Anda di halaman 1dari 3

Biografi Ibnu Haitham (Bapak Optik Pencipta Kamera)

Namanya adalah Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab: ‫ حسن بن حسن‬،‫ابو علی‬
‫ )بن الهيثم‬atau Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat,
dengan nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika,
geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya, dan telah
memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Roger Bacon,
dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop juga
kamera obscura.
Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan
nama Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H
bersamaan dengan 965 Masehi. Ia memulai pendidikan awalnya di
Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar
kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak
pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke
Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan
pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan.

Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau telah
mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil
serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang
cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.

Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains, falak,
matematik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu
rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan
mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.

Karya dan Penelitian

Peletak dasar penciptaan kamera


Prinsip-prinsip dasar pembuatannya telah dicetuskan oleh al-Haitham seorang sarjana Muslim, sekitar
1.000 tahun silam, tepatnya pada akhir abad ke-10 M.

Diakui atau tidak kamera merupakan salah satu penemuan dan karya manusia yang terbilang sangat
fenomenal. Melalui kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai
dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi kamera kini dikuasai Jepang dan negara
Barat.
Namun tahukah Anda bahwa prinsip-prinsip dasar kerja seluruh kamera telah diletakkan seribu tahun
lalu oleh seorang sarjana Muslim? Peletak prinsip kerja kamera itu tak lain dan tak bukan adalah Ibnu
Haitham. Dia adalah fisikawan Muslim terkemuka di era kekhalifahan. Beragam bidang ilmu seperti
matematika, astronomi, kedokteran. dan kimia dikuasainya. Namun, dia paling jago dalam bidang optik
dan fisika.

Salah satu karya Al-Haitham yang paling menumental adalah ketika bersama muridnya, Kamaluddin
berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika Al-Haitham
mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang
kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan
datar.
Biografi Ibnu al-Nafis - Penemu Peredaran Darah Dalam Tubuh Manusia

Ala-al-din abu Al-Hassan Ali bin Abi-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi, yang dikenal sebagai Ibn
al-Nafis lahir pada tahun 1213 di Damaskus. Dia hadir di Rumah Sakit Medical College ( Bimaristan
Al-Noori) di Damaskus. Selain obat-obatan, Ibn al-Nafis belajar ilmu hukum, sastra dan teologi. Ia
menjadi seorang ahli di sekolah hukum Syafi'i dan ahli dokter.
Pada tahun 1236, Al-Nafis pindah ke Mesir. Dia
bekerja di Rumah Sakit Al-Nassri, dan kemudian di
Rumah Sakit Al-Mansouri, di sana ia menjadi kepala
dokter dan dokter pribadi Sultan. Ibn al-Nafis
meninggal pada 17 Desember 1288 (umur 74-75) di
Kairo. Sumber lain mengatakan wafat pada 11
Dzulqaidah tahun 678 H ( 17 Desember 1288 M) dan
ada juga yang mengatakan, dia wafat pada tahun 696 H
(1297 M). Ketika meninggal ia menyumbangkan rumah, perpustakaan dan klinik miliknya ke Rumah
Sakit Mansuriya.
Penemuan sirkulasi paru-paru
Pada tahun 1924, seorang dokterMesir, Muhyo Al-Deen Altawi, menemukan naskah berjudul, "
Commentary on Anatomi di Avicenna Canon " di Perpustakaan Negara Prusia di Berlin saat
mempelajari sejarah kedokteran Arab di Fakultas Kedokteran Universitas Albert Ludwig di Jerman.
Script ini mencakup secara rinci topik anatomi, patologi, dan fisiologi. Ini adalah deskripsi awal
tentang sirkulasi paru-paru. Dokter berkewarganegaraan Mesir, Muhyiddn At-Tathawi, yang diutus ke
Jerman menemukan manuskrip buku tersebut di salah satu perpustakaan Jerman. Di dalam buku ini
ditegaskan secara pasti bahwa Ibnu An-Nafis telah berhasil menemukan sirkulasi darah kecil
(Pulmonary Circulation). Selanjutnya dokter Mesir ini mempelajari manuskrip karya Ibnu An-Nafis
dan membandingkannya dengan riset-riset kedokteran modern. Hasil kajiannya dia tuangkan ke dalam
sebuah buku yang diberi judul "Ad-Daurah Ad-Damawiyah Tab'an Li Al-Qurasyi. "
Kemudian, seorang ilmuwan Jerman yang berprofesi sebagai dokter dan orientalis, Mairhov
mempelajari manuskrip Ibnu An-Nafis, dia menyimpulkan pendapat yang memperkuat kebenaran
pendapat Dr. At-Tathawi, yaitu Ibnu An-Nafis adalah penemu sirkulasi darah kecil yang pertama.
Demikianlah Ibnu An-Nafis mendapatkan pengakuan secara resmi setelah sekian lama dia tidak diakui.

