Anda di halaman 1dari 31

1.

konversi lahan adalah berubahnya pengunaan lahan dari pengunaan


semula, misalnya dari lahan pertanian dikonversikan menjadi
permukiman, dari hutan dikonversikan menjadi lahan pertanian,
perkebunan atau yang lainnya. 
2. Pentingnya Melakukan Persiapan Lahan untuk Budi
Daya
Persiapan lahan merupakan salah satu faktor terpenting yang perlu dilakukan dalam
memulai usaha budi daya.

Persiapan lahan yang baik berpengaruh besar terhadap produktivitas tanaman. Banyak
penelitian menunjukkan dengan melakukan persiapan lahan sebelum melakukan usaha
budi daya bisa meningkatkan hasil panen hingga 30%.

Tujuan dari persiapan lahan adalah untuk mengkondisikan lahan tempat budi daya
tanaman agar sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan tanaman sehingga tanaman
dapat tumbuh dengan baik.

Persiapan lahan meliputi beberapa kegiatan, mulai dari land clearing, pengolahan tanah,
penggaruan lahan serta pemberian pupuk dasar.

Land Clearing
Land clearing  adalah pembersihan lahan yang akan dijadikan area pertanaman. Ada
banyak cara yang biasa dilakukan petani untuk melakukan land clearing. Mulai dari
manual, mekanis hingga penggunaan bahan kimia seperti herbisida.

Land clearing  dengan manual dilakukan dengan tangan manusia langsung dengan
menggunakan alat sederhana seperti cangkul, parang, dll. Sedangkan land clearing  yang
dilakukan dengan mekanis dilakukan dengan menggunakan berbagai macam mesin
pertanian seperti traktor.

Selain memperbaiki tanah, pembersihan juga bertujuan memperlancar arus air dan
menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke petak sawah.

Pengolahan tanah

Pengolahan tanah merupakan cara untuk memperbaiki kondisi fisik, kimia maupun
biologi tanah.

Hal ini mutlak dilakukan oleh petani sebelum melakukan penanaman bibit, karena
dengan pengolahan tanah yang baik dan benar maka proses penanaman akan lebih
mudah dan tentunya itu baik sekali untuk benih yang akan ditanam.
Tahapan pengolahan lahan

1. Pengolahan tanah primer dilakukan apabila lahan yang akan ditanami keras atau
berupa bongkahan serta terdapat gulma. Kedalaman pemotongan dan
pembalikan umumnya diatas 15 cm (>15 cm). Tanah dipotong kemudian
diangkat terus dibalik agar sisa-sisa tanaman yang ada dipermukaan tanah dapat
terbenam di dalam tanah. Pembalikan tanah biasa dilakukan dengan cangkul,
garu, waluku, atau traktor dengan berbagai jenis bajak. Seperti bajak singkal,
bajak piringan, bajak rotary, bajak chisel, bajak subsoil, dan bajak raksasa.
2. Pengolahan tanah sekunder (kedua) suatu cara pengolahan tanah dengan
kedalaman yang lebih dangkal (<15 cm) serta hasil olahannya sudah halus
dengan permukaan tanah yang relatif rata (siap untuk ditanami). Pengolahan
tanah kedua dilakukan lebih dangkal dan tidak diperlukan pembalikan tanah yang
efektif seperti pengolahan tanah pertama. Alat yang bisa digunakan untuk
melakukan pengolahan tanah kedua ini adalah garu, land roller (perata tanah),
dan alat lainnya.

Manfaat pengolahan tanah antara lain adalah

1. Memperbanyak atau memperbesar total volume rongga/pori tanah. Dengan


demikian maka aerasi tanah dan drainase lahan semakin baik, sehingga pasokan
oksigen untuk metabolisme akar menjadi lebih lancar.
2. Mengaduk sisa tanaman secara merata ke dalam tanah sebagai sumber bahan
organik dan unsur hara tanaman.
3. Mengurangi resistensi tanah sehingga penetrasi akar dan pembesaran umbi
menjadi lebih mudah.
4. Mengurangi organ atau bagian jaringan gulma yang tersisa di dalam tanah
sehingga mengurangi potensi gangguannya terhadap pertumbuhan tanaman,
berarti juga mengurangi biaya untuk pengendalian gulma selama periode
budidaya tanaman.

Penggaruan lahan
Penggaruan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul atau traktor dengan
tujuan untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah yang keras, sehingga struktur
dan tekstur tanah memungkinkan untuk ditanami.

Saran dalam penggaruan sebaiknya dilakukan pemupukan terlebih dahulu sebelum


proses ini dilakukan. Pemberian pupuk organik atau anorganik saat penggemburan
membuat pupuk teraduk secara rata pada lapisan olah.

Pemupukan lahan

Pemupukan lahan bertujuan untuk menambah unsur hara dalam tanah agar tanah
menjadi lebih subur dan dapat mencukupi kebutuhan tanaman akan unsur hara.

Dengan begini pertumbuhan tanaman lebih optimal. Pemupukan yang diberikan lebih
awal bisa merangsang perkembangan akar lebih dalam.

Pemupukan awal ini biasa disebut dengan pemupukan dasar. Jika tanah diketahui
bereaksi asam, maka petani diwajibkan untuk menaburkan kapur dolomit di lahan
pertanian untuk menaikkan pH tanah.

Pupuk yang biasa dijadikan sebagai pupuk dasar adalah pupuk kandang, urea, SP36, dll
sesuai dengan kebutuhan komoditas yang ingin ditanam.

Semua tahapan persiapan lahan pertanian ini, biasanya membutuhkan waktu 16-18 hari
tergantung pada lahan yang akan dikelola.
3. Jenis tanaman hijauan pakan ternak yang dijadikan sebagai penghasil bibit
tanaman hijauan pakan ternak yang utama adalah rumput Raja (King Grass)
rumput BD, dan rumput BH. Dari ketiga jenis rumput ini ditetapkan lokasi
kebun rumput yang sudah ada menjadi kebun bibit untuk menghasilkan bibit
rumput Raja berupa stek, bibit rumput BD berupa pols dan biji dan bibit
rumput BH berupa pols dan biji. Selain ketiga jenis rumput tersebut, dari
lokasi kebun koleksi juga dikumpulkan biji rumput benggala cv. Purple Guinea
dan cv. Riversdale. Selain produksi bibit rumput, dari lokasi padang
penggembalaan, kebun rumput, dan kebun koleksi juga dikumpulkan biji
leguminosa Stylo.

1. Rumput Raja, King Grass, Pennisetum purpurhoides.

  

Tanaman rumput Raja sebagai sumber bibit dalam bentuk stek.

Luas tanaman rumput Raja yang disediakan sebagai sumber bibit seluas dua hektar.
Dari luas lahan tersebut perkiraan produksi bibit dalam bentuk stek adalah sebanyak
1.000.000 stek. Dasar perhitungan : tiap rumpun terdapat 10 batang, dari tiap batang
dapat diambil 5 stek. Dengan demikian jumlah bibit yang tersedia adalah 2 ha x
10.000 rumpun x 10 batang x 5 stek = 1.000.000 stek.

2. Rumput BD, Brachiaria decumbens


  

Tanaman rumput BD sebagai sumber bibit dalam bentuk pols dan biji.
  

