Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

GAGAL GINJAL KRONIK

Fasilisator :

Edy Siswantoro S.Kep.Ns. MMKes. Mkep

Oleh

1. Adiningsih Kurnia Wardani Mattarang (0118003)


2. Bella Feby Dwi Nurika Sari (0118008)
3. Fanny Okte Novita Sari (0118015)
4. Kiki Aprilia Mardiani (0118021)
5. Nike Fitr Amalia (0118027)
6. Putri Diah Ningtyas (0118032)
7. Shike Yolandyta Amelga Putri (0118038)
8. Siti Rifti Dwi Novika Sari (0118039)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES DIAN HUSADA

KOTA MOJOKERTO

TAHUN 2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunianya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
Dimana makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah filsafat dengan makalah yang
berjudul “ASUIHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK “

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman – teman
yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca yang membangun. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman- teman.

Mojokerto, 8 September 2020

(Penulis)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. MASALAH
C. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
F. STADIUM
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
H. KOMPLIKASI
I. ASUHAN KEPERAWATAN

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi
kelebihannya sebagai kemih
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra
sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama
dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang
masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai
masalah kesehatan masyarakat utama.Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan
kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini
sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung
koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan
terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya
desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas,
penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis
dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit
ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti
ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada
etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena
itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif
terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko
untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gagal ginjal kronik?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan padagagal ginjal kronik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gagal ginjal kronik
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gagal ginjal kronik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Corwin, 2001).
Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price, 2006).
B. Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi
berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti
demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran
mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal
(Elizabeth, 2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan
akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler –
kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring
atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi dapat
timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah
cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi
penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan
adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada
pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi
ginjal jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000).

3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,


Stenosis arteria renalis Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan
berubah ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam
ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh
darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk
mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja.
RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan
darah tinggi dan kerusakan ginjal.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus
sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal
6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra,
anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).
C. Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.
Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal
kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi
nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang
mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-
nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan
reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron- nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth,
2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang harus
diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah, kendati
jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara
progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi
dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan
kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron
meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah
nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat
rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah hancur, maka
kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga
keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan
peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik
pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang.
Sedikit perubahan pada makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut,
karena makin rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada) semakin besar
perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau
mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285
mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan
nokturia (Price, 2006).
D. Pathway

GAMBAR 1
SUMBER : ILMUKEPERAWATANBLOGSPOT.COM

E. Manifestasi Klinis
Menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit
abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa
kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap,
parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran
gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)
atau kedutan otot.
F. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup
menurut Corwin (2001) adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Semakinn banyak nefron yang mati.
5. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin
(2001) adalah:
1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan
adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi
protein dan obat-obat antihipertensi.
2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik menurut FKUI (2006) meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
H. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak
adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena.
Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam
keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang
diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Pada
pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan faktor risiko
yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan
hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah
untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi
seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian
volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat
bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat hilangnya
nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi, namun
kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat
menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.Keluhan ini sering
timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab oleh deposit
kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan
dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal
ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan
anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala mual, muntah,
anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih
tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi, dan
penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi kehilangan libido,
berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat
turut berkontribusi dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan
massa otot pada orang dewasa.

I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal
kronik menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam,
meliputi :
a. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal
kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak
perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional
1. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi
kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol
tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi
dan diabetes mellitus.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3. Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5. Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6. Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhati- hati/distraksi, gelisah,
penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak
kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan
status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
7. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan
menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran.
8. Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian Fisik
1. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2. Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3. Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA)
menurun.
4. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5. Kepala
a. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair,
penglihatan kabur, edema periorbital.
b. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.

c. Hidung : pernapasan cuping hidung

d. Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,


mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi.
6. Leher : pembesaran vena leher.
7. Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction
rub pericardial.
8. Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9. Genital : atropi testikuler, amenore.
10. Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan
otot.
11. Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura),
edema.

