Anda di halaman 1dari 24

BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. Pengkajian

Pengkajian fisioterapi ini meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan gerak,

pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan lain yang berhubungan dengan kondisi

pasien, dilakukan sebagai berikut:

1. Anamnesis

Pemeriksaan yang di lakukan dengan cara melakukan tanya jawab kepada

pasien yang betujuan untuk mengetahui keluhan pasien dan tidakan terapi apa

yang tepat untuk menangani penyakit osteoarhtitis. Anamnesis dibagi menjadi 2

yaitu anamesis tidak langsung (autoanamnesis) dan anamesis langsung

(heteroanamnesis). Secara sistematis anamnesis dapat dibagi atau dikelompokkan

menjadi anamnesis umum dan anamnesis khusus (Hudaya, 2002). Anamnesis

dilakukan pada tanggal 2 April 2013 dengan menggunakan metode

autoanamnesis.

Secara sistematis anamnesis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Anamnesis umum.

Dari anamesis umum diperoleh data sebagai berikut: (1) Nama: Ny. Sri

supianti, (2) Umur: 52 tahun, (3) Jenis kelamin: Perempuan, (4) Agama: Islam, (5)

Pekerjaan: Guru SMP dan (6) Alamat : Mengganti kecamatan rawalau

23
24

b. Anamnesis khusus.

Dari anamnesis khusus dapat diperoleh data sebagai berikut:

1) Keluhan utama

Keluahan utama pada kondisi Osteoathritis lutut ini adalah nyeri pada

kedua lutut terutama saat aktivitas berdiri kejongkok atau saat jongkok keberdiri ,

naik turun tangga dan berjalan jauh.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Berisi tentang keluhan utama yang dialami pasien yang meliputi riwayat

perjalanan penyakit seperti (lokalisasi, kualitas, sifatnya, waktu, bagaimana gejala

muncul, faktor yang memperberat dan memperingan, manifestasi lain yang

menyertai) dan riwayat pengobatan.

Dari anamsis sekitar 6 bulan yang lalu pasien merasakan nyeri pada lutut

dalam sisi luar nyeri timbul pada saat jongkok ke berdiri,berjalan dan naik turun

tangga serta pada saat diam nyeri berkurang. Kemumudian pasien berobat

kedokter umum. Dari dokter umum dirujuk ke fisioterapi RSUD kota purwokerto

3) Riwayat penyakit dahulu.

Pasien tidak pernah mengalami jatuh pada lututnya sebelumnya.

4) Riwayat penyakit penyerta

Pasien tidak mempunyai penyakit penyerta seperti Diabetes Melitus dan

Hipertensi.

5) Riwayat keluarga.

Penyakt ini tidak berhubungan dengan penyakit heterodilofamily


25

6) Riwayat pribadi

Berisikan tentang kebiasaan yang dilakukan yang memungkinkan dapat

berkaitan dengan terjadinya Osteoathritis. Pasien adalah seorang Guru SMP

7) Anamnesis sistem.

Pada anamnesis ini diperoleh data sebagai berikut (1) kepala dan leher:

pasien tidak mengeluh pusing dan nyeri leher, (2) kardiovaskuler: tidak ada

keluhan jantung berdebar- debar tidak ada keluhan nyeri dada, (3) respirasi: tidak

ada keluhan sesak nafas dan batuk, (4) gastrointestinal: tidak ada keluhan mual-

mual, muntah, BAB lancar dan terkontrol, (5) urogenitalia: BAK normal dan

terkontrol, (6) muskuloskeletal: adanya rasa nyeri pada kedua lututnya yang

mempengaruhi aktivitas pasie sehari-hari

2. Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan pada

fisioterapi kepada pasien, yaitu meliputi :

a. Pemeriksaan vital sign

Dari pemeriksaan vital sign diperoleh data, yaitu: (1) Tekanan darah:

130/80 mmHg, (2) Denyut nadi: 80 x/menit, (3) Pernapasan: 20 x/menit, (4)