Biji BD sebagai sumber bibit                                                             Pols BD


sebagai sumber bibit

Luas tanaman rumput BD yang disediakan sebagai sumber bibit seluas satu hektar.
Rumput BD diharapkan dapat memberikan hasil bibit dalam bentuk pols dan biji.
Dari luas lahan tersebut perkiraan produksi bibit dalam bentuk pols adalah sebanyak
1.500.000 plos. Perhitungan ketersediaan bibit BD dalam bentuk pols adalah dengan
menghitung jumlah pols yang dapat diperoleh dari luas 1 m2, dimana dari luas 1 m2
tanaman BD dapat diperoleh bibit BD sebanyak 150 pols. Dengan demikian jumlah
produksi bibit BD yang dapat diproduksi adalah 1 ha x 10.000 m2 x 150 pols =
1.500.000 pols

3. Rumput BH, Brachiaria humidicola


  

Tanaman rumput BH sebagai sumber bibit dalam bentuk pols dan biji.
  

Biji BH sebagai sumber bibit                                                             Polos BH


sebagai sumber bibit
Luas tanaman rumput BH yang disediakan sebagai sumber bibit seluas 0,75 hektar.
Rumput BH diharapkan dapat memberikan hasil bibit dalam bentuk pols dan biji.
Dari luas lahan tersebut perkiraan produksi bibit dalam bentuk pols adalah sebanyak
1.125.000 pols. Perhitungan ketersediaan bibit BH dalam bentuk pols adalah dengan
menghitung jumlah pols yang dapat diperoleh dari luas 1 m2, dimana dari luas 1 m2
tanaman BH dapat diperoleh bibit BH sebanyak 150 pols. Dengan demikian jumlah
produksi bibit BH yang dapat diproduksi adalah 0,75 ha x 10.000 m2 x 150 pols =
1.125.000 pols

4. Rumput Benggala, Pannicum maximum. Cv. Purple Guinea


  

Tanaman rumput Benggala sebagai sumber bibit dalam bentuk pols dan biji.

Tanaman rumput Benggala (Pannicum maximum) cv Purple Guinea merupakan


tanaman yang ada di kebun koleksi. Tanaman ini akan dibudi-dayakan di masa yang
akan datang untuk memproduksi biji dan pols sebagai sumber bibit.

5. Rumput Benggala, Pannicum maximum. Cv. Riversdale


  

Tanaman rumput Benggala sebagai sumber bibit dalam bentuk pols dan biji.

Tanaman rumput Benggala (Pannicum maximum) cv Purple Guinea merupakan


tanaman yang ada di kebun koleksi. Tanaman ini akan dibudi-dayakan di masa yang
akan datang untuk memproduksi biji dan pols sebagai sumber bibit.

6. Legume Stylo, Stylosanthes guianensis.


  

Tanaman rumput Benggala sebagai sumber bibit dalam bentuk pols dan biji.

Tanaman leguminosa Stylo merupakan tanaman yang ada di kebun koleksi dan juga
tersebar di padang penggembalaan yang ada di BPTUHPT Siborongborong.
Tanaman ini akan dibudidayakan di masa yang akan datang untuk memproduksi biji
sebagai sumber bibit.

Balai Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Pakan Ternak Siborongborong


berdasarkan dengan tugasnya terus berusaha untuk meningkatkan produksi bibit
hijauan pakan ternak baik dalam bentuk stek/pols maupun biji.
4. Jarak tanaman

1. Stek, penanamannya dengan cara memasukkan ± % bagian dari panjang stek dengan
kemiringan ± 30° atau dapat juga ditanam seperti tanaman tebu, yaitu stek dimasukkan
kedalam tanah secara terlentang dengan jarak tanam :
a. Tanah subur : (50x50)cm, (60x60) cm
b. Tanah sedang : (75x75) cm
c. Tanah kurang subur : (1x1) m

2. Stolon, menanam dengan menimbuni bagian stolon yang berjarak 30-60 cm dari buku.
Jarak tanam bervariasi yaitu (90x60) cm, (90x90) cm dan (60x120) cm.

3. Pols (anakan), cara menanam seperti menanam padi, dengan kebutuhan setiap lubang 2
anakan. Jarak tanam bervariasi : (30x30) cm, (40x40) cm dan (50x30) cm.
5. Penyiangan merupakan suatu kegiatan mencabut gulma yang berada di antara
sela-sela tanaman pertanian dan sekaligus menggemburkan tanah. Gulma adalah
tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena
menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi.
Tujuan penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan tanaman yang sakit, mengurangi persaingan
penyerapan hara, mengurangi hambatan produksi anakan dan mengurangi persaingan
penetrasi sinar matahari.[1] Tanaman yang ditumbuhkan harus mendapatkan semua nutrisi
dan air yang diberikan oleh petani agar mampu menghasilkan secara optimal.[2]
Metode penyiangan
Penyiangan bisa dilakukan dengan berbagai cara.[3]
Secara manual dengan tangan
Dilakukan dengan menggunakan tangan yang mencabut rumput yang tumbuh di sela-sela
tanaman. Mencabut gulma dengan tangan cenderung pekerjaan yang melelahkan dan
umumnya dikerjakan dengan tenaga kerja yang banyak (buruh tani) atau di lahan yang
sempit, misal di pertanaman dalam pot.[4][2]
Secara kimiawi dengan herbisida
Herbisida yang dipilih secara selektif mampu membunuh gulma namun tidak menyakiti
tanaman produksi. Herbisida digunakan ketika mekanisasi tidak memungkinkan atau tidak
diinginkan.[5]
Secara mekanis dengan mesin
Berbagai mesin pertanian dapat digunakan untuk melakukan penyiangan[6] tanpa merusak
tanaman produksi jika tanaman ditanam pada alur yang tepat. Penyiangan secara mekanis
dapat membersihkan gulma dengan cepat, namun tidak seratus persen efektif karena akan ada
sedikit gulma yang masih tersisa.

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi


kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik.
[1] Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda
dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu
kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk
buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen.
Dalam pemupukan, perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak
mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat
berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun.
Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos.
Macam-macam pupukSunting

Dalam praktik sehari-hari, pupuk biasa dikelompok-kelompokkan untuk kemudahan


pembahasan. Pembagian itu berdasarkan sumber bahan pembuatannya, bentuk fisiknya, atau
berdasarkan kandungannya.
Pupuk berdasarkan sumber bahanSunting
Dilihat dari sumber pembuatannya, terdapat dua kelompok besar pupuk: (1) pupuk
organik atau pupuk alami (misal pupuk kandang dan kompos) dan (2) pupuk kimia atau
pupuk buatan. Pupuk organik mencakup semua pupuk yang dibuat dari sisa-sisa metabolisme
atau organ hewan dan tumbuhan, sedangkan pupuk kimia dibuat melalui proses pengolahan
oleh manusia dari bahan-bahan mineral. Pupuk kimia biasanya lebih "murni" daripada pupuk
organik, dengan kandungan bahan yang dapat dikalkulasi. Pupuk organik sukar ditentukan
isinya, tergantung dari sumbernya; keunggulannya adalah ia dapat memperbaiki kondisi fisik
tanah karena membantu pengikatan air secara efektif.
Pupuk berdasarkan bentuk fisikSunting
Berdasarkan bentuk fisiknya, pupuk dibedakan menjadi pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk
padat diperdagangkan dalam bentuk onggokan, remahan, butiran, atau kristal. Pupuk cair
diperdagangkan dalam bentuk konsentrat atau cairan. Pupuk padatan biasanya diaplikan ke
tanah/media tanam, sementara pupuk cair diberikan secara disemprot ke tubuh tanaman.