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000)


adalah :

a. Urine
1. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria).
2. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
3. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
4. Klirens kreatinin, mungkin menurun
5. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
6. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
b. Darah
1. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
2. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
3. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan
amoniaatau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun,
PaCO2 menurun.
4. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
5. Magnesium fosfat meningkat
6. Kalsium menurun
7. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
8. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.
g. Pemeriksaan radiologik
1. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung
kemih, dan adanya obstruksi (batu).
2. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
3. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
4. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.

5.Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk


menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
6.Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan
pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif).
7.Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
8.Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
9.Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
10. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebararn tumor).
11. Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur
ginjal, luasnya lesi invasif ginjal
Analisa Data
n Data Penyebab Masalah
o
1 DS: Edema paru Gangguan pertukaran
-Dispnea gas
-Penglihatan kabur
DO:
-Takikardia
-Bunyi nafas tambahan
-Sianosis
2 DS: Retensi Na &H2O naik Hipervolemia
-Ortopnea
-Dispnea
DO:
-Distensi vena jugularis
-Terdengar suara napas
tambahan
-Oliguria
3 DS:- Suplai nutrisi dalam darah Risiko Defisit Nutrisi
DO:- menurun
4 DS: Suplai o2 kasar menurun Intoleransi aktifitas
-Dispnea
-Merasa lelah
DO:
-Sianosis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru (D.0003)
2. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena (D.0022)
3. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas -Dispnea menurun Observasi
berhubungan dengan edema -Penglihatan kabur -Monitor frekuensi,
paru (D.0003) menurun irama, kedalaman dan
-Takikardi menurun upaya nafas
-Tidak ada bunyi suara -Monitor pola napas
nafas tambahan -Monitor adanya
-Tidak ada sianosis sumbatan jalan napas
(L.01003) -Auskultasi bunyi
napas
Teraputik
-atur interval
pemantauan respiasi
sesuai kondisi pasien
-Dokumentasikan
Edukasi
-Jelaskan tujuan dna
prosedur pemantauan
(l.01014)
2. Hipervolemia berhubungan -Takikardia menurun Observasi
dengan gangguan aliran -Dispnea menurun -Periksa tanda gejala
balik vena (D.0022) (L.02008) hipervolemia
-Identifikasi penyebab
-Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik
-Batasi asupan cairan
garam
-Tinggikan kepala 30-
40 derajat
Edukasi
-Anjurkan membatasi
cairan
(l.03114)

3. Risiko Defisit Nutrisi -Frekuensi meningkat Observasi


berhubungan dengan -Membran mukosa -Identifikasi status
ketidakmampuan normal nutrisi
mengabsorpsi nutrien (L.03030) -Monitor asupan
makanan
Terapeutik
-Fasilitasi menentukan
pedoman diet
Edukasi
-Anjurkan diet yahg di
programkan
Kolaborasi dengan
ahli gizi
(l.03119)
4. Intoleransi aktifitas -Tidak ada dispnea Observasi
berhubungan dengan -Keluhan lelah -Identifikasi gangguan
Ketidakseimbangan antara menurun fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan -Tidak ada sianosis mengakibatkan
oksigen (D.0056) (L.05047) kelelahan
-Monitor kelelahan
fisik dan emosional
Terapeutik
-Berikan aktifitas
distraksi yang
menyenangkan
Edukasi
-Anjurkan tirah baring
-Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
(l.0578)

D. Evaluasi
1. Tidak ada gangguan pertukaran gas
2. Asupan cairn normal
3. Nutrisi terpenuhi
4. Dapat melakukan aktifitas secara normal

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002).
B. Saran
Jadi diet untuk penyakit Gagal Ginjal Kronis sebaiknya:

1. Makanan yang Dianjurkan: Nasi, bihun, jagung, kentang, makaroni, mi, tepung-
tepungan, singkong, ubi, selai, madu, telur, daging ayam, daging, ikan, susu, minyak
jagung, minyak sawit, semua sayuran dan buah kecuali yan mengandung kalium tinggi
bagi penderita hiperkalemia tidak disarankan
2. Makanan yang Tidak Dianjurkan: Kacang-kacangan dan hasil olahannya (tahu tempe),
kelapa, santan, minyak kelapa, margarin, lemak hewan dan sayuran dan buah yang tinggi
kalium.

DAFTAR PUSTAKA

Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-tikalutfia-6702-2-babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai