Anda di halaman 1dari 10

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN BERDASARKAN PROSES INTI

PADA SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)


(Studi Kasus Pada PT Arthawenasakti Gemilang Malang)

PERFORMANCE MEASUREMENT SUPPLY CHAIN BASED ON CORE PROCESS


OF SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR)
(Case Study in PT Arthawenasakti Gemilang Malang)

Nurus Shubuhi Maulidiya1), Nasir Widha Setyanto, ST., MT2), Rahmi Yuniarti, ST., MT3)
Jurusan Teknik Industri, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
E-mail: nurus_maulidiya@yahoo.com1), nazzyr_lin@ub.ac.id2), rahmi_yuniarti@ub.ac.id3)

Abstrak

Supply chain memiliki peranan yang penting dalam proses aliran material mulai dari pasokan bahan
baku oleh supplier sampai produk jadi ke tangan konsumen. Oleh karena itu perusahaan perlu melakukan
pengukuran kinerja supply chain untuk mengetahui sejauh mana performansi supply chain perusahaan telah
tercapai. Sehingga prioritas tindakan perbaikan dapat diberikan pada indikator kinerja supply chain
perusahaan yang masih jauh di bawah target. Menurut penelitian pada perusahaan kaleng dengan
menggunakan metode SCOR, didapatkan nilai pencapaian performansi supply chain perusahaan secara
keseluruhan adalah sebesar 7,48. Dengan melakukan pembobotan menggunakan AHP dan perhitungan
scoring system menggunakan OMAX, dapat diketahui 2 indikator kinerja supply chain yang perlu segera
mendapatkan tindakan perbaikan, yaitu indikator yang berada dalam kategori merah, yaitu persentase
tingkat penyimpangan permintaan aktual dengan jumlah perencanaan produksi dengan nilai 3,34 dan
efektifitas waktu pengecekan mesin secara berkala dengan nilai 3,38. Dengan melakukan perbaikan pada
indikator tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan performansi supply chain pada perusahaan.

Kata kunci : pengukuran kinerja, supply chain, SCOR, objective matrix

1. Pendahuluan
Pengetahuan dan wawasan akan dunia Menurut Pujawan (2005), Supply Chain
kerja yang berkaitan dengan dunia industri Management merupakan suatu kesatuan proses
sangat diperlukan sehubungan dengan kondisi dan aktivitas produksi mulai bahan baku
negara Indonesia yang merupakan salah satu diperoleh dari supplier, proses penambahan
negara berkembang, dimana ilmu pengetahuan nilai yang merubah bahan baku menjadi barang
dan teknologi akan diaplikasikan oleh industri jadi, proses penyimpanan persediaan barang
terlebih dulu. Struktur supply chain yang sampai proses pengiriman barang jadi tersebut
kompleks dan melibatkan banyak pihak baik ke retailer dan konsumen. Pengukuran kinerja
internal maupun eksternal perusahaan dapat supply chain bagi perusahaan perlu dilakukan
menimbulkan permasalahan apabila pihak karena bertujuan untuk mengurangi biaya-
perusahaan tidak mengetahui sejauh mana biaya, memenuhi kepuasan pelanggan dan
performansi supply chain telah tercapai. Supply meningkatkan keuntungan perusahaan serta
chain yang dikelola dengan baik dapat untuk mengetahui sejauh mana performansi
menghasilkan produk yang murah, berkualitas, supply chain perusahaan tersebut telah tercapai.
dan tepat waktu sehingga target pasar terpenuhi Pengukuran kinerja menurut Yuwono, Sukarno,
dan dapat menghasilkan keuntungan bagi dan Ichsan (2002) merupakan bagian dari
perusahaan. Menurut Indrajit dan sistem pengendalian manajemen yang
Djokopranoto (2005), manfaat dari mencakup baik tindakan yang
penerapan supply chain adalah mengurangi mengimplikasikan keputusan perencanaan
inventory barang, menjamin kelancaran maupun penilaian kinerja pegawai serta
penyediaan barang, menjamin mutu, operasinya (dalam Hanungrani, 2013). Menurut
mengurangi jumlah supplier, dan Rakhman (2006) pengukuran kinerja
mengembangkan supplier partnership atau merupakan sesuatu yang penting disebabkan
strategic alliance. oleh beberapa alasan yaitu (dalam Iriani, 2008)

