Anda di halaman 1dari 11

Menurut Ali (2017) CEO dan Founder Alvara Strategic Research mengemukakan

bahwa generasi Z adalah anak kandung internet. Anak-anak ini lahir sebagai
generasi gadget. Sejak di dalam kandungan mereka sudah mulai dirangsang
untuk mengenal gadget. Melalui orang tuanya, si janin dirangsang dengan musik,
murottal, atau video yang dimainkan melalui gadget. Perilaku seperti ini
mendorong anak-anak mengenal perangkat tersebut lebih cepat. Saat sudah
dilahirkan, kebiasaan orang tuanya yang tidak bisa jauh-jauh dari gadget semakin
menguatkan pengaruh gadget terhadap perkembangan anak.

Kebiasaan orang tua yang lebih suka bercengkerama dengan gadget saat
bersama anak-anak mereka melahirkan sikap proaktif. Tidak heran jika kemudian
mereka tidak lagi melihat film kartun di TV, melainkan di youtube atau media
sosial lainnya melalui gadget. Melihat fenomena tersebut, rasanya wajar jika
kemudian menyimpulkan bahwa generasi Z adalah anak dari seorang ayah yang
bernama gadget dan ibu yang bernama internet.

Generasi Digital

Jaringan internet yang sudah meluas sampai ke pelosok daerah mendorong


semakin pesatnya peredaran gadget di masyarakat. Bahkan peredaran gadget di
Indonesia melebihi jumlah total populasi penduduk Indonesia. Pengguna gadget
di Indonesia sampai pertengahan 2017 mencapai 371 juta atau sekitar 141 % dari
total populasi (databoks.katadata.co.id). Data tersebut menunjukkan bahwa
setiap orang memiliki lebih dari satu buah gadget. Bisa diartikan, bayi yang baru
lahirpun sudah diberikan gadget oleh orang tuanya.

Saat ini, anak-anak seperti memiliki ”orang tua” lain bernama gadget dan
internet. Keduanya ibarat sesosok ayah dan ibu bagi anak-anak yang
memegangnya. Berbagai aplikasi yang ada di dalamnya membuat mereka bisa
berlama-lama dengan perangkat canggih itu. Akibatnya, secara sosial mereka
tidak mampu berinteraksi dengan individu lainnya. Kebiasaan seperti ini
membentuk sifat individualis dan egoistik dalam diri mereka.

Anak-anak yang bermain gadget cenderung memiliki sifat individu. Berbeda


halnya dengan permainan tradisional yang selalu mengedepankan prinsip
kerjasama. Seperti permainan gobak sodor, bola kasti, pathi lele, dan yang
lainnya selalu dimainkan dengan prinsip kebersamaan. Sayang sekali, bagi
generasi Z, permainan seperti itu kurang asyik, jadul, kuno, tidak kekinian, dan
ketinggalan zaman. Akibatnya, tidak ada lagi yang memainkan permainan-
permainan tersebut saat ini.

Sebagai generasi yang lahir di era digital, mereka tidak dapat menghindari
berbagai kemudahan dan hiburan yang ditawarkan atas kehadiran teknologi
tersebut. Di rumah, mainan mereka berupa gadget. Di sekolah, media edukasi
mereka juga berupa gadget.
Melihat fenomena tersebut, pelaku pendidikan (termasuk orang tua) harus
menyadari bahwa teknologi ibaratnya tidak seperti ”meteor” yang dapat
menghancurkan bumi. Teknologi ibarat sinar matahari. Sepanas-panasnya dia
menyinari bumi, tetap sangat bermanfaat bagi penghuninya. Oleh karena itu,
perlu sikap bijak untuk menghadapi gadget yang sedang
digandrungi kids zaman now.