Pupuk berdasarkan kandungannyaSunting


Terdapat dua kelompok pupuk berdasarkan kandungan: pupuk tunggal dan pupuk majemuk.
Pupuk tunggal mengandung hanya satu unsur, sedangkan pupuk majemuk paling tidak
mengandung dua unsur yang diperlukan. Terdapat pula pengelompokan yang disebut pupuk
mikro, karena mengandung hara mikro (micronutrients). Beberapa merk pupuk majemuk
modern sekarang juga diberi campuran zat pengatur tumbuh atau zat lainnya untuk
meningkatkan efektivitas penyerapan hara yang diberikan.
Pupuk organikSunting
Artikel utama: Pupuk organik

Kotak pengomposan di halaman rumah

Pembuatan pupuk kompos skala komersial

Pupuk organik mencakup semua bahan yang dihasilkan dari makhluk hidup dan bisa
digunakan untuk menyuburkan tanaman, seperti kotoran hewan, kotoran
cacing, kompos, rumput laut, guano, dan bubuk tulang. Kotoran hewan merupakan limbah
yang sering kali menjadi masalah lingkungan, sehingga penggunaan kotoran hewan sebagai
pupuk dapat menguntungkan secara lingkungan dan pertanian. Tulang hewan
sisa penyembelihan hewan bisa dijadikan bubuk tulang yang kaya kandungan fosfat.
Manfaat pupuk organikSunting
Pupuk organik diketahui mampu meningkatkan keanekaragaman hayati pertanian dan
produktivitas tanah secara jangka panjang.[2][3] Pupuk organik juga dapat menjadi
sarana sekuestrasi karbon ke tanah.[4][5][6]
Nutrisi organik meningkatkan keanekaragaman hayati tanah dengan menyediakan bahan
organik dan nutrisi mikro bagi organisme penghuni tanah seperti jamur mikoriza yang
membantu tanaman menyerap nutrisi,[7] dan dapat mengurangi input pupuk.[8]
Kerugian pupuk organikSunting
Pupuk organik merupakan pupuk yang bersifat kompleks karena ketersediaan senyawa yang
ada pada pupuk tidak berupa unsur ataupun molekul sederhana yang dapat diserap oleh tanah
secara langsung. Kadar nutrisi yang tersedia sangat bervariasi dan tidak dalam bentuk yang
tersedia secara langsung bagi tanaman sehingga membutuhkan waktu lama untuk diserap
oleh tanaman.[9]
Beberapa limbah yang dikomposkan, jika tidak diolah secara tepat, dapat menjadi sarana
pertumbuhan patogen yang merugikan tanaman.[10]
Perbandingan dengan pupuk anorganikSunting
Kadar nutrisi, tingkat kelarutan, dan laju pelepasan nutrisi pupuk organik umumnya lebih
rendah dibandingkan pupuk anorganik.[11][12] Secara umum, keberadaan nutrisi pada pupuk
organik lebih terlarut ke antara molekul tanah, namun juga tidak lebih tersedia dalam wujud
yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman.
Berdasarkan studi dari Universitas California, semua pupuk organik diklasifikasikan sebagai
pupuk dengan laju pelepasan yang lambat (slow release fertliizer) sehingga tidak
menyebabkan memar (burn) pada tanaman meski kadar nitrogen pada pupuk organik
berlebih.[13] Gejala burn merupakan gejala umum yang ditemukan pada tanaman ketika
pemberian pupuk kimia dilakukan secara berlebihan.
Kualitas pupuk organik dari kompos dan sumber lainnya dapat bervariasi dari satu proses
produksi ke proses produksi berikutnya.[14] Tanpa pengujian secara sampling terlebih dahulu,
tingkat nutrisi yang akan diterima tanaman tidak bisa diketahui secara pasti.
Sumber pupuk organikSunting
HewanSunting

Kotoran hewan yang terdekomposisi merupakan sumber pupuk organik

Urea dari kotoran hewan (dan juga manusia) dapat digunakan untuk menjadi sumber pupuk
organik.[15] Sebuah firma di Belanda telah mampu mengubah urin manusia
menjadi struvite yang dapat digunakan sebagai pupuk.[16]
Namun limbah perkotaan yang kemungkinan telah tercampur obat-
obatan, polusi, hormon buatan, logam berat, plastik, dan sebagainya tidak dapat digunakan
sebagai bahan baku pupuk untuk digunakan pada usaha pertanian organik.[17][18][19]
Penelitian yang dilaukan oleh Agricultural Research Service (ARS) mennjukan
bahwa kotoran ayam dapat menjadikan kondisi tanah lebih baik bagi pertumbuhan tanaman
dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik. ARS melakukan studi tersebut kepada
perkebunan kapas dan menemukan bahwa kapas menghasilkan 12% lebih banyak
dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik. ARS juga memperkirakan harga kotoran
ayam saat ini hanya $17 per ton, jauh lebih murah dibandingkan dengan jumlah manfaat yang
dapat disediakan pupuk anorganik pada kemampuan pengkondisian tanah yang setara yang
sebesar $78 per ton.[20]
Tepung tulang, tepung darah, tepung ikan, dan emulsi ikan juga dapat digunakan sebagai
pupuk.[21][22]
TumbuhanSunting
Tanaman penutup legum (misal alfalfa) sering kali ditumbuhkan di sela-sela tanaman
perkebunan untuk memperkaya tanah dengan nitrogen melalui proses pengikatan
nitrogen dari atmosfer[23] dan memperkaya kandungan fosfor melalui mobilisasi nutrisi.[24]
Salah satu studi yang dilakukan ARS menemukan bahwa alga dapat digunakan untuk
menangkap nitrogen dan fosfor yang dilepaskan lahan usaha tani ke lingkungan
melalui aliran air permukaan (surface runoff). Alga ini dapat digunakan untuk menyaring
limbah pertanian, yang lalu dapat dikembalikan lagi ke tanah sebagai pupuk. Laju pelepasan
nutrisinya setara dengan pupuk anorganik sehingga dapat digunakan pada pembibitan.[25]
Limbah industri kayu seperti serbuk gergaji dan kepingan kayu, juga dapat digunakan sebagai
pupuk.[26]
Pupuk anorganikSunting
Secara umum, tumbuhan hanya menyerap nutrisi yang diperlukan jika terdapat dalam bentuk
senyawa kimia yang mudah terlarut. Nutrisi dari pupuk organik hanya dilepaskan ke tanah
melalui pelapukan yang dapat memakan waktu lama. Pupuk anorganik memberikan nutrisi
yang langsung terlarut ke tanah dan siap diserap tumbuhan tanpa memerlukan proses
pelapukan.
Tiga senyawa utama dalam pupuk anorganik yaitu nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
Kandungan NPK dihitung dengan pemeringkatan NPK yang memberikan label keterangan
jumlah nutrisi pada suatu produk pupuk anorganik.
Secara umum, nutrisi NPK yang siap diserap oleh tanaman pada pupuk anorganik mencapai
64%, jauh lebih tinggi dibandingkan pupuk organik yang hanya menyediakan di bawah 1%
dari berat pupuk yang diberikan.[27] Inilah yang menyebabkan mengapa pupuk organik harus
diberikan dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan pupuk anorganik.
Pupuk nitrogen dibuat dengan menggunakan proses Haber yang ditemukan pada tahun 1915.
Proses ini menggunakan gas alam sebagai sumber hidrogen, dan gas nitrogen dari udara pada
temperatur dan tekanan yang tinggi dengan bantuan katalis menghasilkan amonia sebagai
produknya. AMonia dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk lainnya seperti amonium
nitrat dan urea. Pupuk ini dapat dilarutkan terlebih dahulu dengan air. Sebelum ditemukannya
proses Haber, mineral seperti natrium nitrat ditambang untuk dijadikan sumber pupuk
nitrogen anorganik. Mineral ini masih ditambang sampai sekarang.
Proses lainnya dalam pembuatan pupuk organik adalah proses Odda yang disebut juga
dengan proses nitrofosfat. Bebatuan fosfat dengan kadar fosfor hingga 20% dilarutkan
ke asam nitrat untuk menghasilkan asam fosfat dan kalsium nitrat. Bebatuan fosfat juga bisa
diproses menjadi mineral P2O5 dengan bantuan asam sulfat. Melalui tungku listrik, mineral
fosfat juga bisa direduksi menjadi fosfat murni, namun proses ini sangat mahal.
Kalium secara komersial dapat ditemukan di berbagai tempat mulai dari bebatuan di dalam
bumi hingga sedimen di dasar laut. Bebatuan yang mengandung kalium sering kali berada
dalam bentuk kalium klorida yang juga ditemukan bersamaan dengan mineral natrium
klorida. Bebatuan yang mengandung kalium ditambang dengan bantuan air panas sehingga
larut. Larutan ini diuapkan dengan bantuan sinar matahari. Senyawa amina digunakan untuk
memisahkan KCl dengan NaCl.[28]
Penggunaan pupuk organik secara komersial telah berkembang dan meningkat hingga 20 kali
lipat dibandingkan 50 tahun yang lalu dengan jumlah konsumsi saat ini mencapai 100 juta ton
nitrogen anorganik per tahun.[29] Tanpa pupuk anorganik, diperkirakan sepertiga bahan
pangan saat ini tidak dapat berproduksi.[30] Penggunaan pupuk fosfat juga meningkat dari 9
juta ton (1960) menjadi 40 juta ton (2000). Setiap hektare tanaman jagung membutuhkan
antara 30 hingga 50 kilogram pupuk fosfat, sedangkan kedelai membutuhkan 20–25 kg.
[31] Yara International merupakan produsen pupuk nitrogen anorganik terbesar di dunia.[32]
Pengguna utama pupuk nitrogen anorganik[33]

Penggunaan untuk
Total penggunaan bahan pangan
nitrogen dan produksi pakan
Negara ternak
(Metrik ton per
tahun) (Metrik ton per
tahun)

China 18.7 3.0

Amerika
9.1 4.7
Serikat

Prancis 2.5 1.3

Jerman 2.0 1.2

Brasil 1.7 0.7

Kanada 1.6 0.9

Turki 1.5 0.3

Inggris 1.3 0.9

Meksiko 1.3 0.3

Spanyol 1.2 0.5

Argentina 0.4 0.1

PenerapanSunting
Pupuk anorganik digunakan di semua jenis tanaman pertanian dengan jumlah pemberian
bergantung pada jenis tanaman dan tingkat kesuburan tanah saat ini. Misal tanaman pertanian
jenis legum (seperti kedelai) tidak membutuhkan pupk nitrogen anorganik sebanyak tanaman
lain karena mampu mengikat nitrogen.
Namun penerapan pupuk anorganik berlebih mampu menyebabkan peningkatan keasaman
tanah karena mineral yang tidak dimanfaatkan mampu bereaksi dengan air yang ada di tanah
membentuk senyawa asam. Untuk mencegah hal ini, status nutrisi dari tanaman dan tanah
perlu dinilai sebelum penerapan pupuk anorganik.
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam
dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada
zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau
sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian.
Namun, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah
kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di
Indonesia biasa disebut menyiram.
Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak cara yang dapat
dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno.
Sejarah Irigasi di IndonesiaSunting
Pelajari selengkapnya

Ada usul agar Irigasi diganti judulnya dan dipindahkan ke Irigasi di Indonesia (Diskusikan).

Irigasi Mesir Kuno dan Tradisional NusantaraSunting


Sejak Mesir Kuno telah dikenal dengan memanfaatkan Sungai Nil. Di Indonesia, irigasi
tradisional telah juga berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara
bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung
kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air
pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa
dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke
sawah dengan ember daun pinang juga.
Sistem Irigasi Zaman Hindia BelandaSunting
Sistem irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam Paksa
(Cultuurstelsel) pada tahun 1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut
mengupayakan agar semua lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus
menghasilkan panen yang optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya.
Sistem irigasi yang dulu telah mengenal saluran primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi
sumber air belum memakai sistem Waduk Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air
dalam irigasi lama disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu,
untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan membayar uang
iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya.
Waduk Jatiluhur 1955 di Jawa Barat dan Pengalaman TVA 1933 di Amerika
SerikatSunting
Tennessee Valley Authority (TVA) [3] yang diprakasai oleh Presiden AS Franklin D.
Roosevelt pada tahun 1933 merupakan salah satu Waduk Serba Guna yang pertama dibangun
di dunia.[1] Resesi ekonomi (inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA
adalah salah satu model dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat.
Isu TVA adalah mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir,
pencegahan malaria, reboisasi, dan kontrol erosi, sehingga di kemudian hari, Proyek TVA
menjadi salah satu model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu, Proyek Waduk
Jatiluhur merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut.
Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat
Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan
panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957
oleh kontraktor asal Prancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3/tahun
dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.
Jenis IrigasiSunting
Irigasi PermukaanSunting
Irigasi Permukaan adalah pengaliran air di atas permukaan dengan ketinggian air sekitar 10 –
15 cm di atas permukaan tanah. Irigasi permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap
air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan
bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke
lahan pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini
dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air
lebih dulu.

Saluran primer sistem irigasi Bendung Bila, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan

Pintu air yang berfungsi membagi saluran primer menjadi tiga buah saluran sekunder

Irigasi LokalSunting
Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana
lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali
atau secara lokal.

Irigasi dengan PenyemprotanSunting


Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan
seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu,
kemudian menetes ke akar.
Irigasi Tradisional dengan EmberSunting
Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga
pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.
Irigasi Pompa AirSunting
Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan
berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus
mengairi sawah.

Irigasi Tanah Kering dengan TerasisasiSunting


Di Afrika yang kering dipakai sistem ini, terasisasi dipakai untuk distribusi air.

ASPEK PENTING PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT


TANAMAN (HPT)

Oleh : Syukur, SP, MP


Widyaiswara BPP Jambi

Semenjak manusia mengenal bercocok tanam, maka usaha untuk memperoleh hasil maksimal
telah dilakukan.. Berbagai cara dilakukan, namun hasilnya selalu belum memuaskan.Penyebab
berkurangnya hasil usaha tani karena faktor abiotis dan biotis. Faktor abiotis itu berupa gangguan
yang disebabkan oleh faktor fisik atau kimia, seperti keadaan tanah, iklim dan bencana alam.
Sedangkan faktor biotis adalah makhluk hidup yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, seperti
manusia, hewan/binatang, serangga, jasad mikro ataupun submikro dan lain sebagainya. Setelah
diketahui kedua faktor tersebut sebagai pembatas ( penyebab produksi tanaman tidak maksimal ),
maka usaha untuk meningkatkan dan mengurangi kehilangan hasil mulai dilaksanakan.