696
pengukuran kinerja dapat mengontrol kinerja perbaikan untuk indikator kinerja perusahaan
baik langsung maupun tidak langsung, yang belum mencapai target. Untuk
pengukuran kinerja akan menjaga perusahaan pembobotan indikator performansi
tetap pada jalurnya untuk mencapai tujuan menggunakan metode Analytical Hierarchy
peningkatan supply chain, pengukuran kinerja Process (AHP). Setelah mengetahui bobot dan
dapat digunakan untuk meningkatkan target pencapaian dari masing-masing indikator
performansi supply chain, dan cara pengukuran kinerja, selanjutnya dilakukan perhitungan
yang salah dapat menyebabkan kinerja supply scoring system dengan Objective Matrix
chain mengalami penurunan, dan supply chain (OMAX). Pada perhitungan OMAX, nilai tiap
dapat diarahkan setelah pengukuran kinerja level akan ditentukan sehingga dapat diketahui
dilakukan. Gaspersz (2005) menyatakan pencapaian kinerja dari masing-masing
bahwa pengukuran kinerja memainkan peran indikator kinerja tersebut.
yang sangat penting bagi peningkatan PT Arthawenasakti Gemilang adalah salah
perusahaan ke arah yang lebih baik. satu perusahan produsen kaleng terbaik dalam
Untuk mengetahui performansi supply industri kaleng nasional. Selama ini perusahaan
chain perusahaan diperlukan suatu pengukuran tersebut telah menerapkan konsep SCM untuk
melalui pendekatan, yaitu metode Supply Chain mengatur aliran barang mulai dari supplier
Operation Reference (SCOR). Metode SCOR hingga sampai ke tangan konsumen akhir. Akan
adalah suatu model acuan dari operasi supply tetapi, supply chain perusahaan mengalami
chain. SCOR mampu memetakan bagian- permasalahan yang berkaitan dengan
bagian supply chain. Menurut Pujawan (2005), ketidaksesuaian perencanaan produksi dengan
pada dasarnya SCOR merupakan model yang output yang dihasilkan, pengembalian produk
berdasarkan proses. Penerapan metode SCOR oleh customer karena berbagai alasan, dan
pada supply chain management menyediakan keterlambatan pengiriman produk kepada
pengamatan dan pengukuran proses supply customer. Berkaitan dengan hal tersebut, sangat
chain secara menyeluruh. Model SCOR diperlukan untuk melakukan pengukuran
meliputi tiga level proses. Ketiga level tersebut kinerja supply chain bagi perusahaan untuk
menunjukkan bahwa SCOR melakukan mengetahui apakah performansi supply chain
penguraian atau dekomposisi proses dari yang telah berjalan secara efektif dan efisien. Oleh
umum ke yang detail. Pada level 1 dinamakan karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah
dengan Top level (tipe proses) mendefinisikan melakukan pengukuran kinerja lima proses inti
cakupan untuk lima proses manajemen inti pada supply chain perusahaan dengan
model SCOR, yaitu plan, source, make, deliver, menggunakan metode SCOR, mengetahui
dan return dalam supply chain perusahaan, dan aktivitas-aktivitas yang perlu dilakukan
bagaimana kinerja mereka terukur. Level 2 dari perbaikan berdasarkan scoring system, dan
SCOR adalah configuration level (kategori memberikan rekomendasi perbaikan pada
proses), yang mendefinisikan bentuk dari aktivitas yang memerlukan perbaikan dengan
perencanaan dan pelaksanaan proses dalam segera.
aliran material. Dan level 3 disebut dengan
process element level (proses penguraian), yaitu 2. Metode Penelitian
mendefinisikan proses bisnis yang digunakan 2.1 Pengumpulan Data
untuk transaksi penjualan order, pembelian Metode pengumpulan data yang dilakukan
order, pemrosesan order, hak pengembalian, adalah observasi pada proses produksi,
penambahan atau penggantian persediaan dan wawancara mengenai sistem supply chain
peramalan. Pada best practice berguna untuk perusahaan, dokumentasi perusahaan, file,
menggambarkan metode terbaik atau praktik arsip, atau catatan-catatan perusahaan serta
inovatif yang berkontribusi bagi peningkatan kuesioner untuk validasi dan pembobotan KPI.
kinerja suatu organisasi, yang biasanya diakui Pada awalnya kuesioner KPI yang didapatkan
sebagai yang terbaik oleh organisasi sejenis. adalah sebanyak 36 KPI yang diberikan pada
Dengan melakukan proses perbaikan best pihak manajemen perusahaan yang dirasa
practice, organisasi menjadi semakin paling mengetahui mengenai permasalahan dan
mempunyai arah ke mana harus bergerak di kondisi perusahaan untuk dilakukan validasi
masa depan. Arah organisasi yang jelas dan terdapat 31 KPI yang valid. Validasi KPI
memudahkan proses perencanaan strategis. dilakukan untuk memastikan apakah KPI yang
Selain itu juga dapat diberikan rekomendasi telah teridentifikasi sudah sesuai dan dapat