Bersahabat dengan Gadget

Gencarnya serbuan gadget tidak dapat dihindari lagi. Setiap bulan ada saja
gadget model terbaru yang muncul di pasaran. Berbagai tipe, merk, dan harga
saling bersaing untuk mendapatkan hati masyarakat, termasuk para orang tua.
Melihat kenyataan tersebut, terkadang orang tua tidak berkutik saat anak-
anaknya merengek ingin memiliki gadget.

Meskipun berdampak buruk bagi perkembangan anak, gadget juga memiliki


banyak manfaat. Oleh karena itu, ada lembaga-lembaga pendidikan yang secara
resmi memanfaatkan gadget sebagai media edukasi. Hal ini didukung banyaknya
aplikasi edukasi yang dapat dimanfaatkan untuk media belajar. Doerr (dalam
Ariwibowo, 2015) menunjukkan bahwa ”di tahun 2014 setidaknya terdapat 750
juta aplikasi edukatif yang dapat di-install (dipasang) untuk perangkat mobile”.
Setelah tiga tahun setelahnya, saat ini tentu aplikasi-aplikasi tersebut
bertambah banyak.

Untuk itu, gadget tidak perlu menjadi barang terlarang bagi anak.
Bagaimanapun, gadget sudah menjadi bagian dari dunia mereka. Dunia yang
berbeda jauh ketika orang tuanya berada di masa-masa mereka. Jika anak-anak
sudah mengenalnya, edukasi mereka dengan cara yang tepat dan bijak.

Sikap tersebut membuat mereka nyaman dalam menggunakan gadgetnya.


Sebaliknya, jika mereka terawasi dengan berbagai larangan, membuat mereka
penasaran dan selalu ingin tahu terhadap larangan-larangan tersebut. Akibatnya,
sesuatu yang awalnya dilarang mendorong mereka untuk membukanya karena
rasa penasaran tersebut.

Agar lebih bermanfaat, gadget harus digunakan sesuai dengan fungsinya dan
diperuntukkan sesuai dengan perkembangan usia penggunanya. Untuk itu,
perlunya memposisikan gadget sebagai sahabat, bukan sebagai ”predator” yang
dihindarkan dari dunia anak-anak. Ada beberapa cara agar gadget dapat menjadi
sahabat yang baik bagi anak-anak.

1. Jadikan gadget sebagai media belajar

Gadget, jika tepat penggunaannya dapat menjadi media belajar yang baik. Orang
tua harus memahami pertumbuhan dan perkembangan anak. Agar tidak selalu
mengawasi, pasang aplikasi-aplikasi edukatif yang sesuai dengan tumbuh
kembang mereka. Dengan demikian, mereka nyaman dalam menggunakan
gadgetnya, sedangkan orang tua tidak perlu mengawasi terlalu dalam terkait
dengan aktivitas anak bersama gadgetnya. Ibaratnya, gadget secara mandiri
dapat membatasi dirinya agar tidak dimanfaatkan secara berlebihan atau bahkan
yang bertentangan dengan norma-norma.

2. Buat jadwal penggunaannya

Orang tua terkadang terlalu sibuk dengan aktivitasnya. Akibatnya, peran mereka
dalam mengawasi anak-anaknya terbatas. Untuk itu, orang tua perlu memberikan
jadwal khusus kepada anak-anaknya waktu yang tepat dalam menggunakan
gadget, terutama saat orang tua ada di rumah. Dengan demikian, orang tua tetap
dapat menjalankan fungsinya untuk mendampingi anak-anaknya saat
menggunakan gadget.

3. Berikan gadget khusus untuk mereka

Meskipun terkesan bermewah-mewah, cara demikian cukup bijak agar anak-anak


mengkonsumsi konten digital sesuai dengan perkembangan usia mereka. Dengan
memiliki gadget sendiri, orang tua dapat memasang aplikasi khusus untuk anak-
anak. Orang tua juga dapat memutus koneksi internet pada gadget tersebut.
Dengan demikian, apapun yang dilakukan anak terhadap gadget itu, mereka
tetap aman karena sudah terproteksi dengan aplikasi di dalamnya.

Sebaliknya, jika yang dipakai anak-anak gadget orang tuanya, sangat


dimungkinkan mereka membuka konten atau chat dewasa milik orang tuanya.
Sesuatu yang semestinya belum layak untuk mereka lihat atau baca. Oleh karena
itu, penting bagi orang tua melindungi anak-anaknya dari kecanggihan gadget
sekaligus tingkah pola orang tua bersama rekan sejawatnya.

Seharusnya pemanfaatan teknologi, lebih khusus gadget harus berlandaskan


untuk meningkatkan pendidikan, keterampilan dan memperlancar komunikasi
yang penting di saat genting. Untuk itu, memperlakukan penggunaan gadget
secara bijak dan tepat bagi anak-anak akan lebih baik daripada melarang
mereka untuk menggunakannya. Apalagi jika ada orang tua yang justru menakut-
nakuti anak dengan tujuan agar mereka menjauh dari gadget.

Sikap tersebut justru dapat membentuk pembatas yang kuat antara anak dengan
dunianya. Akibat selanjutnya, anak tidak mampu berkembang mengikuti zaman.
Mereka butuh tumbuh dan berkembang, dan saat ini dunia mereka adalah dunia
digital. Oleh karena itu, jika ada yang berpikir picik “hapus saja teknologi” gara-
gara memiliki dampak buruk, maka yang salah bukan teknologinya, tetapi orang
yang menggunakannya. Termasuk orang tua dan guru jika mereka salah dalam
membimbingnya.
Pada akhirnya, era digital adalah milik orang-orang yang open-
minded. Tidak peduli tahun berapa kamu lahir, dalam generasi
apa kamu dinaungi, siapa orangtuamu, status sosial apa yang
kamu punya, kalau kamu tidak open-minded dan terlalu close-
minded terhadap dunia teknologi maupun kemajuan zaman,
kamu akan terus berjalan di atas aspal atau duduk di jok
kendaraan yang kamu tunggangi, sementara orang sudah terbang
dengan Jetpack dan melawan kodrat.

Era digital dapat dikatakan sebagai era revolusi informasi. Sebuah era dimana informasi
memiliki peran penting dan menjadi kunci di hampir setiap keputusan. Informasi menjadi barang
yang sangat berharga dan memberi banyak pengaruh terhadap perubahan sosial. Ini terjadi
seiring dengan perkembangan dunia teknologi yang begitu cepat, khususnya teknologi informasi.

Gen-Z dan era IoT

Generasi Z adalah generasi yang lahir bersamaan dengan kelahiran teknologi informasi. Dalam
teori generasi (Generation Theory), ada 5 pengelompokan generasi berdasarkan tahun kelahiran.
Mereka adalah Generasi Baby Boomer, Generasi X, Generasi Y dan Generasi Z. Generasi Z lebih
luas dikenal dengan istilah Gen-Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1995 sampai tahun
2010. Generasi ini juga biasa disebut dengan Generasi Net (Gen-N) atau Generasi Internet (Gen-
I).

Gen-Z adalah generasi yang hidup di zaman revolusi informasi. Mereka mudah beradaptasi
terhadap perubahan teknologi. Mereka juga mampu mengikuti arah perkembangan teknologi
terkini dengan begitu cepat. Jadi, jangan heran jika sekarang hampir semua anak pra-sekolah
baik di kota maupun di desa sudah lihai mengoperasikan gadget. Hal ini dikarenakan sifat
teknologi seolah-olah telah meresap kedalam kehidupan mereka. Inilah budaya baru yang jauh
hari sudah diramalkan oleh para ahli, sebuah budaya yang lahir dari kemajuan teknologi.

