PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
A. Pengkajian
1. Anamnesis
pasien yang betujuan untuk mengetahui keluhan pasien dan tidakan terapi apa
autoanamnesis.
a. Anamnesis umum.
Dari anamesis umum diperoleh data sebagai berikut: (1) Nama: Ny. Sri
supianti, (2) Umur: 52 tahun, (3) Jenis kelamin: Perempuan, (4) Agama: Islam, (5)
23
24
b. Anamnesis khusus.
1) Keluhan utama
Keluahan utama pada kondisi Osteoathritis lutut ini adalah nyeri pada
kedua lutut terutama saat aktivitas berdiri kejongkok atau saat jongkok keberdiri ,
Berisi tentang keluhan utama yang dialami pasien yang meliputi riwayat
Dari anamsis sekitar 6 bulan yang lalu pasien merasakan nyeri pada lutut
dalam sisi luar nyeri timbul pada saat jongkok ke berdiri,berjalan dan naik turun
tangga serta pada saat diam nyeri berkurang. Kemumudian pasien berobat
kedokter umum. Dari dokter umum dirujuk ke fisioterapi RSUD kota purwokerto
Hipertensi.
5) Riwayat keluarga.
6) Riwayat pribadi
7) Anamnesis sistem.
Pada anamnesis ini diperoleh data sebagai berikut (1) kepala dan leher:
pasien tidak mengeluh pusing dan nyeri leher, (2) kardiovaskuler: tidak ada
keluhan jantung berdebar- debar tidak ada keluhan nyeri dada, (3) respirasi: tidak
ada keluhan sesak nafas dan batuk, (4) gastrointestinal: tidak ada keluhan mual-
mual, muntah, BAB lancar dan terkontrol, (5) urogenitalia: BAK normal dan
terkontrol, (6) muskuloskeletal: adanya rasa nyeri pada kedua lututnya yang
2. Pemeriksaan fisik.
Dari pemeriksaan vital sign diperoleh data, yaitu: (1) Tekanan darah:
130/80 mmHg, (2) Denyut nadi: 80 x/menit, (3) Pernapasan: 20 x/menit, (4)
Temperatur 360 C, (5) Tinggi badan: 163 cm, dan (6) Berat badan: 69 kg
b. Inspeksi
mengamati keadaan pasien secara langsung baik pada posisi diam (statis) atau
pada posisi bergerak (dinamis). Hasil dari inspeksi (1) statis : tidak tampak warna
26
kemerahan pada kedua lutut, tidak tampak oedem pada kedua lutut , (2)
dinamis :pasien tampak menahan nyeri pada saat diminta posisi jongkok ke berdiri,
pasien tampak menahan nyeri pada saat jalan, pasien tidak menggunakan alat bantu.
c. Palpasi
bagian yang mengalami gangguan. Dari palpasi diketahui adanya nyeri tekan,
teraba suhu tungkai kanan dan kiri sama, teraba adanya krepitasi pada kedua lutut
d. Auskultasi
alat bantu berupa stetoskop. Pada kasus osteoarthritis pemeriksaan ini tidak
dilakukan.
Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi gerak aktif, gerak pasif dan
a. Gerak aktif
Dari pemeriksaan gerak aktif pada kedua lutut, diperoleh informasi sebagai
berikut: pasien tidak mampu menggerakankedua lututnya full ROM pada gerakan
fleksi karena nyeri, pada gerakan ektensi pasien mampu melakukan gerakan fuul
ROM.
b. Gerak pasif
Dari pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa terdapat sedikit nyeri saat
terapis menggerakkan lutut kanan dan kiri ke arah fleksi namun tidak ada
27
keterbatasan LGS, full ROM. Sedangkan untuk gerakan ekstensi lutut kanan dan
kiri tidak ada nyeri, tidak ada keterbatasan LGS saat terapis menggerakkan kedua
Dari pemeriksaan gerak aktif pada kedua lutut, diperoleh informasi sebagai
berikut: pada pemeriksaan gerakan fleksi dan ektensi knee pasien mampu
melawan tahana ringan dan adanya nyeri, adanya penurunan kekuatan otot.
a. Fungsional dasar
bangun tidur, tidur miring kekanan dan kekiri, duduk, duduk ke berdiri dan jalan.
