Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LEGAL DAN ETIS KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

1. JULIA ESTERLIN
2. JUNIA EKA ALVIA
3. SRI ANTUKE
4. JULIANTI ABDULLAH
5. MUH. DAIFULLAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MUHAMMADIYAH MANADO

PRODI S1 KEPERAWATAN

T/A 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas
karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya kami bisa menyelesaikan
makalah legal dan etis keperawatan jiwa. Tidak lupa shawalat serta salam tercurahkan bagi
Baginda Agung Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Adapun penulisan makalah bertema legal dan etis keperawatan jiwa ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa 1. Kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah mendukung serta membantu penyelesaian makalah. Harapannya, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat
dan kesalahan. Meskipun demikian, kami terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah.

Wassalamualaikum wr.wb

Manado, 15 juni 2020

Kelompok I
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud
kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik
maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk
peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
American nurse’s association mendefenisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Asuhan yang kompeten.
B. Tujuan
1 Untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Jiwa
2 Mahasiswa dapat memahami tentang Konteks Legal Etik dalam Asuhan Keperawatan Jiwa

C. Manfaat
1 Meningkatkan pemahaman perawat terhadap hak-hak pasien dan hak legal perawat.
2 Sebagai dasar dalam mengembangkan ilmu keperawatan jiwa.
3 Mengetahui keterkaitan keperawatan jiwa tentang konteks legal etik dalam asuhan
keperawatan jiwa.
4 Sebagai landasan dalam melakukan penelitian baik klinik dan preklinik
BAB II

PEMBAHASAN

Pertimbangan Legal Dan Etik Klien psikiatri memiliki hak legal, sama seperti klien ditempat


lain. Isu legal dan etik yang dibahas pada bagian ini terutama berkaitan dengan topik klien yang
menunjukkan sikap bermusuhan dan agresif, tetapi berlaku untuk semua klien di lingkungan
kesehatan jiwa.

A. Hospitalisasi Involunter
Kebanyakan klien masuk ke tempat rawat inap atas dasar sukarela. Hal ini berarti mereka ingin
mencari terapi dan setuju dirawat di rumah sakit. Akan tetapi, beberapa klien tidak mau dirawat
di rumah sakit dan diobati. Keinginan mereka dihargai kecuali mereka berbahaya bagi diri
mereka sendiri atau orang lain (misalnya : mereka mengancam atau berupaya bunuh diri atau
membahayakan orang lain). Klien yang dirawat di rumah sakit di luar kemauan mereka dengan
kondisi seperti ini dimasukkan ke rumah sakit untuk perawatan psikiatri sampai mereka tidak
lagi berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Setiap negara bagian memiliki hukum
yang mengatur proses komitmen sipil, tetapi sama di setiap Negara bagian. Seseorang dapat
ditahan di fasilitas psikiatri selama 48 sampai 72 jam karena keadaan darurat sampai dapat
dilakukan pemeriksaan untuk menentukkan apakah klien harus dimasukkan ke fasilitas psikiatri
untuk menjalani terapi selama periode waktu tertentu. Banyak negara bagian memiliki hukum
yang sama, yang mengatur komitmen klien dengan masalah penyalahgunaan zat yang
membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain ketika di bawah pengaruh zat. Komitmen sipil
atau hospitalisasi involunter mengurangi hak klien untuk bebas atau meninggalkan rumah sakit
ketika ia menginginkannya. Hak klien yang lain tetap utuh.

