Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM 05

ANALISIS KUANTITATIF: METODE PENGENDAPAN (ARGENTOMETRI)

I. Tujuan : Mahasiswa mampu menganalisis dan menentukan kadar sampel/obat


Thiamin HCl dengan menggunakan metode argentometri.
II. Teori Singkat
Titrasi argentometri merupakan titrasi dengan menggunakan larutan perak nitrat
untuk menentukan kadar halogen.Contoh reaksinya adalah: NaX(aq) + AgNO3(aq) AgX(aq) +
NaNO3(aq). Titrasi argentometri dengan metode Mohr yakni mula mula Ag+ yang
ditambahkan bereaksi membentuk endapan AgCl berwarna putih. Apabila Cl- sudah habis
bereaksi maka kelebihan Ag+ selanjutnya bereaksi dengan CrO42- yang berasal dari
indikator K2CrO4 yang ditambahkan dan membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna
merah bata, berarti titik akhir titrasi sudah tercapai. Sebagai contoh penggunaan metode
argentometri dapat dilihat padapenentuan konsentrasi surfaktan terbaik yang terikat pada
senyawa kaolin, ditentukan dengan uji Cl- menggunakan metode titrasi argentometri
(Wahyuni, 2010).
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas
(Khopkhar, SM.2008) :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana
netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi
dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 –
9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana
basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah : Asam :
2CrO42- + 2H- ↔ CrO7 2- + H2O Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan
alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan
kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk
ditetapkan kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat
sangat 4 kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat
ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat
yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida
dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat
menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan
oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang
berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi. Sebagai indikator digunakan larutan
kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan ion perak akan membentuk endapan
coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna
kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu
titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan AgCl.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+ , Br - , dan I- dengan penambahan larutan
standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk
menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar
berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator
yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+
membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam
cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion
yang diendapkan oleh Ag+ . Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah.
pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat
yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam
lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 5
menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan
sekunder.
Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan sangat penting dalam
gizi manusia. Vitamin sintetik dipakai secara luas untuk menggantikan vitamin yang hilang
dan untuk mengendalikan rasa kandungan vitamin dalam makanan. (Deman, J., 1997).
Thiamin atau vitamin B1 merupakan gabungan dari senyawa dengan cincin utama
pirimidinnya dan senyawa dengan cincin utama tiasol. Karena peranannya sebagai koenzim
dalam metabolisme perantara dari asam alfa- keto dan karbohidrat, maka tiamin terdapat
pada hampir semua tanaman dan hewan. Sayuran dan buah-buahan mengandung sedikit
vitamin B1. Vitamin B1 terdapat dalam jumlah yang tinggi pada biji-bijian, terutama dalam
bagian kecambah dan bekatul padi. (Deman, J., 1997).
Vitamin B1 (thiamyne) adalah salah satu dari macam vitamin yang mempunyai tingkat
kestabilan yang kurang. Berbagai operasi pengolahan makanan dapat sangat mereduksi
kandungan vitamin B1 dalam bahan pangan. Panas, oksigen, belerang dioksida, dan pH netral
atau basa dapat mengakibatkan perusakan vitamin B1 ini sedangkan cahaya tidak
mengurangi vitamin ini. Thiamin merupakan vitamin larut air yang stabil pada kondisi asam
dan tidak stabil dalam kondisi netral atau basa. pH optimumnya adalah pada 2-3. (Deman, J.,
1997)
Vitamin, pada umumnya dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu vitamin yang
larut dalam lemak yakni vitamin A, D, E, K; serta vitamin yang larut dalam air seperti
vitamin B dan vitamin C. (Rohman dan Sumantri, 2007).
Vitamin B1 berfungsi untuk pengobatan defisiensi vitamin B1 pada kondisi : beri –
beri, wernicke’s encephalophyta syndrom, peripheral neuritis yang disertai dengan
kehamilan pecandu alcohol dengan komplikasi pada saraf sensor, penderita kelainan
metabolik. (PIO, 2009).
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Tabung reaksi dan rak tabung reaksi - AgNO3 0,1N
- Batang pengaduk - Sampel sirup Vit.B (thiamine HCl)
- Gelas Kimia - Asam nitrat encer
- Gelas Ukur - K2CrO4
- Erlenmeyer - NH4CNS
- Buret
- Statif dan Kleim

II. Prosedur Kerja


- Pipet sebanyak 10 mL sediaan sirup Vit. B1 setara dengan 100 mg tiamin hidroklorida
masukkan kedalam Erlenmeyer, tambahkan 20 mL aquadest.
- Larutan diasamkan dengan asam nitrat encer lalu ditambahkan 10 mL larutan baku
AgNO3 0,1 N.
- Endapan yang terjadi disaring sampai larutan tidak mengandung klorida.
- Filtrate yang mengandung kelebihan larutan baku AgNO3 selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku ammonium tiosianat 0,1 N menggunakan indicator besi (III)
ammonium sulfat.
- Titik akhir titrasi ditandai pada saat perubahan warna larutan menjadi merah.
- Tiap mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 16,86 mg tiamin HCl.
- Hitung kadar tiamin HCl dalam sediaan menggunakan persamaan berikut dan
bandingkan dengan persyaratan kadar sediaan menurut farmakope Indonesia.
Penetapan Kadar dengan Metode Mohr
Dimasukkan 5 mL sirup Curcuma Plus setara dengan 3 mg Tiamin kedalam gelas ukur,
ditambahkan 5 mL aquades, dimasukkan kedalam Erlenmeyer, ditambahkan 1 mL
indicator K2CrO4, kemudian dititrasi menggunakan AgNO3 sampai terbentuk
endapan merah bata atau endapan putih.
LEMBAR KERJA
No. Praktikum : ................................................
Judul praktikum : ................................................
Tanggal Praktikum : ................................................
Tasikmalaya,......................
Instruktur Laboran/ Dosen

( )

PRAKTIKUM 06
PENETAPAN KADAR PIRIDOKSIN HIDROKLORIDA SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET
A. Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan kadar Piridoksin dalam sediaan
secara spektrofotometri