Selama ini, yang menjadi kekhawatiran banyak pihak khususnya orang tua Generasi Z adalah
penyebaran informasi secara masif melalui internet, terutama informasi yang bersumber dari
konten-konten negatif. Ditambah lagi dengan maraknya berita terkait dengan cyber bullying,
perjudian, penipuan, hingga penculikan melalui media sosial yang berakhir mengenaskan. Hal
inilah yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dan sosial anak.
Padahal, fungsi internet tidak hanya sebatas untuk media sosial maupun akses konten web saja.
Dua hal diatas hanyalah sebagian sangat kecil dari yang bisa dilakukan dengan internet. Sebab,
sebenarnya manfaat internet sangat besar dan lebih dari apa yang dipersangkakan diatas. Dahulu,
komunikasi dilakukan melalui pesawat telepon dengan biaya cukup mahal. Sekarang dengan
teknologi internet, komunikasi dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Bahkan, pihak yang
terlibat dalam percakapan bisa bertatap muka langsung melalui video conference.

Manfaat lain yang bisa diambil sebagai contoh adalah kemudahan akses literatur. Dahulu,
literatur hanya bisa didapatkan dengan mendatangi langsung perpustakaan atau toko buku.
Sekarang, hanya dengan mengetikkan beberapa kata melalui internet, maka segala jenis literatur
dari seluruh dunia bisa didapatkan. Misalnya, e-book, artikel ilmiah dan e-newspaper.

Selain itu, manfaat yang paling penting dari internet adalah teknologi ini memungkinkan
pengendalian perangkat secara otomatis tanpa mengenal jarak. Inilah era kelahiran Internet of
Thing yang akan menjadi tren masa depan. Berdasarkan penelitian Allied Business
Intelligence (ABI) Research, pada tahun 2020 diperkirakan ada lebih dari 30 miliar perangkat
yang terhubung secara nirkabel. Internet of Thing atau disingkat dengan IoT adalah sebuah era
dimana mayoritas perangkat akan terhubung ke internet. Inilah sisi internet yang akan banyak
mengubah pola hidup manusia, khususnya Generasi Z. Karena sebagian besar aktifitas maupun
pekerjaan manusia akan dilakukan secara online melalui internet. Hal ini menjadi dasar bahwa
kemajuan dan perkembangan teknologi tidak mungkin bisa dihindari. Lambat laun akan
mengarah kesana. Jadi, tidak ada cara lain kecuali menyesuaikan diri. Mau tidak mau, suka tidak
suka, kita tetap akan berhadapan dengan teknologi ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Oleh sebab itu, menjauhkan anak dari internet karena kekhawatiran akan dampak negatif seperti
yang disebutkan diatas adalah langkah yang kurang bijaksana. Alasannya, karena peran teknologi
dalam kehidupan sudah menjadi kebutuhan. Sehingga, hal yang paling penting bukannya
melarang atau menjauhkan anak dari berinteraksi dengan internet, melainkan mendampingi dan
memberi penjelasan akan manfaat teknologi ini untuk masa depan. Inilah yang seharusnya
diketahui oleh para orang tua Generasi Z agar tidak paranoid menghadapi era IoT karena hanya
fokus pada sisi negatif internet.

Peran Orang tua

Lalu apa peran orang tua terhadap masa depan Generasi Z ini dan bagaimana cara mengawal
mereka?

Rumah adalah sekolah pertama yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi dan
karakter anak. Rumah sebagai pintu utama penguatan filter dalam diri anak terhadap pengaruh
dari luar. Disinilah peran orang tua dibutuhkan, karena orang tua yang memegang peran penting
dalam mendidik dan mengenalkan anak terhadap dunia luar. Orang tua lah yang merancang-
bangun filter dalam diri anak sehingga tangguh menghadapi pengaruh dari luar.
Dalam era teknologi informasi, semestinya orang tua juga memiliki peran penting sebagai guru
pertama dalam memperkenalkan teknologi pada anak. Termasuk didalamnya mengenalkan
manfaat teknologi dan mengajarkan bagaimana menggunakan teknologi secara bijak. Disinilah
orang tua dituntut untuk selalu up-to-dateterhadap kemajuan teknologi. Paling sedikit, orang tua
memahami fungsi dari teknologi yang sedang populer. Bukan untuk sekedar gaya-gayaan dan
kepentingan pribadi semata, tetapi demi mengawal perkembangan anak. Karena dengan
memahami perkembangan teknologi, orang tua akan memiliki kapasitas yang cukup untuk
mengontrol dan mengarahkan anak mereka dalam pemanfaatan teknologi secara baik dan benar.
Hal ini bisa dilakukan hanya jika orang tua tidak gagap teknologi.