Temperatur 360 C, (5) Tinggi badan: 163 cm, dan (6) Berat badan: 69 kg

b. Inspeksi

Inspeksi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat dan

mengamati keadaan pasien secara langsung baik pada posisi diam (statis) atau

pada posisi bergerak (dinamis). Hasil dari inspeksi (1) statis : tidak tampak warna
26

kemerahan pada kedua lutut, tidak tampak oedem pada kedua lutut , (2)

dinamis :pasien tampak menahan nyeri pada saat diminta posisi jongkok ke berdiri,

pasien tampak menahan nyeri pada saat jalan, pasien tidak menggunakan alat bantu.

c. Palpasi

Pemeriksan yang dilakukan denga cara meraba, menekan dan memegang

bagian yang mengalami gangguan. Dari palpasi diketahui adanya nyeri tekan,

teraba suhu tungkai kanan dan kiri sama, teraba adanya krepitasi pada kedua lutut

d. Auskultasi

Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan indra pendengara dan

alat bantu berupa stetoskop. Pada kasus osteoarthritis pemeriksaan ini tidak

dilakukan.

3. Pemeriksaan gerak dasar

Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi gerak aktif, gerak pasif dan

gerak isometric melawan tahanan.

a. Gerak aktif

Dari pemeriksaan gerak aktif pada kedua lutut, diperoleh informasi sebagai

berikut: pasien tidak mampu menggerakankedua lututnya full ROM pada gerakan

fleksi karena nyeri, pada gerakan ektensi pasien mampu melakukan gerakan fuul

ROM.

b. Gerak pasif

Dari pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa terdapat sedikit nyeri saat

terapis menggerakkan lutut kanan dan kiri ke arah fleksi namun tidak ada
27

keterbatasan LGS, full ROM. Sedangkan untuk gerakan ekstensi lutut kanan dan

kiri tidak ada nyeri, tidak ada keterbatasan LGS saat terapis menggerakkan kedua

lutut pasien dan endfeel normal.

c. Gerak isometris melawan tahanan

Dari pemeriksaan gerak aktif pada kedua lutut, diperoleh informasi sebagai

berikut: pada pemeriksaan gerakan fleksi dan ektensi knee pasien mampu

melawan tahana ringan dan adanya nyeri, adanya penurunan kekuatan otot.

4. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal

Pemeriksaan kognitif didapatkan atensi dan memori pasien bagus, pasien

mampu memahami dan mengikuti instruksi terapis dengan baik. Pemeriksaan

intrapersonal diperoleh hasil pasien mempunyai motivasi tinggi untuk sembuh.

Pemeriksaan interpersonal diperoleh keterangan bahwa pasien dapat

berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik dengan terapis.

5. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas.

a. Fungsional dasar

Fungsional dasar merupakan kemampuan transfer ambulasi, misalnya

bangun tidur, tidur miring kekanan dan kekiri, duduk, duduk ke berdiri dan jalan.

Dalam pemeriksaan diperoleh hasil bahwa pasien kesulitan saat posisi jongkok ke

berdiri karena nyeri dan nyeri saat berjalan terlalu jauh.


28

b. Aktivitas fungsional

Merupakan aktivitas perawatan diri misalnya mandi, berpakaian,

defekasi dan berkemih serta aktivitas yang dilakukan pasien sehari – hari. Dalam

hal ini pasien mengalami kesulitan saat melakukan sholat, pasien mampu

melakukan aktifitas perawatan diri secara mandiri.

6. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang diperlukan untuk

menegakkan diagnosa dan dasar penyusunan problematik, tujuan, serta tindakan

fisioterapi, yang antara lain sebagai berikut :

a. Pengukuran Derajat Nyeri dengan (Visual Analog Scale) VAS

Parameter yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah Visual Analogue

Scale (VAS), dengan cara menunjukkan suatu titik pada garis skala nyeri (0-100

mm). Satu ujung (0) menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain (100)

menunjukkan nyeri hebat. Besarnya derajat nyeri dinilai dari panjang garis yang

dimulai dari titik tidak nyeri sampai titik yang ditunjuk oleh pasien. Besarannya

dalam satuan milimeter. Pemeriksaan derajat nyeri meliputi nyeri diam, nyeri

tekan, nyeri gerak. Dari pemeriksaan nyeri menggunakan VAS diperoleh hasil

pada saat diam pada lutut kanan dan kiri nilai VAS 0 mm, saat ditekan pada lutut

kanan dan kiri nilai VAS 10 mm dan saat bergerak lutut kanan dan kiri nilai VAS

58 mm. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien menujukan seberapa nyeri

dengan menunjuk VAS.


