Anda di halaman 1dari 37

SISTEM SARAF

Sistem saraf tersusun atas sel-sel saraf atau neuron yang sangat banyak jumlahnya,
merupakan unit-unit pelaksana kerja sistem saraf. Unit-unit pelaksana ini merupakan jaringan
komunikasi yang akan menyampaikan impuls/rangsangan/stimulus dengan waktu yang sangat
singkat untuk setiap pesannya. Sel neuron ini terdiri dari banyak organel penyusun yang masing-
masing sudah memiliki tugasnya yang khas.

Setiap sel neuron yang telah rusak akan mati dan tidak mempunyai kemampuan untuk
melakukan pembelahan sel. Maka sel neuron yang rusak tersebut akan digantikan dengan sel
neuron yang baru. Seluruh kehidupan serta kegiatan yang terjadi dalam sel neuron, akan dijamin
kebutuhan bahan hidup dan nutrisinya oleh sekelompok sel yang bernama Neuroglia.

Fungsi sistem saraf antara lain :

1. Sebagai alat komunikasi antara tubuh dengan lingkungan luar tubuh.


2. Sebagai pengendali atau pengatur kerja organ agar dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
3. Sebagai pusat pengendalian respon/tanggapan/reaksi dari tubuh terhadap perubahan di
lingkungan sekitarnya.

Organel penyusun Sel Neuron

1. Dendrite merupakan penjuluran pendek sitoplasma yang keluar dari badan sel. Berfungsi
untuk menghantarkan impuls dari luar sel neuron ke dalam badan sel.
2. Badan sel merupakan bagian neuron yang banyak mengandung cairan sel (sitoplasma)
dan terdapat nucleus (inti sel). Berfungsi sebagai penerima impuls dari dendrit dan
menghantarkannya menuju axon dengan perantaraan sitoplasma.
3. Sitoplasma merupakan cairan pengisi badan sel. Berfungsi untuk mempercepat
penyampaian/penghantaran impuls dalam sel.
4. Nucleus merupakan bagian terpenting dari sel. Bentuknya akan menyesuaikan dengan
bentuk sel. Berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan sel.
5. Axon/neurit merupakan penjuluran panjang sitoplasma yang keluar dari badan sel.
Berfungsi untuk menerima impuls dari badan sel dan menghantarkannya ke percabangan
axon.
6. Percabangan axon merupakan bagian dari axon yang bercabang-cabang. Berfungsi
menerima impuls dari axon dan melanjutkannya ke dendrite neuron selanjutnya.
7. Selubung neurolema/neurilema merupakan selaput tipis yang berada paling luar dari
axon. Berfungsi untuk melindungi axon serta memberikan nutrisi pada axon serta
regenerasi pada selubung myelin.
8. Selubung myelin merupakan selaput tipis yang berhubungan langsung dengan axon dan
terletak setelah selubung neurilema. Berfungsi untuk melindungi axon dan memberikan
nutrisi pada axon.
9. Sel Schwann merupakan sel-sel yang terdapat di dalam selubung myelin. Berfungsi untuk
memperbaiki axon yang rusak/regenerasi.
10. Nodus Ranvier merupakan celah diantara axon yang tidak tertutup oleh selubung
neurilema. Berfungsi untuk mempercepat penyampaian impuls dari neuron ke neuron.
11. Terminal axon merupakan bagian akhir axon/ujung axon yang membentuk percabanga-
percabangan. Berfungsi untuk mernyalurkan impuls dari saru neuron ke dendrite neuron
berikutnya.

Macam-macam sel neuron

a. Berdasarkan fungsinya/jenisnya

1. Saraf sensorik/aferen yaitu neuron yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari
reseptor ke sistem saraf pusat (SSP).
2. Saraf motorik/eferen yaitu neuron yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari
SSP ke efektor.
3. Saraf asosiasi/interneuron yaitu neuron yang menghubungkan antara neuorn
sensorik satu dengan neuron motorik yang lain. Berdasarkan tempatnya dibedakan
menjadi neuron ajustor yang berfungsi untuk menghubungkan neuron sensorik
dengan neuron motorik di dalam Sistem Saraf Pusat (SSP). Selain itu ada juga
neuron konektor yang secara umum menghubungkan antara satu sel neuron dengan
sel neuron yang lain.

b. Berdasarkan strukturnya

1. Neuron unipolar (neuron berkutub satu) yaitu neuron yang memiliki satu buah axon
yang bercabang.
2. Neuron bipolar (neuron berkutub dua) yaitu neuron yang memiliki satu axon dan
satu dendrite.
3. Neuron multipolar (neuron berkutub banyak) yaitu neuron yang memiliki satu axon
dan sejumlah dendrite.

