Anda di halaman 1dari 5

GADGET, KAWAN ATAU LAWAN ?

Ayah bunda..

Saat ini kita tidak bisa menutup mata dengan pesatnya perkembangan di bidang teknologi
informasi dan telekomunikasi. Berbagai inovasi terus dikembangkan dalam rangka memberikan
kemudahan-kemudahan untuk melayani kebutuhan manusia. Salah satunya adalah Gadget.
Benda satu ini kini sudah sangat familiar tidak hanya di telinga namun di genggaman tangan.
Bukan hanya orang dewasa yang bisa memiliki apalagi mengoperasikan, di kalangan remaja,
anak-anak sampai balita pun sudah mahir mengoperasikannya. Mereka bisa melakukannya
sendiri tanpa diajari. Menariknya, jumlah Gagdet yang beredar di pasaran melebihi dari jumlah
penduduk Indonesia. Jadi, bisa dibayangkan ?

GADGET SEBAGAI KAWAN?

Benar !. Kehadiran Gadget bak kawan yang selalu mendampingi kemana, dimana dan
kapan pun seseorang berada. Ia selalu menemani setiap saat. Ha ini dikarenakan Gadget
dirancang sedemikian rupa dengan langsung terkoneksikan INTERNET, baik melalui jaringan
seluler maupun Wifi. Kehadiran Gadget semakin diminati karena tak hanya memberikan
informasi saja, melainkan berbagai macam fitur-fitur yang disajikan menambah kesempurnaan
benda satu ini. Dalam layanan Gadget juga tersedia berbagai aplikasi yang bisa didownload
gratis di Playstore. Tentunya ini sangat menguntungkan kita di berbagai hal, seperti
memudahkan komunikasi tanpa batasan ruang dan waktu, terutama bagi penggiat bisnis online,
karena sangat memudahkan dalam berbisnis, tanpa harus menyewa lapak tradisonal atau
menempuh jarak jauh guna bertemu dengan customer.
Selain itu, melalui Gadget juga mempermudah anak-anak/pelajar untuk mengerjakan
tugas-tugas sekolah. Pasalnya, di era modernisasi saat ini tak sedikit bapak/ibu guru yang
memberikan tugas kepada muridnya untuk Browsing materi tertentu melalui internet. Anak-anak
pun cerdas, mereka tak mau berlelah-lelah pergi ke warnet hanya untuk mengerjakan tugas.
Tinggal sentuh di layar touch screen, mereka bebas berselancar untuk mencari referensi
sumber/pengayaan dari tugas yang dibebankan. Tak hanya itu, kehadiran Gadget praktis
memberikan nilai manfaat yang cukup efektif. Pasalnya, buat kita yang suka mobile selalu
menginginkan hal yang praktis dan simple. Sudah bukan jamannya lagi kemana-mana membawa
buku tulis atau kertas dan pulpen. Segala peristiwa penting bisa dicatat di salah satu folder,
lengkap dengan dokumetasi foto yang bisa langsung “Take”.
Ayah bunda..,
Perlu kita sadari bahwa hadirnya Gadget di tengah-tengah kehidupan kita membawa
banyak manfaat atau benar-benar dianggap sebagai kawan bahkan sahabat. Tentunya ini berlaku
bagi orang-orang yang jeli dan cerdas dalam menggunakannya. Salah satu contoh yang
menjadikan kita terinspirasi adalah seorang pelajar SMP Salman Al Farisi di Bandung, “Fahma
Waluya Rosmansyah”. Anak laki-laki berusia 13 tahun ini berhasil mendulang berbagai prestasi,
atas ketekunannya dalam mengelola hobi mengotak-atik computer. Bersama bimbingan sang
ayah, Fahma membuat aplikasi game edukatif yang bisa dimainkan melalui Gadget.
Tak ayal, hal ini membuat karyanya berhasil meraih berbagai macam penghargaan
termasuk di Tingkat Internasional, yakni ajang Asia Pacific Information & Communication
Technology Awards tahun 2010. Melalui karyanya yang diberi nama My Mother Mobile’s
Phone as My Sister tutor, (Telepon Genggam Ibu sebagai pemimpin belajar adik saya), Fahma
berhasil meraih predikat pertama. Bukan itu saja, dua bersaudara ini juga mendapatkan
penghargaan dalam ajang SCTV Awards tahun 2011. Ayah bunda, siapa yang tak bangga
memiliki anak yang cerdas seperti itu? Artinya kehadiran Gadget benar-benar diberdayakan nilai
kemanfaatannya. Alhasil, software yang diciptakan kini telah banyak didownload dan dimainkan
oleh berjuta-juta orang melalui Gadget dan dikenal sebagai game edukatif.
Bukan itu saja, di luar masih banyak anak-anak yang berprestasi lantaran mampu
memanfaatkan kehadiran Gadget. Termasuk para hafidz/hafidzah (penghafal Al-Qur’an).
Bagaimana caranya ?. Para hafidz/hafidzah ini mengandalkan gadget yang praktis bisa dibawa
kemana-mana. Melalui fasilitas record, audio atau media MP3 yang ada di dalam Gadget
tersebut, mereka tekun mendengarkan lalu menghafalnya per ayat. Ada juga yang membuka
fasilitas Qur’an Digital yang juga include dalam gadget tersebut.
GADGET sebagai LAWAN?
Idealnya Gadget diberikan kepada anak ketika sudah masuk usia 14 tahun. Namun apa
yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Fenomena yang terjadi saat ini adalah, Gadget
seringkali tak bisa dilepaskan dari genggaman anak bahkan mereka yang masih di bawah umur.
Gadget diibaratan seperti benda ajaib dan memiliki kekuatan Magic. Pasalnya ia layaknya super
hero yang bisa tiba menenangkan kondisi anak yang awalnya sedang rewel. Al hasil, dalam
waktu sekejap anak tersebut pun diam dan anteng memainkan benda tersebut. Menarik bukan?
Namun, siapa sangka dibalik kelebihannya yang super tapi juga bisa menjerumuskan
seseorang dalam menggunakannya. Bagaimana bisa terjadi?

Bagi orang atau anak yang tak mampu menggunakannya secara cerdas dan bijak, bukan
tidak mungkin alat tersebut (Gadget) justru menjadi malapetaka bagi dirinya. Dan contoh kasus
yang terjadi seperti ini ternyata jumlahnya jauh melebihi kasus positif karena Gadget. Tidak
sedikit orang tua yang akhirnya mengeluhkan banyak perubahan sikap/perilaku negatif pada
anaknya. Sekali mereka pernah memegang dan mengoperasika, maka bukan tidak mungkin
muncul keinginan untuk memainkn kembali. Dan untuk mengalihkan perhatian dari benda
tersebut juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan usaha yang keras agar
sang buah hati bisa melepaskannya.

Ayah bunda..

Perlu kita ketahui, anak-anak sekarang adalah generasi digital native. Mereka lahir dalam
masyarakat netizen. Dimana paparan digital telah diterima sejak dalam kandungan. Sehingga
jangan heran, ketika mereka sudah lahir dan menginjak usia satu atau dua tahun, atau bahkan
kurang, bayi-bayi ini sudah mahir menggunakan Gadget tanpa diajari sekalipun. Bagaimana
tidak, terkadang orang tuanya sendiri (ibunya) ketika menyusui bayi sambil memegang Gadget.
Maka pantaslah jika ada pepatah yang mengatakan “Children See, Children Do”. Ironisnya,
orang tua seringkali tidak menyadari hal itu. Ketika mereka mulai tumbuh dan berkembang,
anak-anak itu tak bisa lepas dari gadget.

Beberapa contoh kasus yang dikeluhkan oleh para orang tua salah satunya. Seorang ibu
yang memiliki anak berusia 4 tahun. Awalnya dia melihat kakaknya yang menggunakab Tablet
dan Laptop. Anak ini senang sekali, ketika satu waktu diberi kesempatan untuk memainkannya.
Karena sudah merasa tertarik dan menurutnya adalalh hal yang sangat menyenangkan, maka
disepakati oleh kedua bersaudara tersebut untuk bermain Tablet & Laptop ketika hari libur,
Sabtu-Minggu. Namun, karena ia masih kecil dan belum bersekolah, ia tidak tahu hari llibur.
Dan yang terjadi adalah setiap hari ia merengek minta gadget. Namun ketika tidak diberikan atau
dilarang, anak tersebut menangis sejadi-jadinya. Alhasil orang tua memberikan agar anak
tersebut bisa diam.

Di tempat lain, ada juga orang tua yang berkonsultasi karena anaknya kecanduan game
online yang ada di dalam Gadget. Sehingga menjadikan ia lupa waktu, lupa belajar, lupa sholat,
lupa makan dan jarang mau berinteraksi dengan orang lain, termasuk teman atau lingkungannya.
Kondisi ini diperparah dengan sikapnya yang mulai berani melawan/membentak orang tua,
berbohong dan enggan pergi sekolah ataupun mengaji.
Jadi, wajarlah apa yang ditakutkan oleh sang pembuat Ipad, Steve Jobs, terjadi. Pasalnya,
benda ciptaannya membawa pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan seseorang terlebih
anak. Berikut kutipan tulisan yang pernah ditulis kembali oleh dr. Wahyu Trasmara.
“KENAPA STEVE JOBS LARANG ANAKNNYA BERMAIN GADGET (IPAD)
TEMUANNYA ?”

(Sumber Kompasiana, 20 Desember 2014 diperbarui 7 Juli 2015)

Saya barangkali boleh berbangga pernah hidup di era tahun 8 -90an dimana ketika
itu belum ada gadget canggih seperti sekarang ini. Kala itu, orang-rang tak disibukkan
sendiri-sendri dengan gadget yg ia pegang/miliki, sementara anak-anak masih bermain
dengan berbagai permaianan tradisonal yang popular di jaman itu. Gencarnya
perkembangan teknologi gadget saat ini ternyata sudah disadari oleh Steve Jobs sendiri.
Secara komersial dia memang menginginkan semua orang memiliki gadget ciptaannya.

Namun di sisi lain justru dia tak ingin anak-anaknya menggunakan gadget yang ia
ciptakan di rumah mereka sendiri. Jangan bayangkan bahwa rumah Steve Jobs akan
dipenuhi dengan perangkat elektronik yang canggih yang bisa digunakan oleh anak mereka.
Alasan Steve Jobs cukup sederhana, karena dia tidak ingin kehilangan waktu bermain
bersama anak mereka. Ketika anak sudah asyik bermain gadget, dia khawatir anak mereka
tidak peduli lagi dengan lingkungan dan sesama.

Dia juga khawatir anak-anaknya kehilangan masa kecil mereka. Tak hanya Jobs yang
membatasi penggunaan Gadget pada anak-anak mereka. Beberapa Insinyur dan eksekutif
dari Apple, e Bay, Google, Hewlett-Packard dan Yahoo pun mengikuti Jobs dengan mengirim
anak-anak mereka ke Sekolah dasar Waldorf di Los Altos, California. Di mana dis ekolah
tersebut anda tidak akan menemukan satu kompuer atau layar apapun di sana.
Mereka para eksekutif perusahaan internet dan teknologi terbesar itu memiliki
kekhawatiran dan berpikir bahwa teknologi dapat mengganggu kreativitas anak dan
perkembangan otak anak. Menurut mereka, seharusnya anak-anak di usia itu sedang getol-
getolnya belajar melalui praktek langsung dengan tangan, berinteraski sosial antar manusia
ke manusia. Siswa di sekolah waldorf ini juga mendapatkan pelajaran Matematika,
menggambar dan keterampilan memecahkan masalah hingga kursus merajut.

Mereka tidak diperkenankan memecahkan masalah melalui program computer.


Sebaliknya untuk hal-hal kecil seperti cara memotong kue yang benar pun juga diajarkan
dan dipraktekkan secara langsung. Apakah anda cukup terkejut dengan ini?

Terkejut karena yang terjadi pada anak-anak Steve Jobs sang penemu Ipad ternyata
bertolak belakang dengan anak-anak anda yang hari ini sedari kecil sudah dibiasakan asyik
bermain dengan Gadget canggih mereka? Apakah kekhawatiran anda sama dengan Steve
Jobs dan para CEO perusahaan besar teknologi dunia itu terjadi pada anak-anak kita di
rumah.
Ayah bunda…
Bisa kita renungkan, seorang pembuat gadget sudah memikirkan dampak negative yang
dibawa dari alat yang diciptakan sendiri. Ia tak ingin hal tersebut terjadi pada anak-anak dan
keluarganya. Betapa rasa sayang seorang Steve Jobs kepada anaknya, sampai ia meninggal alat
tersebut baru diberikan pada saat usia anaknya menginjak umur 14 tahun. Bagaimana dengan
kita?
Tentunya ini menjadi tamparan keras buat kita sebagai orang tua. Jangankan menunggu
umur sampai 14 tahun, bayi di dalam kandungan sekalipun sudah kita akrabkan dengan Gadget.
Maka jangan heran, ketika ia lahir tumbuh dan berkembang sampai remaja terlebih yang tidak
diarahkan oleh orang tuanya akan dampak negatif yang dibawa oleh benda tersebut, pada
akhirnya mereka menjadi pribadi yang bisa jadi selamanya “penikmat” Gadget. Bukan lagi
kecanduan, tapi otak mereka sudah tidak bisa memilah dan memilih mana itu baik dan yang
buruk. Direktur pusat mereka (otak) sudah terkontaminasi dengan kesenangan sesaat yang
akhirnya menjadikan mereka kencanduan.
Selain itu, content game yang dimainkan oleh anak tidak seluruhnya baik. Pasalnya,
Indonesia adalah salah satu Negara yang diincar oleh pebisnis pornografi. Mereka kelak ingin
menguasai Indonesia dengan cara melemahkan atau bahkan menghancurkan generasi bangsa
Indonesia yakni dengan cara dijejalinya game-game yang asyik dan seru, namun isinya
mengarah kepada pornografi atau adegan porno. Dan itu sudah dilakukan lebih dari belasan
tahun yang lalu. Alhasil, kini Indonesia panen korban. Tidak sedikit anak-anak yang mengalami
kecanduan game dan pornografi. Bahkan diantara mereka ada juga yang sampai ke tahap
melakukannya.
Salah satu contoh bisa kita lihat dalam tulisan yang pernah diviralkan melalui beberapa
media sosial tentang sms seorang pelajar yang kepada pacarnya. Sumber ini didapat dari
Yayasan Kita dan Buah Hati ketika kegiatan Seminar yang dibawakan langsung oleh Ibu Elly
Risman. (Gb. Sms/pesan singkat yg ada di Hp – Capture).
Ayah bunda sering menemukan tulisan-tulisan di gadget yang dipegang anak. Mulai saat
ini ayah bunda dituntut untuk selalu hati-hati dan waspada. Dengan gaya membaca tulisan
terbalik maka bisa kita dapatkan kata-katanya seperti ini.

“Hai Sayang, aku kangen nih. Udah lama kita GA ML (Making Love), alias bersetubuh-
red). Yuk, mumpung bonyok lagi pergi, yuk kita ketemuan…”.

Pesan singkat lain “My Luppi, Thanks ya udah mo nyoba, bener khan sakitnya cuman
sebentar, besok ku ke rumahmu. Kita coba lagi ya, kebeliin pengamannya, Mau rasa apa?”.
Tak ayal hanya, membaca tulisan itu membuat kita sebagai orang tua nyesek, panik,
istighfar sebanyak-banyaknya, dll. Sedemikian parahnya generasi penerus mengalami degradasi
moral. Berawal dari permainan yang tersedia di Gadget melalui game-game berisikan permainan
tembak-tembakan, namun jika berhasil mencapai level akhir, maka bonus pun didapatkan. Apa
itu? Yakni di ML (Making Love) dengan PSK.
Game jenis lain seperti Role playing, yaitu bagaimana “memperkosa paling asyik”. Anak
bisa memilih perempuan model apa yang diinginkan, si perempuan tidak berbusana dan tinggal
pilih bagian tubuh mana yang mau dipegang pertama kali. Dan yang mengendalikan Cursor
bentuk tangan adalah anak-anak yang bermain game tersebut.
BERSAMBUNG….

Anda mungkin juga menyukai