Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM SIG

IDENTIFIKASI PERSEBARAN DAERAH RAWAN DEMAM BERDARAH DI


KECAMATAN BANYUMANIK

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Informasi Geografis (SIG)
(TPW21264)

Dosen Pengampu :
Sri Rahayu, S.Si., M.Si.

Disusun oleh:
Khoirotun Hisan
21040117120026
Kelas B

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu jenis penyakit menular yang sering
terjadi dan wabahnya selalu terulang di Indonesia. Demam Berdarah Dengue banyak
ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)
mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
(Kemenkes RI, 2010). Demam Berdarah Dengue berasal dari virus Dengue yang
penyebarannya disebabkan oleh nyamuk Aedes yang terpapar virus Dengue.
Dapat dikatakan bahwa hingga saat ini tidak ada obat penawar untuk menyembuhkan
demam berdarah dengue. Obat yang digunakan hanyalah obat pereda dari efek samping
yang dihasilkan dari penyakit yang ada pada tubuh. Hal ini menandakan bahwa bentuk
pencegahan adalah hal yang paling efektif untuk dilakukan. Untuk melakukan pencegahan,
perlu diperhatikan faktor-faktor penyebab berkembangnya virus Dengue di suatu wilayah.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit DBD pada suatu wilayah seperti
kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, jarak permukiman dari sungai, dan pola
permukiman.
Pada laporan praktikum ini penulis mengambil daerah Kecamatan Banyumanik
sebagai penelitian. Kecamatan Banyumanik terdiri dari 11 kelurahan yang merupakan
sebuah sub urban di Kota Semarang. Adanya laporan praktikum ini berguna untuk
mengetahui daerah yang memiliki tingkat kerawanan penyakit DBD tinggi di Kecamatan
Banyumanik, sehingga dapat dilakukan pencegahan atau penanganan terhadap hal
tersebut. Harapannya laporan praktikum ini dapat berguna bagi perencana lainnya dalam
merencanakan kawasan Kecamatan Banyumanik

1.2. Tujuan
Tujuan dari adanya laporan praktikum ini adalah mengetahui lokasi yang merupakan
daerah rawan terjadi penyakit DBD di Kecamatan Banyumanik dengan menggunakan
variabel-variabel yang telah ditentukan dan menggunakan bantuan perangkat lunak
ArcGis.

1.3. Sasaran
Sasaran pada laporan praktikum ini adalah :
a. Dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi DBD
b. Dapat mengidentifikasi lokasi rawan terjadi penyakit DBD di Kecamatan
Banyumanik
c. Dapat menganalisis tingkat kerawanan daerah terhadap DBD menggunakan
variabel kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, jarak permukiman ke sungai
dan pola permukiman
1.4 Kerangka Analisis

Analisis
Kepadatan Skoring tiap
Permukiman aspek Skor Total

Peta Kawasan
Analisis
Rawan
Kepadatan
Polygon to Union Semua Penyakit DBD
Bangunan
Raster Aspek di Kecamatan
Banyumanik
Analisis Jarak
Permukiman O
Terhadap U
Sungai PROSES T
P
Analisis Pola U
Permukiman T

INPUT

2.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)


Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, penyakit Demam Berdarah
Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albocpictus. Indonesia
merupakan wilayah yang sangat cocok bagi penyebaran virus tersebut dengan sebaran di
seluruh wilayah Indonesia. Gejala yang akan muncul ditandai dengan demam tinggi, sakit
kepala, mual dan perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah serta adanya kemerahan
di bagian permukaan tubuh pada penderita.
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang merupakan genus
Flavivirus grup famili Togaviridae. Virus dengue mempunyai ukuran diameter sebesar 30
nanometer dan mempunyai 4 serotip yang terdiri dari dengue atau disingkat DEN 1, DEN
2, DEN 3 serta DEN 4. Keempat serotip tersebut dapat ditemukan di Indonesia dan DEN 3
merupakan serotip paling dominan di temukan di Indonesia. Virus ini dapat bercampur
dengan mobilitas manusia dan pada temperatur tinggi sekitar 30c dapat mempercepat
replikasi virus. Daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi dapat mempengaruhi
perkembangan nyamuk Aedes aegeypti ditambah dengan kualitas permukiman, jarak
antar bangunan yang mempengaruhi kecepatan terhadap penularan virus.
Lingkungan dan medium yang cocok bagi perkembangan nyamuk pembawa virus
Dengue ialah daerah lembab yang berair. Hal ini menyebabkan nyamuk jenis ini sering
ditemukan di kebun-kebun. Nyamuk sendiri bukanlah penyebab utama dari penyakit
demam berdarah. Nyamuk hanyalah vektor atau perantara bagi virus Dengue untuk
berpindah dari medium tempatnya hidup menuju ke medium baru. Manusia yang
dijadikan medium baru oleh virus Dengue akan terjangkit oleh DBD.

2.2 Variabel Rawan Penyakit DBD di Kecamatan Banyumanik


Berikut merupakan variabel yang akan digunakan dalam analisis rawan penyakit DBD
di Kecamatan Banyumanik :
Tabel 2.1 Skor dan Niai Kepadatan Penduduk di Kecamatan Banyumanik
Kelurahan Kepadatan Penduduk Skor
Banyumanik 0.24 1
Gedawang 0.08 1
Jabungan 0.03 1
Ngesrep 0.21 2
Pandangsari 0.42 3
Pedalangan 0.19 2
Pudakpayung 0.13 2
Srondol Kulon 0.22 2
Srondol Wetan 0.29 3
Sumur boto 0.28 3
Tinjomoyo 0.07 2
Tabel 2.2 Skor dan Niai Kepadatan Bangunan di Kecamatan Banyumanik
Kelurahan Kepadatan (%) Kepadatan Skor
Banyumanik 24% 0.24 3
Gedawang 8% 0.08 1
Jabungan 3% 0.03 1
Ngesrep 21% 0.21 3
Pandangsari 42% 0.42 3
Pedalangan 19% 0.19 2
Pudakpayung 13% 0.13 2
Srondol Kulon 22% 0.22 3
Srondol Wetan 29% 0.29 3
Sumur boto 28% 0.28 3
Tinjomoyo 7% 0.07 1

Tabel 2.3 Jarak Permukiman dari Sungai


Jarak Dari Sungai Skor
<= 60 meter 3
60-120 meter 2
>120 meter 1
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerawanan bencana non-alam seperti penyakit demam berdarah dengue (DBD)


dapat dianalisis dengan menggunakan data-data berupa data kepadatan penduduk,
kepadatan bangunan, jarak permukiman ke sungai dan pola permukiman. Berikut
merupakan hasil analisis data diatas :
a. Analisis Kepadatan Penduduk
Kecamatan Banyumanik memiliki kepadatan penduduk yang bervariasi yaitu
kepadatan penduduk tinggi, sedang dan rendah. Kepadatan penduduk tinggi terdapat di
Kelurahan Sumurboto sebesar 12.118 jiwa/km2, Kelurahan Srondol Wetan sebesar 8.785
jiwa/km2 dan Kelurahan Padangsari sebesar 16.199 jiwa/km2. Sedangkan, kepadatan
penduduk rendah berada pada Kelurahan Banyumanik sebesar 1.832 jiwa/km2,
Kelurahan Jabungan sebesar 1.040 jiwa/km2, dan Kelurahan Gedawang sebesar 2.474
jiwa/km2. Sisanya merupakan kelurahan dengan kepadatan penduduk yang sedang.
Berikut merupakan peta persebaran kepadatan penduduk di Kecamatan Banyumanik :

Gambar 3.1 Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Banyumanik


Sumber : Bappeda Kota Semarang dan Hasil Analisis Penulis, 2020

b. Analisis Kepadatan Bangunan


Kecamatan Banyumanik memiliki kepadatan bangunan yang bervariasi yaitu
kepadatan bangunan tinggi, sedang dan rendah. Kepadatan bangunan tinggi terdapat di
Kelurahan Sumurboto sebesar 28%, Kelurahan Srondol Wetan sebesar 29%, Kelurahan
Banyumanik sebesar 24%, Kelurahan Srondol Kulon sebesar 22%, Kelurahan Ngesrep
sebesar 21%, dan Kelurahan Padangsari sebesar 42%. Sedangkan, kepadatan bangunan
rendah berada Kelurahan Tinjomoyo sebesar 7%, Kelurahan Jabungan sebesar 3%, dan
Kelurahan Gedawang sebesar 8%. Sisanya merupakan kelurahan dengan kepadatan
bangunan yang sedang yaitu pada Kelurahan Pudak Payung sebesar 13% dan Kelurahan
Pedalangan sebesar 19%. Berikut merupakan peta persebaran kepadatan bangunan di
Kecamatan Banyumanik :

Gambar 3.2 Peta Kepadatan Bangunan Kecamatan Banyumanik


Sumber : Bappeda Kota Semarang dan Hasil Analisis Penulis, 2020

c. Analisis Jarak Permukiman ke Sungai


Kecamatan Banyumanik memiliki jarak permukiman ke sungai yang bervariasi yaitu 0-
60 meter, 60-120 meter, dan >120 meter. Jarak permukiman ke sungai sebesar 0-60 meter
diberi skor 3. Jarak permukiman ke sungai sebesar 60-120 meter diberi skor 2. Terakhir,
jarak permukiman ke sungai sebesar >120 meter diberi skor 1. Berikut merupakan peta
jarak permukiman ke sungai di Kecamatan Banyumanik :
Gambar 3.3 Peta Jarak Permukiman ke Sungai, Kecamatan Banyumanik
Sumber : Bappeda Kota Semarang dan Hasil Analisis Penulis, 2020

d. Analisis Pola Permukiman


Kecamatan Banyumanik memiliki pola permukiman yang bervariasi teraur, semi
teratur dan tidak teratur. Pola permukiman teratur terdapat pada Kelurahan Pedalangan,
dan Kelurahan Srondol Wetan. Sedangkan, pola permukiman yang tidak teratur terdapat
pada Kelurahan Tinjomoyo, Kelurahan Jabungan, dan Kelurahan Gedawang. Sisanya
merupakan pola permukiman semi teratur. Berikut merupakan peta persebaran pola
permukiman di Kecamatan Banyumanik :
Gambar 3.4 Peta Pola Permukiman Kecamatan Banyumanik
Sumber : Bappeda Kota Semarang dan Hasil Analisis Penulis, 2020

e. Analisis Kerawanan Penyakit DBD di Kecamatan Banyumanik


Setelah melalui keempat analisis kerawanan penyakit DBD di aplikasi ArcGis dengan
tahapan sesuai metodenya (weighted overlay) dengan analisis kepadatan penduduk,
kepadatan bangunan, jarak permukiman ke sungai, dan pola permukiman, dimana
prosesnya dilakukan pembobotan pada tiap aspeknya menghasilkan titik-titik daerah
rawan penyakit DBD di Kecamatan Banyumanik. Daerah dengan kerawanan tertinggi
penyakit DBD terdapat di Kelurahan Padangsari, Kelurahan Srondol Wetan, Kelurahan
Sumurboto, Kelurahan Srondol Kulon, dan Kelurahan Ngesrep. Sedangkan, daerah dengan
kerawanan penyakit DBD menengah berada pada Kelurahan Tinjomoyo, Kelurahan
Pedalangan, Kelurahan Banyumanik, Kelurahan Gedawang, Kelurahan Jabungan, dan
Kelurahan Pudak Payung. Berikut merupakan peta persebaran kerawanan penyakit DBD
di Kecamatan Banyumanik :
Gambar 3.5 Peta Kerawanan Penyakit DBD di Kecamatan Banyumanik
Sumber : Hasil Analisis Penulis. 2020
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan penulis, dapat dikatakan bahwa
analisis kerawanan bencana non alam, dalam hal ini DBD, dapat dilakukan melalui
bantuan instrument perangkat lunak ArcGIS. Penentuan lokasi dilakukan dengan metode
skoring/pembobotan terhadap beberapa aspek yang menjadi faktor-faktor yang
menyebabkan kerawanan bencana DBD terjadi. Faktor-faktor tersebut ialah kepadatan
penduduk, kepadatan bangunan, jarak permukiman ke sungai, dan pola permukiman.
Hasil yang didapat adalah daerah yang memiliki kerawanan tertinggi penyakit DBD
terdapat di Kelurahan Padangsari, Kelurahan Srondol Wetan, Kelurahan Sumurboto,
Kelurahan Srondol Kulon, dan Kelurahan Ngesrep. Hal yang dapat dilakukan perencana
dalam mengatasi atau mengurangi terjadinya penyebaran penyakit DBD adalah dengan
memberikan saran untuk melakukan penyemprotan DBD, sosialisasi penanganan
terhadap DBD, dan menganjurkan untuk tidak membangun permukiman di daerah
tersebut mengingat daerah yang memiliki kerawasan penyakit DBD tertinggi merupakan
daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan kepadatan bangunan tinggi pula.

Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Artikel Demam Berdarah Dengue.
Dalam www.depkes.go.id. Diakses pada 2 Mei 2019
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Demam Berdarah Dengue di Indonesia
Tahun 1968-2009. Dalam Buletin Jendela Epidemiologi Vol. 2. Diakses pada 2 Mei 2019
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Kecamatan Banyumanik Dalam Angka 2018. Dalam
www.semarangkota.bps.go.id
LAMPIRAN

1. Buat shp baru yaitu Kepadatan penduduk dan Kepadatan bangunan


a. Buat 2 SHP baru dari copy shp kelurahan Banyumanik.
b. Beri nama shp baru tersebut dengan nama Kepadatan penduduk dan Kepadatan
bangunan
c. Masukkan nilai kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan pada masing-
masing shp. (skor tidak dimasukkan)
d. Ubah shp kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan yang berupa vektor
tersebut menjadi data raster, lakukan dengan cara buka ArcToolbox – Convertion
Tool – To Raster – Polygon to Raster. Atur input – atur cellsize menjadi 25 – klik
OK
2. Buat buffer sungai
a. Buat buffer sungai dengan cara buka ArcToolbox – Analysist Tools – Proximity –
Multiple Ring Buffer. Atur jarak buffer yaitu 60, 120 meter -- Klik OK
b. Potong hasil buffer dengan wilayah studi, lakukan dengan cara buka ArcToolbox –
Analysist Tools – Extract – Clip. Atur input yaitu data yang akan dipotong buffer
sungai – atur clip features dengan wilayah studi – Klik OK
c. Gabungkan data hasil clip buffer sungai dengan data wilayah studi, lakukan dengan
cara buka ArcToolbox – Analysist Tools – Overlay – Identity. Masukkan input yaitu
data data hasil clip buffer sungai dan data wilayah studi – pilih atribut ALL – Klik
OK
d. Ubah data sungai yang berupa vektor tersebut menjadi data raster, lakukan
dengan cara buka ArcToolbox – Convertion Tool – To Raster – Polygon to Raster.
Atur input yaitu hasil idntity buffer sungai dan wilayah studi – atur cellsize
menjadi 25 – klik OK
3. Selanjutnya Masukkan skor dan overlay di Spatial Analyst Tool

Anda mungkin juga menyukai