Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, langkah
yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Menurut Budi Santoso
(2011) dalam Training Need Assesment ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Menggali informasi langsung dari sasaran melalui diskusi kelompok yang terfokus.
Dalam diskusi ditanyakan apa masalah yang dihadapi, pengetahuan atau keterampilan
yang dibutuhkan dan apakah perlu ada atau diselenggarakannya pelatihan.
2. Menggali informasi melalui kegiatan PRA (Participatory Rural Appraisal).
Dilanjutkan dengan rencana-rencana peningkatan kegiatan kelompok sasaran, dengan
itu dapat diperoleh informasi kebutuhan pelatihan yang berasal dari kelompok sasaran
sendiri.
3. Menggali informasi melalui wawancara dengan beberapa tokoh (key informan) dari
kelompok sasaran, disertai dengan pengamatan langsung terhadap kondisi di lapangan
(kondisi kelompok sasaran).
4. Penelitian konvensioanl yang dilakukan oleh ahli atau pihak lain. Melalui penelitian
terhadap kelompok sasaran yang mencangkup tingkat pengetahuan dan tingkat
keterampilan kelompok sasaran dalam melakukan usahanya yang berkaitan dengan
isu tertentu dapat diperoleh mengenai informasi kebutuhan pelatihan. Informasi dari
hasil penelitian ini masih perlu dikonsultasikan dengan kelompok sasaran tersebut
untuk memperoleh kepastian pelatihan yang diperlukan.
Untuk melaksanakan sebagaimana yang tertera diatas, ada metode yang dapat
dipergunakan untuk mengumpulkan dan menghimpun informasi serta data untuk
identifikasi kebutuhan pelatihan. Metode-metode tersebut antara lain adalah:
1. Survei
Dari survei dapat diperoleh data yang kemudian dibuat tabulasinya. Keuntungan
penggunaan metode ini adalah dapat diterapkan pada populasi yang besar, cara yang
mudah dalam memperoleh feedback, bias dapat diminimumkan dan mengisi
kuesioner relative mudah.
2. Observasi umum
Observasi sangat baik digunakan jika terdapat keterbatasan sumber daya dan jika
kelompok atau proses yang akan diobservasi terlalu besar dan kompleks. Observasi
hendaknya dilakukan oleh orang yang terlatih dalam teknik observasi dan juga yang
mengenal prosedur atau proses yang diobservasi.
3. Wawancara
Wawancara dapat ditunjukan untuk mengetahui valid tidaknya umpan balik tertulis
yang diperoleh dari survey. Wawancara dapat menyediakan informasi tambahan
berkaitan dengan hal yang sedang diidentifikasi.
4. Focus Group Discussion
Biaya penyelenggaraan besar namun kelompok menyediakan informasi yang berguna
sebagai dasar investigasi lebih lanjut melalui survey atau wawancara.
Bebarapa elemen penting yang dapat dipertimbangkan dalam melakukan identifikasi kebutuhan
pelatihan adalah:
4. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema
atau materi pelatihan.
5. Memastikan bahwa masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya
pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap tertentu bukan oleh alasan-alasan lain
yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan.
6. Memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan meningat bahwa sbuah
pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.
1. Supply-Led Approach
Menekankan pada pentingnya peran pelatih dalam menentukan kebutuhan pelatihan.
Secara tradisional, pelatih bertanggung jawab untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
lingkup penilaian yang dapat mencakup berbagai tingkat organisasi.
2. Demand-Led Approach
Didasarkan pada orientasinya, yaitu orientasi bisnis dan orientasi proses. Pendekatan
orientasi bisnis merupakan pendekatan dimana puncak harus mempunyai komitmen
untuk melakukan investasi dalam pelatihan, karena investasi penting bagi kesuksesan
bisnis. Orientasi proses bertujuan mengenalkan pada proses-proses kerja yang baru
dan dapat diterapkan secara efektif dan efisien.
3. Trainee-centered Approach
Berpusat pada peserta pelatihan, ditandai dengan bottom-up dan dorongan
pengembangan diri, ditandai dengan penekanan pada individu. Pendekatan ini kurang
mendapat respons dari organisasi karena organisasi lebih berkonsentrasi pada
efektifitas organisasi daripada efektifitas individu (Sulistyohadi, 2006) dalam
(Kaswan, 2011)
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kebutuhan pelatihan adalah selisih/gap antara
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan/diminta dengan pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh seseorang atau lembaga serta selisih/gap antara kondisi
yang diminta dengan kondisi yang telah dicapai.
Dengan analisa ini, maka akan diketahui adanya selisih/gap dari kebutuhan. Gap inilah
yang menjadi dasar ditetapkannya program pelatihan. Artinya, pelatihan yang dilakukan
didasarkan pada kebutuhan bukan pada pemenuhan semata adanya pelatihan.
Proses pelatihan akan berjalan lebih optimal jika diawai dengan analisis kebutuhan
pelatihan yang tepat. Ada tiga jenis analisi kebutuhan pelatihan yang bisa dijadikan sebagai alat
untuk menilai kebutuhan pelatihan, yakni: task-based analysis, person/individu-based analysis,
dan organizational-based analysos (Cascio, 1992; Schuler, 1993) dalam Budi Santoso (2011).
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Dalam analisis ini dapat ditanyakan seputar visi misi organisasi, faktor apa yang
menghambat pencapaian visi dan misi serta apa yang harus ditingkatkan dalam
pencapaian visi misi organisasi. Analisis di tingkat ini berusaha mengetahui apa tujuan
yang ingin dicapai oleh kelompok/organisasi dan juga apakah ada cukup sumber daya di
dalam kelompok/organisasi untuk memastikan bahwa perbaikan yang ingin dicapai dapat
terjadi.
Menurut Irwin Goldstein (dalam Werner dan DeSimone,2006) dalam (Kaswan, 2011)
analisis organisasi mengidentifikasi:
a. Tujuan Organisasi
b. Sumber daya Organisasi
c. Iklim Organisasi
d. Kendala Lingkungan
Refrensi:
https://id.scribd.com/document/399623566/Persiapan-Penyelenggaraan-Diklat-Dari-Segi-
Edukatif
https://bkpsdm.bulelengkab.go.id/artikel/upaya-peningkatan-mutu-diklat-melalui-
kegiatan-analisis-kebutuhan-diklat-akd-21