B. Keluar dari Rumah Sakit
Klien yang masuk rumah sakit secara sukarela memiliki hak untuk meninggalkan rumah sakit
jika mereka tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain. Klien dapat menandatangani suatu
permintaan tertulis untuk pulang dan keluar dari rumah sakit tanpa saran medis jika mereka tidak
berbahaya. Apabila klien yang masuk rumah sakit secara sukarela yang berbahaya bagi dirinya
sendiri atau orang lain menandatangani surat permintaan untuk pulang, psikiater dapat
mengajukan komitmen sipil untuk menahan klien terhadap keinginannya sampai dapat dilakukan
pemeriksaan untuk memutuskan hal tersebut. Selama berada di rumah sakit, klien tersebut
minum obat-obatan dan membaik cukup cepat sehingga ia memenuhi syarat untuk pulang ketika
ia tidak lagi berbahaya. Beberapa klien berhenti minum obat-obatan setelah pulang dari rumah
sakit dan kembali mengancam, agresif, atau berbahaya. Klinisi kesehatan jiwa semakin
bertanggung jawab secara hukum untuk tindak kriminal klien tersebut, yang meningkatkan
perdebatan tentang komitmen sipil yang luas untuk klien yang berbahaya. Studi yang di lakukan
Weinberger et al. (1998) menunjukkan bahwa pengadilan menerima kurang dari 50% petisi
profesional kesehatan jiwa untuk komitmen sipil yang luas pada klien psikiatri yang berbahaya.
Perhatian pengadilan adalah klien psikiatri memiliki hak sipil dan tanpa alasan yang kuat tidak
boleh ditahan di rumah sakit jika mereka tidak menginginkannya ketika mereka tidak lagi
berbahaya. Masyarakat menentang dengan menuntut bahwa mereka patut dilindungi dari
individu yang berbahaya, yang memiliki riwayat tidak mengkonsumsi obat-obatan sehingga
dapat menjadi ancaman bagi masyarakat.

C. Hak-hak Klien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan kepada semua orang, kecuali
hak untuk meninggalkan rumah sakit dalam kasus komitmen involunter. Klien memiliki hak
untuk menolak terapi, mengirim dan menerima surat yang masih tertutup, dan menerima atau
menolak pengunjung. Setiap larangan ( misalnya : surat, pengunjung, pakaian) harus ditetapkan
oleh pengadilan atau instruksi dokter untuk alasan yang dapat diverifikasi dan didokumentasikan.
Contohnya sebagai berikut :
• Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan menyimpan ikat pinggang, tali sepatu,
atau gunting, karena benda tersebut dapat digunakan untuk membahayakan dirinya.
• Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang dikunjungi orang tersebut
selama suatu periode waktu.
• Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon diizinkan menelepon
hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.

