Anda di halaman 1dari 5

TUGAS RESUME

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

LEGAL DAN ETIK DALAM KONTEKS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DOSEN PENGAMPU:

Amalia Kusumaningsih.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH:

TITIS EKA SETIYANINGSIG (213210052)

SEMESTER 3 KELAS B

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2023
KONSEP DAN LEGAL ETIK KEPERAWATAN JIWA

A.Definisi

Legal adalah suatu yang dianggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus

Besar Bahasa Indonesia) (Ermawati, 2015). Etika keperawatan jiwa adalah nilai-nilai
dan prisip-prisip yang diyakini oleh profesi keperawatan dalam melaksanakan
tugasnya yang berhubungan dengan pasien, masyarakat, teman sejawat maupun
dengan organisasi propesi, serta pengaturan praktik dalam keperawatan itu sendiri
(Barger dan Wiliams, 1999). Etika keperawatan merupakan suatu dalam melaksanakan
prakktik keperawatan, tidak terkecuali keperawatan jiwa. Keputusan dan tindakan
perawat psikiarti kepada klien dibedakan oleh apa yang dinamakan dengan ethical
manner (cara yang sesuai denagan etik) (Ermawati, 2015).

Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan dalamm


mepertahankan dan meningkatkan standar pofesi. Kode etik menunjukkan bahwa
tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat telah diterima oleh professi (Kelly,
1987). Dalam keperawatan kode etik tersebut bertujuan sebagai penghubung antara
perawat dengan tenaga medis, klien, dan tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta
kolaborasi yang maksimal. Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar atau salah
dan tindakan apa yang akan dilakukan. Etika keperawatan merefleksikan bagaimana
seharusnya perawat berperilaku, apa yang harus dilakukan perawat terhadap kliennya
dalam memberikan pelayanan keperawatan kritis. Perawat professional tentu saja
memahami kode etik atau aturan yang harus dilakukan, sehingga dalam melakukan
suatu tindakan keperawatan mampu berpikir kritis untuk memberikan pelayanan
asuhan keperawatan sesuai prosedur yang benar tanpa ada kelalaian.

Pertimbangan Legal dan Etik Klien psikiatri memiliki hak legal, sama seperti klien
ditempat lain. Isu legal dan etik yang dibahas pada bagian ini terutama berkaitan
dengan topik klien yang menunjukkan sikap bermusuhan dan agresif, tetapi berlaku
untuk semua klien di lingkungan kesehatan jiwa.

B. HospitalisasiInvolunter

Kebanyakan klien masuk ke tempat rawat inap atas dasar sukarela. Hal ini berarti
mereka ingin mencari terapi dan setuju dirawat di rumah sakit. Akan tetapi, beberapa
klien tidak mau dirawat di rumah sakit dan diobati. Keinginan mereka dihargai kecuali
mereka berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain (misalnya : mereka
mengancam atau berupaya bunuh diri atau membahayakan orang lain). Klien yang
dirawat di rumah sakit di luar kemauan mereka dengan kondisi seperti ini dimasukkan
ke rumah sakit untuk perawatan psikiatri sampai mereka tidak lagi berbahaya bagi diri
mereka sendiri atau orang lain. Setiap negara bagian memiliki hukum yang mengatur
proses komitmen sipil, tetapi sama di setiap Negara bagian. Seseorang dapat ditahan di
fasilitas psikiatri selama 48 sampai 72 jam karena keadaan darurat sampai dapat
dilakukan pemeriksaan untuk menentukkan apakah klien harus dimasukkan ke fasilitas
psikiatri untuk menjalani terapi selama periode waktu tertentu. Banyak negara bagian
memiliki hukum yang sama, yang mengatur komitmen klien dengan masalah
penyalahgunaan zat yang membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain ketika di
bawah pengaruh zat. Komitmen sipil atau hospitalisasi involunter mengurangi hak
klien untuk bebas atau,meninggalkan rumah sakit ketika ia menginginkannya. Hak
klien yang lain tetap utuh.

C. Keluar dari Rumah Sakit

Klien yang masuk rumah sakit secara sukarela memiliki hak untuk meninggalkan rumah
sakit jika mereka tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain. Klien dapat
menandatangani suatu permintaan tertulis untuk pulang dan keluar dari rumah sakit tanpa
saran medis jika mereka tidak berbahaya. Apabila klien yang masuk rumah sakit secara
sukarela yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain menandatangani surat
permintaan untuk pulang, psikiater dapat mengajukan komitmen sipil untuk menahan
klien terhadap keinginannya sampai dapat dilakukan pemeriksaan untuk memutuskan hal
tersebut. Selama berada di rumah sakit, klien tersebut minum obat-obatan dan membaik
cukup cepat sehingga ia memenuhi syarat untuk pulang ketika ia tidak lagi berbahaya.
Beberapa klien berhenti minum obat-obatan setelah pulang dari rumah sakit dan kembali
mengancam, agresif, atau berbahaya. Klinisi kesehatan jiwa semakin bertanggung jawab
secara hukum untuk tindak kriminal klien tersebut, yang meningkatkan perdebatan
tentang komitmen sipil yang luas untuk klien yang berbahaya. Studi yang di lakukan
Weinberger et al. (1998) menunjukkan bahwa pengadilan menerima kurang dari 50%
petisi profesional kesehatan jiwa untuk komitmen sipil yang luas pada klien psikiatri
yang berbahaya. Perhatian pengadilan adalah klien psikiatri memiliki hak sipil dan tanpa
alasan yang kuat tidak boleh ditahan di rumah sakit jika mereka tidak menginginkannya
ketika mereka tidak lagi berbahaya. Masyarakat menentang dengan menuntut bahwa
mereka patut dilindungi dari individu yang berbahaya, yang memiliki riwayat tidak
mengkonsumsi obat-obatan sehingga dapat menjadi ancaman bagi masyarakat.

