Anda di halaman 1dari 15

Nama : Cindhy Gilang Ade Putri

Nim : 2011102432003

1. a) Persamaan dan Perbedaan Antara Filsafat Dan Ilmu


Persamaan :
Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya
sampai ke-akar-akarnya. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau
koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan
sebab-akibatnya. Keduanya hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan. Keduanya mempunyai metode dan sistem. Keduanya hendak memberikan
penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia [obyektivitas], akan
pengetahuan yang lebih mendasar.

Perbedaan :
Obyek material [lapangan] filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yang
ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan
empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu Obyek
formal [sudut pandangan] filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian
dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu
bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik,
yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis,
dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error.
Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat
timbul dari nilainnya.

b) Persamaan dan Perbedaan Antara Filsafat Dan Pengetahuan


Persamaan :
Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya
sampai keakar-akarnya. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau
koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan
sebab-sebanya. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang
bergandengan. Keduanya mempunyai metode dan sistem. Keduanya hendak memberikan
penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan
pengetahuan yang lebih mendasar.

Perbedaan :
Filsafat berusaha mencoba merumuskan pertanyaan atas jawaban. mencari prinsip-prinsip
umum, tidak membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu
secara umum dan keseluruhan sedangkan Pengetahuan adalah penguasaan lingkungan
hidup manusia. Filsafat hanya Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu
sedangkan pengetahuan dapat mengkajinya sampai pada kebenaran melalui kesimpulan
logis dari pengamatan empiris

c) Persamaan dan Perbedaan Antara Ilmu Dan Pengetahuan


Persamaan :
Ilmu dan Pengetahuan pada dasarnya memiliki arti yang sama yaitu analisa terhadap suatu
hal berdasarkan metode ilmiah hanya saja penggunaannya tergantung dari sifat dan tujuan
yang hendak dicapai dalam kegiatan keilmuan tersebut. Keduanya sangat sulit untuk
dipisahkan karena merupakan pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang
menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui
proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang
menjadi objek kajian dari ilmu terkait.

Perbedaan :
ilmu adalah kerangka konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat
pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam
bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak
memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan
demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.
Ilmu adalah sesuatu yang dapat kita peroleh melalui proses yang disebut pembelajaran
atau dengan kata lain hasil dari pembelajaran, berbeda dengan Pengetahuan yangdapat kita
peroleh tanpa melalui proses pembelajaran. Ilmu merupakan kumpulan dari berbagai
pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan ilmu setelah memenuhi syarat-
syarat objek material dan objek formal

d) Persamaan dan perbedaan teori hukum dan konsep hukum


Perbedaan :
Secara singkat dan sederhana dapat dikatakan bahwa ilmu hukum adalah ilmu praktis
hukum, sementara teori hukum adalah disiplin hukum dalam tataran yang abstrak,
sedangkan pada tingkatan yang abstraksinya paling tinggi yakni tataran abstraksi
kefilsafatan, disiplin kajiannya dinamakan filsafat hukum.

Persamaan :
Teori hukum adalah teorinya ilmu hukum. Dengan perkataan lain, ilmu hukum adalah objek
teori hukum

e) Perbedaan dan persamaan ilmu hukum dan filsafat hukum

Perbedaan :
Ilmu hukum diarahkan pada cara untuk mencapai tujuan. Di sisi yang lain, filsafat hukum
sifatnya spekulatif dan abstrak. Filsafat hukum diarahkan untuk melihat tujuan yang
diinginkan. Proses interplay antara “cara untuk mencapai tujuan” dan “melihat tujuan yang
diinginkan” itulah kemudian yang melahirkan politik hukum.

Persamaan :
introspektif, universal, integral dan implikatif
Sumber:https://www.academia.edu/11817518/PERSAMAAN_DAN_PERBEDAAN_ANTARA_F
ILSAFAT_ILMU_DAN_AGAMA

2. Pemahaman hukum di Indonesia cenderung pada hukum sebagai bentuk dari peraturan
perundang-undangan. Hukum sebagai bentuk aturan tertulis hitam di atas putih. Hukum
juga dipahami sebagai bentuk peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu
pemahaman hukum menjadi seperangkat aturan yang bersifat formal dalam hukum positif
negara. Bekerjanya aparatur negara harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sistem hukum hanya dapat dipahami secara logika rasional tertutup sebagaimana yang
tertulis dalam teks. Hal-hal di luar itu, seperti nilai-nilai sosial budaya bukan diakui sebagai
hukum. Asas legalitas menjamin tercapainya kepastian hukum. Dampaknya hukum terasa
sangat kaku, kering dan picik, karena hukum kehilangan ruh yang telah menjadikan hukum
hidup di dalam masyarakat.
Hukum yang bersumber dari warisan penjajah Belanda harus diganti dengan otentisitas
hukum yang digali dari nilai-nilai kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Indonesia
pada dasarnya telah memiliki adat istiadat yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari
oleh masyarakat yang dapat dijadikan sebagai hukum. Nilai-nilai sosial budaya yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat mengandung makna ajaran falsafah.
Dimensi kepercayaan atau spiritual dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
Indonesia terasa sangat kental. Seperti contoh dalam event pacu jalur di Kuantan Singingi.
Masyarakat mempercayai bahwa hal tersebut tersebut mempunyai kekuatan dan
berpengaruh dalam memenangkan perlombaan.41 Dalam konteks yang lebih luas, sosial
budaya masyarakat Indonesia pada dasarnya tidak lepas dari unsur agama. Dengan
demikian, maka tergantung dari kemampuan pemimpin negeri ini untuk memahami dan
menjadikan sosial budaya menjadi sumber hukum utama yang lahir, tumbuh dan
berkambang di masyarakat.
Kemampuan menerjemahkan nilai- nilai agama oleh para pemimpin negeri ini menjadi
hal yang sangat penting dalam upaya membentuk hukum yang mencerminkan otentisitas
hukum ke- Indonesiaan. Seperti yang dikemukakan oleh K.H Ainun Najib (Cak Nun) dalam
setiap acara sinau bareng yang diadakan di beberapa daerah di Jawa, bahwa segala bentuk
sikap dan perilaku masyarakat pada dasarnya dapat dikaji secara agama. Artinya agama
bukan hanya sekedar syariat yang tertulis dalam kitab, tetapi harus dipahami sebagai
keseluruhan bentuk yang ada, dimana makna hakikatnya dapat ditangkap dari simbol-
simbol yang ada di masyarakat. Kehidupan yang menggambarkan sosial budaya masyarakat
Indonesia dapat dipahami sebagai nilai-nilai agama sesuai dengan konteks dan maksudnya.
Kenyataan tentang otentisitas hukum tersebut dapat menjadi kebijakan pemerintah
dalam membentuk hukum. Nilai-nilai sosial budaya yang dipahami masyarakat sebagai
pranata yang dapat menjadi sumber hukum nasional. Sistem hukum lokal tersebut dapat
menunjukkan mekanisme dari seperangkat fungsi dan peranan yang saling bertautan dalam
proses hukum yang berkesinambungan dari masa lampau, sekarang dan yang akan datang
dengan mengikuti perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat. Sistem hukum lokal
tersebut terikat sosial budaya yang dikehendaki berlaku oleh masyarakat tertentu yang
tercermin dalam berbagai bentuk sikap perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Akibat dari penjajahan Belanda, pemahaman tentang hukum menjadi identik dengan
peraturan perundang- undangan. Positivisme hukum yang di dukung civil law sistem
tersebut tentu tidak sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia, karena itu hukum asing
yang dipaksakan berlakunya. Oleh karena itu hukum di Indonesia harus dikembalikan
dengan mengambil sosial budaya sebagai sumber otentisitas hukum.

Sumber :https://journal.umsurabaya.ac.id/index.php/Justitia/article/download/4072/2718

3. Dalam beberapa waktu belakang ini. Negara Indonesia memulai suatu pedembentukkan
peraturan Perundang-undangan yang baru yang dikenal dengan Omnibus Law. Didalam
Omnibus Law ini ada suatu peraturan perundang-undangan yang disebut dengan UU Cipta
Kerja. Tujuan di buatnya UU Cipta Kerja ini pertama kali disampaikan Oleh Presiden
Indonesia adalah untuk memangkas segala birokrasi yang berada di dalam sector
ketenagakerjaan. Namun kenyataanya produk hukum ini banyak di tolak oleh masyarakat
sehingga di putuskanya lah oleh Mahkama Konstitusi bawasanya Undang Undang
Ketenagakerjaan tersebut adalah cacat Formil.
Pembentukan perundang undangan di Indonesia belum dapat dikatakan berjalan
dengan baik, atau relevan sesuai dengan Pembentukan Peraturan Perundang- undangan di
Indonesia, dikarenakan pengaturan tentang Omnibus Law belum ada di Indonesia, sehingga
pembentukan peraturan Perundang-undangan menggunakan metode omnibus law tidak
berdasarkan dengan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republilk Indonesia Tahun
1945, dan UU No. 12 Tahun 2011. Agar pembentukan Peraturan Perundang-undangan tetap
selalu berdasrkan dengan ketentuan yang berlaku dan asas-asas pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Agar pengaturan mengenai Omnibus Law tersebut segara dibentuk
pengaturan resmi lebih lanjutnya sehingga Omnibus Law memiliki status hukum yang kuat di
Indonesia dan dapat sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia 1945 dan tidak diragukan lagi pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menggunakan metode Omnibus Law.
Penggunaan metode omnibus law yang mengubah atau mencabut berbagai ketentuan
UU akan memperluas cakupan sektor yang diatur. Hal ini menyebabkan golongan
masyarakat yang terdampak akan lebih banyak daripada masyarakat yang terdampak dari
pembuatan UU pada umumnya. Menurut hemat penulis, satu UU yang mengubah atau
mencabut berbagai ketentuan UU lainnya untuk kemudian diatur di dalam UU tersebut bisa
memberikan dampak positif maupun negatif terhadap sektor-sektor yang diatur dalam satu
UU tersebut. Dampak positifnya adalah menyederhanakan sehingga terjadi penataan
kembali regulasi serta prosedural dari UU yang disatukan itu. Misalnya, UU Cipta Kerja yang
mengubah atau mencabut 78 (tujuh puluh delapan) UU meliputi sektor ketenagakerjaan,
agraria, kehutanan, keuangan, perizinan berusaha, perdagangan, perikanan, hingga
administrasi pemerintahan, tentu memiliki pengaruh yang sangat luas terhadap masyarakat.
UU Cipta Kerja yang mengatur berbagai sektor ini memiliki keunggulan utama, yaitu
memberikan kemudahan berusaha di Indonesia yang kemudian akan mendorong investor
masuk di Indonesia. Sebelum adanya UU Cipta Kerja pembentukan suatu badan usaha,
terutama badan usaha berupa perseroan yang dibentuk oleh UMKM terhalang pada
ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya
disebut UU PT). Maka, UU Cipta Kerja lahir dengan cakupan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disebut UU UMKM)
dan UU PT menghasilkan suatu produk badan usaha baru, yaitu Perseroan Perorangan.
Perseroan Perorangan ini memudahkan UMKM untuk berusaha karena bisa didirikan oleh 1
(satu) orang, syarat pendaftaran yang mudah, serta pemisahan harta kekayaan perusahaan
dengan harta pribadi.
Penggunaan metode omnibus law di Indonesia saat ini masih terbatas pada UU.
Penerapan dari metode omnibus law juga masih jauh dari kata sempurna, contohnya UU
Cipta Kerja yang dinyatakan cacat formil setelah dilakukan uji formil oleh Mahkamah
Konstitusi (selanjutnya disebut MK) akibat tidak terpenuhinya prosedur pembentukan suatu
UU. UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (selanjutnya disebut Putusan MK). Apabila suatu UU
dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK, maka UU tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Pengujian formil terhadap suatu UU berkaitan dengan prosedur penyusunan sebuah UU,
yaitu dalam hal terdapat dugaan kesalahan prosedur, atau dugaan kesengajaan melewatkan
prosedur dalam menghasilkan sebuah UU.Putusan inkonstitusional bersyarat dalam UU
Cipta Kerja dimaknai sebagai UU CK tidak berlaku secara permanen apabila tidak dilakukan
revisi terhadap UU tersebut selama 2 tahun.

Sumber:https://ejournal.uhn.ac.id/index.hp/administrative_law/article/download/553/585

4. Memahami filsafat hukum secara utuh dan komprehensif tidaklah mudah, mengingat
filsafat hukum ditenggarai tidak memiliki inti persoalan filosofis utama yang khas bagi
dirinya sendiri. Untuk dapat mengenal /memahami filsafat hukum secara utuh dan
komprehensif maka kita harus mempertimbangkan nilai, kedalaman ilmu pengetahuan,
penghargaan pada nilai-nilai sehingga menjadi jelas bahwa filsafat hukum merupakan
filsafat khusus yang mendasari ilmu hukum baik dari ontologis, epistemologis maupun
aksiologis menjadi terang.
Filsafat hukum dan ilmu hukum bertujuan mencapai kebenaran hukum. Hukum sendiri
bertujuan hendak mencari keadilan, kepastian hukum, dan ketertiban. Tujuan hukum dapat
disokong dengan filsafat hukum dan ilmu hukum yakni apabila filsafat hukum dan ilmu
hukum dapat menjadi sumber hukum. Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum terkait
dengan tingkah laku manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia pada tujuannya
ialah agar tidak terjadi kekacauan.
Filsafat sebagai cara berpikir berarti melakukan perenungan yang sangat mendalam
hingga mencapai hakikat, berpikir secara global/menyeluruh, atau berpikir dengan melihat
berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berpikir yang
demikian sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat
dipertanggungjawabkan
Kedudukan filsafat hukum dalam struktur atau sistem hukum bisa menjadi bagian
hukum publik atau hukum privat, menurut JJH Bruggink terdapat tiga lapisan ilmu hukum
yang terkait dengan kedudukan filsafat hukum yaitu dogmatik hukum, teori hukum dan
filsafat hukum. Filsafat hukum dapat memberikan pencerahan, pencerdasan bagi
masyarakat serta kepatuhan pada hukum dalam suatu Negara atau masyarakat, tetapi
filsafat hukum sangat tidak operasional jika dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan
masalah hukum yang terjadi di masyarakat.
Persoalan-persoalan hukum yang terjadi ditengah masyarakat harusnya dapat
terselesaikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Negara. Itu
sebabnya, filsafat hukum sangat diperlukan dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan, agar peraturan perundang-undangan yang dibuat, dapat menjawab
segala persoalan hukum, kepastian hukum dan rasa keadilan. dengan demikian, penegak
hukum dalam hal ini kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan advokat dapat menerapkan
hukum secara langsung kepada masyarakat.
Pancasila sebagai ideologi Negara yang dijadikan landasan berbangsa dan bernegara
juga kerap kali digunakan sebagai alat untuk memecahkan persoalan hukum yang terjadi
ditengah masyarakat tidak efektif, itu dikarenakan Pancasila tidak termasuk
regeling/peraturan perundang-undangan yang dapat menjawab secara langsung persoalan
hukum. Namun demikian, nilai-nilai Pancasila wajib tercantum dalam setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan
bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Artinya, nilai-nilai
filsafat Pancasila sudah tercantum didalam ketentuan menimbang maupun didalam batang
tubuh peraturan perundang-undangan.
Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih
sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu memberikan penyelesaian persoalan-
persoalan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dengan menggunakan sistim
hukum yang berlaku suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum Positif. Filsafat hukum
berperan sebagai arah pembentukan hukum di Indonesia dan juga sebagai hal yang sangat
dibutuhkan di Indonesia. Berperan dalam menerangkan dasar nilai hukum yang filosofis
dimana mampu mewujudkan cita cita keadilan, ketertiban di dalam masyarakat yang
berhubungan dengan kenyataan hukum yang berlaku.

Sumber : https://yustitia.unwir.ac.id/index.php/yustitia/article/download/80/69

5. a) Ontologi

Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari metafisika,
dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah ontologi adalah yang
ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada
secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi
segala realitas dalam semua bentuknya. Setelah menjelajahi segala bidang utama dalam
ilmu filsafat, seperti filsafat manusia, alam dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial,
kemudian Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telah ontologi
adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang
yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang
meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia,
alam dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah uraian
ontologi. Maka ontologi sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian dan bidang
filsafat lainnya. Dan ontologi adalah bidang filsafat yang paling sukar. Metafisika
membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, mempersoalkan hakekat. Hakekat ini
tidak dapat dijangkau oleh panca indera karena tak terbentuk, berupa, berwaktu dan
bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh pengetahuan dan dapat
menjawab pertanyaan tentang apa hakekat ilmu itu. Ditinjau dari segi ontologi, ilmu
membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris. Objek penelaah ilmu mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh
ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu
mempunyai ciri tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris.
Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam:
1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau bahan
yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.

2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang terhadap
obyek material.

Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat beberapa
asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar dan tidak
diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala pandang kegiatan.
Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang memberikan arah dan landasan bagi
kegiatan penelaahan. Ada beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu,
yaitu:
1. Pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu
dengan yang lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.
2. Kedua, menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu.
3. Ketiga, determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian
yang bersifat kebetulan.

Asumsi yang dibuat oleh ilmu bertujuan agar mendapatkan pengetahuan yang bersifat
analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam
pengalaman manusia. Asumsi itupun dapat dikembangkan jika pengalaman manusia
dianalisis dengan berbagia disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal, pertama,
asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini
harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus
disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang
seharusnya”. Asumsi pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan
asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu seorang ilmuan harus
benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab
mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang
dipergunakan. Suatu pengkajian ilmiah hendaklah dilandasi dengan asumsi yang tegas, yaitu
tersurat karena yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat
kesamaan pendapat.

Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontologi adalah untuk apa
penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai ilmu apabila
kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya seorang ahli ekonomi
yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang lain, seorang ilmuan politik
yang memiliki strategi perebutan kekuasaan secara licik.

b) Epistemologi

Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang menduduki
pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern. Pengetahuan manusia
adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat yang kukuh tentang semesta
(universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-
nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi apa pun, bagaimanapun
bentuknya. Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan
sumbersumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba
mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan
kepada manusia. Maka dengan demikian ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut
ini: Bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kehidupan
intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran dan kinsep-konsep (nations) yang muncul
sejak dini ? dan apa sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan
pengetahuan ini? Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita
harus tahu bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua.
Pertama, konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau pembenaran),
yaitu pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Konsepsi dapat dicontohkan dengan
penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya atau suara.
Tashdiq dapat dicontohkan dengan penilaian bahwa panas adalah energi yang datang
dari matahari dan bahwa matahari lebih bercahaya daripada bulan dan bahwa atom itu
dapat meledak. Jadi antar konsepsi dan tashdiq sangat erat kaitannya, karena konsepsi
merupakan penangkapan suatu objek tanpa menilai objek itu, sedangkan tashdiq,

adalah memberikan pembenaran terhadap objek.Pengetahuan yang telah didapatkan dari


aspek ontologi selanjutnya digiring ke aspek epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam
kegiatan ilmiah. Menurut Ritchie Calder proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia
mengamati sesuatu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya kontak manusia
dengan dunia empiris menjadikannya ia berpikir tentang kenyataan-kenyataan alam.Setiap
jenis pengetahuan mempunyai ciri yang spesifik mengenai apa, bagaimana dan untuk apa,
yang tersusun secara rapi dalam ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi itu
sendiri selalu dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu.
Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya
adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan
aspek ontologi dan aksiologi masing-masing ilmu Epistemologi Terjadi perdebatan filosofis
yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang menduduki pusat permasalahan di dalam
filsafat, terutama filsafat modern. Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat,
untuk membina filsafat yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-
sumber pemikiran
manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan
studi apa pun, bagaimanapun bentuknya.
Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan sumbersumber
dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan
prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia.
Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan berpikir
secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja karena keduanya
mempunyai keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi pencapaian
kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah yang merupakan
gabungan atau kombinasi antara rasionalisme dengan empirisme sebagai satu kesatuan
yang saling melengkapi.

c) Aksiologi
Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu
digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana
penentuan obyek yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode
ilmiah dengan kaidah moral? Demikian pula aksiologi pengembangan seni dengan kaidah
moral, sehingga ketika seni tari dangdut Inul Dartista memperlihatkan goyangnya di atas
panggung yang ditonton khalayak ramai, sejumlah ulama dan seniman menjadi berang.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir dapat
menimbulkan bencana perang, penemuan detektor dapat mengembangkan alat pengintai
kenyamanan orang lain, penemuan cara-cara licik ilmuan politik dapat menimbulkan
bencana bagi suatu bangsa, dan penemuan bayi tabung dapat menimbulkan bancana bagi
terancamnya perdaban perkawinanAksiologi
Tak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam memberantas
berbagai termasuk penyakit kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang
duka. Namun apakah hal itu selalu demikian: ilmu selalu merupakan berkat dan penyelamat
bagi manusia. Seperti mempelajari atom kita bisa memanfaatkan wujud tersebut sebagai
sumber energy bagi keselamatan manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat
sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan
malapetaka. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa
pengetahuan itu digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika?
Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah
dan metode ilmiah dengan kaidah moral?
Demikian pula aksiologi pengembangan seni dengan kaidah moral, sehingga ketika seni
tari dangdut Inul Dartista memperlihatkan goyangnya di atas panggung yang ditonton
khalayak ramai, sejumlah ulama dan seniman menjadi berang.Dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir dapat menimbulkan bencana perang,
penemuan detektor dapat mengembangkan alat pengintai kenyamanan orang lain,
penemuan cara-cara licik ilmuan politik dapat menimbulkan bencana bagi suatu bangsa, dan
penemuan bayi tabung dapat menimbulkan bancana bagi terancamnya perdaban
perkawinan.
Tingginya permintaan dan turunnya penawaran minyak goreng mengakibatkan
kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di sebagian besar daerah di Indonesia.
Sementara itu, minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang paling dibutuhkan oleh
masyarakat setiap harinya untuk mencukupi kebutuhan pangan. Oleh sebab itu, kelangkaan
minyak goreng sangat meresahkan masyarakat Indonesia terutama untuk masyarakat dari
kelas menengah ke bawah.

Sumber:https://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/sls/article/download/1276/1243

Anda mungkin juga menyukai