29

TABEL 3.1

HASIL PEMERIKSAAN NYERI DENGA VAS

Jenis nyeri Kanan Kiri


Nyeri diam 0 0
Nyeri tekan 10 mm 10 mm
Nyeri gerak 58 mm 52 mm

b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS)

Pengukuran LGS dilakukan dengan goniometer berdasarkan ISOM diukur

saat gerak aktif maupun pasif, patokan pengukuran sendi lutut pada saat bergerak

fleksi dan ekstensi yaitu pada condylus lateralis femoris. Tangkai static sejajar

dengan femur, tangkai dinamis sejajar dengan fibula. Dari pemeriksaan lingkup

gerak sendi lutut diperoleh informasi sebagai berikut:

TABEL 3.2

HASIL PEMERIKSAAN LGS SENDI LUTUT

Data Kanan Kiri


Gerak aktif S: 00.0.1100 S: 00.0.1100
Gerak pasif S:00.0.1300 S: 00.0.1300

c. Pemeriksaan kekuatan otot dengan MMT

Pemeriksaan ini memiliki tujuan untuk mengetahui nilai otot,

menentukan jenis terapi, menentukan alat bantu yang diperlukan dan sebagai

prognosis dengan menggunakan MMT. Posisi pasien duduk ongkang-ongkang

dan posisi terapis berada didepan pasien sambil memberikan aba-aba kepada

pasien untuk meluruskan kakinya keatas. (Daniel and Worthingham, 1995).

TABEL 3.3
30

HASIL PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT

Grup otot Lutut kanan Lutut kiri


Fleksor 4 4
Ekstensor 4 4

d. Pemeriksaan kemampuan fungsional dengan skala jette.

Pemeriksaan fungsional untuk penyakit osteoarhtritis dengan

menggunakan skala jette, pertama pasien kita suruh berdiri dari posisi duduk, lalu

berjalan dan terakhir naik turun trap. Posisi terapis disamping pasien sambil

mengamati dan memeriksa. Tes yang dilakukan seperti pada tabel berikut.

TABEL 3.4

Skala JETTE

Bentuk aktivitas Kemampuan beraktivitas Nilai


1. Berdiri dari posisi Nyeri 1 = tidak nyeri

duduk 2 = nyeri ringan

3 = nyeri sedang

4 = sangat nyeri
31

Kesulitan 1 = sangat mudah

2 = agak mudah

3 = tidak mudah/ tidak sulit

4 = agak sulit

5 = sangat sulit

Ketergantungan 1 = tanpa bantuan

2 = butuh bantuan dengan

alat

3 = butuh bantuan orang

4 = butuh bantuan orang

dan alat

5= tidak dapat melakukan


2. Berjalan 15 meter Sama dengan atas Sama dengan atas
3. Naik tangga 3 trap Sama dengan atas Sama dengan atas

TABEL 3.5

HASIL PEMERIKSAAN SKALA JETEE

Kriteria Nyeri Kesulitan Ketergantungan


Berdiri dari posisi duduk 3 3 1
Berjalan 15 meter 3 2 1
Naik tangga 3 trap 3 3 1

7. Tes khusus
32

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang diperlukan untuk

menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan problematik, tujuan, dan

tindakan fisioterapi, yang antara lain sebagai berikut :

a. Test laci sorong

Tes laci sorong ada dua macam yaitu tes laci sorong ke depan dan tes laci

sorong ke belakang, dimana tes ini dapat dikombinasi dengan berbagai posisi kaki

baik posisi eksorotasi maupun endorotasi. Tes laci sorong ke depan, posisi kaki

eksorotasi ditujukan untuk ligamen cruciatum anterior dan capsul posteromedial

dan dengan posisi kaki endorotasi ditujukan untuk ligamen cruciatum

anterior dan capsul posterolateral. Untuk posisi kaki sedikit eksorotasi dan

endorotasi ditujukan untuk ligamen cruciatum anterior.

Tes laci sorong ke belakang posisi kaki eksorotasi ditujukan untuk

ligamen cruciatum posterior dan capsul posterolateral dan dengan posisi kaki

endorotasi ditujukan untuk ligamen cruciatum posterior dan capsul posteromedial.