D. Hak-hak Klien

Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan kepada semua orang,
kecuali hak untuk meninggalkan rumah sakit dalam kasus komitmen involunter. Klien
memiliki hak untuk menolak terapi, mengirim dan menerima surat yang masih tertutup,
dan menerima atau menolak pengunjung. Setiap larangan ( misalnya : surat, pengunjung,
pakaian) harus ditetapkan oleh pengadilan atau instruksi dokter untuk alasan yang dapat
diverifikasi dan didokumentasikan. Contohnya sebagai berikut :

1. Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan menyimpan ikat pinggang,
tali sepatu, atau gunting, karena benda tersebut dapat digunakan untuk membahayakan
dirinya.

2. Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang dikunjungi orang
tersebut selama suatu periode waktu.

3. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon diizinkan
menelepon hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.

E. Konservator

Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan proses yang terpisah dari
komitmen sipil. Individu yang mengalami disabilitas berat terbukti tidak kompeten tidak
dapat menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi diri mereka sendiri
walaupun sumber- sumber tersedia dan tidak dapat bertindak sesuai keinginan mereka
sendiri, dapat memerlukan pengangkatan seorang konservator. Pada kasus ini, pengadilan
menunjuk seseorang untuk bertindak sebagai pelindung hukum. Petugas ini memiliki
banyak tanggung jawab untukindividu tersebut, seperti memberi persetujuan tindakan,
menulis cek, dan membuat kontrak. Klien yang memiliki pelindung hukum tidak lagi
memiliki hak untuk membuat kontrak atau persetujuan hukum (misal, pernikahan atau
penggadaian) yang memerlukan tanda tangan : hal ini mempengaruhi banyak aktivitas
sehari-hari yang kita anggap benar. Karena konservator atau pelindung hukum berbicara
atas nama klien, perawat harus mendapat persetujuan atau izin dari konservator klien.

F. Lingkungan yang Kurang Restriktif

Klien memiliki hak untuk menjalani terapi di lingkungan yang kurang restriktif yang
tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini berarti bahwa klien tidak harus dirawat
di rumah sakit jika ia dapat diobati di lingkungan rawat jalan atau group home. Hal ini
juga berarti bahwa klien harus bebas dari restrein atau seklusi kecuali hal tersebut
dibutuhkan. Restrein adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa izin
individu tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat
menggunakan tenga manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya. Restrein dengan
tenaga manusia terjadi ketika anggota staf secara fisik mengendalikan klien dan
memindahkannya ke ruang seklusi. Restrein mekanis adalah peralatan, biasanya restrein
pada pergelangan kaki dan pergelangan tangan, yang diikatkan ke tempat tidur untuk
mengurangi agresi fisik klien, seperti memukul, menendang, dan menjambak rambut.
Seklusi adalah pengurungan involunter individu dalam ruangan terkunci yang dibangun
secara khusus serta dilengkapi dengan jendela atau kamera pengaman untuk memantau
klien secara langsung (JCAHO, 2000). Ruangan tersebut sering kali dilengkapi dengan
tempat tidur yang diikatkan ke lantai dan sebuah kasur untuk keamanan. Setiap benda
tajam atau berpotensi berbahaya seperti pena, kacamata, ikat pinggang, dan korek api
dijauhkan dari klien sebagai tindakan kewaspadaan keselamatan. Seklusi membuat
stimulasi berkurang, melindungi orang lain dari klien, mencegah perusakan properti, dan
memberi privasi kepada klien. Tujuan seklusi ialah memberi klien kesempatan untuk
memperoleh kembali pengendaliandiri secara fisik dan emosional.

Perawat juga harus menawarkan dukungan kepada keluarga klien. Keluarga mungkin
marah atau malu ketika klien direstrein atau diseklusi. Penting untuk memberi penjelasan
yang menyeluruh dan cermat tentang perilaku klien dan penggunaan restrein atau seklusi
selanjutnya. Akan tetapi, apabila klien adalah orang dewasa, diskusi tentang hal ini
memerlukan persetujuan pemberian informasi yang ditanda tangani.

G. Peran Legal Perawat

Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:

1. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

2. Perawat sebagai pekerja

3. Perawat sebagai warga Negara.

Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini.
Penilaian keperawatan propsesinal memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam konteks
asuhan keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan, dan alternative
yang mungkin dilakukan perawat. Masalah Legal Dalam Praktek Keperawatan

a. Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yg memadai tidak tersedia standar
praktek dan tidak ada kontrak kerja.

b. Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri dan
melindungi hak-hak pasien dan memahami batas legal yang mempengaruhi praktek
keperawatan. Pedoman legal Undang-undang praktek, peraturan Kep Men Kes No 1239
dan Hukum adat.

Anda mungkin juga menyukai