Sinapsis

 Merupakan hubungan penyampaian impuls dari satu neuron ke neuron yang lain.
Biasanya terjadi di ujung percabangan axon dengan ujung dendrite neuron yang lain.
 Celah antara satu neuron dengan neuron yang lain disebut dengan celah sinapsis. Di
dalam celah sinapsis inilah terjadi loncatan-loncatan listrik yang bermuatan ion, baik ion
positif dan ion negatif. Di dalam celah sinapsis ini juga terjadi pergantian antara impuls
yang satu dengan yang lain, sehingga diperlukan enzim kolinetarase untuk menetralkan
asetilkolin pembawa impuls yang ada. Dalam celah sinapsis juga terdapat penyampaian
impuls dengan bantuan zat kimia berupa asetilkolin yang berperan sebagai pengirim
(neurotransmitter/neurohumor).

Muatan listrik dalam neuron

 Muatan listrik yang terjadi dalam satu axon akan memiliki muatan listrik yang berbeda
antara lapisan luar dan lapisan dalam axon.
 Polarisasi yaitu keadaan istirahat pada sel neuron yang memperlihatkan muatan listrik
positif dibagian luar dan muatan listrik negative di bagian dalam. Keadaan ini merupakan
keadaan sel neuron yang tidak menerima impuls/tidak adanya implus yang masuk.
 Depolarisasi yaitu keadaan bekerjanya sel neuron yang memperlihatkan muatan listrik
positif di bagian dalam dan muatan listrik negative di bagian luar. Keadaan ini
merupakan keadaan sel neuron yang mendapatkan impuls atau menerima implus.

Figure 1 : Struktur Anatomi Sel Neuron

Gerakan berdasarkan tanggapan impuls

1. Gerak biasa merupakan gerakan yang disadari dan impuls akan diolah oleh SSP (otak dan
medulla spinalis) terlebih dahulu sebelum terjadi gerakan.

Skema/bagan gerakan biasa

Impuls  reseptor  neuron sensorik  interneuron  medulla spinalis  otak


 Medulla spinalis  interneuron  neuron motorik  Efektor  gerakan
2. Gerak refleks merupakan gerakan yang tanpa disadari karena menanggapi impuls secara
langsung. Sehingga sifat gerakan ini tidak diolah terlebih dahulu oleh otak. Jarak
terpendek efektor dalam menanggapi impuls disebut dengan lengkung refleks.

Skema/bagan gerak refleks

Impuls  reseptor  neuron sensorik  interneuron  medulla spinalis 


interneuron  Neuron motorik  efektor  gerakan.

3. Macam gerakan refleks tergantung dari tanggapan efektor terhadap impuls yang ada. Bila
tanggapan terhadap impuls hanya melibatkan satu efektor saja, maka disebut dengan
refleks tunggal. Jika tanggapan terhadap impuls melibatkan lebih dari 1 efektor maka
disebut dengan refleks kompleks.

Figure 2 : Gambar Jalur impuls gerak biasa


SSP (Sistem Saraf Pusat)

1. Otak

Diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges terdiri
dari 3 lapisan :
a. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat
tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk
melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.
b. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan
yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang
subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini
berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.
c. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat
langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk
melindungi otak secara langsung.

Otak dibagi menjadi beberapa bagian :

a. Cerebrum/ Otak besar

 Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu
7/8 dari otak.
 Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang
berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar
belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri.
 Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan
sel saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang banyak
mengandung dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu
area sensorik yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area
motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan otot rangka.
Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan ingatan, memori,
kecedasan, nalar/logika, kemauan.

 Mempunyai 4 macam lobus yaitu :


 Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
 Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
 Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan.
 Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori,
kemauan, nalar, sikap.

Figure 3 : Pembagian lobus pada Cerebrum/otak besar Manusia

b. Mesencephalon/Otak tengah

 Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan


varol.
 Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil
mata dan pendengaran.
c. Diencephalon/Otak depan

 Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di
depan mesencephalon.
 Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk stasiun pemancar bagi impuls
yang sampai di otak dan medulla spinalis.
 Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat
pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh, rasa
lapar, daya sexualitas, watak, emosi.

d. Cerebellum

 Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar. Berfungsi
sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan
tubuh serta posisi tubuh.
 Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan
cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli/ponds
varoli yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari kedua bagian
cerebellum. Jadi ponds varoli berfungsi sebagai penghantar impuls dari otot-
otot kiri dan kanan tubuh.