Untuk posisi kaki sedikit eksorotasi dan endorotasi ditujukan untuk ligamen

cruciatum posterior.

Cara pemeriksaannya adalah pasien berbaring terlentang dengan satu tungkai

lurus dan satu tungkai yang dites dalam keadaan fleksi lutut, dimana telapak kaki

masih menapak pada bidang. Kedua tangan terapis memfiksasi pada bagian distal

sendi lutut kemudian memberikan tarikan dan dorongan. Hasil yang didapatkan

dari pemeriksaan adalah negatif.


33

Gambar 3.1 Tes laci sorong (De Wolf, 1994)

b. Tes hiperekstensi.

Tes ini untuk mengetahui adanya lesi pada ligamentum crusiatum anterior

dan posterior karena sudut ekstensi akan bertambah bila ligamentum ini kendor

(Dewold, 1994). Cara pemeriksaanya adalah pasien tidur terlentang kedua

tungkai lurus dan terapis memfiksasi knee, tanggan yang satu mengerakan

pergelangan kaki keatas pelan – pelan dan dilakukan secara bergantian. Hasilnya

yang didapatkan dari pemeriksaan adalah negatif.

Gambar 3.2 Tes Hyperekstensi (De Wolf, 1994)

c. Tes hipermobilitas valgus

Tes hipermobilitas valgus untuk mengetahui cidera ligamentum collateral

mediale. Dilakukan dengan cara Posisi penderita tidur terlentang di bad dengan

tungkai yang akan diperiksa berada disamping luar bed, diposisikan fleksi lutut

300 , tangan terapis berada di sisi lateral lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain

berada di sebelah medial pergelangan kaki untuk memberi gerakan dan tekanan

ke arah luar. Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan adalah negatif.


34

Gambar 3.3 Tes Hypermobilitas Valgus (De Wolf, 1994)

d. Tes hipermobilitas varus

Tes hipermobilitas varus untuk mengetahui cidera ligamentum collateral

lateral. Posisi penderita tidur terlentang dengan tungkai yang akan diperiksa

berada di samping luar bed, diposisikan fleksi lutut 300, tangan terapis berada di

sisi medial lutut sebagai fiksasi dan tangan yang lain berada di sebelah luar

pergelangan kaki untuk memberi tekanan ke arah . Hasil yang didapatkan dari

pemeriksaan adalah negatif.

Gambar 3.4 Tes Hipermobilitas Varus (De Wolf, 1994)

B. Problematika Fisioterapi

Berdasarkan pemeriksaan di atas maka dapat disimpulkan adanya

permasalahan-permasalahan yang muncul, yaitu impairment (1) adanya nyeri

pada kedua lutut saat jongkok, berdiri lama dan berjalan jauh, (2) adanya
35

keterbatasan gerak fleksi sendi lutut oleh karena nyeri, (3) adanya penurunan

kekuatan otot penggerak sendi lutut. Functional limitation yaitu penurunan

kemampuan aktivitas fungsional saat jongkok, berdiri lama, dan berjalan jauh

C. Tujuan Fisioterapi

Setelah melakukan pemeriksaan di atas dan mengetahui permasalahan

yang dihadapi pasien, maka tujuan dari tindakan fisioterapi antara lain : (1)

mengurangi nyeri pada kedua lutut, (2) memelihara dan meningkatkan lingkup

gerak sendi lutut, (3) meningkatkan kekuatan otot penggerak sendi lutut, (4)

meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional pasien.

D. Teknologi Intervensi Alternatif

Teknologi intervensi alternatif yang dapat digunakan pada kasus

osteoarhtriti antara lain micro wave diathery (MWD) , short wave diathermy

(SWD) dan terapi latihan. Pada kasus ini penulis akan menggunakan modalitas

micro wave diathermy (MWD) dan Terapi Latihan.