Selain itu, orang tua Gen-Z juga dituntut untuk lebih dapat memahami karakter anak. Dimana,
karakter dari Gen-Z banyak dipengaruhi oleh teknologi. Karakter dari Gen-Z umumnya adalah
mengikuti tren atau pola umum, memiliki ketergantungan terhadap teman sepergaulan atau
komunitas dan dapat mengerjakan banyak hal sekaligus (multitasking).

Orang tua tidak dapat serta merta mengadopsi segala sesuatu yang diterima pada masa mudanya
untuk diterapkan pada anak-anak mereka di masa kini. Karena kondisi masa lalu jauh berbeda
dengan masa kini. Dengan mengambil jarak pandang beberapa tahun kedepan, maka orang
tua Gen-Z dituntut untuk melihat masa kini dengan kaca mata berbeda.

Sebagai contoh misalnya masalah pekerjaan. Orang tua Gen-Z sudah tidak relevan lagi jika
masih mengharapkan anaknya bekerja mengikuti rutinitas seperti di masa lampau: bekerja di
sebuah kantor, datang setiap hari sebelum jam 8 pagi, duduk manis di belakang meja, memakai
dasi dengan rapi dan bersepatu mengkilap. Revolusi teknologi akan mengubah paradigma
tersebut. Setiap orang tua dari Generasi Z harus siap ketika mendapati kantor anaknya hanya
seukuran laptop atau tablet. Orang tua juga harus siap melihat anaknya seharian duduk didepan
laptop dengan berkaos oblong di atas tempat tidur. Sebab, hampir semua pekerjaan dapat
dikontrol dan dijalankan melalui internet. Mungkin nanti, sebagian besar dari mereka
adalah entrepreneurship di bidang media digital. Itulah pekerjaan Generasi Z yang akan lebih
banyak menuntut kreativitas dan inovasi. Walaupun demikian, kejujuran tetap menjadi kunci
utama kesuksesan bisnis di dunia IT.

Teknologi dapat mempengaruhi cara pikir dan tingkah laku manusia. Sebaliknya, cara berpikir
dan tingkah laku manusia juga mempengaruhi arah perkembangan teknologi.
Generasi Z memiliki peran kunci dalam menentukan arah perkembangan teknologi informasi di
masa mendatang. Untuk itu, menyiapkan Generasi Z agar bijak dalam memanfaatkan teknologi
sangat penting. Terutama agar Generasi Z mampu menjadi pencipta, bukan hanya sebagai
pengguna teknologi. Bukan pula hanya sebagai konsumen informasi, tapi harus bisa menjadi
produsen informasi. Ini artinya, Gen-Z harus mampu memanajemen informasi, yaitu mampu
mengelola, memfilter, dan menyerap informasi dengan tepat. Karena kedepan, Generasi Z inilah
yang menjadi orang tua generasi berikutnya, yaitu Generasi Alpha.
3 Hal yang Paling Diminati Generasi Z di
Era Digital
Era digital tak dimungkiri turut mengubah pelaku bisnis untuk memasarkan produknya. Begitu juga
dengan generasi yang terlahir di era ini dan begitu akrab dengannya.

Karena itu, dibutuhkan paradigma atau sudut pandang baru untuk mampu menarik perhatian
generasi yang disebut sebagai generasi Z. Hal itu bukannya tanpa alasan, mengingat generasi Z
memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya.

Namun siapa sebenarnya generasi Z itu? Berdasarkan demografi setelah milenium, generasi ini
biasanya terlahir pada pertengahan 90-an. Jadi, usia tertua dari generasi Z sendiri saat ini sekitar 20
tahun.

Lahir dan tumbuh di era digital membuat generasi ini begitu akrab dengan teknologi. Lantas, seperti
apa pendekatan yang harus dilakukan?

Berikut ini ada tiga hal yang paling dimininati generasi Z di era digital, seperti dikutip dari
laman Tech in Asia, Selasa (18/10/2016)

Privasi

Bagi sebagian orang, privasi di era digital mungkin dianggap usang. Apalagi dengan keberadaan
beragam media sosial. Namun nyatanya generasi Z tak menganggapnya demikian.

Tumbuh di era digital, mereka ternyata sangat memahami efek dari informasi yang tersedia
secara online, menyangkut citra dirinya. Karenanya, tak sedikit generasi ini kerap membatasi
informasi yang dibaginya di internet.

Menurut sebuah firma riset Change Sciences, 81 persen dari generasi Z menggunakan pengaturan
privasi di media sosial. Hal itu dilakukan untuk membatasi orang lain yang dapat melihat
unggahannya.

Oleh sebab itu, aplikasi seperti Snapchat lebih populer di kalangan generasi Z. Selain dibekali
dengan fitur keamanan mumpuni, aplikasi itu tak menyisakan 'jejak' karena pesan yang dikirim akan
langsung dihapus.
Proses lebih cepat

Proses yang lebih cepat, ringkas, dan menarik

Menarik perhatian generasi Z di era digital merupakan sebuah tantangan. Bagaimana tidak,
biasanya generasi ini hanya mampu memerhatikan secara seksama dalam waktu 8 detik.

Selain itu, tak seperti generasi milenial, generasi ini berkomunikasi dengan cara yang begitu cepat.
Mereka lebih mengandalkan gambar atau emoji ketimbang teks saat berkirim pesan.

Oleh karena itu, pendekatan yang tepat adalah dengan menampilkan konten visual dan ringkas. Tak
lupa, proses untuk mendapatkan konten tersebut harus cepat agar bisa menarik perhatian mereka.

Salah satu platform yang sudah melakukan hal tersebut adalah KIK Messenger. Aplikasi yang begitu
populer di kalangan remaja Amerika Serikat ini berhasil menyediakan pengalaman berkirim pesan
secara anonim dan tak sekadar teks.

Kreator konten

Dari sisi konten, generasi Z juga berbeda dari milenial. Apabila generasi milenial lebih senang
berbagi sebuah konten, gen Z lebih memilih untuk membuatnya sendiri.

Mereka dapat dengan mudah mengembangkan dan menciptakan kembali konten yang dikumpulkan
secara online. Lewat cara ini, generasi Z dapat berbagi cerita, belajar dari masing-masing, dan
membangun sebuah komunitas.

Gejala ini sudah diperlihatkan oleh laporan tahunan dari seorang analis bernama Mary Meeker. Ia
menemukan konsumsi video saat ini terus bergeser, dari linear ke video real-live, dan dari
video real-live disiarkan pada orang banyak.

Untuk itu, layanan seperti Periscope dari Twitter, Facebook Live, YouTube Live dari Google turut
berkontribusi pada perubahan ini.

Platform jejaring sosial semacam musica.ly, juga menjadi contoh yang memberikan kesempatan
bagi generasi Z untuk menciptakan konten.

Perubahan di era digital yang begitu cepat menyebabkan perubahan perilaku sebagai berikut.
1. Dare to explore more

Kemajuan teknologi yang pesat membuat orang menjadi lebih adventurous. Mereka menjadi
lebih berani mencoba sesuatu yang baru, mengunjungi tempat baru, dengan berbekal pengalaman
orang lain sebagai referensi yang mereka dapatkan dari website, blog, maupun media sosial.

2. Merasa “tahu banyak” dan berkewajiban untuk sharing

Kejadian yang terjadi di belahan dunia lain bisa kamu ketahui hanya dalam hitungan detik dan
kemudian dengan mudah bisa kamu share melalui media sosial yang RulaWoman miliki.
Kemudahan dan kecepatan berbagi informasi ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, orang
dengan mudahnya mengetahui kabar terkini. Tapi di sisi lain memudahkan orang
menyebarkan fake news dan hoax yang seringkali menimbulkan kepanikan tersendiri di
masyarakat.

3. Be a celebrity

photo credit: Rhinoplasty Institute of Chicago

Berbagi informasi secara “live” membuat orang layaknya selebriti dan merupakan sesuatu yang
wajar. Kehidupan dan keseharian kamu dengan mudahnya bisa dibagi. Demikian juga kamu
dapat dengan mudah mengetahui apapun informasi yang kamu butuhkan.

4. Semua jadi “teman”

photo credit: Trusted Reviews

Sekarang semua orang dapat dengan mudahnya berteman di dunia maya. Bahkan orang tua,
selebriti, sampai stranger bisa jadi teman kamu di media sosial. Kemudahan akses disertai
dengan beragamnya aplikasi membuat kamu bisa terhubung dengan siapapun dan dari belahan
dunia manapun. Semua membuat dunia seakan tanpa “batas”.

5. Videology

photo credit: Youtube


Everybody can learn everything. Saat ini untuk menjadi expert di suatu bidang bukanlah hal
sulit. Banyak sumber yang bisa kamu jadikan sebagai bahan pembelajaran, video misal. Selain
itu, kamu juga bisa berbagi keahlian yang kamu miliki dengan membuat video tutorial. Bahkan
jika ditekuni bisa jadi sumber pundi-pundi kamu loh RulaWoman!

6. Jadi lebih ekspresif

photo credit: pikore.co

Kemudahan mendapatkan informasi disertai pula dengan kemudahan berbagi informasi. Orang
berekspresi dan membagi apa yang mereka alami dan rasakan di media sosial.

7. Everyone is a photographer now

photo credit: Rhinoplasty Institute of Chicago

Sekarang semua orang bisa menjadi fotografer. Berkat kecanggihan teknologi, kamu bisa
menghasilkan gambar dalam hitungan detik dan membaginya di media sosialmu setelahnya.

8. Be a stalker

photo credit: likelovequotes.com

Semua orang kini terhubung dengan media sosial, di mana asal-usul dan segala sesuatu tentang
dirinya dapat diketahui dengan mudah hanya dengan googling. Setelah itu akan muncul “review”
dan akun media sosial yang dimiliki beserta postingan bertahun-tahun silam yang kadang sudah
dilupakan oleh si pemilik akun.

9. Serba “gratis”

photo credit: DontPayFull

Siapa yang tidak suka dengan promo dan semua hal yang serba gratis? Kemajuan era digital
membuat perusahaan yang berkecimpung di dalamnya berlomba-lomba menarik konsumen
dengan membuat berbagai macam promo menarik. Mulai dari makanan, tiket perjalanan, hotel,
dan banyak tawaran menarik yang membuat hidup RulaWoman semakin mudah.
10. Be shopaholic

Banyak media dan komunitas yang dibuat dengan tujuan menciptakan invasi, yang pada
akhirnya akan berubah menjadi “transaksi”. Kamu pun dengan mudah membeli sesuatu tanpa
harus mengeluarkan usaha ekstra.

Bagaimana RulaWoman? Kemajuan dan perkembangan teknologi yang kian pesat telah
mengubah banyak segi kehidupan, termasuk perilaku. Apapun yang kamu tuangkan di media
sosial, sedikit banyak akan berpengaruh pada personal branding RulaWoman. So, be wise! Kenali
banyak peluang yang muncul karena dunia yang seolah tanpa batas.

Anda mungkin juga menyukai