2. Medula

a. Medulla oblongata

 Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.
 Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis,
di depan cerebellum.
 Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan
bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu.
 Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung,
penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat
pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa.

b. Medulla spinalis

 Disebut juga dengan sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas
tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampai dengan tulang pinggang yang
kedua.
 Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ
ke otak dan dari otak ke organ tubuh.

Figure 4 : Struktur anatomi bagian otak manusia


Figure 5 : Pembagian area Otak dan fungsinya

SST (Susunan Saraf Tepi/Perifer)

Merupakan sistem saraf yang menghubungkan semua bagian tubuh dengan sistem saraf
pusat.

1. Sistem saraf sadar/somatik

Merupakan sistem saraf yang kerjanya berlangsung secara sadar/diperintah oleh otak.
Dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Sistem saraf pada otak

 Merupakan sistem saraf yang berpusat pada otak dan dibedakan menjadi 12 pasang
saraf yaitu :
No Nama saraf Jenis saraf Menuju Fungsi
I OLFACTORI Sensorik Pusat pembau Berkaitan dengan
penciuman
II OPTIC Sensorik Retina mata Berkaitan dengan
penglihatan
III OKULOMOTOR Motorik Otot bola mata Menggerakkan
dan otot kelopak bola mata (kiri dan
mata kanan).
Untuk akomodasi
dan kontraksi iris
IV TROKLEAR Motorik Oto bola mata Untuk memutar
bola mata
V TRIGEMINUS Motorik Membawa impuls
a. OFTALMIK Kelopak mata yang berkaitan
atsa, bola mata, dengan sensai rasa,
b. MAXILAR kelenjar lakrimal nyeri, raba dan
suhu.
Mukosa hidung,
c. MANDIBULAR langit-langit
rongga mulut,
taring, gigi atas,
pipi dan kelopak
mata bawah.
Lidah bagian atas
(bukan
pengecap), gigi
bawah dan
rahang bawah.
VI ABDUSCEN Motorik Otot penggerak Pergerakkan rektus
bolamata lateral
VII FACIAL Motorik Lidah bagian Memengaruhi
oengecap pergerakkan otot-
anterior otot rahang, wajah,
kepala serta
ekskresi kelenjar
ludah dan air mata.
VIII VESTIBULOCOCHLE Sensorik Koklea telinga, Berkaitan dengan
AR /AUDITORI vestibula dan pendengaran dan
kanal keseimbangan.
semisirkularis
IX GLOSOFARING Motorik Lidah pengecap, Memengaruhi
tonsil langit- pergerakkan otot
langit mulut, faring dan lidah.
kulit telinga
X VAGUS Motorik Faring, laring, Memengaruhi
trakea, bronkus, pergerakkan
pulmo, lengkung menelan, stimulasi
aorta kelenjar lambung,
usus, hati dan
pankreas.
XI ASESORI Motorik Otot Mengkoordinasi
SPINAL/SPINAL sternokleidomast gerakan bahu dan
ASESORI oid dan otot leher.
trapezius
XII HIPOGLOSUS/HIPOG Motorik Otot lidah Berkaitan dengan
LOSAL kegiatan menelan
dan berbicara.

b. Sistem saraf sumsum spinalis

 Merupakan sistem saraf yang berpusat pada medula spinalis (sumsum tulang belakang)
yang berjumlah 31 pasang saraf yang terbagi sepanjang medula spinalis.
 31 pasang saraf medula spinalis yaitu : (SEPULUSAKO-812.551)

Jumlah Medula spinalis daerah Menuju

8 pasang Servix Kulit kepala, leher dan otot tangan

12 pasang Punggung Organ-organ dalam


5 pasang Lumbal/pinggang Paha
5 pasang Sakral/kelangkang Otot betis, kaki dan jari kaki
1 pasang Koksigeal Sekitar tulang ekor

Figure 6 : Sistem saraf Tepi (SST)

2. Sistem saraf Otonom


 Merupakan sistem saraf yang cara kerjanya secara tidak sadar/diluar kehendak/tanpa
perintah oleh otak.
 Sistem saraf yang mensarafi seluruh otot polos, otot jantung, kelenjar endokrin dan kelenjar
eksokrin.
 Dibedakan menjadi 2 bagian yaitu saraf simpatik dan saraf parasimpatik yang keduanya
bekerja secara antagonis/berlawanan.

a. Sistem saraf simpatik

 Merupakan 25 pasang simpul saraf (ganglion) yang terdapat di medulal spinalis.


