DI INDONESIA
Wiwit Pratiwi3
Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin, S.H.
wpratiwi170993@gmail.com.
Abstract
Law is always closely related to morality. Law is meaningless if it is not accompanied by morals, so the
quality of law is determined by moral quality. Law is more codified than morality, meaning that it is more
systematically arranged in statutory regulations. Law limits itself to outward behavior, while morality
concerns the inner attitude of a person's legal subject. Law on the will of society and ultimately on the will
of the state and morality based on moral norms that transcend individuals and society. Leaving morals in
judgment is tantamount to the law losing its spirit.
Abstrak
Hukum selalu berkaitan erat dengan moralitas. Hukum tidak ada artinya jika tidak dibarengi dengan moral,
sehingga kualitas hukum sangat ditentukan oleh kualitas moral. Hukum lebih dikodifikasikan daripada
moralitas, artinya dituliskan dan secara lebih sistematis disusun dalam peraturan perUndang-Undang,
Hukum membatasi diri pada tingkah laku secara lahiriah, sedangkan moral menyangkut sikap batin
seseorang subjek hukum. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara
dan moralitas didasarkan pada norma-norma moral yang melampaui para individu dan masyarakat.
Meninggalkan moral dalam berhukum sama saja dengan hukum yang kehilangan ruhnya.
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu.
2
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Anggota Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Ketua
Wilayah SUMBAGSEL Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia (APVI).
3
Dosen Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin, S.H. (UNIHAZ).
4
Dosen Fakultas dan Ekonomi Islam IAIN Curup.
195
Ria Anggraeni Utami, Zico Junius Fernando,Wiwit Pratiwi, dan David Aprizon Putra:
Hukum dan Moral Dalam Kasus-Kasus Hukum Di Indonesia
5 6
Fithriatus Shalihah & Oksep Adhayanto, Satjipto Rahardjo, (1986), Ilmu Hukum,
Hukum Moral Dan Kekuasaan Dalam Telaah (Hukum Bandung: Alumni, hlm. 5.
7
Adalah Alat Teknis Sosial), Jurnal Hukum Fiat https://www.researchgate.net/project/Hubu
Justisia, Vol. 10, No. 4, October-December 2016, hlm. ngan-Hukum-dan-Moral, diakses Rabu, 8 Desember
674. Doi. 10.25041/fiatjustisia 2021, Pukul 16.46 WIB.
baik, dan moral yang baik akan melahirkan mengumpulkan bahan hukum baik bahan
hukum yang baik pula.8 Semua krisis hukum primer, bahan hukum sekunder dan
penegakan hukum yang terjadi di Indonesia bahan hukum tersier. Pendekatan yang
pada dasarnya adalah krisis moral yang dipakai adalah peraturan perUndang-
berakibat pada menurunnya kepercayaan Undangan (statute approach)10 dan
masyarakat terhadap penegakan hukum. pendekatan komparatif (comparative
approach)11. Sifat penelitian deskriptif 12
-
B. Rumusan Masalah preskriptif13. Teknik pengumpulan bahan
Sebagai pijakan dan sekaligus juga dengan studi kepustakaan, penulis
sebagai pembatasan dalam pembahasan menggunakan analisis isi (content
tulisan ini dikemukan rumusan masalah analysis).14
sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan hukum dan D. Hasil dan Pembahasan
moral dalam kasus-kasus hukum di 1. Hubungan Hukum Dan Moral Dalam
Indonesia? Kasus-Kasus Hukum Di Indonesia
2. Bagaimana problematik moral Hukum tidak ada artinya jika tidak
aparat penegak hukum (APH) dalam dibarengi dengan etika, sehingga kualitas
penegakan hukum (law hukum sangat ditentukan oleh kualitas moral.
enforcement) di Indonesia? Di sisi lain, moralitas juga membutuhkan
hukum karena moralitas akan berada di
C. Metode Penelitian awang-awang jika tidak diungkapkan secara
Penelitian hukum yang dilakukan jelas dalam masyarakat dalam bentuk hukum.
dengan hanya mempertimbangkan dokumen Jadi hukum dapat meningkatkan dampak
kepustakaan atau data sekunder, dapat moralitas. Misalnya, menghormati orang lain
disebut penelitian hukum normatif atau adalah prinsip etika penting, tapi tidak semua
penelitian hukum kepustakaan (library etika perlu diterjemahkan ke dalam bentuk
9
research). Dilakukan dengan
8 12
Ibid. Soerjono Soekanto, (1984), Pengantar
9
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia
Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Press, hlm. 1.