E. Pelaksanaan Fisioterapi

Dari modalitas atau intervensi yang telah penulis uraikan di atas, penulis

memilih modalitas atau intervensi menggunakan micro wave diatermy dan terapi

latihan pada kasus osteoatritis knee


36

1. Micro wave diathermy (MWD)

a. Persiapan alat

Sebelum pengobatan dimulai, terlebih dahulu dilakukan pengecekkan

kabel, lampu, besarnya watt. Kemudian alat dihidupkan, pemanasan alat kurang

lebih 5 menit, tangan terapis diletakkan di depan elektrode dan intensitas

dinaikkan sampai terasa hangat, tunggu sampai kurang lebih 5 menit, kemudian

setelah 5 menit knop dinolkan lagi.

b. Persiapan pasien

Sebelum dilakukan pengobatan penderita diberitahu bahwa pengobatan ini

bukan kontraindikasi, kemudian dijelaskan tujuan dari pengobatan. Bisa

dijelaskan jika panas yang dirasakan tidak ada atau sedikit sekali, namun tetap

bisa menimbulkan reaksi di jaringan atau organ yang diobati. Benda dari logam

yang dipakai oleh penderita atau yang berada disekitarnya dijauhkan terlebih

dahulu, pakaian di daerah pengobatan harus dilepaskan, posisi penderita

terlentang senyaman mungkin agar selama pengobatan dapat rileks.

c. Penatalaksanaan terapi

Alat diatur sedemikian rupa sehingga tangkai electrode menjangkau area

terapi. Posisi electrode tegak lurus dengan daerah yang akan diterapi yaitu bagian

anterior lutut lutut kanan dan kiri dengan jarak 10 cm. pasien diberitahu mengenai

rasa yang timbul, yaitu hangat. Dosis diatur dengan tombol intensitas yang

biasanya sesuai toleransi pasien. Arus yang digunakan arus continous. Lama

pengobatan antara 15 menit.


37

2. Terapi latihan

a. Free active movement

Bertujuan untuk memelihara Lingkup Gerak Sendi dan mencegah

kekakuan sendi lebih lanjut akibat inaktivitas. Posisi pasien duduk ongkang-

ongkang diatas bed atau bersandar pada kursi.

Posisi pasien : duduk ongkang-ongkang atau bersandar pada kursi.

Posisi terapis : berada disamping pasien

Pelaksanaan : pasien diminta untuk menekuk dan meluruskan lutut sendiri

dengan intruksi dari terapis, dengan diberi hitungan 1-8 dengan

2 kali pengulangan. Selama melakukan gerakan terapis

mengamati gerakan yang terjadi apakah sudah benar atau belum.

Pelaksanaan terapi secara aktif bisa dilihat pada gambar

b. Resisted active movement

Posisi pasien : duduk ongkang-ongkang di kursi

Posisi terapis : berada didepan pasien

Pelaksanaan : pasien diminta untuk meluruskan lutunya secara aktif, tangan

kiri terapis memberikan pegangan pada lutut bagian atas dan


38

tangan kanan memberikan tahana minimal pada tungkai

bawah. Gerakan ini dilakukan selama 1-8 hitungan dan di

ulangi 2 kali pengulangan .

c. Hold relax

Posisi pasien : pasien diposisikan tidur tengkurap dengan lutut ditekuk

Posisi terapis : berada disebelah tungkai yang akan dilatih

pelaksanaan : pasien diminta untuk meluruskan lututnya, tangaan terapis

memberikan tahana pada tungkai bawah dan kiri

memberikan pegangan pada paha bagian belakang, pasien

diminta untuk mengkontraksikan kelompok antagonis

tampa terjadi geraka atau kontraksi isometrik, dengan aba-

aba dari terapis “pertahankan disini tahan…tahan…”selama

7 kali hitungan hitunga ke 8 rilek, kemudian jika sudah

relek terapis memberikan gerakan kearah fleksi lutut.

Gerakan ini dilakukan selama 6-8 kali pengulangan.


39

F. Edukasi

Edukasi sangat penting diberikan kepada penderita osteoarthritis antar lain

sebagai berikut : (1) Pasien dianjurkan untuk membatasi aktivitas yang

membebani sendi lutut yang berlebihan, (2) Pasien disarankan memakai knee

decker saat melakukan aktivitas, untuk mempertahankan stabilitas sendi lutut, (3)

Pasien disarankan untuk melakukan latihan-latihan yang diajarkan terapis di

rumah seperti duduk ongkang-ongkang kemudian pasien disuruh menekuk dan

meluruskan lututnya dan juga dikasih beban untuk penguatan otot-otot di lutut.

Sehari minimal 3 kali, sekali gerak 8 kali hitungan, (4) Pasien dianjurkan untuk

menurunkan berat badan supaya tidak terjadi obesitas, (5) pasien diminta

melakukan kompres ± 15 menit pada lutut kana dan kiri untuk mengurangi rasa

nyeri yang timbul.

G. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi dan

tujuan yang diharapkan. Para meter yang digunakan sebagai alat evaluasi pada

kasus osteoathitis genu bilateral :

1. Nyeri dengan Visual Analogue Scale (VAS)

TABEL 3. 6

HASIL EVALUASI NYERI

Lutut kanan T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
40

Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 58 mm 46 mm 34 mm
Lutut kiri T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 52 mm 42 mm 30 mm

2. LGS dengan Goneometer.

TABEL 3.7

HASIL EVALUASI LGS KNEE JOINT BILATERAL

Lutut kiri T1 T3 T6

Aktif S: 00.0.1100 S: 00.0.1150 S: 00.0.1250

Pasif S: 00.0.1300 S: 00.0.1300 S: 00.0.1300

Lutut kanan T1 T3 T6

Aktif S:00.0.1100 S: 00.0.1150 S: 00.0.1200


Pasif S: 00.0.1300 S: 00.0.1300 S: 00.0.1300

3. Kekuatan otot dengan MMT

TABEL 3.8

HASIL EVALUASI KEKUATAN OTOT KNEE JOINT BILATERAL


41

Lutut kiri T1 T3 T6

Grup otot fleksor 4 4 4+

Grup otot ektensor 4 4 4+

Lutut kanan T1 T3 T6

Grup otot fleksor 4 4 4+

Grup otot ektensor 4 4 4+

4. Kemampuan fungsional skala jette

TABEL 3.9

HASIL EVALUASI KEMAPUAN FUNGSIONAL

No Kriteria T1 T3 T6
1 Berdiri dari posisi duduk

 Nyeri 3 3 2

 Kesulitan 3 3 2

 Ketergantungan 1 1 1
2 Berjalan 15 meter

 Nyeri 3 3 2

 Kesulitan 2 2 1

 Ketergantungan 1 1 1
3 Naik tangga 3 trap

 Nyeri 3 3 2

 Kesulitan 3 2 1

 Ketergantungan 1 1 1
42

H. Pembahasan

Pasien dengan nama Ny. Sri supianti, usia 52 tahun, dengan diagnosis

osteorthitis genu biliateral setelah mendapat penanganan fisioterapi (Micro wave

Diatermy dan terapi latihan) selama 6 kali yang dilakukan selama satu minggu 2

kali penanganan, kini rasa nyeri sudah berkurang, kekuatan otot sendi lutut

meningkat dan LGS sendi lutut bertambah. Pasien sudah dapat melakukan

aktivitas fungsional dengan baik.

Penanganan menggunakan micro wave diathermy selama enam kali

dengan dosis 15 menit. Nyeri dapat berkurang karena efek analgesik dan

vasodilatasi yang diperoleh dari panas tersebut. Micro wave diathermy

memancarkan gelombang panas yang mempunyai efek terhadap pengurangan

nyeri. Panas yang diberikan akan memberikan efek sedatif karena adanya

kenaikan nilai ambang nyeri, selain itu adanya vasodilatasi akan memperlancar

pembuangan zat ‘P’. Selain itu efek lain dari panas tersebut dapat juga

memberikan efek rileksasi pada otot.

Terapi latihan yang diberikan pada kasus ini adalah free active movement

dan hold relax yang berkaitan dengan adanya nyeri dan penurunan lingkup gerak

sendi. Free active movemen berkaitan dengan pengurangan nyeri,

mempertahankan lingkup gerak sendi serta mengembalikan koordinasi dan

ketrampilan motorik otot sekitar sendi lutut. Gerak aktif mengakibatkan

homeostatis cairan sendi diperbaiki sehingga membantu remisi akibat


43

bertambahnya nutrisi ke jaringan. Dengan munculnya kembali cairan sendi

tersebut maka nyeri berkurang.

Resisted active movement bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan

kekuatan otot quadriceps khususnya dan hamstring .

Hold relax merupakan suatu teknik latihan menggunakan kontraksi otot

secara isometrik yang optimal dari kelompok antagonis yang memendek dan

dilanjutkan dengan rileksasi otot tersebut. Dengan kontraksi isometrik kemudian

otot menjadi rileks sehingga gerakan kearah agonis lebih mudah dilakukan dan

dapat mengulur secara optimal. Mekanisme kontraksi isometrik pada penguluran

otot ini karena otot yang semula memendek akan dapat memanjang kembali dan

berakibat pada kembalinya fungsi otot secara normal kemudian diikuti dengan

relaksasi group otot antagonis, mobilitas menjadi baik serta nyeri berkurang.

Maka pasien akan lebih mudah untuk menggerakkan sendi yang semula terbatas.

Hasil dari pemberian modalitas-modalitas fisioterapi tersebut dapat dilihat

dari grafik-grafik sebagai berikut :

1. Hasil evaluasi derajat nyeri diukur dengan VAS

TABEL 3.10

TABEL NILAI VAS PADA KNEE JOINT

Lutut kanan T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 58 mm 46 mm 30 mm
Lutut kiri T1 T3 T6
Nyeri diam 0 0 0
Nyeri tekan 10 mm 0 0
Nyeri gerak 52 mm 42 mm 30 mm
44

Dari tabel di atas dapat diketahui adanya penurunan rasa nyeri, baik nyeri

tekan, maupun nyeri gerak yang dirasakan oleh pasien pada lutut kanan dan kiri.

Nyeri tekan pada lutut kanan dan kiri akhir terapi keenam berkurang menjadi

nilai 0. Nyeri gerak pada lutut kanan akhir terapi berkurang menjadi 34 mm dan

lutut kiri berkurang menjadi 30 mm.

2. Hasil evaluasi lingkup gerak sendi lutut diukur dengan goniometer.

TABEL 3.11

HASIL EVALUASI LGS KNEE JOINT BILATERAL

Lutut kiri T1 T3 T6

Aktif S: 00.0.1100 S: 00.0.1150 S: 00.0.1250

Pasif S: 00.0.1300 S: 00.0.1300 S: 00.0.1300

Lutut kanan T1 T3 T6

Aktif S:00.0.1100 S: 00.0.1150 S: 00.0.1200


Pasif S: 00.0.1300 S: 00.0.1300 S: 00.0.1300

Hasil evaluasa pada table diatas menunjukan adanya peningkatan lingkup

gerak sendi setelah dilakukan terapi dengan modalitas micro wave diathermy dan

terapi latihan. Hal ini dapat dilihat dari bertambahnya derajat lingkup gerak sendi

lutut kanan dan kiri, pada gerakan aktif bidang sagital untuk lutut kanan T1 adalah

S: 0o-0o-105o dan lutut kiri T1 adalah S: 00.0.110 dan hasil akhir pada T6 lutut

kanan menjadi S: 0o- 0o-120 o dan lutut kiri menjadi S: 0o- 0o-125 , sedangkan

gerak pasif bidang sagital hsilnya tetap pada lutut kanan dan kiri dari T1 sampai

T6 adalah S: 0o-0o -130o .


45

3. Hasil evaluasi kemampuan fungsional dengan Skala Jette

TABEL 3.12

PENILAIAN STATUS FUNGSIONAL SKALA JETTE


No Kriteria T1 T3 T6
1 Berdiri dari posisi duduk

 Nyeri 3 3 2

 Kesulitan 3 3 2

 Ketergantungan 1 1 1
2 Berjalan 15 meter

 Nyeri 3 3 2

 Kesulitan 2 2 1

 Ketergantungan 1 1 1
3 Naik tangga 3 trap

 Nyeri 3 3 2

 Kesulitan 3 2 1

 Ketergantungan 1 1 1

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diatas menunjukkan bahwa dalam

melakukan aktivitas fungsionalnya sudah mengalami adanya peningkatan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hasil terapi tersebut antara lain yaitu

faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat berupa umur, kondisi umum

penderita, derajat dan kualitas osteoarthritis. Selain itu dikarenakan juga adanya

perbaikan dalam permasalahan impairment diantaranya penurunan nyeri dan

peningkatan lingkup gerak sendi. Faktor eksternal berupa program terapi yang

diberikan, aplikasi intervensi, metode, dosis, waktu dan frekuensi terapi.


46

Anda mungkin juga menyukai