B. Landasan Teori

Vitamin adalah bahan utama bagi fungsi tubuh dan kesehatan yang dibutuhkan
dalam jumlah takaran yang lebih sedikit namun memiliki manfaat yang sangat berguna bagi
tubuh. Vitamin digolongkan dalam dua golongan, yaitu vitamin yang larut dalam air dan
vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang larut dalam air mempunyai toksisitas rendah,
karena jumlah yang berlabihan cepat diekskresi melalui urin, sebaliknya pemakaian vitamin
yang larut dalam lemak dengan jumlah yang berlebihan akan menyebabkan tertimbunnya
senyawa tersebut dalam tubuh dan dapat menimbulkan efek toksik (Tanu Ian, 1969).
Vitamin B6 adalah vitamin yang larut dalam air. Vitamin B 6 penting untuk
mempertahankan fungsi otak yang sehat, pembentukan sel darah merah, pemecahan
protein, sintesa antibodi sebagai bagian dari system kekebalan tubuh. Dampak kekurangan
vitamin B6 adalah terjadi pecah-pecah disudut bibir, kerusakan kulit, mudah mual-mual,
lidah tidak kasar, mudah pening, anemi, mudah kena penyakit batu ginjal, terjadi sawan
pada anak kecil. Orang yang mempunyai kadar vitamin B6 rendah, menunjukkan gejala
seperti lemah, sifat lekas marah dan susah tidur. Selanjutnya gejala kegagalan
pertumbuhan, kerusakan fungsi motorik dan sawan. Selain itu Vitamin B 6 (piridoksin) juga
memegang peranan penting pada metabolisme asam amino, jadi bila kekurangan vitamin B 6
akan terjadi gangguan metabolisme protein sehingga mengganggu kerja otak dan susunan
syaraf (Maria C. Linder, 1992).
Beberapa cara penetapan kadar piridoksin hidroklorida adalah dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), metode
Spektrofotometri Ultra Violet dan Spektrofotometri Visible. (A. C. Moffat, 1986 dan
ditjen POM, 1995)
Spektrofotometri adalah suatu metode yang mempelajari serapan atau emisi radiasi
elektromagnetik. Sedangkan alat atau instrument untuk spektrofotometri disebut
spektrofotometer, yaitu alat yang mempergunakan cahaya dengan frekuensi tertentu
melalui suatu larutan sampel untuk mengukur intensitas cahaya yang keluar.
Penetapan kadar secara spektrofotometri memegang peranan yang penting untuk
penentuan kuantitatif bahan baku dan sediaan obat. Tahap-tahap penetapan kadar secara
spektrofotometri adalah :
1. Menentukan panjang gelombang maksimun (λ maks ) dari zat yang akan ditetapkan
kadarnya dengan alat yang akan digunakan. Dapat juga dilihat dari Farmakope
Indonesia dan literatrur lain misalnya Clarke’s. Panjang gelombang maksimum zat
yang akan ditetapkan akan kita peroleh setelah dilakukan pengukuran dengan
memasukkan kisaran panjang gelombang yang diinginkan, dan dibuat kurva
kalibrasinya.
2. Menentukan linieritas kurva kalibrasi dan persamaan regresi dari kurva
kalibrasinya. Untuk ini dilakukan dengan pengukuran serapan dari larutan induk
pembanding yang harus diencerkan paling sedikit 5 konsentrasi yang berbeda.
Pengukuran harus dilakukan dalam batas-batas serapan yang diizinkan oleh hukum
Lambert-Beer yaitu berada pada kisaran : A = 0,2-0,6.
Dari data-data yang diperoleh ini dibuat kurva kalibrasi dan persamaan garis regresi dari
larutan baku pembanding.
Persamaan garis regresi nya: Y = ax + b
Keterangan : Y = serapan sampel/cuplikan
X = konsentrasi
Untuk mendapatkan persamaan regresi di atas, maka harga a dapat diperoleh dari
persamaan dibawah ini :
a = ∑XY – ( ∑X ) ( ∑Y ) / n
∑ X2 - ( ∑X )2 / n
Keterangan: X= konsentrasi baku pembanding ( mcg / ml ) dari berbagai konsentrasi.
Y = serapan baku pembanding dari berbagai konsentrasi.
n = banyaknya pengukuran serapan yang dilakukan.

Jika harga a telah kita peroleh, maka harga b akan didapat dari :
b = Y – aX
keterangan : Y = rata-rata dari absorbansi
X = rata-rata dari konsentrasi
Dan dengan demikian akan diperoleh persamaan garis regresinya.

3. Kadar zat yang ditentukan dapat diperoleh dengan :


a) Persamaan garis regresi, yaitu mengukur serapan zat tersebut pada panjang
gelombang maksimumnya dan memasukkan harga serapan yang diperoleh pada
persamaan garis regresi dari larutan pembanding.
b) Cara perbandingan pendekatan harga serapan (A)
C sampel = C pembanding x A sampel
A pembanding
Dengan syarat : harga Asampel berdekatan dengan harga Apembanding.

4. Lar
utan zat yang akan diukur serapannya harus jernih. Kalau tidak jernih harus
disaring atau disentrifuge sehingga diperoleh filtrat yang jernih untuk diukur
dengan spektrofotometri. (Salbiah, dkk. 2008)

Spektrofotometer ultra violet terdiri atas empat komponen dasar yaitu :


1. Sumber energi radiasi
Sumber energi radiasi ultra violet yang sering digunakan adalah hidrogen, dapat
juga dipakai uap merkuri atau xenon. Kedua sumber ini menghasilkan radiasi ultra violet
yang intensitasnya tinggi.
2. Monokromator
Fungsi dari monokromator adalah untuk menghasilkan radiasi monokromatik yang
berasal dari sumbernya yang polikromatik, atau dengan kata lain radiasi yang
polikromatik diubah menjadi monokromatik.
3. Wadah
Wadah yang digunakan untuk larutan sampel harus dibuat dari bahan yang
transparant, misalnya silika.
4. Detektor yang dihubungkan dengan sistem pembacaan (alat pencatat).
Detektor yang paling banyak digunakan untuk spektrum ultra violet dan sinar
tampak adalah photo tube (tabung foto).

Prinsip Pengukuran Spektrofotometer


Bila suatu sinar monokromatis dilewatkan melalui sampel maka sebagian dari sinar
tersebut terserap oleh sampel dan sebagian lagi akan diteruskan. Perbandingan antara
intensitas sinar setelah melalui sampel dan intensitas sinar mula-mula disebut transmitan
(T)
T = I / I0
Hubungan antara absorban dengan transmitan adalah :
A = log 1 / T
Fraksi sinar yang diabsorbsi sangat tergantung pada tiga faktor yakni absorbtivitas, tebal
kuvet atau tempat sampel dan konsentrasi. Ketiga parameter ini digabungkan dan sering
disebut dengan hukum Lambert Beer, yang dapat dibuat dengan persamaan :
A=axbxc
Keterangan : A = fraksi sinar yang diabsorbsi
a = absorbtivitas
b = ketebalan lapisan medium
c = konsentrasi larutan (James W. Munson, 1991)

C. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :
- Beaker glass - HCl 0,1N
- Corong - Piridoksin HCl BPFI
- Gelas ukur
- Labu ukur
- Pipet volume
- Kertas saring Whatman 42
- Spektrofotometer UV Visible
- Timbangan analitis
- Lumpang dan Martir
D. Prosedur Kerja
Pembuatan Larutan pereaksi
Pembuatan larutan HCl 0,1 N : Tiap 1000 ml larutan mengandung 3,646 g HCL (BM :
36,46). Cara pembuatannya diencerkan 8,5 ml HCL p dengan aquades hingga 1000 ml
(Ditjen POM, 1995)
Larutan baku pembanding
- Ditimbang seksama sejumlah Piridoksin BPFI sebanyak 25 mg
- Dilarutkan dalam HCl 0,1 N secukupnya hingga 100 ml, dicampur.
- Dipipet 5,0 ml larutan di atas, lalu encerkan dengan HCl 0,1 N hingga 100 ml,
dihomogenkan.
- Diukur serapan larutan baku pada panjang gelombang serapan maksimum 290 nm,
menggunakan HCl 0,1 N sebagai blangko.
Larutan sampel (larutan uji)
- Ditimbang sebanyak 20 tablet
- Digerus halus
- Ditimbang setara dengan 25 mg zat berkhasiat
- Dimasukkan dalam labu ukur 100 ml
- Diencerkan dengan 50 ml HCl 0,1 N
- Dikocok, lalu panaskan di atas penangas air, dinginkan.
- Diencerkan dengan HCl 0,1 N hingga 100 ml
- Disaring, Dipipet 5 ml filtrat ke dalam labu tentukur 100 ml, lalu diencerkan
dengan HCl 0,1 N
- Diukur serapan larutan uji pada panjang gelombang 290 nm
- Dihitung kadar tablet Piridoksin
Penetapan kadar secara Spektrofotometer UV Visible
- Hidupkan power / on, pada alat spktrofotometer.
- Tekan angka panjang gelombang
- Buka tempat kuvet, masukkan larutan blanko pada kuvet 1
- Masukkan juga larutan standar pada kuvet 2
- Kemudian kuvet 1 dan kuvet 2 ditempatkan dalam alat spektrofotometer,
tutup.
- Catat absorbansinya (lihat pada printer)
- Untuk mengukur absorbansi pada larutan uji dilakukan cara yang sama, dimana
larutan blanko pada posisi tetap di kuvet 1 dan larutan uji pada kuvet 2.
Persyaratan : Mengandung Piridoksin HCl tidak kurang dari 95,0 % dan tidak
lebih dari 115,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket

Anda mungkin juga menyukai