Askep GGK Paliatif Fix
Askep GGK Paliatif Fix
Fasilisator :
Oleh
KOTA MOJOKERTO
TAHUN 2019-2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunianya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
Dimana makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah filsafat dengan makalah yang
berjudul “ASUIHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK “
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman – teman
yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca yang membangun. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman- teman.
(Penulis)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
F. STADIUM
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
H. KOMPLIKASI
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi
kelebihannya sebagai kemih
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra
sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama
dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang
masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai
masalah kesehatan masyarakat utama.Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan
kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini
sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung
koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan
terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya
desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas,
penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis
dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit
ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti
ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada
etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena
itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif
terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko
untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gagal ginjal kronik?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan padagagal ginjal kronik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gagal ginjal kronik
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gagal ginjal kronik
BAB II
PEMBAHASAN
GAMBAR 1
SUMBER : ILMUKEPERAWATANBLOGSPOT.COM
E. Manifestasi Klinis
Menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit
abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa
kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap,
parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran
gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)
atau kedutan otot.
F. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup
menurut Corwin (2001) adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Semakinn banyak nefron yang mati.
5. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Corwin
(2001) adalah:
1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan penatalaksanaan
adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut, terutama dengan restriksi
protein dan obat-obat antihipertensi.
2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik menurut FKUI (2006) meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
H. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak
adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau intravena.
Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam
keadaan baik. Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang
diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Pada
pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan faktor risiko
yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan
hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah
untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi
seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian
volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat
bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat hilangnya
nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian filtrasi, namun
kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat
menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.Keluhan ini sering
timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab oleh deposit
kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan
dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal
ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan
anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun gejala mual, muntah,
anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih
tinggi, keduanya dapat menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi, dan
penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi kehilangan libido,
berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat
turut berkontribusi dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan
massa otot pada orang dewasa.
I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal
kronik menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam,
meliputi :
a. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal
kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak
perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional
1. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi
kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol
tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi
dan diabetes mellitus.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3. Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5. Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6. Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhati- hati/distraksi, gelisah,
penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak
kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan
status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
7. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan
menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran.
8. Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian Fisik
1. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2. Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3. Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA)
menurun.
4. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5. Kepala
a. Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair,
penglihatan kabur, edema periorbital.
b. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
f. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
1. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria).
2. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
3. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
4. Klirens kreatinin, mungkin menurun
5. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
6. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
b. Darah
1. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
2. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
3. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan
amoniaatau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun,
PaCO2 menurun.
4. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
5. Magnesium fosfat meningkat
6. Kalsium menurun
7. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
8. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.
g. Pemeriksaan radiologik
1. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung
kemih, dan adanya obstruksi (batu).
2. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
3. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
4. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru (D.0003)
2. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena (D.0022)
3. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas -Dispnea menurun Observasi
berhubungan dengan edema -Penglihatan kabur -Monitor frekuensi,
paru (D.0003) menurun irama, kedalaman dan
-Takikardi menurun upaya nafas
-Tidak ada bunyi suara -Monitor pola napas
nafas tambahan -Monitor adanya
-Tidak ada sianosis sumbatan jalan napas
(L.01003) -Auskultasi bunyi
napas
Teraputik
-atur interval
pemantauan respiasi
sesuai kondisi pasien
-Dokumentasikan
Edukasi
-Jelaskan tujuan dna
prosedur pemantauan
(l.01014)
2. Hipervolemia berhubungan -Takikardia menurun Observasi
dengan gangguan aliran -Dispnea menurun -Periksa tanda gejala
balik vena (D.0022) (L.02008) hipervolemia
-Identifikasi penyebab
-Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik
-Batasi asupan cairan
garam
-Tinggikan kepala 30-
40 derajat
Edukasi
-Anjurkan membatasi
cairan
(l.03114)
D. Evaluasi
1. Tidak ada gangguan pertukaran gas
2. Asupan cairn normal
3. Nutrisi terpenuhi
4. Dapat melakukan aktifitas secara normal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002).
B. Saran
Jadi diet untuk penyakit Gagal Ginjal Kronis sebaiknya:
1. Makanan yang Dianjurkan: Nasi, bihun, jagung, kentang, makaroni, mi, tepung-
tepungan, singkong, ubi, selai, madu, telur, daging ayam, daging, ikan, susu, minyak
jagung, minyak sawit, semua sayuran dan buah kecuali yan mengandung kalium tinggi
bagi penderita hiperkalemia tidak disarankan
2. Makanan yang Tidak Dianjurkan: Kacang-kacangan dan hasil olahannya (tahu tempe),
kelapa, santan, minyak kelapa, margarin, lemak hewan dan sayuran dan buah yang tinggi
kalium.
DAFTAR PUSTAKA
Sukandar, Enday. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Pusat Informasi
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK.UNPAD. Bandung.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-tikalutfia-6702-2-babii.pdf