Hak-hak Pasien Berdasarkan American Hospital Association (1992) :
1. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan perawatan yang penuh rasa hormat dan perhatian.
2. Pasien memiliki hak dan dianjurkan untuk memperoleh informasi yang dapat dipahami,
terkini, dan relevan tentang diagnosa, terapi, dan prognosis dari dokter dan pemberi perawatan
langsung lainnya.
3. Pasien memiliki hak untuk membuat keputusan tentang rencana perawatan sebelum dan
selama proses terapi dan menolak terapi yang direkomendasikan atau rencana perawatan sejauh
yang diperbolehkan oleh hukum dan kebijakan rumah sakit dan diinformasikan tentang
konsekuensi medis tindakan ini. Bila pasien menolak terapi, pasien berhak memperoleh
perawatan dan pelayanan lain yang tepat, yang disediakan rumah sakit, atau dipindahkan ke
rumah sakit lain. Rumah sakit harus memberi tahu pasien tentang setiap kebijakan yang dapat
memengaruhi pilihan pasien di dalam institusi tersebut.
4. Pasien memiliki hak untuk meminta petunjuk lanjutan tentang terapi ( misalnya living will,
perwalian perawatan kesehatan, atau menunjuk pengacara untuk mengatur perawatan kesehatan
selama waktu tertentu), dengan harapan bahwa rumah sakit akan menerima maksud petunjuk
tersebut sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan kebijakan rumah sakit.
5. Pasien memiliki hak terhadap setiap pertimbangan privasi. Diskusi kasus, konsultasi,
pemeriksaan, dan terapi harus dilaksankan agar privasi setiap pasien terlindungi.
6. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa semua komunikasi dan catatan yang berhubungan
dengan perawatannya akan dijaga kerahasiannya oleh rumah sakit, kecuali pada kasus seperti
kecurigaan tentang penganiayaan dan bahaya kesehatan masyarakat, ketika pelaporan kasus
tersebut diizinkan atau diwajibkan oleh hukum. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa
rumah sakit akan menegaskan kerahasiaan informasi ini ketika memberi tahu pihak lain yang
berhak meninjau informasi dalam catatan tersebut.
7. Pasien memiliki hak untuk meninjau catatan yang berhubungan dengan perawatan medisnya
dan meminta penjelasan atau interpretasi informasi sesuai kebutuhan, kecuali jika dilarang oleh
hukum.
8. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa dalam kapasitas dan kebijakannya, rumah sakit
akan merespon dengan baik permintaan pasien untuk memperoleh perawatan dan pelayanan
yang tepat dan diindikasikan secara medis.
9. Pasien memiliki hak untuk bertanya dan diinformasikan tentang adanya hubungan bisnis
antara rumah sakit, institusi pendidikan, pemberi perawatan kesehatan lain, atau pihak pembayar
yang dapat memengaruhi terapi dan perawatan pasien.
10. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak partisipasi dalam studi penelitian yang
diajukan atau eksperimen pada manusia yang memengaruhi perawatan dan terapi atau
memerlukan keterlibatan pasien secara langsung, dan meminta penjelasan sepenuhnya tentang
studi tersebut sebelum memberi persetujuan. Pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam
penelitian atau eksperimen tetap berhak mendapat perawatan yang paling efektif, yang dapat
diberikan rumah sakit.
11. Pasien memiliki hak untuk menharapkan kontinuitas perawatan yang layak jika tepat dan
mendapat informasi dan dokter dan pemberi perawatan lain tentang pilihan perawatan pasien
yang realistis dan tersedia ketika perawatan rumah sakit tidak lagi tepat.
12. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang kebijakan dan praktik di rumah sakit
yang berhubungan dengan perawatan pasien, terapi, dan tanggung jawab. Pasien memiliki hak
untuk mendapat informasi tentang sumber yang tersedia untuk mengatasi perselisihan, keluhan,
dan konflik, misalnya komite etik, perwakilan pasien, dan mekanisme lain yang tersedia di
instusi. Pasien memiliki hak mendapat informasi tentang biaya rumah sakit untuk pelayanan
yang diberikan dan metode pembayaran yang digunakan.

Hak pasien jiwa secara umum (Stuart & Laraia, 2001) :
• Hak untuk berkomunikasi dengan orang lain di luar RS dengan berkorespondensi, telepon dan
mendapatkan kunjungan
• Hak untuk berpakaian
• Hak untuk beribadah
• Hak untuk dipekerjakan apabila memungkinkan
• Hak untuk menyimpan dan membuang barang
•Hak untuk melaksanakan keinginannya
•Hak untuk memiliki hubungan kontraktual
•Hak untuk membeli barang
•Hak untuk pendidikan
•Hak untuk habeas corpus
•Hak untuk pemeriksaan jiwa atas inisiatif pasien
•Hak pelayanan sipil
•Hak mempertahankan lisensi hukum; supir, lisensiprofesi
•Hak untuk memuntut dan dituntut
•Hak untuk menikah dan bercerai
•Hak untuk tidak mendapatkan restrainmekanik yang tidak perlu
•Hak untuk review status secara periodik
•Hak untuk perwalian hukum
•Hak untuk privasi
• Hak untuk informend consent
• Hak untuk menolak perawatan
D. Konservator
Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan proses yang terpisah dari komitmen
sipil. Individu yang mengalami disabilitas berat terbukti tidak kompeten tidak dapat
menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi diri mereka sendiri walaupun sumber-
sumber tersedia dan tidak dapat bertindak sesuai keinginan mereka sendiri, dapat memerlukan
pengangkatan seorang konservator. Pada kasus ini, pengadilan menunjuk seseorang untuk
bertindak sebagai pelindung hukum. Petugas ini memiliki banyak tanggung jawab untuk individu
tersebut, seperti memberi persetujuan tindakan, menulis cek, dan membuat kontrak. Klien yang
memiliki pelindung hukum tidak lagi memiliki hak untuk membuat kontrak atau persetujuan
hukum (misal, pernikahan atau penggadaian) yang memerlukan tanda tangan : hal ini
mempengaruhi banyak aktivitas sehari-hari yang kita anggap benar. Karena konservator atau
pelindung hukum berbicara atas nama klien, perawat harus mendapat persetujuan atau izin dari
konservator klien.

