Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI ILMUAN MUSLIM

AL-BATTANI

Al-Battani merupakan salah seorang ahli astronomi dan matematikawan muslim pada abad
pertengahan yang cukup berpengaruh (850-923 M). Salah satu karyanya yang cukup populer
adalah Kitab al-Zij, yang pada abad ke-12 diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul De
Scientia Stellarum atau De Motu Stellarum.

Berkat penemuannya, saat ini kita bisa mengetahui bahwa dalam setahun ada 365 hari, 5 jam, 46
menit dan 24 detik (sumber lain menyebut 365,24 hari). Penemuan Al-Battani ini dianggap
akurat, bahkan keakuratan pengamatan yang dilakukan Al-Battani ini membuat seorang
matematikawan asal Jerman bernama Christopher Clavius menggunakannya untuk memperbaiki
kalender Julian.

Atas izin Paus Gregorius XIII, kalender lama akhirnya diubah menjadi kalender yang baru dan
mulai digunakan pada tahun 1582. Kalender inilah yang kemudian banyak digunakan oleh
masyarakat hingga saat ini (Joseph A. Angelo, JR, Encyclopedia of Space and Astronomy,
2006).

Riwayat Hidup dan Pendidikan

Al-Battani lahir sekitar tahun 858 M, di Harran. Ia memiliki nama lengkap Abu Abdullah
Muhammad ibn Jabir ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani. Orang Eropa menyebut
Al-Battani dengan sebutan Albategnius, Albategni atau Albatenius.

Ia adalah anak dari ilmuwan astronomi, Jabir Ibn San'an Al-Battani. Keluarga Al-Battani
merupakan penganut sekte Sabian yang melakukan ritual penyembahan terhadap bintang.
Namun, Al-Battani tidak mengikuti jejak nenek moyangnya. Ia memilih memeluk agama Islam.
Secara informal, Al-Battani dididik ayahnya yang juga seorang ilmuwan. Sejak kecil, ia sudah
menunjukkan ketertarikannya pada bidang keilmuan yang digeluti ayahnya. Ketertarikan pada
benda-benda yang ada di langit membuat Al-Battani kemudian menekuni bidang astronomi
tersebut. Al-Battani mendalami astronomi sejak berusia 20 tahun hingga akhir hayatnya.

Kemudian, Al-Battani kecil mengikuti keluarganya pindah ke Raqqah. Di tempat baru ini ia
mulai menekuni bidang astronomi, mulai dari melakukan beragam penelitian hingga menemukan
berbagai penemuan cemerlang. Sayang, tidak ada data spesifik mengenai pendidikan formal Al-
Battani. Misalnya, tidak ada data yang menyebutkan di mana Al-Battani belajar sains (Frank N.
Magill (ed), The Middle Ages: Dictionary of World Biography, Volume 2, 1998).

Dalam literatur hanya disebutkan bahwa semasa mudanya Al-Battani belajar di Raqqah. Di
tempat barunya itu, ia tekun mempelajari teks-teks kuno, khususnya karya Ptolomeus, yang
kemudian menuntunnya untuk terus mempelajari astronomi. Bidang keilmuan yang ditekuninya
itu kelak membuatnya menjadi terkenal tidak hanya di kalangan umat Muslim, melainkan juga di
dunia Barat.

Penemuan dan Karya

Al-Battani terpesona dengan teori kosmologi geosentris yang berkembang pertama kali di
Yunani. Meskipun Al-Battani adalah pengikuti teori kosmologi geosentris Ptolomeus, namun
data observasinya berjasa bagi Nicholas Copernicus untuk mengembangkan teori kosmologi
heliosentris yang turut mempelopori revolusi sain pada abad ke-16 dan 17.

Seperti Astronom Arab lainnya, Al-Battani mengikuti tulisan-tulisan Ptolomeus dan


mengabdikan dirinya untuk mengembangkan karya Ptolomeus, The Almagest. Saat
mempelajari The Almagest inilah Al-Battani menemukan penemuan besar, yaitu titik Aphelium.
Titik Aphelium adalah titik terjauh bumi saat mengitari matahari setiap tahunnya.

Ia menemukan bahwa posisi diameter semu matahari tidak lagi berada pada posisi yang
dikemukakan oleh Ptolomeus. Penemuan ini sangat berbeda dengan teori yang disampaikan oleh
Ptolomeus dan astronom Yunani sebelumnya. Namun, baik Al-Battani maupun astronom
penganut Ptolomeus lainnya tidak dapat mengemukakan penjelasan di balik perbedaan tersebut.
Joseph A. Angelo menyebut bahwa Al-Battani memperbaiki tatanan tata surya, lunar, dan
mengembangkan teori Ptolomeus dalam buku The Almagest menjadi lebih akurat.

Pengamatan akurat Al-Battani ini juga memungkinkan ia memperbaiki pengukuran Ptolomeus


tentang kemiringan sumbu. Ia juga melakukan pengamatan lebih akurat mengenai ekuinoks (saat
matahari tepat melewati garis ekuator bumi) pada awal musim gugur. Melalui pengamatan inilah
Al-Battani mampu menemukan bahwa dalam setahun ada 365,24 hari (Joseph A. Angelo,
JR, Encyclopedia of Space and Astronomy, 2006).
Keleluasaan Al-Battani dalam mempelajari teks-teks kuno, khususnya karya Ptolomeus, yang
mendorongnya menemukan teori baru dan berkontribusi besar dalam trigonometri, tidak lepas
dari kejayaan yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyah, terutama pada era Khalifah Harun al Rasyid
(786-809 M) dan putranya al-Makmun (813-833 M).

