Anda di halaman 1dari 14

REFLEKSI KASUS AGUSTUS 2017

“ TERAPI CAIRAN PADA PASIEN TUMOR COLON


DENGAN TINDAKAN LAPAROTOMI
Di RSUD UNDATA Tahun 2017 ”

Nama : HENDRA SALEH, S.Ked


No. Stambuk : N 111 17 027
Pembimbing : dr. SALSIAH HASAN, Sp.An

BAGIAN ANESTESI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh


dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intervena. Keseimbangan cairan merupakan sebuah
istilah dalam mendeskripsikan keseimbangan input dan output dari carian di
dalam tubuh untuk menjalankan fungsi proses metabolik secara benar. Air sangat
penting untuk kehidupan. Menjaga dan mengoreksi keseimbangan cairan di dalam
tubuh juga penting untuk kesehatan.
Dalam berbagai kondisi yang tidak sesuai, terkadang seseorang bisa
mengalami defisit cairan. Misalnya kondisi dehidrasi, luka bakar, dan perdarahan
berat. Kondisi lain misalnya saat perioperatif, yang timbul sebagai akibat puasa
pra-bedah yang kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering
menyertai penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya
pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan.
Pada periode pasca bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan
(dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus.
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra
bedah, selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan belum
berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian.
Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru
dan gagal nafas.
Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan
topik yang menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang
sulit ditentukan atau diukur secara objektif. Perhitungan cairan terkadang tidak
sama adekuat untuk memenuhi defisit cairan pada satu pasien, atau justru
berlebihan pada pasien lain.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. TRS
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 55 kg
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jalan Lagarutu
No. Rekam Medik : 811829
Tanggal Operasi : 10 agustus 2017

B. S-O-A-P
1. SUBJECTIVE :
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama : Sakit perut kiri bawah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk RSUD Undata Palu dengan keluhan sakit perut bagian
kiri bawah. Sakit perut hanya terdapat pada perut bagian kiri bawah. Sakit
perut dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Sakit yang dirasakan
makin lama makin sering dirasakan. Sekarang sakit yang dirasakan disertai
perut kembung dan terasa tegang pada perut. Beberapa hari yang lalu
pasien mengeluhkan BAB bercampur dengan darah dan lendir serta
kebiasaan BAB yang berubah-ubah, terkadang feses encer dan kadang-
kadang susah BAB. Pasien mengalami muntah > 5 kali dan diare 4 kali
sehari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sebelumnya sudah periksa ke
puskesmas, dan disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter
spesialis bedah. Deman, pusing dan mual disangkal.
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung disangkal

3
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat trauma atau kecelakaan disangkal

2. OBJEKTIVE :

PEMERIKSAAN FISIK : (B1-B6)

 B1 (Breath) : Airway :
• Inspeksi : Pengembangan dada simetris,
retraksi (-)
• Palpasi : Vokal Fremitus kanan = kiri
• Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan
• Auskultasi :Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki
(-/-), Wheezing (-/-)
• RR : 24 x/menit.

- B2 (Blood) :
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (S)
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi: S1 dan S2 murni regular, bising (-)
- B3 (Brain) : kesadaran : CM ( Compos Mentis )
- Mata : Mata cekung (-/-),Conjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor
diameter ± 3 mm.

4
- Telinga : Discharge (-)
- Hidung : Discharge (-), epistaksis (-)
- Mulut : Sianosis (-) bibir kering (+), mukosa
membran kering (+), pembesaran tonsil (-), skor Mallampati 2.
- Pemeriksaan leher : simetris, tidak ada deviasi trakea,
pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid
(-).
 B4 (Bladder) : BAK via kateter (+), warna : Kuning muda
 B5 (bowel)

• Inspeksi : Cembung, tidak terdapat jejas


• Auskultasi : bising usus (+)
• Perkusi : Bunyi : Timpani
• Asites : (-)
• Palpasi : Nyeri tekan kuadran kiri bawah abdomen
(+), hepatomegali (-), splenomegali (-).

 B6 Back & Bone : tidak ada batasan aktivitas.


Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-), turgor < 3 detik, CRT
3 detik.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.0 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Leukosit 5.9 4.000-10.000 /mm3
Eritrosit 4.28 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 Juta/ul
Hematokrit 37.6 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 246.000 150.000-500.000 /mm3
Waktu
3’00” 1-6 m.det
perdarahan/CT
Waktu
7’45” 4-10 m.det
perdarahan/BT

5
Hasil Rujukan Satuan
Kimia Darah
Hasil Rujukan
GDS 114 74 - 100 mg/dl
Seroimmunologi
Ureum 20.7 18.0 – 55.0 mg/dl
HbsAg Non-reaktif Non-reaktif
Creatinin 0.93 0.70 – 1.30 mg/dl
SGPT 7.2 0.0 – 41.0 U/L
SGOT 12.2 0.0 - 37.0 U/L

PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAF
Synus rhythm, Heart rate 100 x/menit, gelombang P normal, axis normal, PR
interval 0,16 detik, LVH (-)

3. ASSESMENT
- Status fisik ASA II
- Observasi urin dan TTV
- Acc. Anestesi
- Diagnosis pra-bedah : Tumor colon

4. PLAN
Jenis anestesi : General Anestesi (GA)
Teknik anestesi : Semiclose (ETT no.7,5)
Jenis pembedahan : Laparotomi

6
Monitoring Anestesi
160
140
120
100
80
60
40
20
0

Sistolik Nadi Diastolik

Keterangan:
: Mulai anestesi
: Mulai operasi
: Operasi selesai
: Anestesi selesai (sign out)

Pemantauan tanda-tanda vital selama operasi sebagai berikut:


Pukul (WITA) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)
13.15 110/80 70
13.20 110/80 74
13.25 120/80 80
13.30 110/80 76
13.35 110/80 76
13.40 100/70 82
13.45 110/70 90
13.50 120/90 93
13.55 70/40 85
14.00 100/60 89
14.05 110/70 90
14.10 120/80 94
14.15 130/80 98
14.20 120/70 90
14.25 120/70 93
14.30 100/70 93
14.35 110/80 90
14.40 100/90 92

7
14.45 110/90 97
14.50 150/100 95
14.55 120//80 90
15.00 130/90 86
15.05 130/90 88
15.10 130/80 90
15.15 120/70 96
15.20 120/70 90
15.25 110/70 95
15.30 120/70 98
15.35 120/80 98
15.40 120/80 100
15.45 120/80 100
15.50 110/70 98
15.55 110/70 90

LAPORAN ANESTESI
a) Diagnosis pra-bedah : Tumor colon
b) Diagnosis post-bedah : Tumor colon
c) Jenis pembedahan : Laparotomi
Persiapan anestesi : Informed consent
Puasa 17 jam sebelum operasi
Jenis anestesi : General Anestesi (GA)
Teknik anestesi : Semiclose (ETT no.7,5)
Premedikasi anestesi : Sedacum 2,5 mg
Fentanyl 60 mg
Medikasi tambahan : Propofol 100 mg,
Tramus 25 mg,
Ephedrin 10 mg,
Ketorolac 30 mg
Maintenance : Sevoflurane dengan flow rate O2 4 lpm.
Posisi : Supinasi
Respirasi : Spontan
Anestesi mulai : 13.15 WITA
Operasi mulai : 13.40 WITA
Lama operasi : 2 jam 2 menit

8
Lama anestesi : 2 jam 40 menit

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini, dilakukan tindakan bedah berupa laparatomi


explorasi. Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op
yang meliputi anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
menentukan status fisik ASA dan risiko operasi. Pada pasien ini termasuk ASA II,
karena pasien dengan umur ekstrim (geriatri) tanpa penyakit sistemik.
Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi teknik semiclose (ETT
no.7.5). Hal ini dipilih karena pasien akan dilakukan laparotomi yang akan
membutuhkan waktu yang lama, melihat kondisi pasien yang cemas dan tidak
tenang. Teknik intubasi dipilihuntuk memudahkan dalam menjaga patensi jalan
napas dan mencegah terjadinya aspirasi dibandingkan dengan teknik masker yang

9
harus memperhatikan posisi kepala dan juga kemungkinan terjadi aspirasi saat
operasi berlangsung.

TERAPI CAIRAN
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya
dapattergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Terapi
cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan
yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga. Seluruh cairan
tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen
ekstraselular. Selanjutnya kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan interstisial.

I. Penatalaksanaan Preoperatif
Pada pasien ini terjadi dehidrasi akibat perubahan volume yang
diakibatkan muntah yang dialami > 5 kali sebelum masuk rumah sakit dan
diare 4 kali sehari. Pada pasien ini, kitadapat menentukan kategori dehidrasinya
berdasarkan gejala klinis yang muncul dan bukan berdasarkan kadar elektrolit
karena pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit. Gejala klinis
yang muncul pada pasien yaitu lemas, capillary refill time 3 detik, mukosa
membran kering, mata cekung, dan output urin menurun, sehingga dapat
dikategorikan sebagai dehidrasi derajat sedang.
Rehidrasi cairan (dehidrasi derajat sedang): 6% x BB = 6% x 55 kg =
3,3 L (3300 ml). Pemberian cairan ini dibagi dalam 8 jam pertama sebanyak
1650 ml dan 16 jam berkutnya sebanyak 1650 ml. Pada kasus ini sebelum
operasi telah dimasukkan cairan sebanyak 700 selama kurang lebih 8 jam.
Sehingga masih tersisa 2600 cc untuk pemberian 16 jam berikutnya, yang akan
ditambahkan pada cairan pasca operasi.

II. Durante Operatif

10
Pemberian cairan durante operasi awalnya diberikan cairan rehidrasi
yang belum diberikan sebelum operasi dimulai. Diberikan secara cepat dengan
memberikan cairan sebanyak 20 ml/kg BB/30 menit. Hal ini diulangi sebanyak
satu kali sehingga jumlah cairan yang diberikan pada saat resusitasi cepat
sebanyak 2200 ml. Setelah pemberian ini cairan untuk rehidrasi lebih sebanyak
400 ml yang akan diberikan post-operatif. Berikut perhitungan pada saat
operasi:
 Cairan maintenance: 10 kg pertama : 10 kg x 4 cc = 40 cc
10 kg kedua : 10 kg x 2 cc = 20 cc
Sisa berat badan : 35 kg x 1 cc = 35 cc +
Total 95 ml/jam (2280 ml/24 jam)

 Penggantian Puasa
Lama jam puasa (17 jam) x Maintenace (95 ml) = 1615 ml
Saat mulai puasa sampai pasien akan diberikan cairan rehidrasi,
pasien mendapatkan cairan 1000 ml dan ini dianggap sebagai
pengganti puasa sehingga sisa cairan untuk pengganti puasa 615
ml.

 Stress operasi
Untuk pengganti cairan sequestra diberikan sesuai derajat operasi.
Pada kasus ini termasuk operasi besar karena merupakan operasi
laparotomi.
 Operasi kecil : 4 ml x kg BB
 Operasi sedang : 6 ml x kg BB
 Operasi besar : 8 ml x kg BB

8 cc x 55 kg = 440 ml

Kebutuhan cairan menggunakan rumus:


Jam I : M + O + ½ P  95 + 615 + 220 = 930 cc

11
Jam II : M + O + ¼ P  95 + 615 + ¼ (440) = 820 cc
Jadi total cairan yang harus diberikan durante operasi jam I dan II
yaitu 1750 ml. Pada saat durante operasi, jumlah cairan yang
diberikan adalah sejumlah 1650 ml, sehingga sisa cairan yang akan
diberikan pada post operatif yaitu 100 ml
 Perdarahan
Jumlah perdarahan pada pasien ini sebanyak 550 cc. Pada pasien
ini tidak diberikan darah sebagai pengganti, sehingga diberikan
cairan kristaloid dengan perbandingan 3:1. Jadi total cairan
kristaloid yang diberikan adalah 1650 ml.
EBV laki-laki dewasa: 75cc/kg BB = 75 x 55 = 4125 cc
Sehingga didapatkan % jumlah perdarahan (%EBV) :
%EBV = 550/4125 x 100% = 13%

Menurut perhitungan, perdarahan yang lebih dari 20% EBV haru


dilakukan transfusi darah. Pada kasus ini tidak diberikan pemberian
penggantian cairan dengan darah karena perkiraan perdarahan sekitar 550 cc,
dimana EBVnya adalah 4125 cc jumlah perdarahan (%EBV) adalah 13%
sehingga tidak diperlukan transfusi darah.
III. Terapi Cairan Post-operatif
Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar
kurang lebih 50 ml/kgBB/24jam. Sehingga kebutuhan air untuk pasien ini
adalah: 50 cc/kgBB/24 jam = 2750cc/24jam
Resusitasi cairan yang diberikan pasca bedah merupakan sisa jumlah
cairan yang belum diberikan baik preoperatif maupun perioperatif serta
kebutuhan cairan untuk pasien dalam 24 jam. Sehingga kebutuhan cairan untuk
kurang lebih 24 jam kedepan adalah kebutuhan cairan pasca operasi + sisa
cairan rehidrasi + sisa cairan perioperatif + jumlah pengganti perdarahan, jadi
di dapatkan 5515 cc yang merupakan suatu jumlah yang banyak. Karena pasien

12
masih dipuasakan setelah operasi maka cairan sisa akan dimasukkan secara
parenteral.
Untuk mengoreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan
terapi cairan tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama
meliputi tekanan darah, frekuensi napas, suhu tubuh dan warna kulit.
Pemberian cairan postoperatif yang tidak sesuai jumlah sebenarnya, sudah
dapat membuat pasien teresusitasi dengan baik sehingga pada pemberian terapi
cairan tidak harus sepenuhnya sesuai dengan jumlah yang sebenarnya karena
tubuh setiap orang memiliki perbedaan dalam melakukan kompensasi terhadap
gangguan cairan yang terjadi. Respon tubuh tergantung status fisik, umur dan
lain sebagainya. Tetapi kita harus memonitoring tanda vital dan tanda yang
lainnya agar dapat menentukan apakah resusitasi cairan sudah dapat dihentikan
atau tidak untuk mencegah edema paru yang akan terjadi jika cairan berlebih
diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah:
Rachman L.Y. et al. Edisi 11. EGC. Jakarta.
2. Pandey CK, Singh RB. 2003. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
47(5):380-387.
3. Hartanto WW. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.
4. Latief AS, dkk. 2007. Petunjuk praktis anestesiologi: Terapi cairan pada
pembedahan. Ed. Ketiga. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

13
5. Heitz U, Horne MM. 2005. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby. p3-227.
6. Mayer H, Follin SA. 2002. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd
ed. Pennsylvania: Springhouse. 3-189.
7. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center
for Veterinary Health. 2006. [http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm
(online) diakses tanggal 22 September 2012].
8. Ellsbury DL, George CS. 2006. Dehydration. eMed J.
[http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm (online) diakses pada 20
September 2012].
9. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
10. Woo A. 2007. An Introduction to Fluid Therapy. British Journal of Hospital
Medicine. April 2007. 68 (4).
11. Brandstrup B. 2006. Fluid Therapy for the Surgical Patient. J Elsevier. Best
Practice and Research Clinical Anastesiologi. 20 (2) : p 265-283
[http://www.journals.elsevierhealth.com/periodicals/ybean/article/PIIS152168
9605000807 (online) diakses pada 20 November 2013]

14

Anda mungkin juga menyukai