E.Lingkungan yang Kurang Restriktif
Klien memiliki hak untuk menjalani terapi di lingkungan yang kurang restriktif yang tepat untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini berarti bahwa klien tidak harus dirawat di rumah sakit jika
ia dapat diobati di lingkungan rawat jalan atau group home. Hal ini juga berarti bahwa klien
harus bebas dari restrein atau seklusi kecuali hal tersebut dibutuhkan.
Restrein adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa izin individu tersebut,
untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat menggunakan tenga manusia,
alat mekanis atau kombinasi keduanya. Restrein dengan tenaga manusia terjadi ketika anggota
staf secara fisik mengendalikan klien dan memindahkannya ke ruang seklusi. Restrein mekanis
adalah peralatan, biasanya restrein pada pergelangan kaki dan pergelangan tangan, yang
diikatkan ke tempat tidur untuk mengurangi agresi fisik klien, seperti memukul, menendang, dan
menjambak rambut.
Seklusi adalah pengurungan involunter individu dalam ruangan terkunci yang dibangun secara
khusus serta dilengkapi dengan jendela atau kamera pengaman untuk memantau klien secara
langsung (JCAHO, 2000). Ruangan tersebut sering kali dilengkapi dengan tempat tidur yang
diikatkan ke lantai dan sebuah kasur untuk keamanan. Setiap benda tajam atau berpotensi
berbahaya seperti pena, kacamata, ikat pinggang, dan korek api dijauhkan dari klien sebagai
tindakan kewaspadaan keselamatan. Seklusi membuat stimulasi berkurang, melindungi orang
lain dari klien, mencegah perusakan properti, dan memberi privasi kepada klien.
Tujuan seklusi ialah memberi klien kesempatan untuk memperoleh kembali pengendalian diri
secara fisik dan emosional.
Perawat juga harus menawarkan dukungan kepada keluarga klien. Keluarga mungkin marah atau
malu ketika klien direstrein atau diseklusi. Penting untuk memberi penjelasan yang menyeluruh
dan cermat tentang perilaku klien dan penggunaan restrein atau seklusi selanjutnya. Akan tetapi,
apabila klien adalah orang dewasa, diskusi tentang hal ini memerlukan persetujuan pemberian
informasi yang ditanda tangani. Pada kasus anak-anak, persetujuan yang ditanda tangani tidak
diperlukan untuk menginformasikan orang tua atau pelindung tentang penggunaan restrein atau
seklusi. Dengan memberi informasi kepada keluarga dapat membantu menghindari kesulitan
legal atau etik dan membuat keluarga tetap terlibat dalam terapi klien.