Setelah perang dunia kedua, yakni pada tahun lima puluhan, terjadi penggunaan pestisida dan
pupuk kimia yaitu pemakaian bubur bordeux dan DDT yang berlebihan. Memang pada kenyataan
terjadi peningkatan hasil karena faktor biotis dapat dikendalikan. Sehingga pemakaian bahan ini
menjadi hal yang penting (utama) dalam dunia pertanian saat itu.Setelah berlangsung bertahun-
tahun akhirnya penggunaan bahan kimia tidak lagi memberikan solusi peningkatan hasil-hasil
pertanian. Hal ini disebabkan serangga / hama/ penyebab penyakit justru menjadi tahan ( resisten )
terhadap penggunaan bahan kimia tersebut. Tetapi setelah diketahui efek negatifnya, maka
penggunaan DDT dilarang. Pada tahun enam puluhan terjadi revolusi hijau (”Green revolution”) yang
lebih intensif dalam penggunaan varietas berpotensi hasil tinggi, anakan yang banyak, pengaturan
tata air, perlindungan tanaman dan pemupukan. Pada awalnya, usaha ini dapat memberikan hasil
pertanian yang memuaskan, namun beberapa tahun berikutnya terlihat gejala-gejala negatif
mempengaruhi pertanian itu sendiri, lingkungan dan kesehatan. Efek negatif tersebut berupa
timbulnya hama dan patogen yang tahan terhadap pestisida, munculnya hama baru, terjadinya
peningkatan populasi hama dan patogen sekunder, berkurangnya populasi serangga yang
bermanfaat, keracunan terhadap ternak dan manusia, residu bahan kimia dalam tanah dan
tanaman, dan kerusakan tanaman. Memperhatikan berbagai efek negatif yang terjadi dari
penggunaan bahan kimia tersebut, maka mulai diadakan penelitian-penelitian yang mengarah
kepada penggunaan jasad hidup untuk penanggulangan kerusakan di dunia pertanian, yang dikenal
dengan pengendalian biologi (”Biologic control”). Dalam metode ini dimanfaatkan serangga dan
mikro organisme yang bersifat predator, parasitoid, dan peracun. Usaha untuk meningkatkan hasil
pertanian terus berlanjut dengan memperhatikan aspek keamanan lingkungan, kesehatan manusia
dan ekonomi, maka muncul istilah ”integrated pest control”, integrated pest control dan selanjutnya
menjadi integrated pest management (IPM), yang dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) juga ada istilah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

Untuk penerapannya membutuhkan strategi pengelolaan resiko, yang mencakup penggunaan


tanaman tahan hama tahan hama dan penyakit, rotasi tanaman dengan pakan ternak, ledakan
penyakit pada tanamna peka, dan penggunaan bahan kimia seminimal mungkin untuk
mengendalikan gulma, hama, dan penyakit dengan mengikuti konsep PHT.

Pengendalian hama dan penyakit serta gulma secara terpadu akan menjangkau beberapa aktivitas,
yaitu:
1.) Penggunakan varietas tahan dalam proses pelepasan beruntun (sequencetial),

asosiasi, dan kultur teknis untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit;

2.) Pemeliharaan keseimbangan biologi (biological balance) antara hama penyakit

dengan musuh alami;

3.) Adopsi praktek pengendalian menggunakan bahan organik bila memungkinkan;


4.) Penggunakan teknik pendugaan hama penyakit bila telah tersedia;
5.) Pengkajian semua metode yang memungkinkan, baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang, terhadap sistem produksi dan implikasinya terhadap lingkungan guna

meminimalisasi pemakaian bahan kimia pertanian, khususnya dalam meningkatkan

adopsi teknologi PHT;

6.) Penyimpanan dan penggunaan bahan kimia yang sesuai dan terigristasi untuk

individu tanaman, waktu, dan interval penggunaan sebelum panen.;

7.) Pengamanan penyimpanan bahan kimia dan hanya digunakan oleh personel yang

sudah terlatih dan memiliki kemampuan

(knowledgeable persons);
8.) Pengamanan peralatan yang digunakan untuk mengatasi bahan kimia dengan
meningkatkan keamanan dan pemeliharaan standar; dan
9.)Pemeliharaan catatan secara akurat dari insektisida yang dipakai.

Pengembangan PHT dalam pertanian berkelanjutan didasari oleh resisitensi hama terhadap
insektisida sebagai dampak dari penerapan pertanian modern yang terbukti telah menurunkan
kualitas sumberdaya alam. Di lain pihak, pengembangan pertanian berkelanjutan juga didasari oleh
munculnya gerakan pertanian organik.

DINAMIKA PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT


Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya dipengaruhi oleh
lingkungan biotik (fase pertumbuhan tanaman, populasi organisme lain, dsb) dan abiotik (iklim,
musim, agroekosistem, dll). Pada dasarnya semua organisme dalam keadaan seimbang (terkendali)
jika tidak terganggu keseimbangan ekologinya. Di lokasi tertentu, hama dan penyakit tertentu sudah
ada sebelumnya atau datang (migrasi) dari tempat lain karena tertarik pada tanaman yang baru
tumbuh. Perubahan iklim, stadia tanaman, budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara
pengendalian mempengaruhi dinamika perkembangan hama dan penyakit. Hal penting yang perlu
diketahui dalam pengendalian hama dan penyakit adalah : jenis, kapan keberadaannya di
lokasi tersebut, dan apa yang mengganggu keseimbangannya sehingga perkembangannya dapat
diantisipasi sesuai dengan tahapan pertumbuhan tanaman

Sebagai contoh pada budidaya padi : Pada musim hujan, hama dan penyakit yang biasa merusak
tanaman padi adalah tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit tungro, blas,
dan hawar daun bakteri, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Dalam keadaan
tertentu, hama dan penyakit yang berkembang dapat terjadi di luar kebiasaan tersebut.
Misalnya, pada musim kemarau yang basah, wereng coklat pada varietas rentan juga menjadi
masalah. Sedangkan pada musim kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi
terutama adalah tikus, penggerek batang dan walang sangit.

Sebelum tanam atau periode bera, pada singgang (tunggul jerami padi) adakalanya terdapat larva
penggerek batang, virus tungro, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
Dalam jerami bisa juga terdapat skeloratia dari beberapa penyakit jamur. Tikus bisa juga terdapat
pada tanaman lain atau pada tanggul irigasi. Pada lahan yang cukup basah, keong mas juga dapat
ditemukan. Semua hama dan penyakit ini bisa berkembang pada pertanaman berikutnya. Sementara
itu, di pesemaian bisa ditemukan tikus, penggerek batang, wereng hijau, siput murbai, dan tanaman
terinfeksi tungro.
Pada stadia vegetatif ditemuai hama siput murbai, ganjur, hidrelia, tikus, penggerek batang, wereng
coklat, hama penggulung daun, ulat grayak, lembing batu, tungro, penyakit hawar daun bakteri, dan
blas daun. Sedangkan pada stadia generatif, ditemukan tikus, penggerek batang, wereng coklat,
hama penggulung daun, ulat grayak, walang sangit, lembing batu, tungro, penyakit hawar daun
bakteri, blas leher, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Untuk pengendaliannya,
perlu dimplementasikan langkah-langkah Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu (PHT).

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT SECARA TERPADU


(PHT)
Konsep PHT muncul sebagai tindakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian hama yang
dihasilkan, berawal dari pertemuan panel ahli FAO di Roma tahun 1965. Di Indonesia, konsep PHT
mulai dimasukkan dalam GBHN III, dan diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 3 tahun 1986 dan
undang-undang No. 12/1992 tentang sistem budidaya tanaman, dan dijabarkan dalam paket Supra
Insus, PHT menjadi jurus yang dianjurkan.

