaan:
Tahap I. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah tahapan yang sangat penting untuk memulai analisis akar penyebab kejadian
kecelakaan. Pengumpulan data harus segera dilakukan setelah terjadinya kecelakaan untuk
memastikan tidak ada data yang hilang segera setelah terjadinya identifikasi untuk memastikan bahwa
data tidak hilang. Tanpa mengorbankan keselamatan atau pemulihan, data harus dikumpulkan bahkan
selama terjadinya kecelakaan atau incident. Informasi yang harus dikumpulkan terdiri dari kondisi
sebelum, selama, dan setelah terjadinya; personil yang terlibat (termasuk tindakan yang diambil);
faktor lingkungan, dan informasi lain yang memiliki relevansi dengan kejadian kecelakaan tersebut.
Tahap II. Penilaian
Setiap metode analisa root cause yang digunakan pasti melalui tahapan berikut:
1. Mengidentifikasi masalah
2. Menentukan pentingnya masalah
3. Mengidentifikasi penyebab (kondisi atau tindakan) sesegera mungkin baik sebelum dan sekitar
kejadian.
4. Mengidentifikasi alasan mengapa penyebab pada langkah sebelumnya ada, dan menganalisa
akar pemyebabnya (alasan yang mendasar dan jika diperbaiki akan mencegah terulangnya
kejadian yang sama atau serupa diseluruh fasilitas perusahaan).
Tahap III. Tindakan korektif
Melaksanakan tindakan-tindakan korektif berdasarkan rekomendasi tahapan sebelumnya secara efektif
untuk mengurangi penyebab dari setiap kemungkinan terulangnya kejadian kecelakaan dan
meningkatkan kehandalan sistem keselamatan dan keamanan. Penting untuk diketahui dalam
merencanakan tindakan korektif harus berdasarkan hasil analisis root cause yang telah dilakukan pada
tahapan sebelumnya. Tindakan korektif hendaklah mempertimbangkan tiga faktor utama penyebab
kecelakaan yaitu: Working Condition, Sistem Management dan Human Factor.
Penyebab dasar kecelakaan dapat dikelompokan pada tiga kelompok yang saling berhubungan, yaitu
(Heinrich, 1980):
1. Kebijakan dan keputusan manajemen.
2. Faktor personal (pekerja)
3. Faktor lingkungan.
Kelompok pertama adalah kebijakan dan keputusan manajemen, misalnya adalah target produksi dan
keselamatan; prosedur kerja; pencatatan; penugasan tanggung jawab dan otoritas, dan kepercayaaan;
pemilihan karyawan, pelatihan, penempatan, pengawasan dan pengarahan; prosedur
komunikasi; prosedur inspeksi; peralatan, suplai, dan disain fasilitas, pembelian dan perawatan;
prosedur pekerjaan standar dan darurat; dan kebersihan dan kerapian.
Kelompok kedua adalah faktor personal atau pekerja, misalnya adalah motivasi; keadaan fisik dan
mental; waktu reaksi; kepedulian pribadi.
Kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, misalnya adalah temperatur; tekanan; kelembaban; debu;
gas; uap; aliran udara; kebisingan; pencahayaan; kondisi alami lingkungan (permukaan yang licin,
hambatan, penopang yang tidak baik, benda berbahaya).
Tahap IV. Menginformasikan
Tahapan ini sangat penting untuk membantu pelaksanaan tindakan korektif guna mencegah
terulangnya kecelakaan. Hasil analisis penyebab kecelakaan harus dikomunikasikan dan
diinformasikan kepada semua stakeholder seperti pekerja, supervisor dan line manajemen. Sangat
disarankan untuk menjelaskan kepada pekerja yang berhubungan dengan proses terjadinya kecelakan
dan proses serupa secara detil baik melalui daily meeting, news letter, papan informasi dll. Informasi
harus meliputi penyebab dan proses terjadinya kecelakaan serta tindakan korektif yang akan dilakukan
dan penekanan terhadap keterlibatan mereka dalam mencegah terjadinya kecelakaan serupa dimasa
mendatang.
Tahap V. Tindak lanjut
Tindak lanjut termasuk menentukan apakah tindakan perbaikan telah efektif dalam
memecahkan masalah. Kajian efektivitas sangat penting untuk memastikan bahwa tindakan perbaikan
yang telah ditetapkan dapat mencegah kejadian tersebut terulang kembali..
Keterlibatan manajemen dan alokasi sumber daya yang memadai sangat penting untuk mensukses
pelaksanaan tahapan analisa root cause tersebut diatas.
SEMOGA BERMANFAAT
HSP
Senyawa Organik Mudah Menguap (Volatile Organic Compound)
HSP, Sep 2011 , Penulis: Ismail. A
Voltile Organic Compound atau lebih dikenal dengan singkatan VOC adalah senyawa yang
mengandung karbon yang menguap pada tekanan dan temperatur tertentu atau memiliki tekanan uap
yang tinggi pada temperature ruang. VOC yang paling umum dikenal adalah pelarut (solvents), VOC
jenis lainnya seperti monomer dan pewangi (fragrance). Kenapa VOC sangat berbahaya dan menjadi
perhatian banyak kalangan, sehingga banyak Negara yang membuat peraturan khusus untuk
mengurangi dampak dari VOC tersebut. Salah satu sebabnya adalah karena VOCs bereaksi dengan
Nitrogen Oksida (NOx) jika terkena sinar matahari membentuk ground level ozone dan asap atau
kabut. Pada konsentrasi tertentu di udara, ozone dapat mempengaruhi kesehatan dan lingkungan.
VOC diatur dengan membatasi jumlah kandungannya didalam produk yang dapat teremisi selama
proses atau penggunaan. Ada beberapa jenis peraturan yang mengatur pembatasan kandungan VOC
seperti consumer product regulations, process regulations, facility regulations or facility permits. Salah
satu regulasi yang banyak digunakan atau dijadikan acuanoleh berbagai industri di dunia adalah EPA
(Environmetal Protection Agency)
VOC dapat teremisi sebagai gas dari bahan padatan atau cairan yang mengandung VOC. Efek yang
ditimbulkan terhadap kesehatan oleh VOC bisa akut atau kronik tergantung dari jenis VOC yang
teremisi. Konsentrasi VOC yang teremisi didalam ruangan jauh lebih tinggi jika dibandingkan diluar
ruangan karena terjadi akumulasi VOC didalam ruangan tersebut. Misalnya emisi VOC oleh cat baru
diaplikasikan didalam ruangan akan sangat terasa baunya bahkan bisa menyebabkan pusing atau perih
dimata. Beberapa contoh produk yang mengemisi VOC dan digunakan didalam ruangan adalah cat,
bahan pembersih, bahan bangunan dan furnish, mesin fotokopi, tinta, lem, spidol, dan lain-lain.
Efek kesehatan dari VOC diantaranya adalah iritasi pada mata, hidung dan tenggorokkan, sakit kepala
atau pusing, kehilangan koordinasi, mual, kerusakan hati, ginjal, dan sistem saraf pusat. Beberapa
organik dapat menyebabkan kanker pada hewan, beberapa dicurigai atau diketahui menyebabkan
kanker pada manusia. Tanda-tanda kunci atau gejala yang berhubungan dengan paparan VOC
termasuk iritasi konjungtiva, ketidaknyaman hidung dan tenggorokan, sakit kepala, reaksi kulit alergi,
dispnea, penurunan kadar serum kolinesterase, mual, muntah, epistaksis, kelelahan, dan pusing.
Beberapa cara untuk mengurangi efek dari VOC adalah menambah ventilasi udara ketika terdapat
emisi VOC, mengikuti pentunjuk penggunaan pada label, jangan menyimpan kemasan dalam keadaan
terbuka, buang bekas kemasan VOC dan jangan menyimpan VOC melebihi kebutuhan.
Consumer products yang mengandung metilen klorida termasuk diantaranya adalah cat, adhesive
remover dan cat semprot. Metilen Klorida diketahui dapat menyebabkan kanker pada hewan. Metilen
klorida juga dapat terkonversi menjadi karbon monoksida didalam tubuh yang dapat menyebabkan
gejala seperti terpajan karbon monoksida. Berhati-hatilah jika menggunakan produk yang
mengandung Metilen Klorida, baca instruksi penggunaan yang terdapat pada label atau MSDS secara
hati-hati, dan gunakan produk tersebut pada ruangan terbuka.
Benzen juga merupakan salah satu VOC. Benzen dapat menyebabkan kanker pada manusia. Sumber
emisi Benzen diantaranya adalah asap rokok, bahan bakar, cat, emisi dari mobil atau motor. Untuk
menghindari emisi Benzen maka jangan merokok didalam ruangan atau tempat-tempat umum, siapkan
ventilasi yang cukup pada saat pengecatan dan buang bekas kemasan cat atau bahan bakar.
Belum ada standar yang dibuat untuk mengatur emisi VOC untk non industrial, umumnya standar
yang ada adalah untuk industrial. OSHA secara spesifik mengatur Formaldehid sebagai bahan yang
bersifat karsinogen. OSHA menetapkan nilai ambang batas (permissible exposure level-PEL) untuk
formaldehid adalah 0.75 ppm.
Banyak produk-produk yang digunakan dirumah bisa melepaskan atau mengemisi VOC, beberapa
contoh diantaranya adalah:
Building Materials
Carpets and adhesives
Composite wood products
Paints
Sealing caulks
Solvents
Upholstery fabrics
Varnishes
Vinyl Floors
Home and Personal Care Products
Air fresheners
Air cleaners that produce ozone
Cleaning and disinfecting chemicals
Cosmetics
Fuel oil, gasoline
Moth balls
Vehicle exhaust running a car in an attached garage
Bahaya Confined Space
by HSP – Penulis: Ismail. A
Apa itu confined space?
Penulis yakin bahwa hampir semua safety professional sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
confined space, akan tetapi secara definisi confine space dapat dijelaskan sebagai berikut: “ adalah
area atau ruang yang tertutup secara penuh atau sebagian dimana disana terdapat risiko kecelakaan
apakah cidera atau kematian akibat dari kondisi yang berbahaya”. Ciri-ciri dari confined space adalah
sebagai berikut:
Memiliki bukaan yang terbatas baik untuk masuk maupun keluar.
Adaruang untuk masuk yang cukup besar atau setidaknya sebagian terbuka.
Tidak dirancang untuk manusia berada didalamnya terus menerus.
Ventilasi yang tidak memadai.
Berpontensi mengandung gas beracun.
Di area pabrik umumnya sangat mudah untuk menemui confined space, seperti tanki penyimpanan,
vessel, furnace, piping system, ruangan untuk spray painting, dsb.
Kontaminan Udara
HSP, Penulis: Ismail.A
Setiap hari kita terpajan dengan kontaminan yang ada di udara pada saat kita bernapas baik di rumah,
di jalan atau selama bekerja. Apalagi bagi yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta, hampir
mustahil untuk mendapatkan udara bersih tanpa kontaminan. Jenis kontaminan di udara bisa saja
dalam bentuk partikel atau gas yang bersifat beracun, patogenik atau irritant ketika terhirup. Untuk
mengurangi resiko bahaya dari pajanan kontaminan yang ada di udara maka dapat di gunakan alat
perlindungan pernapasan yang disebut repirator atau lebih dikenal dengan nama masker.
Di tempat kerja pada umumnya jenis kontaminan udara adalah debu (dust), uap logam (fume), partikel
cairan (mist), uap (vapour) dan gas. Ukuran kontaminan tersebut bervariasi tergantung jenis dan
sumber kontaminan, pada umumnya berkisar antara 0.01 – 10000 mikron, mulai dari yang tidak
terlihat sampai yang terlihat oleh mata. Semakin kecil ukuran kontaminan di udara akan semakin besar
kemungkinan terhirup dan masuk kedalam sistemp pernapasan atau paru-paru. Secara garis besar
kontaminan di udara tersebut di kelompok menjadi dua, yaitu partikel dan gas.