Peredaran darah menurut Ibnu An-Nafis


Ibnu Nafis menyebutkan bahwa peradaran darah ke hati dilakukan melalui urat darah halus yang
tersebar di seluruh bagian hati dan bukan di jantung sebelah kanan saja. Ini merupakan bukti bahwa
Ibnu Nafis menemukan sirkulasi darah di pembuluh darah jantung (coronary arteries). Ibnu Nafis
berani mengungkapkan penemuannya ini sekalipun bertentangan dengan pendapat Ibnu Sina.
Ibnu An-Nafis menegaskan bahwa darah mengalir dari hati ke paru-paru untuk mendapatkan udara dan
bukan untuk memberi makan paru-paru, sebagaimana kesimpulan itu diyakini secara umum di
kalangan semua dokter pada masanya. Ibnu An-Nafis menyebutkan adanya hubungan antara urat darah
halus dan pembuluh darah di paru-paru yang berfungsi mengalirkan darah, akan tetapi penemuan ini
diklaim oleh seorang dokter Italia, Matteo Colombo (1516-1559 M), sebagai penemuannya. Ibnu An-
Nafis berkesimpulan bahwa pembuluh darah pada kedua paru-paru hanya berisi darah saja, dan dia
menafikan adanya udara di dalamnya atau endapan sebagaimana yang diyakini oleh Gelenus.
Ibnu An-Nafis menyebutkan bahwa dinding urat darah halus pada kedua paru-paru lebih tebal dari pada
dinding dinding pembuluh darah, karena ia terdiri dari dua lapisan. Namun yang sangat disayangkan,
sejarawan Eropa mengatakan bahwa ini ditemukan oleh Serveto. Kita masih meragukan ini, karena bisa
jadi dia mengutipnya dari Ibnu An-Nafis atau dari salah seorang yang mengutip darinya tanpa
menyebutkan sumbernya.
Biografi, Pemikiran Dan Karya Al-Kindi

Al-Kindi salah seorang pemikir brilian islam, bernama lengkap Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn
Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-
Asy’ath ibn Qais al-Kindi Arab: Latin: Alkindus) (lahir:
801 – wafat: 873), dikenal sebagai filsuf pertama yang lahir
dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa
berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani. Banyak karya-
karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa
Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinos. Sayangnya
ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles yang berjudul Teologi
menurut Aristoteles, yang di kemudian hari menimbulkan sedikit kebingungan.Al-Kindi hidup pada
masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak
didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan
penerjemahan ini.

Pemikiran Al-Kindi
Falsafat Ketuhanan
Tuhan dalam falsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan mahiah. Tidak aniah
karena tidak termasuk yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari
materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan
adalah Yang Benar Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid).
Falasafat Jiwa
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa. Bahkan Al-
Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui
hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan Manusia. Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim
membahas jiwa berdasarkan pada falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian
mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Akal
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah satunya ialah daya berpikir.
Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat
potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari
aktualitas.
Karya Karya Al-Kindi
Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku yang ditulisnya
berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa dan lain sebagainya. Corak filsafat
al-Kindi tidak banyak yang diketahui karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Beberapa
karya tulis al-Kindi antara lain:
1. Kitab Al-Kindi ila Al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama)
2. Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa ma fawqa
al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil,
serta metafisika).
3. Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm al-Riyadhiyyah (tentang filsafat tidak dapat
dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika).
4. Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori-
kategorinya).
5. Kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya).

Anda mungkin juga menyukai