Hirarki Dalam Membatasi Pasien Jiwa (Stuart & Laraian, 2001) :
Pembatasan bisa dalam makna dibatasi secara fisik atau dibatasi pilihannya. Hirarki dari yang
paling restriktif ke yang kurang restriktif.
• Ekstrimitas tubuh
• Batasan ruang gerak ( kamar isolasi)
• Batasan dalam aktivitas sehari-hari, misal acara TV, waktu merokok, komunikasi
• Aktivitas yang bermakna, misal akses untuk ikut rekreasi
• Pilihan perawatan
• Kontrol sumber keuangan
• Ekspresi verbal dan emosional
F. Kewajiban untuk Memperingatkan Pihak Ketiga
Satu pengecualian terhadap hak klien dalam kerahasiaan ialah kewajiban untuk memperingatkan,
yang didasarkan pada keputusan Pengadilan Tinggi California, dalam Tarasoff vs. Regents of the
University of California. Akibat keputusan ini ialah klinisi kesehatan jiwa berkewajiban untuk
memperingatkan pihak ketiga yang dapat diidentifikasi tentang ancaman yang dilakukan
seseorang walaupun ancaman tersebut didiskusikan selama sesi terapi, yang sebaliknya
dilindungi oleh pihak istimewa.
Klinisi harus mengajukan empat pertanyaan untuk menentukan apakah terdapat kewajiban untuk
memperingatkan (Felthous, 1999) :
•  Apakah klien berbahaya bagi orang lain ?
•  Apakah bahaya tersebut akibat gangguan jiwa serius ?
•  Apakah bahaya tersebut segera terjadi ?
• Apakah bahaya tersebut ditargetkan pada korban yang dapart diidentifikasi ?
Misalnya, jika seorang pria dimasukkan ke fasilitas psikiatri karena ia bermaksud membunuh
istrinya, ada suatu kewajiban yang jelas untuk memperingatkan istrinya. Akan tetapi, jika
individu paranoid yang masuk fasilitas psikiatri mengatakan, “ Saya akan menangkap mereka
sebelum mereka menangkap saya” tetapi tidak memberikan informasi lain, tidak ada pihak ketiga
spesifik yang diperingatkan. Keputusan tentang kewajiban untuk memperingatkan pihak ketiga
biasanya dibuat oleh psikiater, atau dilingkungan rawat jalan, keputusan dibuat oleh ahli terapi
kesehatan jiwa yang berkualifikasi.

G. Peran Legal Perawat
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:
1. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
2. Perawat sebagai pekerja
3. Perawat sebagai Negara.
Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini. Penilaian
keperawatan propsesinal memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan
keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan, dan alternative yang mungkin
dilakukan perawat.
Masalah Legal Dalam Praktek Keperawatan
• Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yg memadai tidak tersedia standar praktek
dan tidak ada kontrak kerja.
• Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri dan melindungi hak-
hak pasien dan memahami batas legal yang mempengaruhi praktek keperawatan.
• Pedoman legal Undang-undang praktek, peraturan Kep Men Kes No 1239 dan Hukum adat.

H. Pertanggung Jawaban Pidana Terkait Dengan Kondisi Jiwa Seseorang
• Tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang diduga memiliki kelainan jiwa perlu
mendapatkan penyelididkan dari seorang ahli kesehatan jiwa ( Visum et repertum psikiatrikum;
VER)
• Argumen yang menyebutkan bahwa seseorang yang didakwa melakukan tindakan kriminal
dianggap tidak bersalah karena orang tersebut tidak bisa mengontrol perbuatannya atau tidak
mengerti perbedaan antara benar dan salah yang dikenal sebagai Peraturan M’Naghten.
• Saat orang tersebut memenuhi kriteria, dia dapat dinyatakan tidak bersalah karena mengalami
gangguan jiwa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

• Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada institusi, sikap
keluarga dan teman, respons staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit, tabel
memperlihatkan karakteristik yang membedakan dua jenis penerimaan masuk rumah sakit jiwa:
sukarela dan paksaan.
• Hak-hak pasien mencakup hak untuk menerima dan menolak terapi, terlibat dalam rencana
keperawatan, menolak berpartisipasi dalam penelitian, serta pengunjung, surat, dan telepon tidak
dibatasi.
• Penggunaan seklusi dan restrein termasuk dalam domain hak pasien untuk lingkungan yang
kuran restriktif. Penggunaan jangka pendek restrein dan seklusi diizinkan hanya jika klien
terlihat akan melakuan tindakan agresif dan berbahaya bagi dirinya dan orang lain.
• Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal, yaitu Perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan, Perawat sebagai pekerja, dan Perawat sebagai warga Negara.
DAFTAR PUSTAKA

• http://nuryantinoviana.wordpress.com/2010/05/15/prinsip-asuhan-keperawatan-jiwa/
• Vidbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Psychiatric mental health nursing.
Jakarta : EGC.
• Stuart, Gail W.2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
• Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai