DISUSUN OLEH :
A. LATAR BELAKANG
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penularan
penyakit ini melalui perantaraan droplet pada saat batuk, bersin atau ludah
atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkolosis paru.
Semenjak tahun 2000, tuberkulosis (TB) telah dinyatakan oleh WHO
sebagai remerging disease, karena angka kejadian TB yang telah dinyatakan
menurun pada tahun 1990-an kembali meningkat. Meskipun demikian, umutk
kasus di indonesia, angka kejadian TB tidak pernah menurun bahkan
cenderung meningkat. Laporan internasional menyatakan bahwa Indonesia
merupakan penyumbang kasus terbesar ketiga setelah Cina dan India.
Pada Tahun 2005 masalah TBC di Indonesia sangat besar karena
setiap tahun bertambah 250.000 kasus baru TBC dan sekitar 140.000
kematian terjadi setiap tahun yang disebabkan TBC, karena itu Indonesia
menduduki peringkat ke-3 terbesar dengan masalah TBC di dunia setelah
Cina da India. Walaupun Indonesia telah mencapai kemajuan yang pesat
dalam hal peningkatan penemuan kasus TBC menular sebesar 51,6%, pada
saat yang sama hasil ini memperlihatkan hanya setengah dari penderita TBC
yang dapat diobati di Puskesmas seluruh Indonesia. Tantangan berikutnya
adalah terjamin berjalannya jejaring rujukan antara Puskesmas, dan rumah
sakit dalam pengobatan TBC dengan strategi DOTS.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992,
penyakit TB paru di Indonesia merupakan kematian nomor dua terbesar
setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB paru berasal dari
kelompok masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah. Adanya
wabah HIV/AIDS di seluruh dunia juga turut memengaruhi jumlah penderita
TB paru-termasuk Asia Tenggara. Selain itu, peningkatan jumlah penderita
TB juga dipengaruhi oleh industrialisasi, kemudahan transportasi, serta
perubahan ekosistem. Dari hasil survei yang dilakukan oleh WHO didapatkan
2
fakta bahwa kematian wanita akibat TB lebih besar daripada kematian akibat
kehamilan dan persalinan. (Zain, 2001).
Menurut rata-rata prevalensi TB di Indonesia terutama pada ±15
propinsi diperoleh bahwa prevalensi tertinggi ada di NTT dengan 0,74%, dan
terendah ada di Bali 0,08%, dan di Sulawesi Selatan terletak pada urutan ke-
10 dengan persentase 0,45%.
Menurut data dari MRO Rumah Sakit Stella Maris diperoleh data
bahwa dari 9188 kasus, ada 55 orang (0,59%) dengan kasus TB Paru di
tahun 2011 di mana laki-laki berjumlah 49 orang (0,53%) dan perempuan 6
orang (0,06%) dengan penderita terbanyak yaitu umur <65 tahun sebanyak
28 orang (0,30%) dan pasien yang meninggal dengan TB Paru tahun 2011
yaitu 2 orang (0,02%), sedangkan 8754 kasus penyakit pada tahun 2012
terdapat 54 orang (0,61%) dengan penyakit TB Paru laki-laki berjumlah 44
orang (0,50%) dan perempuan 10 orang (0,11%) dengan penderita terbanyak
yaitu umur 45-64 tahun sebanyak 28 orang (0,32%), dan pasien yang
meninggal tahun 2012 yaitu 4 orang (0,05%). (MRO Rumah Sakit Stella
Maris).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Penulis mempunyai gambaran dan bayangan yang nyata dalam
merawat pasien yang mengalami Penyakit Tuberkulosis (Mycobacterium
Tuberculosis),
2. Tujuan khusus
Penulis memperoleh pengalaman dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit tuberkulosis dengan
mencakup : pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan,
perencanaan, intervensi, serta evaluasi dan juga agar dapat
mendokumentasikannya dengan baik.
C. MANFAAT PENULISAN
1. Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan bagi tim kesehatan, khususnya perawat, sebelum
melakukan tindakan keperawatan pada pasien TB.
3
2. Institusi Pendidikan
Merupakan bahan bagi institusi yang bisa digunakan sebagai bahan
diskusi.
3. Pasien dan Keluarga
Sebagai bahan bacaan bagi pasien dan keluarga untuk
mengetahui cara mengatasi masalah yang dihadapi sesuai
dengan penyakit yang dialami dan agar keluarga lebih waspada
dan hati-hati dalam memelihara kesehatan.
4. Mahasiswa
Kasus TB sering ditemukan di rumah sakit, sehingga karya
tulis ini dapat dijadikan bahan diskusi bagi mahasiswa agar lebih
waspada terhadap penyakit TB.
D. METODE PENULISAN
1. Studi Kepustakaan
Pendekatan kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku
yang berkaitan dengan penyakit paru obstruksi kronik, selain itu diperoleh
juga dari informasi terbaru dari internet, dan buku-buku perpustakaan.
2. Studi Kasus
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah :
a. Wawancara
Dengan mengadakan wawancara dengan pasien, keluarga
atau orang terdekat untuk mendapatkan data yang akurat.
b. Observasi
Dengan melihat secara langsung kondisi dan keadaan
pasien, serta pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien.
c. Data medical record rumah sakit
Data yang didapatkan dari MRO berupa insiden penderita
PPOK yang ditemukan di Rumah sakit Stella Maris selama setahun
terakhir, 2012.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Karya tulis ilmiah ini tersusun atas 5 bab, yaitu Bab I pendahuluan
yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
4
metode serta sistematika penulisan. Bab II tinjauan teoritis berisikan tentang
konsep dasar medis yang mencakup: pengertian, anatomi-fisiologi, etiologi,
manifestasi klinik, test diagnostik, penatalaksanaan medik dan komplikasi.
Sedangkan konsep asuhan keperawatan terdiri pengkajian, diagnosa
keperawatan dan patoflow diagram. Bab III pengamatan kasus berisikan
tentang pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, evaluasi serta daftar obat. Bab IV pembahasan kasus dimana
membahas kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang ditemukan
dilapangan. Terakhir Bab V, yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran.
5
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sekret yang kental.
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat melaksanakan batuk efektif
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada pada
batas normal, pada pemeriksaan rongen dada tidak ditemukan
adanya akumulasi cairan dan bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi:
a. Identifikasi factor penyebab
b. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea,
sianosis dan perubahan tanda vital
c. Beri posisi fowler/semi fowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit,
bantu klien latihan nafas dalam dan batuk efektif
d. Auskultasi bunyi nafas
e. Kaji pengembangan dada dan posisi trachea.
f. Kolaborasi untuk tindakan thorakosintesis/kalau perlu WSD
g. Bila dipasang WSD, periksa pengontrol pengisap dan jumlah isapan
yang benar.
6
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret
kental.
Hasil yang diharapkan :
Klien dapat melakukan batuk efektif.
Pernapasan klien normal (12-20 kali/menit) tanpa ada
penggunaan otot bantu nafas.
Bunyi nafas normal (vesicular), pergerakan nafas normal.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan (bunyi nafas, kecepatan, irama kedalaman
dan penggunaan otot Bantu).
b. Kaji kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/secret/batuk efektif.
catat karakteristik, jumlah sputum dan adanya hemoptisis.
c. Beri pasien posisi fowler/semi fowler tinggi dan bantu klien untuk
berlatih nafas dalam dan batuk efektif.
d. Bersihkan secret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan
pengisapan (section).
e. Berikan intake cairan (terlebih air hangat)
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (OAT= obat anti
tuberkolosis)
7
d. Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan
hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume dan konsistensi
feses.
e. Lakukan dan anjurkan perawatan mulut sebelum dan sesudah
makan serta sebelum dan sesudah intervensi atau pemeriksaan
peroral.
f.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat.
g. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein
serum dan albumin.
8
bypass intestinal) ; gunakan obat penekan imun/ kortikosteroid;
adanya diabetes melitus, kanker, kalium.
g. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
h. Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi ( isoniazid, etambutal/
myambutol, rifampisin/rifadin).
9
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang perbandingan antara landasan
teoritis asuhan keperawatan dan kasus nyata yang ada di lapangan. Dalam
pembahasan asuhan keperawatan tentang Tuberkulosis Paru pada “Tn. P”
ditemukan beberapa kesenjengan antara landasan teori dan asuhan keperawatan
yang diberikan pada pasien melalui proses asuhan keperawatan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam mengumpulkan data
dari pasien, keluarga, dan hasil pengamatan langsung pada pasien.