 Disebut juga dengan sistem saraf thorakolumbar karena saraf ini keluar dari
vertebrae thorak ke-1 sampai ke-12 dan vertebrae kolumbar ke-1 sampai dengan
ke-3.
 Beberapa fungsi sistem saraf simpatik yaitu :
 Mempercepat denyut jantung
 Memperlebar pembuluh darah
 Menghambat pengeluaran air mata
 Memperluas/memperlebar pupil
 Menghambat sekresi air ludah
 Memperbesar bronkus
 Mengurangi aktivitas kerja usus
 Menghambat pembentukan urine

b. Sistem saraf parasimpatik

 Merupakan sistem saraf yang keluar dari daerah otak.


 Terdiri dari 4 saraf otak yaitu saraf nomor III (okulomotorik), nomor VII
(Facial), nomor IX (glosofaring), nomor X (vagus).
 Disebut juga dengan sistem saraf craniosakral karena saraf ini keluar dari
daerah cranial dan juga dearah sakral.
 Beberapa fungsi sistem saraf parasimpatik yaitu :
 Memperlambat denyut jantung
 Mempersempit pembuluh darah
 Memperlancar pengeluaran air mata
 Memperkecil pupil
 Memperlancar sekresi air ludah
 Menyempitkan bronkus
 Menambah aktivitas kerja usus
 Merangsang pembentukan urine

PEMERIKSAAN SISTEM SARAF


Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang
terdiri dari;

1). Status mental,


2). Tingkat kesadaran,
3).Fungsi saraf kranial,
4). Fungsi motorik,
5). Refleks,
6). Koordinasi dan gaya berjalan dan
7). Fungsi sensorik.

Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan,


diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita
seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita
dianggap tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita
harus dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk
dapat menegakkan diagnosis. Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara
yang dilakukan dan nyeri yang mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan
penderita pada pemeriksa. Penderita diminta untuk menjawab semua pertanyaan sejelas mungkin
dan mengikuti semua petunjuk sebaik mungkin. Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah
dengan pemeriksaan fisik akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat
beragam prosedur diagnostik modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial
yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius
(I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis
(VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus
(XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII
merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang
dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X
juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom.
Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala
(GCS).GCS digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan kesadaranuntuk
memperhatikan respon penderita terhadap rangsangan dan memberikan nilai pada respon
tersebut. Cara menghitung GCS adalah :
• Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon

• Refleks verbal (V)


5 : Orientasi baik
4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.
3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik
2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara

• Refleks motorik (M)


6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar
4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan

Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar =
Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1).
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,
penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6.
Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X. GCS tidak bisa dipakai
untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Derajat kesadaran adalah :


Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau
dua kata saja. Non verbal denganmenggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada
yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus

Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada.
Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium :mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan
fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan
hampa
Gangguan fungsi cerebral meliputi : Gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan
perilaku dan gangguan emosi Pengkajian status mental / kesadaran meliputi :GCS, orientasi
(orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

A. Anatomi dan Fisiologi


1) SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini
terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari
tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan
induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan
bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem
penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2) SARAF OPTIKUS (N. II)

Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut
saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf
dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-
serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang
kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut
untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian
posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut
yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3) SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal


(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu
spingter pupil dan otot siliaris.

4) SARAF TROKLEARIS (N. IV)

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya
saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

5) SARAF TRIGEMINUS (N. V)

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut
sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris,
dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,
hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian
anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.

6) SARAF ABDUSENS (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.
7) SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus
motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.

8) SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju
inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan
kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai
dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di
dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan
menyebar melewati batang dan serebelum.

9) SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)

Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion,
yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen,
saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di
antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa
faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

10) SARAF VAGUS (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus,
jantung dan paru-paru.

11) SARAF ASESORIUS (N. XI)

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris
adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot
trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

12) SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus
merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.

B. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS


a. Saraf Olfaktorius (N. I)

Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang
hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang
atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus
frontalis.

Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah
satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien
menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan
tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
b. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field),
refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.

i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)


Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak
terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus
6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka
perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.

Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter
berarti visusnya kurang lebih 1/310.

ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer


Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan
penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan
mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

iii. Refleks Pupil


Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya
dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya.
Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang
disinari akan mengecil.

Respon cahaya konsensual


Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran
yang sama.

iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)


Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada
fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah
terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan
vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.

v. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

c. Saraf okulomotoris (N. III)


Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata
memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke
belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik
pula.

2. Gerakan bola mata.


Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan
bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya
nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya
strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

3. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
i. Bentuk dan ukuran pupil
ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan  pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
iii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus
medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan
dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi)
(Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu
objek diletakkan pada jarak  15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat
konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.

d. Saraf Troklearis (N. IV)


Pemeriksaan meliputi
1.gerak mata ke lateral bawah
2.strabismus konvergen
3.diplopia
e. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas

Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada
ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-
mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya
dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan
sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa
tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju
daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati
puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai
dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena
hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup
kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang
sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.

2. Motorik

Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan


masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi
masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot
pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi
unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang
terkena).

3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi :
Refleks kornea
a. Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada
kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada
kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan
dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya
(berkedip) berasal dari N.VII.
b. Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan
sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya
konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
Refleks bersin (nasal refleks).

Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan
terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu
refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu
penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan
cepat.

f. Saraf abdusens (N. VI)


Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda
tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya
horizonatal dan sejajar satu sama lain.

g. Saraf fasialis (N. VII)

Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot)
saat pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan
kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral
wajah masih tampak simetrik.
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor
dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka
kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3.Memperlihatkan gigi (asimetri)
4.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6.Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima
oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.

h. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)


Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler.

1) Pemeriksaan pendengaran

Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau
obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi
kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan
audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes
Rinne dan tes Weber.

Tes Rinne Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus
mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut
sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada
meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus
eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.

Tes Weber

Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan
terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada
tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.

2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler

Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan
mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural
nistagmus.

i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)

Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya


dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom),
kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut
dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian
pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya
kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan
nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan
spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut
(N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara
refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan
nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus
laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada
sepertinya posterior lidah (N. IX).

j. Saraf Asesorius (N. XI)

Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan
kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah,
kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan
juga raba massa otot sternokleido mastoideus.

k. Saraf Hipoglosus (N. XII)

Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar
mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik).
Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi
ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi
UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi
UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

C. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS


CRANIALIS.
1) Saraf Olfaktorius. (N.I)

Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan
penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada
anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.

Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus
bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi
atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
Agenesis traktus olfaktorius

Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal


Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa
ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya disebabkan
karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-
satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital.

Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa
etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan
kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak
penciuman.

Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau
ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin
mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma,
suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.

2) Saraf Optikus (N.II)

Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan


penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan
atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat
terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma
optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan
dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah
anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu
dinamakan hemiopropia.

Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan
saraf optikus.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1.Trauma Kepala
2.Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3.Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut tersumbat juga.
Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4.Infeksi.

Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:


a. Papiledema (khususnya stadium dini)

Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan
intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus,
hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.
b. Atrofi optic

Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia, famitral, misal:
retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.

c. Neuritis optik.
3) Saraf Okulomotorius (N.III)

Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan
fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N.
III juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak
mata akan jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
1. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja
otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
2. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan
dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3. Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis
otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis
basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti pada arteritis dan diabetes.

4) Saraf Troklearis (N. IV)


Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah
dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata
yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap
arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering
disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.

5) Saraf Abdusens (N. VI)


Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral,
ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke
lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas
karena predominannya otot oblikus inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas
dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya
(oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear.
Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis,
perdarahan dan tumor.
Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis,
sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes
posterior, fraktur basis kranialis.

6) Saraf Trigeminus (N. V)

Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor
pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada
wajah sebagai tanda-tanda dini.

Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris
dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering
dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris
superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu
spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini
mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.

7) Saraf Fasialis (N. VII)


Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan
otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga
tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.

Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang
lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak
bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora).
Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

8) Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo).

Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal presbiaksis.
Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau
alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi
streptomisin. Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis
vestibularis. Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi. Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.

9) Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)


Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru. Kehilangan refleks ini pada
pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome
(ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X
menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan
tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
Pasca operasi trepansi serebelum
Pasca operasi di daerah kranioservikal

10) Saraf Asesorius (N. XI)

Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat
leher berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut
saraf, tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.

11) Saraf Hipoglossus (N. XII)

Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan
pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan
proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan
makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat
terganggu apabila lidah tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat
menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok
kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam
mulut.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Gita Media Press, Surabaya.

Encyclopaedia Britannica 2008 Ultimate Reference Suite, Chicago.

Atrium, 2004.Update In Neuroemergencies II. FKUI.Jakarta.

Pearce, 2006. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.

Price, 2005. Patofisiology Volume 2. EGC. Jakarta.

Samuels, 2004. Manual of Neurologic Therapeutic. Lippincott Williams & Wilkins. USA

Anda mungkin juga menyukai