697
diterapkan di perusahaan. perusahaan dengan menggunakan metode
OMAX. OMAX berfungsi untuk
2.2 Pengolahan Data menyamakan skala nilai dari masing-
Berikut ini merupakan tahapan pengolahan masing indikator KPI.
data yang dilakukan: 6. Evaluasi kinerja supply chain perusahaan
1. Identifikasi supply chain perusahaan. dengan Traffic Light System.
Identifikasi supply chain perusahaan Dari scoring system yang dilakukan
dilakukan dengan cara mengamati supply dengan metode OMAX lalu dilakukan
chain perusahaan dan menyusun kerangka evaluasi terhadap hasil pencapaian
supply chain perusahaan dengan perusahaan apakah sudah mencapai target
pendekatan metode SCOR. perusahaan dari masing-masing KPI. Dari
2. Dekomposisi proses SCOR. Traffic Light System ini dapat diketahui
SCOR meliputi tiga level proses, dimana apakah nilai skor dari KPI tersebut perlu
ketiga level tersebut menunjukkan bahwa diperbaiki atau tidak.
SCOR melakukan penguraian atau 7. Rekomendasi perbaikan.
dekomposisi proses dari yang umum ke Rekomendasi perbaikan dilakukan
yang detail sehingga mendapatkan KPI terhadap indikator yang masih memerlukan
perusahaan yang akan diukur kinerjanya. perbaikan. Rekomendasi ini dilakukan
KPI yang dirancang dengan pendekatan berdasarkan analisa dari hasil KPI berupa
SCOR adalah berdasarkan perspektif tindakan perbaikan yang dapat
utama supply chain yakni plan, source, diimplementasikan pada perusahaan.
make, delivery, dan return. KPI inilah yang
akan menjadi indikator keberhasilan 3.1 Identifikasi Supply Chain Produk
performansi supply chain perusahaan. Kaleng
3. Validasi KPI (Key Performance Indicator) Langkah awal yang dilakukan adalah
yang digunakan dalam pengukuran membuat kerangka aliran supply chain PT
performansi supply chain. Arthawenasakti Gemilang yang terdiri dari
Setelah KPI ditentukan kemudian aliran material, aliran uang, dan aliran
dilakukan validasi terhadap KPI tersebut informasi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
apakah benar-benar mempresentasikan Aliran supply chain PT Arthawenasakti
performansi supply chain perusahaan. Gemilang dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengujian ini dilakukan melalui diskusi
dengan pihak perusahaan yang
berkompeten dibidangnya.
Konsumen Pemasaran Pengadaan Supplier Produksi Transportasi
4. Membuat dan memberikan pembobotan
terhadap hirarki KPI level 1, 2, dan 3 Raw
Material

dengan metode AHP. Purchase order


Purchase order
diterima
Perusahaan Konfirmasi
Material
Quality Control
(QC) Material

KPI yang sudah divalidasi kemudian Supporting


Material

dirancang hirarki dari KPI-KPI tersebut Tidak Apakah lulus


uji?

berdasarkan klasifikasinya dari level 1, 2, Ya

dan 3 dan dilakukan pembobotan terhadap Proses Produksi

masing-masing KPI tersebut dengan Tidak

metode AHP. AHP digunakan untuk Apakah lulus


uji QC?

menentukan prioritas atau bobot untuk Ya


Warehouse

alternatif-alternatif solusi dan kriteria-


Packing

kriteria yang digunakan untuk menilai Deliver

alternatif tersebut. Nilai pencapaian Kaleng

performansi masing-masing KPI didapat


dari kondisi atau data real perusahaan yang Apakah sesuai
order?
Tidak Komplain Return

disesuaikan dengan masing-masing KPI. Ya

Hasil pencapaian perusahaan tersebut Warehouse Keterangan:

kemudian dibandingkan dengan target


Aliran Informasi
Aliran Material

perusahaan.
Aliran Material Return
Aliran Finansial

5. Scoring system dengan metode OMAX. Gambar 1. Aliran Supply Chain PT Arthawenasakti
Perhitungan skor pencapaian performansi Gemilang

698
Dari Gambar 1. dapat diketahui bahwa chain, proses pembuatan kaleng, dan pemasaran
aliran informasi terjadi pada saat konsumen produk. Pada keempat aktivitas tersebut dibuat
menerbitkan surat purchase order pada PT perencanaan terlebih dahulu agar dapat tercapai
Arthawenasakti Gemilang yang diterima oleh hasil yang maksimal sesuai dengan target
bagian pemasaran kemudian bagian pemasaran perusahaan. Untuk perspektif source adalah
konfirmasi pada pihak pengadaan mengenai pihak-pihak yang memberikan sumber bahan
persediaan bahan baku perusahaan. baku untuk aktivitas utama pada perusahaan.
Selanjutnya, aliran informasi pada bagian Pihak-pihak tersebut adalah supplier ETP dan
pengadaan untuk melakukan order raw material bahan baku penunjang. Untuk perspektif make
dan supporting material pada pihak supplier. dalam kerangka supply chain perusahaan adalah
Tidak hanya aliran informasi yang berada pada segala macam aktivitas proses produksi yang
aktivitas order material, akan tetapi terdapat berkaitan dengan proses merubah bahan baku
aliran finansial dan aliran material return. menjadi barang jadi atau produk kaleng. Untuk
Selain itu, terdapat aliran material pada saat perspektif deliver dan return dalam kerangka
raw material dan supporting material dari supply chain adalah semua aktivitas yang
pihak supplier telah diterima oleh perusahaan. membutuhkan pengiriman dari supplier hingga
Setelah bahan baku dari supplier sampai ke produk sampai ke customer.
perusahaan, dilakukan pengecekan pada bahan
baku tersebut yang meliputi kesesuaian jumlah
yang dipesan, jenis bahan baku, ketepatan
Penerbitan Purchase
waktu pengiriman, dan pengecekan kualitas
Order (PO)
bahan baku yang diterima oleh pihak Quality
Assurance (QA). Bahan baku yang tidak sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan akan

Deliver
dikembalikan pada supplier yang bersangkutan.
Sedangkan bahan baku yang sudah sesuai
dengan spesifikasi akan dibawa ke bagian Supplier ETP dan
produksi untuk diolah menjadi produk jadi Bahan Baku
yaitu kaleng. Sebelum memasuki tahap Penunjang
pengemasan, kaleng tersebut terlebih dahulu
akan diuji kualitasnya oleh pihak Quality
Deliver

Return

Control (QC). Produk yang tidak lolos uji


kualitas akan dimasukkan ke gudang
penyimpanan sementara. Sedangkan untuk
produk kaleng yang lolos uji kualitas akan Proses Pembuatan
dilanjutkan ke proses pengemasan. Setelah Plan
Kaleng
dikemas, produk tersebut dikirimkan ke
customer oleh pihak marketing sesuai dengan
Deliver

Return

jumlah dan jenis produk yang dipesan.


Setelah itu dilakukan klasifikasi aktivitas
supply chain berdasarkan lima perspektif yakni
perspektif plan, source, make, deliver dan
return. Setelah diketahui aktivitas supply chain Pemasaran Produk
perusahaan, maka selanjutnya adalah
mengklasifikasikan aktivitas tersebut agar
Deliver

Return

mengarah pada perspektif supply chain yang


digunakan untuk mengidentifikasi KPI yang
ada pada masing-masing perspektif supply
chain tersebut. Klasifikasi aktivitas supply
chain perusahaan dapat dilihat pada Gambar 2. Customer
Dari Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa
untuk perspektif plan ada pada aktivitas
penerbitan surat pembelian (purchase order) Gambar 2. Klasifikasi Aktivitas Supply Chain
pemesanan bahan baku oleh bagian purchasing Perusahaan
yang merupakan tahap awal aktivitas supply

699
3.2 Identifikasi KPI Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
Berdasarkan model kerangka Supply nilai Inconsistency Ratio pada pembobotan
Chain Operation Reference (SCOR) Version perspektif ≤ 0,1 sehingga hasil pembobotan
10.0 yang dikembangkan oleh Supply chain tersebut dapat diterima.
Council (Bayer, Compaq, dkk), supply chain
dapat dibagi menjadi lima perspektif yaitu plan, 3.3.2 Pembobotan Dimensi
source, make, deliver, dan return. Dari masing- Pada level 2 dilakukan pembobotan
masing perspektif terdapat lima dimensi yaitu dimensi untuk masing-masing perspektif pada
reliability, responsiveness, agility, costs dan SCOR, yaitu dimensi reliability dan
assets. Dari kelima dimensi yang disesuaikan responsiveness. Hasil pembobotan dimensi
dengan kondisi dan tujuan perusahaan, maka dapat dilihat pada Tabel 2.
didapatkan KPI yang tercakup dalam lima
perspektif dan dua dimensi, yaitu dimensi Tabel 2. Hasil Pembobotan Dimensi pada Level 2
Reliability dan dimensi Responsiveness. Perspektif Dimensi Bobot
Reliability 0,750
Terdapat 31 KPI yang valid yaitu 6 KPI dari Responsiveness 0,250
perspektif plan, 7 KPI dari perpektif source, 9 Plan
Jumlah 1
KPI dari perspektif make, 4 KPI dari perspektif Inconsistency Ratio 0
deliver, dan 5 KPI dari perspektif return. Reliability 0,833
Responsiveness 0,167
Source
Jumlah 1
3.3 Perhitungan Pembobotan Inconsistency Ratio 0
Pada proses pembobotan, data Reliability 0,875
dikumpulkan dalam bentuk kuesioner dan Make
Responsiveness 0,125
brainstorming dengan pihak management Jumlah 1
Inconsistency Ratio 0
perusahaan. Proses pembobotan terdiri dari 3 Reliability 0,750
level, yaitu: Responsiveness 0,250
Deliver
1. Level 1 merupakan pembobotan untuk Jumlah 1
masing-masing perspektif yakni antara Inconsistency Ratio 1
Reliability 0,500
perspektif plan, source, make, deliver dan Responsiveness 0,500
return. Return
Jumlah 1
2. Level 2 merupakan pembobotan untuk Inconsistency Ratio 0
masing masing dimensi dari masing-
masing perspektif supply chain. Adapun Berdasarkan Tabel 2 dan dapat dilihat
dimensi-dimensi tersebut adalah dimensi bahwa nilai Inconsistency Ratio pada masing-
reliability dan responsiveness pada tiap- masing pembobotan dimensi ≤ 0,1 sehingga
tiap perspektif supply chain. hasil pembobotan tersebut dapat diterima.
3. Level 3 merupakan pembobotan untuk
masing masing KPI dari masing-masing 3.3.3 Pembobotan KPI
dimensi dalam masing-masing perspektif. Pada level 3 dilakukan pembobotan pada
masing-masing KPI. Hasil pembobotan KPI
3.3.1 Pembobotan Perspektif dapat dilihat pada Tabel 3. Untuk memperoleh
Pada level 1 dilakukan pembobotan pada pembobotan yang mencakup nilai bobot
lima perspektif SCOR, yaitu plan, source, masing-masing KPI maka dilakukan
make, deliver, dan return. Hasil pembobotan perhitungan untuk perkalian bobot dari ketiga
perspektif dapat dilihat pada Tabel 1. level tersebut. Adapun contoh perhitungan
pembobotan untuk KPI PRL3.1 (presentase
Tabel 1. Hasil Pembobotan Perspektif pada Level 1 tingkat penyimpangan permintaan aktual
Perspektif Bobot dengan jumlah perencanaan produksi) adalah
Plan 0,278
Source 0,277
seperti berikut:
Make 0,323 Bobot total KPI PRL3.1 = Bobot perspektif
Deliver 0,082 plan x Bobot Dimensi Reliability x Bobot KPI
Return 0,040 PRL3.1
Jumlah 1
Bobot total KPI PRL3.1 = 0,278 x 0,750 x
Inconsistency Ratio 0,08
0,370 = 0,077