Dari data-data yang didapat, pasien atas nama inisial “P” berusia
67 tahun dan berjenis kelamin laki-laki, masuk rumah sakit dengan
penyakit TB Paru, dengan keluhannya batuk berlendir warna kuning
kehijauan, demam dengan suhunya 38 0C, mual dan tidak ada nafsu
makan sehingga hanya menghabiskan ¼ porsi makanan. Berat badan
pasien 50kg, tinggi badan 163cm, IMT nya 18,81 dengan kesimpulannya
Berat Badan Kurang, lemah sehingga tampak psien tidur terlentang atau
bedrest, nyeri dada saat batuk, dan sesak napas sehingga diberikan O 2
sebanyak 5L sesuai instruksi dokter. Pada saat pengkajian TD
130/100mmHg, nadi 102 kali permenit, pernapasan 35 kali/permenit.
Pasien bekerja sebagai petani atau berkebun. Kebiasaan pasien merokok
dalam sehari sebanyak 2 bungkus isi 12 batang.
Keadaan umum pasien selama dirawat di rumah sakit, keadaan
umumnya tampak lemah karena tampak pasien tidur terlentang atau
bedrest, pasien tampak kurus, ekspresi wajah tampak meringis dan wajah
tampak pucat.
Berdasarkan teori, tanda dan gejala atau manifestasi klinik pada
pasien TB yaitu batuk bersputum, hemoptisis, nyeri dada, demam dan
berkeringat pada malam hari, berat badan berkurang karena juga
anorkesia.
Dari kesenjangan yang ditemukan pada pasien adalah tidak ada
keluhan hemoptisis dan, kebiasaan merokok pada pasien tidak
10
mempengaruhi awal mulanya pasien mendapat penyakit TB Paru, karena
penyebab penyakit tuberkulosis paru bukan dari kebiasaan merokok.
Pada pemeriksaan radiologis tuberkulosis paru akan ditemukan
foto thoraxnya terdapat bercak-bercak seperti awan dengan bataas yang
tidak jelas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat
berupa bulatan yang tegas. Lesi ini dikenal senagai tuberkuloma. Bila
terjadi fibrosis, terlihat bayangan yang bergaris-garis.
Selain itu, ada beberapa pemeriksaan lagi yang meliputi,
pemeriksaan sputum, pemeriksaan cairan pleura, pemeriksaan sinar X
(radiology)/rontgen dada, test tuberculin/mantoux, darah rutin,
pemeriksaan cairan pleura, biopsy jarum jaringan paru, pemeriksaan
fungsi pulmonal.
2. Diagnosa keperawatan
Ada beberapa diagnosa yang lazim berdasarkan teori untuk pasien
Tuberkulosis Paru, antara lain :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
mucus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan
edema tracheal/faringeal
b. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan sekret yang
kental.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan keletihan, anoreksia, dispnea.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur yang berhubungan dengan
adanya batuk pada malam hari, sesak nafas dan nyeri dada.
e. Cemas yang berhubungan dengan adanya kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas) dan prognosis
penyakit yang belum jelas.
11
Diagnosa ini tidak lazim terdapat pada pasien TB karena
sering digunakan diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif.
Penulis mengangkat diagnosa ini karena berdasarkan
pengkajian pasien mengeluh sesak napas sehingga diberi O 2
sebanyak 5L. Dan pola napas pasien tidak efektif yaitu 35
kali/menit.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret
kental.
Diagnosa ini diangkat karena berdasarkan keluhan pasien di
mana batuk berlendir yang menghasilkan sputum kuning-kehijauan
dan kental.
c. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Diagnosa ini diangkat karena pada keluhan pasien mual dan
tidak ada nafsu makannya, hanya menghabiskan ¼ porsi sehingga
IMT nya berkesimpulan berat badan kurang.
d. Hypetermi berhubungan dengan infeksi bakteri mycobacterium
tuberculosis.