Kontaminan Partikel
Yang tergolong kontaminan partikel adalah debu, fume dan mist. Kontaminan ini berbentuk pertikel
yang tersuspensi di udara dengan ukuran beragam.
1. Debu; Terjadi bila bahan padat pecah menjadi partikel kecil yang melayang di udara sebelum
akhirnya jatuh karena gravitasi. Debu dihasilkan dari proses spt pengeboran, blasting, sanding,
milling, penggerusan atau grinding.
2. Fume; Fumes terbentuk bila bahan padat menguap pada suhu tinggi kemudian mengembun.
Sebagai contoh, uap metal panas menjadi dingin dan mengembun menjadi partikel berukuran
sangat kecil, < 1 mikron. Metal fume dapat terjadi dari proses seperti pengelasan dan peleburan
logam
3. Mist; Mists merupakan titik-titik cairan yang sangat halus terbentuk dari suatu bahan melalui
proses pengkabutan kemudian pengembunan. Sebagai contoh, proses penyemprotan, pelapisan,
pencampuran dan pembersihan
Kontaminan Gas
Yang tergolong gas kontaminan adalah zat atau bahan kimia yang memang sudah berwujud gas pada
suhu kamar dan zat dalam bentuk uap.
1. Gas; Gas merupakan bahan yang bukan cairan maupun padatan pada suhu dan tekanan ruang.
Gas dapat berpindah jauh dan cepat dari sumbernya dan bahkan sering tidak terdeteksi.
2. Uap; Uap merupakan bahan yang menguap dari suatu cairan atau padatan. Sebagai contoh, air
yang menguap jika dipanaskan membentuk kelembaban
Efek kontaminan udara jika masuk kedalam system pernapasan sangatlah beragam, mulai dari
yang bersifat akut sampai yang bersifat kronis. Beberpa penyakit yang dapat disebabkan oleh
kontaminan yang ada di udara adalah:
Efek Partikel:
Dapat masuk ke tubuh kita melalui pernafasan, dan terkadang bisa terserap melalui mata dan
kulit.
Dapat menyebabkan pusing, mual, tidak berfungsinya sistem syaraf, dan rusaknya fungsi
pernafasan
Berpotensi mempengaruhi bagian tubuh lain spt otak, tenggorokan, paru-paru, liver, dan ginjal.
Alat Pelindung Pernapasan (Masker)
Masker adalah alat yang digunakan untuk mengurangi pajanan bahaya terhadap sistem
pernapasan seperti fumes, mists, gases, vapors atau partikel yang berbahaya (OSHA). Ada beberapa
jenis masker yang dapat digunakan untuk melindungi pekerja, secara garis besar di bagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
Air-purifying respirators (APRs) bekerja dengan cara memyaring dan menangkap kontaminan di
udara pada saat udara mengalir melalui masker. Kontaminan akan di tangkap oleh filter, cartridges,
atau canister. Terdapat banyak jenis filter, cartridges ataupun canister tergantung pada jenis paparan di
tempat kerja.
Sistem ini dengan memberikan suplai udara bersih dengan cara mengambil udara bersih dari luar area
yang terkontaminasi dan mengalirkannya ke pekerja yang berada di area kerja atau terkontaminasi.
Sistem ini umumnya di gunakan apabila kadar oksigen (oxygen level) diarea kerja di bawah 19.2 %.
Negative and Positive-Pressure Respirator (Masker dengan sistem tekanan positif dan negatif)
Kedua jenis masker diatas dapat menggunakan sistem tekanan positif atau negatif. Untuk sistem
tekanan negatif dimana tekanan didalam masker lebih kecil dari luar masker sehingga udara akan
mengalir kedalam masker saat bernafas. Tekanan positif adalah sebaliknya.