Dalam pemeriksaan diperoleh hasil bahwa pasien kesulitan saat posisi jongkok ke
b. Aktivitas fungsional
defekasi dan berkemih serta aktivitas yang dilakukan pasien sehari – hari. Dalam
hal ini pasien mengalami kesulitan saat melakukan sholat, pasien mampu
6. Pemeriksaan spesifik
Scale (VAS), dengan cara menunjukkan suatu titik pada garis skala nyeri (0-100
mm). Satu ujung (0) menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain (100)
menunjukkan nyeri hebat. Besarnya derajat nyeri dinilai dari panjang garis yang
dimulai dari titik tidak nyeri sampai titik yang ditunjuk oleh pasien. Besarannya
dalam satuan milimeter. Pemeriksaan derajat nyeri meliputi nyeri diam, nyeri
tekan, nyeri gerak. Dari pemeriksaan nyeri menggunakan VAS diperoleh hasil
pada saat diam pada lutut kanan dan kiri nilai VAS 0 mm, saat ditekan pada lutut
kanan dan kiri nilai VAS 10 mm dan saat bergerak lutut kanan dan kiri nilai VAS
58 mm. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien menujukan seberapa nyeri
TABEL 3.1
saat gerak aktif maupun pasif, patokan pengukuran sendi lutut pada saat bergerak
fleksi dan ekstensi yaitu pada condylus lateralis femoris. Tangkai static sejajar
dengan femur, tangkai dinamis sejajar dengan fibula. Dari pemeriksaan lingkup
TABEL 3.2
menentukan jenis terapi, menentukan alat bantu yang diperlukan dan sebagai
dan posisi terapis berada didepan pasien sambil memberikan aba-aba kepada
TABEL 3.3
30
menggunakan skala jette, pertama pasien kita suruh berdiri dari posisi duduk, lalu
berjalan dan terakhir naik turun trap. Posisi terapis disamping pasien sambil
mengamati dan memeriksa. Tes yang dilakukan seperti pada tabel berikut.
TABEL 3.4
Skala JETTE
3 = nyeri sedang
4 = sangat nyeri
31
2 = agak mudah
4 = agak sulit
5 = sangat sulit
alat
dan alat
TABEL 3.5
7. Tes khusus
32
Tes laci sorong ada dua macam yaitu tes laci sorong ke depan dan tes laci
sorong ke belakang, dimana tes ini dapat dikombinasi dengan berbagai posisi kaki
baik posisi eksorotasi maupun endorotasi. Tes laci sorong ke depan, posisi kaki
anterior dan capsul posterolateral. Untuk posisi kaki sedikit eksorotasi dan
ligamen cruciatum posterior dan capsul posterolateral dan dengan posisi kaki
Untuk posisi kaki sedikit eksorotasi dan endorotasi ditujukan untuk ligamen
cruciatum posterior.
lurus dan satu tungkai yang dites dalam keadaan fleksi lutut, dimana telapak kaki
masih menapak pada bidang. Kedua tangan terapis memfiksasi pada bagian distal
sendi lutut kemudian memberikan tarikan dan dorongan. Hasil yang didapatkan
b. Tes hiperekstensi.
Tes ini untuk mengetahui adanya lesi pada ligamentum crusiatum anterior
dan posterior karena sudut ekstensi akan bertambah bila ligamentum ini kendor
tungkai lurus dan terapis memfiksasi knee, tanggan yang satu mengerakan
pergelangan kaki keatas pelan – pelan dan dilakukan secara bergantian. Hasilnya
mediale. Dilakukan dengan cara Posisi penderita tidur terlentang di bad dengan
tungkai yang akan diperiksa berada disamping luar bed, diposisikan fleksi lutut
300 , tangan terapis berada di sisi lateral lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain
berada di sebelah medial pergelangan kaki untuk memberi gerakan dan tekanan
lateral. Posisi penderita tidur terlentang dengan tungkai yang akan diperiksa
berada di samping luar bed, diposisikan fleksi lutut 300, tangan terapis berada di
sisi medial lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain berada di sebelah luar
pergelangan kaki untuk memberi tekanan ke arah . Hasil yang didapatkan dari
B. Problematika Fisioterapi
pada kedua lutut saat jongkok, berdiri lama dan berjalan jauh, (2) adanya
35
keterbatasan gerak fleksi sendi lutut oleh karena nyeri, (3) adanya penurunan
kemampuan aktivitas fungsional saat jongkok, berdiri lama, dan berjalan jauh
C. Tujuan Fisioterapi
yang dihadapi pasien, maka tujuan dari tindakan fisioterapi antara lain : (1)
mengurangi nyeri pada kedua lutut, (2) memelihara dan meningkatkan lingkup
gerak sendi lutut, (3) meningkatkan kekuatan otot penggerak sendi lutut, (4)
osteoarhtriti antara lain micro wave diathery (MWD) , short wave diathermy
(SWD) dan terapi latihan. Pada kasus ini penulis akan menggunakan modalitas
E. Pelaksanaan Fisioterapi
Dari modalitas atau intervensi yang telah penulis uraikan di atas, penulis
memilih modalitas atau intervensi menggunakan micro wave diatermy dan terapi
a. Persiapan alat
kabel, lampu, besarnya watt. Kemudian alat dihidupkan, pemanasan alat kurang
dinaikkan sampai terasa hangat, tunggu sampai kurang lebih 5 menit, kemudian
b. Persiapan pasien
dijelaskan jika panas yang dirasakan tidak ada atau sedikit sekali, namun tetap
bisa menimbulkan reaksi di jaringan atau organ yang diobati. Benda dari logam
yang dipakai oleh penderita atau yang berada disekitarnya dijauhkan terlebih
c. Penatalaksanaan terapi
terapi. Posisi electrode tegak lurus dengan daerah yang akan diterapi yaitu bagian
anterior lutut lutut kanan dan kiri dengan jarak 10 cm. pasien diberitahu mengenai
rasa yang timbul, yaitu hangat. Dosis diatur dengan tombol intensitas yang
biasanya sesuai toleransi pasien. Arus yang digunakan arus continous. Lama
2. Terapi latihan
kekakuan sendi lebih lanjut akibat inaktivitas. Posisi pasien duduk ongkang-
c. Hold relax
F. Edukasi
membebani sendi lutut yang berlebihan, (2) Pasien disarankan memakai knee
decker saat melakukan aktivitas, untuk mempertahankan stabilitas sendi lutut, (3)
meluruskan lututnya dan juga dikasih beban untuk penguatan otot-otot di lutut.
Sehari minimal 3 kali, sekali gerak 8 kali hitungan, (4) Pasien dianjurkan untuk
menurunkan berat badan supaya tidak terjadi obesitas, (5) pasien diminta
melakukan kompres ± 15 menit pada lutut kana dan kiri untuk mengurangi rasa
G. Evaluasi
tujuan yang diharapkan. Para meter yang digunakan sebagai alat evaluasi pada
TABEL 3. 6
Lutut kanan T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
40
Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 58 mm 46 mm 34 mm
Lutut kiri T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 52 mm 42 mm 30 mm
TABEL 3.7
Lutut kiri T1 T3 T6
Lutut kanan T1 T3 T6
TABEL 3.8
Lutut kiri T1 T3 T6
Lutut kanan T1 T3 T6
TABEL 3.9
No Kriteria T1 T3 T6
1 Berdiri dari posisi duduk
Nyeri 3 3 2
Kesulitan 3 3 2
Ketergantungan 1 1 1
2 Berjalan 15 meter
Nyeri 3 3 2
Kesulitan 2 2 1
Ketergantungan 1 1 1
3 Naik tangga 3 trap
Nyeri 3 3 2
Kesulitan 3 2 1
Ketergantungan 1 1 1
42
H. Pembahasan
Pasien dengan nama Ny. Sri supianti, usia 52 tahun, dengan diagnosis
Diatermy dan terapi latihan) selama 6 kali yang dilakukan selama satu minggu 2
kali penanganan, kini rasa nyeri sudah berkurang, kekuatan otot sendi lutut
meningkat dan LGS sendi lutut bertambah. Pasien sudah dapat melakukan
dengan dosis 15 menit. Nyeri dapat berkurang karena efek analgesik dan
nyeri. Panas yang diberikan akan memberikan efek sedatif karena adanya
kenaikan nilai ambang nyeri, selain itu adanya vasodilatasi akan memperlancar
pembuangan zat ‘P’. Selain itu efek lain dari panas tersebut dapat juga
Terapi latihan yang diberikan pada kasus ini adalah free active movement
dan hold relax yang berkaitan dengan adanya nyeri dan penurunan lingkup gerak
secara isometrik yang optimal dari kelompok antagonis yang memendek dan
otot menjadi rileks sehingga gerakan kearah agonis lebih mudah dilakukan dan
otot ini karena otot yang semula memendek akan dapat memanjang kembali dan
berakibat pada kembalinya fungsi otot secara normal kemudian diikuti dengan
relaksasi group otot antagonis, mobilitas menjadi baik serta nyeri berkurang.
Maka pasien akan lebih mudah untuk menggerakkan sendi yang semula terbatas.
TABEL 3.10
Lutut kanan T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 58 mm 46 mm 30 mm
Lutut kiri T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 52 mm 42 mm 30 mm
44
Dari tabel di atas dapat diketahui adanya penurunan rasa nyeri, baik nyeri
tekan, maupun nyeri gerak yang dirasakan oleh pasien pada lutut kanan dan kiri.
Nyeri tekan pada lutut kanan dan kiri akhir terapi keenam berkurang menjadi
nilai 0. Nyeri gerak pada lutut kanan akhir terapi berkurang menjadi 34 mm dan
TABEL 3.11
Lutut kiri T1 T3 T6
Lutut kanan T1 T3 T6
gerak sendi setelah dilakukan terapi dengan modalitas micro wave diathermy dan
terapi latihan. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya derajat lingkup gerak sendi
lutut kanan dan kiri, pada gerakan aktif bidang sagital untuk lutut kanan T1 adalah
S: 0o-0o-105o dan lutut kiri T1 adalah S: 00.0.110 dan hasil akhir pada T6 lutut
kanan menjadi S: 0o- 0o-120 o dan lutut kiri menjadi S: 0o- 0o-125 , sedangkan
gerak pasif bidang sagital hsilnya tetap pada lutut kanan dan kiri dari T1 sampai
TABEL 3.12
Nyeri 3 3 2
Kesulitan 3 3 2
Ketergantungan 1 1 1
2 Berjalan 15 meter
Nyeri 3 3 2
Kesulitan 2 2 1
Ketergantungan 1 1 1
3 Naik tangga 3 trap
Nyeri 3 3 2
Kesulitan 3 2 1
Ketergantungan 1 1 1
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hasil terapi tersebut antara lain yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat berupa umur, kondisi umum
penderita, derajat dan kualitas osteoarthritis. Selain itu dikarenakan juga adanya
peningkatan lingkup gerak sendi. Faktor eksternal berupa program terapi yang