13
Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 13-14. Ibid.
10 14
Peter Mahmud Marzuki, (2005), Penelitian Rianto Andi, (2005), Metode Penelitian
Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, hlm. 102. Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, hlm. 61.
11
Ibid, hlm. 94.
hukum karena hukum juga harus dibatasi moral berasal dari Bahasa Belanda
untuk mengatur hubungan manusia yang yakni “moural”, yang berarti
relevan. Bahkan, moralitas dan hukum tidak kesusilaan, budi pekerti. Sedangkan
selalu berkaitan karena ada hukum yang menurut W.J.S. Poerwadarminta
berlaku (hukum positif) yang bertentangan moral berarti ajaran tentang baik
dengan etika dan karenanya harus ditolak. buruk perbuatan dan kelakuan.16
Meninggalkan moral dalam berhukum sama
Di bawah ini akan ditunjukkan beberapa
saja dengan hukum yang kehilangan ruhnya.
poin penting perihal perbedaan antara moral
Moral secara umum diartikan sebagai:
dan hukum:
a. Kaidah-kaidah umum kesopanan
a. Hukum lebih dikodifikasikan
dan adat istiadat yang berlaku bagi
daripada moralitas, artinya
kelompok tertentu;
dituliskan dan secara lebih
b. Ajaran kesusilaaan atau kesantunan,
sistematis disusun dalam peraturan
yaitu ajaran tentang asas-asas dan
perUndang-Undang;
kaidah-kaidah kesantunan yang
b. Hukum membatasi diri pada tingkah
dipelajari secara sistematis dalam
laku secara lahiriah, sedangkan
sebuah nilai yang disebut etika.
moral menyangkut sikap batin
Disebut dengan “ethos” (Bahasa
seseorang subjek hukum;
Yunani) yang berarti norma-norma,
c. Hukum didasarkan atas kehendak
aturan-aturan mengenai hal-hal
masyarakat (peoples will) dan
yang baik dan yang buruk dalam
akhirnya atas kehendak negara (the
kaitannya dengan perbuatan
will of state) dan moralitas
manusia, unsur-unsur kemanusiaan,
didasarkan pada norma-norma
cara, motif, niat dan sifat manusia.
moral yang melampaui para
maka “moralitas” berarti kesusilaan,
individu dan masyarakat;
mencerminkan bagaimana
d. Sanksi atau hukuman yang
sebenarnya perilaku dalam
berkaitan dengan hukum sangat
masyarakat, apa yang baik dan apa
berbeda jika melihat sanksi atau
yang buruk.15 Secara etimologis
15
Ahmad Manshur Noor, (1985), Peranan Departemen Agama Republik Indonesia, hlm. 7.
16
Moral dalam Membina Kesadaran Hukum, Jakarta: Ibid.
17
M. Samsudin, (2012), Budaya Hukum Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 19, No. 4, Oktober
Hakim, Jakarta: Kharisma Putra Utama, hlm. 45. 2012, hlm. 511-513. Doi.
18
Salman Luthan, Dialektika Hukum dan https://doi.org/10.20885/iustum.vol19.iss4.art2
Moral dalam Perspektif Filsafat Hukum, Jurnal
19
Ibid, hlm. 513.
e. Hukum tidak dapat mencapai hal c. Fungsi moral bagi hukum adalah
yang tidak mungkin; merupakan sumber latihan moral
f. Antar aturan, tidak boleh ada (nilai-nilai) hukum positif, sumber
konflik di antara mereka; hukum positif, alat penilaian konten
g. Peraturan merupakan suatu hal yang aturan hukum dan sumber alasan
tetap dan tidak dapat sering diubah- untuk menangani kasus Undang-
ubah; Undang dengan ketentuan hukum
h. Harus ada konsistensi antara yang tidak jelas.21
tindakan para pembuat aturan atau
Dalam melihat hukum dan moral penulis
hukum (ahli) dengan peraturan
juga tidak terlepas dari pandangan L.H.A.
perUndang-Undangan yang telah
Hart, menegaskan bahwa antara hukum dan
dibuat.20
moralitas memiliki kebutuhan yang lengkap
Bila ditarik lebih dalam antara hubungan atau memiliki banyak hubungan pemahaman
antara hukum dan moralitas, ada 3 (tiga) keragaman itu penting tetapi tidak semua
model yang berkaitan antara hukum dan hubungan terlihat jelas. L.H.A. Hart mencoba
moralitas, yaitu: mendemonstrasikan dan mengevaluasi
a. Hukum merupakan bagian dari alasannya sudut pandang ini. Menurutnya,
sistem pendidikan moral agama atau tidak ada alasan yang diberikan untuk
ideologi. Hukum adalah sumber dari menunjukkan bahwa hubungan mutlak
prinsip-prinsip moral umum dan konsisten bahkan jika mengenali bahwa
persimpangan antara hukum dan beberapa aspek dari argumen yang diberikan
moralitas; fakta, konsisten dengan fakta tertentu dapat
b. Adanya hubungan hukum dan moral ditemukan di sistem yang legal.22 L.H.A.
menimbulkan hubungan fungsional Hart mengakui bahwa keadilan, hukum dan
yang timbal balik (kausalitas) antara moralitas mempunyai hubungan yang sangat
2 (dua) subjek dalam pembentukan dekat atau dengan kata lain saling berkaitan
dan penegakan hukum hukum; satu sama lain.23
20
M. Samsudin, Loc. Cit. Pembangunan, Vol. 44 No. 3, 2014, hlm. 377. Doi.
21
Salman Luthan, Op. Cit, hlm. 522. http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol44.no3.27
22 23
Petrus CKL. Bello, Hubungan Hukum Dan Ibid.
Moralitas Menurut H.L.A Hart, Jurnal Hukum dan
Dalam buku The Concept of Law yang Terkait dengan hubungan hukum dan
dikarang oleh L.H.A. Hart menguji 6 (enam) moralitas, L.H.A. Hart menghendaki agar
alasan yang dijadikan dasar untuk keduanya dipisahkan. Pemisahan hukum dan
menunjukkan adanya hubungan mutlak moralitas menurutnya sangat diperlukan agar
antara hukum dan moralitas: kritik moral terhadap hukum dimungkinkan
a. Kekuasaan dan otoritas; dan untuk menghindari paham politik yang
b. Pengaruh moralitas terhadap ingin mempertahankan tradisi dan stabilitas
hukum; sosial, melestarikan pranata yang sudah ada,
c. Interpretasi; menghendaki perkembangan setapak demi
d. Kritik Hukum; setapak, serta menentang perubahan yang
e. Prinsip Legalitas dan Keadilan; radikal (konsevatisme).25
f. Validitas hukum dan Resistensi. Aparat penegak hukum (APH) dalam
menjalankan fungsi penegakan hukum harus
L.H.A. Hart juga mengakui hubungan
mampu melihat suara hati masyarakat (a
antara pentingnya hukum dan moralitas
person justice must be a person of wisdom)
dalam hukum alam (natural law). Hukum
sekalipun tidak terucapkan, tak dinyatakan
alam minimum tidak lain adalah pandangan
secara terus terang maupun tertekan.26
L.H.A. Hart sendiri tentang sifat manusia
berbeda dengan hukum alam klasik. Menurut 2. Problematik Moral Penegak Hukum
dia sifat manusia yang paling mendasar
Dalam Penegakan Hukum (Law
adalah ada, dengan kelangsungan hidup Enforcement) Di Indonesia
manusia dapat memenuhi tujuan hidup
Dalam masa sekarang aparat penegak
lainnya. Selain membutuhkan ketersediaan hukum (APH) wajib menjalankan cita-cita
bahan konsumsi, orang juga membutuhkan
hukum pada umumnya, khususnya keadilan,
aturan yang dapat dipertahankan hidup
objektivitas, dan keamanan/ ketertiban.
dengan mereka. Di sinilah moralitas dan
Namun, hal-hal yang ideal tersebut belumlah
hukum bertemu, kedua aturan ini, meskipun
lengkap terlaksana, karena realitas atau
berbeda, membutuhkan hal yang sama, yaitu,
kenyataan yang tak terbantahkan bisa
24
mempertahankan hidup dengan manusia.
dirasakan dan terlihat saat ini adalah kondisi
24 26
Ibid, hlm. 378. Esmi Warassih, (2021), Kontruksi Hukum,
25
Ibid, hlm 385. Yogyakarta: Thafa Media, hlm. 10.
27 28
Esmi Warassih, (2001), Pemberdayaan Ali, Achmad, (1996), Menguak Tabir
Masyarakat Dalam Mewujudkan Tujuan Hukum Hukum (Suatu kajian Filosofis Dan Sosiologis):
(Proses Penegakan Hukum Dan Persoalan Keadilan), dalam Tulisan Hukum Sebagai Kenyataan dalam
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Masyarakat, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, hlm.
hlm. 10. 53-54.
29 31
Mokhtar Kusumaatmadja, (1986), Ibid.
32
Pembinaan Hukum dalam rangka Pembangunan Sukarno Aburaera dkk, (2010), Filsafat
Nasional, Bandung: Bina Cipta, hlm. 2-7. Hukum, Makasar: Pustaka Refleksi, hlm. 33.
30 33
Fithriatus Shalihah & Oksep Adhayanto Sabian U, (2013), Dasar-Dasar Sosiologi
Hukum, Op. Cit, hlm. 676. Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 186.
sesuai dengan hal tersebut tanpa terkecuali, kepercayaan (trust) masyarakat terhadap
tidak pandang bulu menerapkan prinsip hukum, upaya yang harus dilakukan adalah
equality before the law. Hukum wajib dan sebagai berikut:
harus dijunjung tinggi oleh aparat penegak
a. Menginventarisasi dan menindak
hukum (APH).
lanjuti secara hukum berbagai kasus
Sebagai upaya untuk meningkatkan
Korupsi, Kolusi dan Nepostime
pemberdayaan terhadap lembaga peradilan
(KKN) dan Hak Asasi Manusia
dan lembaga penegak hukum lainnya
(HAM);
Langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu:
b. Melakukan pemberdayaan terhadap
a. Peningkatan kualitas dan
aparat penegak hukum (APH),
kemampuan aparat penegak hukum
khususnya aparat kepolisian,
yang lebih profesioanal,
kejaksaan, pengadilan dan
berintegritas, berkepribadian, dan
masyarakat;
bermoral tinggi;
c. Pemberian bantuan hukum cuma-
b. Perlu dilakukan perbaikan–
cuma kepada masyarakat yang tidak
perbaikan sistem perekrutan dan
mampu;
promosi aparat penegak hukum,
d. Sosialiasi dan bimbingan teknis
pendidikan dan pelatihan, serta
tentang aturan-aturan hukum untuk
mekanisme pengawasan yang lebih
mencerdaskan masyarakat dan
memberikan peran serta yang besar
membuat masyarakat untuk melek
kepada masyarakat terhadap
hukum.35
perilaku aparat penegak hukum;
c. Mengupayakan peningkatan E. Kesimpulan
kesejahteraan aparat penegak 1. Hukum lebih dikodifikasikan
hukum yang sesuai dengan daripada moralitas, artinya
34
pemenuhan kebutuhan hidup. dituliskan dan secara lebih
sistematis disusun dalam peraturan
Dalam rangka memulihkan kembali
perUndang-Undang, Hukum
34
Bagir Manan, (2005), Penegakan Hukum 201.
yg berkeadilan, Jakarta: Varia Peradilan, hlm. 7. http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH
35
Sanyoto, Penegakan Hukum Di Indonesia, /article/view/74/226
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8, No. 3, 2008, hlm.
Jurnal
Fithriatus Shalihah & Oksep Adhayanto,
Hukum Moral Dan Kekuasaan Dalam
Telaah (Hukum Adalah Alat Teknis
Sosial), Jurnal Hukum Fiat Justisia,
Vol. 10, No. 4, October-December
2016, hlm. 674.
Petrus CKL. Bello, Hubungan Hukum Dan
Moralitas Menurut H.L.A Hart, Jurnal
Hukum dan Pembangunan, Vol. 44 No.
3, 2014, hlm. 377.
Salman Luthan, Dialektika Hukum dan
Moral dalam Perspektif Filsafat
Hukum, Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum, Vol. 19, No. 4, Oktober 2012,
hlm. 511-513.
Sanyoto, Penegakan Hukum Di Indonesia,
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8, No. 3,
2008, hlm. 201.
Internet/Website
https://www.researchgate.net/project/
Hubungan-Hukum-dan-Moral.