Tujuan Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu


Adapun tujuan PHT adalah meningkatkan pendapatan petani, memantapkan produktifitas pertanian,
mempertahankan populasi hama tetap pada taraf yang tidak merugikan tanaman, dan
mempertahankan stabilitas ekosistem pertanian. Dari segi substansial, PHT adalah suatu sistem
pengendalian hama dalam konteks hubungan antara dinamika populasi dan lingkungan suatu jenis
hama, menggunakan berbagai teknik yang kompatibel untuk menjaga agar populasi hama tetap
berada di bawah ambang kerusakan ekonomi. Dalam konsep PHT, pengendalian hama berorientasi
kepada stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi serta
sosial.
Dengan demikian, pengendalian hama dan penyakit harus memperhatikan keadaan populasi hama
atau patogen dalam keadaan dinamik fluktuasi disekitar kedudukan kesimbangan umum dan semua
biaya pengendalian harus mendatangkan keuntungan ekonomi yang maksimal. Pengendalian hama
dan penyakit dilaksanakan jika populasi hama atau intensitas kerusakan akibat penyakit telah
memperlihatkan akan terjadi kerugian dalam usaha pertanian.

Penggunaan pestisida merupakan komponen pengendalian yang dilakukan sebagai alternatif pilihan
terakhir apabila teknis -teknis yang dilakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil, dan
pertimbangan-pertimbangan tertentu apabila ;

(a) populasi hama telah meninggalkan populasi musuh alami, sehingga tidak mampu dalam

waktu singkat menekan populasi hama,

(b) komponen-komponen pengendalian lainnya tidak dapat berfungsi secara baik, dan
(c) keadaan populasi hama telah berada di atas Ambang Ekonomi

AMBANG EKONOMI HAMA / KERUSAKAN


Ambang Ekonomi (AE), yaitu batas populasi hama telah menimbulkan kerusakan yang lebih besar
daripada biaya pengendalian. Karena itu secara berkelanjutan tindakan pemantauan atau
monitoring populasi hama dan penyakit perlu dilaksanakan.

a. Pengertian Ambang Ekonomi


Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau kerusakan oleh hama yang digunakan sebagai
dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang
nilainya lebih besar daripada biaya pengendalian.

Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan tindakan pengendalian untuk
mencegah peningkatan populasi hama berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE
(Economic Injury Level). Sedangkan ALE didefinisikan sebagai padatan populasi terendah yang
mengakibatkan kerusakan ekonomi. Kerusakan ekonomi terjadi bila nilai kerusakan akibat hama
sama atau lebih besarnya dari biaya pengendalian yang dilakukan, sehingga tidak terjadi kerugian.
Dengan demikian AE merupakan dasar pengendalian hama untuk menggunakan pestisida kimia.

b. Komponen Pengendalian Hama dan Penyakit


Usaha untuk memperoleh hasil tanaman yang maksimal bermacam cara dilakukan, cara-cara
pengendalian tersebut digolongkan kepada lima cara yaitu: fisik dan mekanik, penggunaan varietas
tahan, bercocok tanam, biologi, dan kimia.
1.Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Penggunaan varietas
tahan
Penggunaan varietas tahan merupakan usaha pengendalian hama atau penyakit yang mudah dan
murah bagi petani. Telah banyak varietas-varietas padi yang dilepas oleh Badan Penelitan dan
Pengembangan Pertanian dan lembaga riset dalam dan luar negeri yang tahan terhadap hama dan
penyakit utama tanaman.

Penggunaan varietas tahan telah terbukti dapat mengurangi kehilangan hasil, namun penggunaan
varietas tahan yang memiliki gen ketahanan yang tunggal akan memacu timbulnya biotipe dan strain
atau ras-ras baru yangs akan lebih berbahaya. Untuk itu dianjurkan melakukan pergiliran varietas
atau melakukan penanaman varietas padi yang memiliki berbagai tingkat ketahanan. Tindakan ini
telah berhasil dalam menekan perkembangan penyakit blas dan tungro di Sulawesi Selatan. Karena
pencapuran menanam padi yang memiliki keragaman tingkat ketahanan ini merupakan tindakan
untuk meningkatkan diversifikasi lingkungan yang dapat menekan laju perkembangan populasi hama
atau patogen.

Pada tingkat ini adalah peran dari para peneliti pertanian. Bagaimana mereka dapat menciptakan
varietas tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit dan tentu saja dengan hasil yang lebih
baik dari varietas sebelumnya. Sedangkan peran petani adalah dengan menanam jenis / varietas
yang telah lolos uji dan terbukti menguntungkan bagi petani.

2. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan dilakukan secara Fisik dan mekanik
Pengendalian hama atau penyakit dengan cara ini biasanya dilakukan pada usaha pertanian dalam
skala kecil atau dalam rumah kawat atau rumah kaca. Pengendalian hama atau penyakit dengan
fisik adalah penggunaan panas dan pengaliran udara. Sedangkan mekanik adalah usaha
pengendalian dengan cara mencari jasad perusak tanaman, kemudian memusnahkannya. Cara ini
dapat dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat berupa perangkap.

Terkadang cara ini lebih efektif untuk menekan populasi hama dan tentu saja dengan
memperhatikan waktu dan tempat yang tepat. Misalnya untuk mengendalikan hama ulat
jengkal yang aktivitas hidupnya pada siang hari hal ini akan efektif tetapi akan terasa berbeda
apabila mengendalikan hama ulat grayak/ ulat tanah secara fisik pada siang hari karena ulat
grayak / ulat tanah tidak akan ditemukan pada siang hari, demikian juga untuk hama-hama
yang lain. Juga perhatikan siklus dari serangga hama maksudnya apabila anda ingin
mengendalikan hama ulat tetapi saat ini siklusnya untuk daerah tersebut sudah menjadi kupu-
kupu atau ngengat, maka jangan berharap anda bisa menemukan ulat yang anda maksud.
Untuk itu kenali dahulu karakteristik dan sifat dan siklus ddari serangga hama yang akan kita
kendalikan secara fisik.

3. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan dilakukan dengan cara Bercocok tanam
Berbagai usaha dalam bercocok tanam dapat menekan perkembangan jasad pengganggu
tanaman, mulai dari pengolahan tanah, jarak tanam, waktu tanam, pengaturan pengairan,
pengaturan pola tanam, dan pemupukkan

Tanam serempak.
Di lahan irigasi dengan penanaman serempak, hama lebih menonjol dari pada penyakit. Berdasarkan
luas serangannya, hama yang dominan merusak tanaman padi adalah tikus, wereng coklat, dan
penggerek batang . Adakalanya keong mas, ganjur, lembing batu, ulat grayak, walang sangit, dan
penyakit hawar daun bakteri juga dapat berkembang secara sporadis di lokasi tertentu. Sedangkan
tanam tidak serempak dalam satu hamparan terjadi karena latar belakang teknis dan sosial. Pada
pola tanam tidak serempak, penyakit tungro selain hama tikus sering menyebabkan instabilitas hasil.
Namun demikian, resiko rendahnya hasil akibat serangan hama dan penyakit dapat dihindari dengan
pola tanam serempak.

Pada saat ini petani dalam bercocok tanam agak berbeda dari beberapa tahun yang lalu, kalau
dahulu para petani (petani budidaya padi ) melakukan penanaman serentak dalam satu daerah
tertentu selah olah ada yang memberi komando, sedangkan pada akhir-akhir ini petani cenderung
sendiri-sendiri dalam melakukan pola bercocok tanamnya. Menurut pengamatan penulis banyak
ditemukan tanaman padi yang berbeda jauh waktu penanamannya terbukti pada satu hamparan
persawahan yang bersebelahan, lahan satu sudah siap panen sedangkan lahan disebelahnya
tanaman padinya dalam proses bunting susu. Hal ini menyebabkan populasi hama atau penyakit di
daerah tersebut selalu ada / tidak terputus siklusnya. Jika hal ini terus berlanjut maka keberadaan
hama atau penyakit dihamparan tersebut akan selalu ada.

Pengolahan tanah.

Secara umum untuk melakukan penanaman padi, tanah diolah secara sempurna, sampai
pelumpuran, sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh sempurna. Tetapi dibeberapa daerah,
petani mengolah tanah tidak sempurna sehingga timbul berbagai masalah. Dari beberapa laporan,
bahwa tanaman padi yang ditanam pada tanah yang tidak mendapat pengolahan sempurna terjadi
peningkatan intesitas penyakit mentek yang disebabkan oleh nematoda Radophollus oryzae.

Hama tanaman padi seperti kepinding tanah, wereng coklat dan penggerek batang akan meningkat
populasinya, jika tunggul tanaman padi tidak segera dibongkar dan tanah tidak diolah dengan
sempurna. Hasil penelitianmemperlihatkan bahwa perilaku hama penggerek batang padi punggung
putih pada saat panen berada diposisi 10 cm dari permukaan tanah. Karena itu, dianjurkan
pemanenan dengan sabit dan memotong batang padi kurang dari 10 cm dari permukaan tanah dan
tanah segera diolah atau digenangi air. Jarak tanam. Pengaturan jarak tanam sebagai salah satu
komponen pengendalian merupakan merobahan iklim mikro (iklim sekitar tanaman) sedemikian
rupa, sehingga tidak menguntungkan bagi perkembangan hama atau patogen (penyebab penyakit).
Hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat terhadap penerapan sistem tanam legowo 4:1 pada padi
sawah dapat mengurangi serangan hama tikus.
Demikian juga terhadap intensitas penyakit blas, bercak daun coklat, busuk batang dan hawar daun
bakteri dan beberapa penyakit yang disebabkan jamur akan berkurang pada pertanaman padi
berjarak tanam longgar dan meningkat serangannya pada jarak tanam rapat, apalagi di musim
hujan. Karena jarak tanam yang rapat akan meningkatkan kelembaban udara di sekitar tanaman
yang akan menguntungkan bagi kehidupan jamur dan bakteri.

Waktu tanam.

Iklim berpengaruh terhadap kehidupan jasad pengganggu tanaman, untuk menghindari kerusakan
pada tanaman yang diakibatkan oleh jasad pengganggu tersebut perlu menentukan waktu tanam
yang tepat. Dari pengamatan pertanaman padi gogo di daerah transmigrasi Sitiung terlihat bahwa
infeksi blas meningkat pada pertanaman yang ditanam pada bulan Agustus dan September,
sedangkan penanaman di luar bulan-bulan tersebut infeksi blas terlihat rendah bahkan dapat
terhindar dari infeksi blas. Karena pada bulan-bulan tersebut terjadi musim hujan yang hampir
merata setiap hari dengan curah hujan rendah sampai sedang. Keadaan yang seperti ini telah
terbukti bahwa spora jamur penyebab blas (Pyricularia oryxae) banyak dilepaskan ke udara, dan
spora-spora ini akan menginfeksi tanaman padi sehingga menimbulkan kerusakan tanaman.

Dari hasil penelitian penyakit tungro di Sulawesi Selatan menyatakan bahwa varietas padi Cisadane
yang rentan terhadap wereng hijau dan penyakit tungro, ternyata terhindar dari serangan tungro
dan wereng hijau, jika ditanam pada akhir Desember atau awal Januari. Hal ini disebabkan populasi
wereng hijau yang infektif sangat rendah sampai akhir fase rentan varietas Cisadane.

Demikian juga terjadi pada tanaman kacang panjang / tanaman buncis. Populasi hama Apis / kutu
apis akan berkurang pada musim hujan dan akan meningkat pada musim kemarau. Hal serupa juga
terjadi pada hama kubis Plutella xytostella.

Penyakit bercak coklat sempit yang disebabkan oleh jamur Cercospora janseana pada musim
kemarau memperlihatkan gejala serangan yang meningkat . Untuk itu hindari menanam varietas
rentan pada musim kemarau.

Pengaturan pengairan.

Air merupakan kebutuhan utama pada tanaman padi pada fase pertumbuhan (Vegetatif), tetapi
kebutuhan air ini perlu pengaturan supaya tanaman terhindar dari kerusakan oleh jasad
pengganggu. Serangan keong mas akan meningkat pada tanaman padi yang berumur kurang dari
satu bulan di lapangan, jika digenangi dengan air. Untuk mencegah kerusakan oleh keong mas, maka
tanaman padi yang baru dipindahkan dari persemaian sampai bunting diairi secukupnya. Sedangkan
untuk menghindari serangan penggerek batang, kepinding tanah, wereng coklat dan tikus perlu
menggenangi lahan.

Pengaturan pola tanam.

Menanaman tanaman padi terus menerus, apalagi dengan menanam tanaman yang memiliki tingkat
ketahanan sama dengan tanaman sebelumnya, akan memberi peluang untuk meningkatnya populasi
jasad perusak tanaman. Karena keadaan ini merupakan lingkungan yang sesuai dan tersedianya
sumber makanan sepanjang musim bagi hama atau patogen. Untuk itu perlu pengaturan pola tanam
berupa pergiliran tanaman padi dengan tanaman palawija atau sayur-sayuran. Pergiliran tanaman
dapat juga dilakukan dengan melakukan pergiliran tingkat ketahanan tanaman padi. Pola tanam
tumpang sari dalam areal penanaman padi dengan tanaman lain bukan padi dapat pula dilakukan
untuk meningkatkan keragaman ekologi. Keadaan ini memungkinkan untuk berkembangnya
predator dari hama tanaman padi pada tanaman bukan padi.

Pemupukan.

Untuk meningkatkan hasil, petani cenderung melakukan pemupukan yang berlebihan, tindakan ini
tidak saja merupakan pemborosan, tetapi juga memberi peluang tanaman padi terinfeksi patogen
atau dirusak hama. Pemupukan nitrogen yang berlebihan pada tanaman padi gogo dan padi sawah
mengakibatkan tanaman rentan terhadap infeksi penyakit blas dan bercak daun coklat
Meningkatnya populasi hama penggerek batang dan wereng coklat dilaporkan ada hubungannya
dengan tingginya dosis pupuk nitrogen yang diberikan. Untuk menentukan kebutuhan nitrogen
tanaman padi dianjurkan menggunakan bagan warna daun, sehingga pemberian pupuk sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Sedangkan pemberian pupuk yang mengandung unsur silika (Si),
Kalium (K) dan Calsium (Ca) dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap berbagai hama dan
patogen

4. Pengendalian Hama dan Penyakit dengan secara Biologi


Penggunaan musuh alami serangga hama berupa predator dan parasitoid (parasit serangga hama )
telah lama dilakukan, tetapi keberhasilanya belum optimal, dan pada umumnya digunakan untuk
pengendalian hama, sedangkan untuk pengendalian penyakit masih belum banyak dilakukan.

Predator serangga hama adalah mahluk hidup yang secara aktif memangsa serangga hama. Pada
umumnya ukuran predator lebih besar dari serangga hama. Parasitoid ( parasit serangga hama )
adalah mahluk hidup / agensia hidup dalam melakukan siklus hidupnya dengan memanfaatkan
serangga hama baik secara langsung maupun melalui telur serangga hama ( pasitoid telur ).
Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil dari serangga hama walaupun tidak seratus persen.
Parasitoid akan masuk kedalam tubuh serangga hama dan berkembang biak didalam tubuh serangga
tersebut.

Penggunaan predator berupa laba-laba dan jamur Metarizium untuk pengendalian wereng coklat
telah dilaporkan tingkat keberhasilannya, tetapi keberhasilan tersebut masih dalam tingkat
penelitian di laboratorium atau dirumah kaca. Sedangkan dilapangan belum mencapai
keberhasilan yang optimal, karena berbagai faktor yang menghalangi perkembangan predator
dan parasitoid tersebut.

Misalnya parasitoid yang berupa mikro organisme sangat rentan terhadap perubahan faktor iklim.
Sehingga kehidupannya akan cepat terganggu jika terjadi perubahan suhu atau kelembaban udara.
Demikian juga serangga parasitoid yang menempatkan telurnya pada inangnya berupa hama
tanaman. Efektifitasnya akan terlihat jika populasi hama tanaman

Pengendalian secara Biologi yang bisa dilakukan oleh petani adalah :


1. Menciptakan iklim micro yang lebih mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari musuh

alami hama di lahan pertaniannya.

2. Menanam tanaman dengan varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit
3. Melakukan pola bercocok tanam yang menguntungkan bagi musuh alami misalnya dengan

tumpang sari, atau melakukan bera terhadap tanah garapan dan cara- cara yang lain. 4.

Melakukan pengendalian hama secara fisik terlebih dahulu sebelum memutuskan

menggunakan pestisida.

5. Pilih Pestisida alami / Pestisida Nabati terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk

menggunakan pestisida kimia, karena pestisida alami / Pestisida nabati biasanya lebih ramah

terhadap musuh alami hama, dan mematikan terhadap hamanya.


6. Apabila melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida maka pilihlah pestisida

yang selektif hanya membunuh serangga hamanya saja, dan dampak pestisida tersebut

berdapak negatif sedikit pada musuh alami serangga hama.

7. Mengembangbiakkan musuh alami hama. Cara ini membutuhkan ketrampilan dan keahlian

khusus, karena berdasarkan pengalaman kami, musuh alami hama akan berkembang di alam

tetapi pada saat dibiakkan secara invitro maupun invivo dalam rumah kaca akan mengalami

kesulitan- kesulitan.

Kira kira hal hal tersebut diatas yang bisa dilakukan oleh petani dalam upaya mengendalihan hama
dan penyakit secara biologi. Dan apabila ada cara lain yang menurut anda lebih efektiv mohon kami
diberi tahu melalui email.

5.Pengendalian Hama dan Penyakit dengan cara Kimiawi


Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit sangat jelas tingkat
keberhasilannya. Penggunaan pestisida kimia merupakan usaha pengendalian yang kurang
bijaksana, jika tidak dikuti dengan tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat
jenis dan tepat konsentrasi. Keadaan ini yang sering dinyatakan sebagai penyebabkan peledakan
populasi suatu hama . Karena itu penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama dan
patogen perlu dipertimbangkan, dengan memperhatikan tingkat serangan, ambang ekonomi,
pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia dan hewan.

Tips-Tips menggunakan dan memilih Pestisida Kimia dalam mengendalikan Hama atau
penyakit : 1. Kenali dulu Gejala pada tanaman hal ini sangat penting untuk menentukan
penyebab kerusakan pada tanaman. Apakah kerusakan pada tanaman disebabkan oleh hama
atau gejala yang timbul adalah penyakit. Apabila serangga hama maka semprot dengan
Insektisida tetapi kalau gejala adalah penyakit maka perlu pengamatan lebih lanjut
penyebabnya. Apa karena jamur atau bakteri atau karena micro organisme; Apabila kerusakan
karena jamur maka gunakan Fungisida dan apabila kerusakan kerena bekteri maka gunakan
bakterisida demikian juga seterusnya
2. Dalam memilih pestisida tanyakan kepada pelayan toko mengenai tipe dari pestisida tersebut ?
apakah racun kontak- racun pernafasan -racun lambung atau racun yang bersifat sistemik.

Apabila populasi hama dapat dilihat secara fisik / keberadaan hama ada di tanaman maka pilih
pestisida yang bersifat racun kontak atau racun pernafasan karena racun ini akan segera membutuh
hama apabila bahan aktif pestisida bersangkutan terkena secara fisik pada bagian tubuh hama.
Tipe Pestisida racun kontak dan racun pernafasan akan efektif apabila bahan aktif terkena/
terhirup oleh serangga hama.

Apabila hama tanaman tidak tampak secara fisik/ sedang sembunyi / aktifnya pada malam hari dan
tidak memungkinkan bagi petani melakukan penyemprotan pada malam hari maka lihatlah gejala
yang tampak apakah bagian tanaman terlihat rusak secara fisik seperti adanya gigitan serangga hama
atau tidak. hal ini untuk mengetahui tipe alat mulut dari serangga hama perusak tanaman. Apabila
serangga hama memiliki tipe alat mulut menggit dan mengunyah maka pilih Pestisida dengan tipe
racun lambung. Dan apabila serangga hama memiliki alat mulut yang bertipe mencucuk dan
menghisap seperti golongan kutu- wereng- walang sangit- apis dll maka gunakanlah Pestisida dengan
tipe racun Sistemik. karena bahan aktif akan masuk kedalam jaringan tanaman sehingga apabila
serangga yang bersangkutan menghisap cairan tanaman maka bahan aktif akan juga terhidap oleh
serangga hama dan serangga hama bersangkutan akan mati karena bahan aktif tersebut.

c. Langkah-langkah umum pengendalian


Secara umum, langkah-langkah PHT yang perlu dilakukan pada musim kemarau dititik beratkan
untuk keberhasilan pengendalian hama tikus dengan cara sebagai berikut:

1. Tanam serempak pada hamparan minimal 40 hektar


2. Pemberdayaan kelompok tani, minimal kelompok tani sehamparan untuk menerapkan paket

PHT pengendalian tikus, dimulai dari saat pratanam sampai fase primordia.

3. Persiapan lahan dan bahan untuk pengendalian tikus dengan sistem perangkap bubu (SPB)

atau perangkap bubu linier (SPBL).

4. Meningkatkan koordinasi antar petani dan aparat terkait agar pengendalian tikus dapat

terlaksana dengan baik.


Sedangkan aspek yang perlu diperhatikan dalam mengendalikan hama dan penyakit pada musim
hujan, mencakup:
1 Tidak melakukan penanaman di luar jadual.
2 Penggunaan varietas tahan sesuai dengan biotipe/ras patogen.
3 Memantau perkembangan terutama hama wereng coklat, penggerek batang, penyakit tungro,

dan penyakit hawar daun bakteri.

4 Apabila perkembangan hama dan penyakit telah melebihi ambang kendali perlu dilakukan

pengendalian dengan pestisida yang tepat.

REFERENSI
1. Horsfall, J. G. And Ellis, B. C. 1977. Plant disease an advanced treatise. How disease is managed.
Vol I. Academic Press New York, San Francisco, London.
2. Makarim, A.K., I.N. Widiarta, Hendarsih, S., dan S. Abdulrachman. 2003. Petunjuk Teknis
Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu.
Departemen Pertanian;
3. Semangun H. 1990. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai