Anda di halaman 1dari 4

Nasionalis-Agamais

Oleh: Alif Gata(K4418006)

Nasionalisme dan Agamis adalah dua pola pikir yang menurut kebanyakan orang
akan selalu bertentangan. Golongan nasionalis akan selalu menomor satukan Negaranya
dibanding semuanya yang bahkan itu agamanya, sedang golongan agamis akan menomor
satukan agama dan menganggap yang lain harus dikesampingkan jika berurusan dengan
syariat agama termasuk kehidupan bernegara. Ditengah perbedaan mencolok itu lalu
munculah beberapa orang yang bisa dikatakan seorang nasionalis, akan tetapi mempunyai
pandangan agamis yang kuat juga. Dengan bersatunya Agamis dan Nasionalis maka bisa saja
tercipta tokoh yang memiliki kekuatan untuk mengangkat derajat NKRI. Seperti Erdogan di
Turki yang merupakan Nasionalis yang memiliki jiwa Agamis yang kuat.

Nasionalis-agamis sendiri menurut saya adalah jawaban dari perang Ideologi antara
para aktivis islam syariah dan nasionalisme-sekuler. Hal ini dikarenakan dengan nasionalis-
agamis akan terbentuk masyarakat yang memiliki kecintaan terhadap negaranya tanpa
mengorbankan sentiment agama dalam kehidupan berbangsa bernegara. seperti yang
dilakukan mbah maimoen. Beliau adalah panutan dalam kehidupan beragama dan panutan
dalam kehidupan beragama. Beliau dipandang sebagai ulama yang saleh oleh para akademisi
islam dan dipandang tokoh nasional yang sangat nasionalis. Beliau tidak pernah
membenturkan kehidupan berbangsa bernegara dengan kehidupan beragama. Ceramah beliau
lebih menekankan menjadi islam yang saleh tanpa harus merongrong NKRI. [ CITATION
Muh19 \l 1033 ]

Selain itu nasionalis-agamis juga merupakan perwujudan dari pengamalan Pancasila


itu sendiri. Karena Pancasila mempunyai sila KeTuhanan Yang Maha Esa. Yang menandakan
bahwa setiap orang yang berideologi Pancasila tak akan sekali-kali membenturkan agama
dengan Negara. Tidak seperti yang dilakukan salah satu partai diIndonesia yang bahkan
secara terang-terangan memusuhi kehidupan yang berdasarkan hukum agama. Partai tersebut
sejatinya merupakan contoh nyata dari perongrong Pancasila. Karena dengan membenturkan
Pancasila dan Agama dapat menimbulkan perpecahan antara kaum agamawan dan kaum
nasionalis yang merupakan dua golongan yang merumuskan Pancasila. Dari golongan
Agamawan seperti Wachid Hasyim dan Kahar Muzakar yang agamis, dan Soekarno, Hatta
yang Nasionalis. Pembenturan antara Pancasila dan Agama bisa dihindari dengan pemikiran
Nasionalis-Agamis.[ CITATION Nar18 \l 1033 ]

Selain itu kelebihan dari Nasionalis-Agamis adalah mereka dapat menjadi seorang
yang hidup tanpa harus bermusuhan dengan kaum yang berbeda pendapat masalah
kenegaraan. Berbeda dengan nasionalis-sekuler, mereka akan menimbulkan toleransi diluar
batas yang memasukkan dan mencampurkan tiap-tiap agama sehingga agama tersebut
menjadi melenceng dari ajaran agama yang seharusnya dijalankan. Dan para kaum
agamispun akan terus-terusan melakukan protes-protes kepada pemerintah yang mereka
anggap telah berbuat diluar batas karena dengan berani menentang hukum Tuhan.
Nasionalis-Agamis memiliki pemikiran untuk tetap menjunjung tinggi kesatuan dan
persatuan tanpa melihat suku, budaya dan agama. Walau begitu, Nasionalis-Agamis juga
tidak akan menjerumuskan Pancasila kepada Liberalisme seperti yang dilakukan para
Nasionalis-Sekuler. Sedang Liberalisme bukanlah hal yang cocok untuk dimaknai sebagai
ruh Pancasila. Walau mengandung nilai Demokrasi dan Kemanusiaan, kemanusiaan dan
demokrasi yang terdapat dalam Pancasila adalah Demokrasi dan hak kemanusiaan yang
bertanggung jawab. Tidak seperti di dunia barat yang mengutamakan hak pribadi, Pancasila
adalah melindungi hak pribadi perorangan tanpa membuat hak orang lain terancam. Sehingga
kebebasan yang dimiliki adalah kebeasan yang bertanggung jawab terhadap hukum. Hal
tersebut sangat tidak mungkin terjadi jika menerapkan Nasionalis-Agamis sebagai cara
memaknai Pancasila. Seperti yang dilakukan Mbah Moen yang membuktikan Islam dan
Nasionalisme merupakan sebuah iring-iringan yang harus mengawal Pancasila. Bukan malah
berbenturan, harusnya kedua pemikiran ini harus bersatu padu melawan ancaman terhadap
Pancasila yaitu Komunisme.

Sayangnya, wawasan kebangsaan sebagian pihak akhir-akhir ini cenderung melemah.


Jika ditelisik lebih jauh, tentu ada banyak hal yang mempengaruhi. Salah satunya diakibatkan
oleh pemahaman terhadap nilainilai agama yang cenderung formalistik, sempit, dangkal dan
eksklusif. Karenanya, kita bisa menemukan sebagian kelompok agama tertentu melakukan
aksi yang mengatasnamakan agama yang justru tidak membawa kedamaian dan ketenangan
sebagaimana terkandung dalam nilainilai universal yang diajarkan oleh semua agama. Jadi,
ada kondisi paradox yang ditimbulkan oleh pemeluk agama itu sendiri. Di satu sisi, agama
mengajarkan tata cara hidup yang penuh damai dan kesantunan. Akan tetapi, di sisi lain,
banyak tindak kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh pemeluk agama itu sendiri.
[ CITATION Nas12 \l 1033 ]

Pernyataan di atas tidak berlebihan. Cukup ironis bahwa deklarasi tritunggal bangsa
Indonesia yang disuarakan 83 tahun yang lalu— tanah air, bangsa dan bahasa—semakin
kabur maknanya. Satu tanah air ternyata tidak berarti menjadi satu bangsa yang harus saling
mencintai dan dicintai. Satu bahasa juga tidak dengan sendirinya meniscayakan Indonesia
menjadi satu bangsa yang kokoh. Gerakan separatisme Aceh, Papua, dan Timor-Timur adalah
contoh dari hal ini dalam pengertian dan tingkatan yang berbeda. Adanya konflik antar
kelompok seperti yang terjadi di Poso, Sampit dan beberapa tempat lain juga menunjukkan
gejala ini.[ CITATION Nas12 \l 1033 ]

Hal ini dikarenakan kurangnya propaganda untuk membentuk masyarakat yang


mempunyai pandangan Nasionalis-Agamis. Jika pendidikan Nasionalis Agamis tersebut
dipropagandakan maka akan muncul orang-orang seperti K.H. Hasyim Asyari dan K.H.
Ahmad Dahlan yang membentuk dua organisasi yang berhaluan Nasionalis-Agamis. Yaitu
Nahdlatul Ulama dan Muhamaddiyah.[ CITATION Rof17 \l 1033 ]

Kesadaran nasionalisme ini tidak lahir serta merta, melainkan bersaman dengan
gagasan ideologis yang masuk di tengah perubahan sosial awal abad ke-20 M, seperti Islam
yang pernah menjadi alat ideologi yang direpresentasikan dengan lahirnya NU dan
Muhammadiyah bersamaan dengan masuknya gelombang pembaharuan agama dari Timur
Tengah. Gerakan-gerakan keagamaan ini hendak menumbuhkan Islam sebagai kekuatan
nasional yang dapat melawan kolonialisme dan imperialisme.[ CITATION Mas17 \l 1033 ]

Maka dari itu dibutuhkan kesadaran kembali untuk memaknai Pancasila dalam
pandangan Nasionalis-Agamis, sehingga diharapkan tidak akan terjadi lagi benturan antara
kaum nasionalis dan kaum agamis dikemudian hari yang akan menyebabkan melemahnya
Pancasila sebagai ideologi negara.
Bibliography
Amin, N. (2012). MENYEMAI NASIONALISME DARI SPIRIT AGAMA: UPAYA
MEREDAM RADIKALISME BERAGAMA. TEOLOGIA, 109-123.

Irfan, M. (2019, Agustus 16). Islam dan Nasionalisme, Wejangan Mbah Moen yang Kita
Warisi. Retrieved Juni 8, 2020, from pikiran-rakyat.com: https://www.pikiran-
rakyat.com/nasional/pr-01316765/islam-dan-nasionalisme-wejangan-mbah-moen-
yang-kita-warisi?page=2

Maruapey, N. (2018, Juni 4). OPINIPancasila; Titik Temu Islam Dan Nasionalis Di
Indonesia. Retrieved Juni 8, 2020, from rakyatmaluku.com:
https://rakyatmaluku.com/2018/06/pancasila-titik-temu-islam-dan-nasionalis-di-
indonesia/

Masroer. (2017). GAGASAN NASIONALISME INDONESIA SEBAGAI NEGARA


BANGSA DAN RELEVANSI DENGAN KONSTITUSI INDONESIA. Sosiologi
Agama: Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan Sosial, 229-238.

Nurhadi, R. (2017). Pendidikan Nasionalisme-Agamis dalam Pandangan K.H.Ahmad Dahlan


dan K.H. Hasyim Asyfari. CAKRAWALA: Jurnal Studi Islam, 121-132.

Anda mungkin juga menyukai