Diagnosa ini jika berdasarkan teori tidak lazim terdapat pada
seorang pasien Tuberkulosis Paru, namun pada Tn. “P” diagnosa
ini diangkat karena saat pengkajian suhu tubuh pasien 38 0C,
walaupun diagnosa ini tidak lazim namun tanda dan gejala TB
salah satunya adalah demam (subfebris 40-41 0C) yang tersering
pada TB. Itu artinya proses infeksi telah terjadi pada tubuh pasien,
di mana bakteri ini telah menyebar ke dalam darah sehingga tubuh
pasien merespon dengan peningkatan suhu tubuh. Serangan ini
bisa dapat sembuh sebentar. Keadaan ini juga sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat-ringannya infeksi kuman
tuberculosis yang masuk. Keadaan ini juga disebabkan karena
akibat dari terlukanya pembuluh darah di sekitar bronkus sehingga
menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk
darah yang masif.
e. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan sekret yang
kental.
12
Diagnosa ini diangkat karena keluhan pasien batuk berlendir
warna kuning-kehijauan. Ini tandanya bahwa sel-sel silia yang
berada pada bronkus yang mengandung alveoli sudah tidak peka
untuk menyaring kotoran dan adanya luka pada pembuluh darah di
sekitar bronkus sehingga pertukaran gas yang terjadi di alveoli tidak
efektif.
13
RS sehingga tidak ada kesenjangan yang terjadi antara teori dan
kasus.
c. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Dari semua perencanaan tindakan keperawatan baik secara
teoritis maupun pada kasus tidak ada kesenjangan.
d. Hypertermi berhubungan dengan infeksi bakteri mycobacterium
tuberculosis.
Perencanaan tindakan keperawatan yang ada pada teori
tidak berbeda dengan perencanaan tindakan keperawatan yang
dibuat oleh penulis selama perawatan dengan kasus TB paru di RS
sehingga tidak ada kesenjangan yang terjadi antara teori dan
kasus.
e. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan sekret yang
kental.
Intervensi yang dijalankan pada diagnosa ini terhadap
pasien tidak berbeda dengan perencanaan tindakan keperawatan
yang dibuat selama perawatan dengan kasus TB paru di RS
sehingga tidak ada kesenjangan yang terjadi antara teori dan
kasus.
4. Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan apa yang telah
direncanakan sebelumnya selama 3 hari untuk melakukan implementasi.
Adanya kerja sama dengan pasien, keluarga pasien, serta tim dan
didukung oleh alat dan sarana kesehatan lainnya sebelum melakukan
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sehingga semua
intervensi dapat terlaksana dengan baik.
Namun ada beberapa implementasi yang dilakukan pada pasien yang
tidak ada pada intervensi seperti mengganti cairan infus, pemberian
antiemetik, pemberian antibitotik, balance cairan, serta mengganti laken
karena memang perlu untuk kebutuhan dan proses penyembuhan pasien.
5. Evaluasi
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sekret kental.
14
Dari hasil evaluasi intervensi yang dilakukan, poa napas belum
kaembali efektif, pasien masih mengeluh sesak tapi oksigen yang
diberikan sudah berkurang yaitu 3L.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental.
Dari hasil evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan,
bersihan jalan nafas belum kembali efektif dimana pasien mengatakan
masih batuk disertai lendir berwarna kuning-kehijauan, nyeri dada
saat batuk, dan pernapasan 35 x / menit.
c. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Dari hasil evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan,
perubahan pola nutrisi dapat teratasi, dimana pasien mengatakan
nafsu makan sudah mulai meningkat, pasien dapat menghabiskan 1
porsi makanan yang diberikan, tidak mengeluh mual.
d. Hypertermi berhubungan dengan infeksi bakteri mycobacterium
tuberculosis.
Dari evaluasi tindakan yang dilakukan, suhu tubuh pasien mulai
kembali normal. Suhu tubuh pasien 36-37 0C. Pasien tidak demam
lagi.
e. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan sekret yang
kental.
Dari evaluasi tindakan yang dilakukan, pasien masih merasa
sesak.
15
DAFTAR PUSTAKA
Asih, N.G.D & Christantie E. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC
Doenges, M.E, Marry F.M, Alice, C.G. (2000) Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Rab.T. (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : TIM.
Somantri I. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo, A.W, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus S.K, Siti Setiati.
(2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta :
FKUI.
16