Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PKN

SEJARAH TERBENTUKNYA KTN

Disusun Oleh:
Nama :Gilda Salsabila .A.
No :20
Kelas :XI IPS1
SMA N 16 SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Tujuan Pembentukan KTN oleh PBB

Komisi Tiga Negara (KTN) merupakan sebuah


komite yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB
yg menjadi penengah konflik antara Indonesia serta
Belanda. Komite ini dikenal sebagai Committee of
Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk
Indonesia), Komisi Tiga Negara (KTN), disebut
demikian sebab beranggotakan tiga negara, yaitu:
–Australia yang dipilih oleh Indonesia diwakili oleh
Richard C. Kirby.
– Belgia yang dipilih oleh Belanda diwakili oleh Paul
van Zeeland.
– Amerika Serikat sebagai pihak yang netral
menunjuk Dr. Frank Graham.
Tugas KTN
– Menguasai dengan cara langsung penghentian
tembak menembak sesuai dengan resolusi PBB.
– Menjadi penengah konflik antara Indonesia serta
Belanda.
– Memasang patok-patok wilayah status quo yang
dibantu oleh TNI.
– Mempertemukan kembali Indonesia serta Belanda
dalam Perundingan Renville. Tetapi, Perundingan
Renville ini mengakibatkan wilayah RI makin sempit.
Sejarah Terbentuknya KTN
KTN adalah suatu panitia yang terdiri dari tiga
anggota yaitu Australia (dipilih oleh Indonesia),
Belgia (dipilih oleh Belanda) dan Amerika Serikat
yang dipilih oleh Australia dan Belgia. Panitia ini
dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan
tanggal 25 Agustus 1947 sesudah pada tanggal 21
Juli tahun itu juga Belanda atas anjuran Letnan
Gubernur Jenderal Van Mook, menyerang R.I.
Sekalipun oleh Belanda secara resmi dilukiskan
sebagai “aksi polisionil yang sangat terbatas”,
serangan itu dilancarkan dengan bantuan alat-
alat/angkutan yang mekanis, diawasi tank-tank serta
perlindungan pesawat-pesawat udara.
Pada saat pertempuran masih terus berlangsung di
Jawa dan Sumatera, pada tanggal 30 Juli
Pemerintah Australia dan Pemerintah India secara
resmi menuntut agar Dewan Keamanan
menghentikan pertikaian senjata itu sebagai “suatu
pelanggaran perdamaian” berdasarkan pasal 39 dari
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga
dengan demikian Australia menjadi pemerintah
pertama dalam sejarah yang menggunakan suatu
pasal dari Bab VII yang memberi kekuasaan kepada
Dewan Keamanan untuk bertindak bila perdamaian
terancam atau dilanggar. Berdasarkan rencana
resolusi Australia, pada tanggal 1 Agustus Dewan
Keamanan menyerukan penghentian permusuhan
dengan segera dan penyelesaian pertikaian melalui
perantara atau cara-cara damai lainnya.
Gencatan senjata itu diterima kedua belah fihak.
Van Mook memerintahkan agar tentara Belanda
menghentikan permusuhan pada tengah malam
tanggal 4 – 5 Agustus, dan Yogyakarta
mengeluarkan perintah yang sama. Pemerintah
kedua belah fihak melaporkan kepada Dewan
Keamanan apa-apa yang telah mereka lakukan.
Sekalipun demikian pertikaian berlangsung terus,
terutama sebagai akibat “operasi-operasi
pembersihan” Belanda. Dengan mengingat bahwa
operasi-operasi militer masih berlangsung dalam
wilayah R.I., pada tanggal 26 Agustus Dewan
Keamanan mengingatkan kedua pemerintah pada
seruannya agar diadakan gencatan senjata dan
penyelesaian perselisihan mereka secara damai dan
menyerukan pula agar mereka mematuhi anjuran
itu.
Tetapi pada tanggal 29 Agustus Van Mook membuat
garis batas daerah yang termasuk tanggungjawab
Belanda. Tuntutan itu melampaui daerah yang
diduduki Belanda saat itu dan jauh melampaui
daerah yang mereka duduki tanggal 4 Agustus.
“Garis Van Mook” ini sama sekali tidak dijadikan
batas kegiatan antara Belanda dalam bulan-bulan
berikutnya. Saya mendengar bahwa Van Mook
dengan sokongan Letjen. Spoor, Panglima tentara
Belanda di Indonesia, menganjurkan agar Belanda
maju terus sampai Yogyakarta. Untung pemerintah
Belanda mendapat saran yang sebaliknya dari dua
orang diplomat senior dan menolak anjuran
tersebut. Kemudian dalam tahun itu juga Perdana
Menteri Mr. Sjarifuddin mengklaim bahwa tentara
Belanda telah maju lebih dari 100 km di Jawa Barat,
80 km di Jawa Tengah dan 50 km di Jawa Timur.
Pada tanggal 1 Nopember, Dewan Keamanan
karena perintah-perintahnya tidak dilaksanakan
dengan baik, meminta KTN membantu kedua belah
fihak agar bisa mencapai kesepakatan dan
menyarankan agar resolusinya harus
diinterpretasikan sebagai mengandung arti :
“Penggunaan tentara oleh kedua belah pihak
dengan maksud meluaskan kekuasaannya ke
daerah yang tidak dikuasainya pada tanggal 4
Agustus 1947 adalah tidak sejalan dengan resolusi
Dewan Keamanan tanggal 1 Agustus”.
Komisi Tiga Negara merasa bahwa ia berhak
mengambil inisiatif. Tanpa menunggu tibanya kapal
perang Amerika “Renville” dimana akan
dilangsungkan perundingan, KTN mulai berusaha
agar gencatan senjata terlaksana. Pada tanggal 14
Nopember KTN bertemu dengan Panitia-panitia
Khusus dari fihak Indonesia dan fihak Belanda. Dr.
Leimena memimpin Panitia Indonesia, dan Jhr. Van
Vredenburg memimpin Panitia Belanda.

Anda mungkin juga menyukai