Al-Battani yang lahir dan besar saat ilmu pengetahuan berkembang pesat, membuatnya cukup
leluasa untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang disenanginya. Ia membaca manuskrip-
manuskrip ilmu pengetahuan, khususnya karya Ptolomeus, yang kemudian menuntunnya untuk
terus mempelajari astronomi. Namun, para astronom Arab, termasuk Al-Battani tidak hanya
berkiblat pada Ptolomeus. Mereka melakukan pengamatan sendiri dan sering melakukan
penelitian kembali dengan menggunakan instrumen yang lebih baik.

Ibnu an-Nadim dalam Al-Fihrist menyebutkan bahwa al-Battani memulai perjalanannya


mengamati masalah-masalah astronomi sejak tahun 264 H (878 M). Dengan pendapat ini benar,
berarti al-Battani pernah tinggal dalam waktu yang cukup lama di kota Raqqa dan melakukan
penelitian astronomi yang berhasil ditemukannya pada tahun 306 H (918 M). Selain itu, al-
Battani juga pernah tinggal lama di kota Anthakiyyah di utara Syria, tempat dia membuat
teropong bintang yang disebut dengan "Teropong Al-Battani." Secara umum, masa di mana al-
Battani hidup adalah masa kejayaan ilmu astronomi Arab dan masa ditemukannya berbagai
penemuan ilmiah di Arab dalam bidang ini.

Sebagai seorang pakar dalam bidang astronomi, al-Battani juga telah mengarang banyak buku
yang berisi tentang hasil pengamatan bintang-bintang, perbandingan antara berbagai kalender
yang digunakan di berbagai suku bangsa (Hijriyah, Persia, Masehi, dan Qibti), dan berbagai
peralatan yang digunakannya dalam mengamati bintang-bintang serta cara membuatnya. Di
antara buku-buku karangannya yang paling terkenal adalah Zij Ash-Shabi’ atau Zij al-
Battani (buku ini terdiri dari pengantar dan lima puluh tujuh pasal yang kebanyakan isinya
berasal dari pengalamannya mengamati bintang-bintang serta pemikiran dan teorinya dalam ilmu
astronomi). Dalam pengantar kitab ini, al-Battani berkata, "Ilmu yang paling mulia
kedudukannya adalah ilmu perbintangan. Sebab, dengan ilmu itu dapat diketahui lama bulan dan
tahun, waktu, musim, pertambahan, dan pengurangan siang dan malam, letak matahari dan bulan
serta gerhananya, serta jalannya planet ketika berangkat dan kembali."

Pada abad ke-12 kitab Zij Ash-Shabi’  diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Robertus
Retinensis. Pada abad ke-13, Raja Alfonso dari Spanyol kembali menterjemahkan Kitab tersebut.
Kitab Zij Ash-Shabi’, yang lebih dikenal sebagai De Scientia Stellarum atau De Motu
Stellarum, kemudian diteliti oleh sarjana orientalis Italia bernama C. A. Nallino yang mengedit
dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin.Selain Zij ash-Shabi’, karya al-Battani yang
lainnya dalam bidang astronomi adalah Risalah fi Tahqiqi Aqdari Al-Ittishalat, Ma'rifati Mathali'
al-Buruj fi ma Baina Arba' al-Falak, Ta'dil al-Kawakib, Syarh Arba' Maqalat li
Bathlimus, dan Kutub wa Rasa'il fi Ilmi Al-Jughrafiya.
Selama Al-Battani sibuk melakukan observasi tentang astronomi antara tahun 878 M hingga 918
M, ia tertarik pada konsep matematika dari ilmuwan yang mengembangkan ilmunya di India.

Konstribusi terbesar Al-Battani pada ilmu astronomi adalah pengenalan penggunaan


trigonometri. Konstribusi ini memberikan pengetahuan baru mengenai penghitungan matematika
yang lebih kompleks bagi para astronom lain dan masih digunakan hingga sekarang. Dalam
bidang ilmu pasti Al-Battani adalah orang yang pertama kali memasukkan sinus dan cosinus
dalam ilmu pasti. Dia menggunakan sinus dan cosinus sebagai ganti hypotenuse yang banyak
digunakan oleh orang Yunani. Lalu dia menyempurnakan definisi bayangan semu dan bayangan
inti, selain membuat daftar untuk dua hal tersebut. Penemuan hukum segitiga sama sisi yang
sempurna pun dinisbatkan kepadanya. Selain itu dia juga memecahkan berbagai persoalan
hitungan ala Yunani dengan menggunakan cara ilmu ukur untuk mengetahui detail ukurannya.
Dalam matematika , al-Battani menghasilkan sejumlah persamaan trigonometri:

dan dia menggunakan gagasan al-Marwazi tentang tangen dalam mengembangkan persamaan-


persamaan untuk menghitung tangen, cotangen dan menyusun tabel perhitungan tangen. Dia juga
menemukan fungsi kebalikan dari garis potong dan cosecan, dan menghasilkan tabel pertama
cosecants, yang ia disebut sebagai "tabel bayangan" (merujuk pada bayangan gnomon ), untuk
setiap gelar dari 1 ° sampai 90 °.

Wafat
Ia meninggal pada tahun 929 di Qar al-Jiss (sekarang di Irak modern) dalam perjalanan pulang
dari Bagdad. Berabad-abad setelah kematian Al-Battani, ringkasan pemikirannya yang
terangkum dalam Kitab Zij ash-Shabi’ masih digunakan sebagai pedoman pada zaman
Renaisance dan memberikan banyak pengaruh terhadap astronom dan astrolog Barat. (Joseph A.
Angelo, JR, Encyclopedia of Space and Astronomy, 2006).

Anda mungkin juga menyukai