700
Tabel 3. Hasil Pembobotan KPI pada Level 3
Inconsistency
Perspektif Dimensi KPI Bobot
Ratio
PRL3.1 0,370
PRL2.1 0,358
Reliability PRL1.1 0,050 0,08
Plan
PRL1.2 0,137
PRL1.3 0,085
Responsiveness PRS3.1 1 0
SRL2.1 0,332
SRL2.2 0,270
Reliability SRL2.3 0,166 0,09
Source SRL2.6 0,064
SRL2.7 0,168
SRS2.1 0,750
Responsiveness 0
SRS2.2 0,250
MRL2.1 0,312
MRL2.2 0,317
MRL2.3 0,052
0,05
Reliability MRL2.4 0,030
Make MRL2.5 0,054
MRL2.6 0,118
MRL2.7 0,117
MRS2.1 0,833
Responsiveness 0
MRS2.2 0,167
DRL2.3 0,750
Reliability 0
DRL2.4 0,250
Deliver
DRS2.1 0,833
Responsiveness 0
DRS2.2 0,167
RRL1.1 0,396
RRL1.2 0,396
Reliability 0,01
Return RRL1.3 0,117
RRL1.4 0,091 Langkah perhitungan yang sama dilakukan
Responsiveness RRS1.1 1 0 untuk memperoleh nilai pada masing-masing
level untuk KPI lainnya. Setelah diperoleh nilai
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa untuk setiap level (dari level 0 hingga level 10),
nilai Inconsistency Ratio pada pembobotan selanjutnya pada bagian monitoring dapat diisi
masing-masing KPI ≤ 0,1 sehingga hasil berdasarkan posisi level pada angka
pembobotan tersebut dapat diterima. performance yang merupakan performansi
supply chain perusahaan pada tahun 2013.
3.4 Best Practice Untuk mengisi level di bagian monitoring,
Untuk mengetahui apakah perusahaan langkah yang dilakukan adalah dengan
sudah mencapai best practice, dilakukan menggunakan rumus interpolasi. Adapun
dengan pengumpulan data perusahaan lain dari contoh perhitungan untuk KPI PRL3.1 adalah
literatur terdahulu yang berkaitan dengan data sebagai berikut:
pencapaian untuk masing-masing KPI, baik dari Level 4 = 17,40%
KPI PT Arthawenasakti Gemilang maupun KPI Performance 2013 = 18,65%
perusahaan lain yang pernah mencapai best Level 3 = 19,30%
practice. maka nilai performance tersebut berada pada
level:
3.5 Scoring System -1,25 (x – 3) = -0,65 (4 – x)
Perhitungan scoring system dilakukan -1,25x + 3,75 = -2,60 + 0,65x
dengan menggunakan Objective Matrix -1,25x - 0,65x = -2,60 – 3,75
(OMAX). Hasil scoring system untuk masing- -1,90x = -6,35
masing perspektif SCOR dapat dilihat pada x = 3,34
Tabel 4 sampai dengan Tabel 9. Berikut ini Nilai x adalah nilai untuk mengetahui tingkat
adalah contoh perhitungan nilai interval antara performance KPI PRL3.1 (presentase tingkat
level tertinggi, level tengah, dan level terendah penyimpangan permintaan aktual dengan
untuk KPI PRL3.1 (presentase tingkat jumlah perencanaan produksi) yang diisikan
penyimpangan permintaan aktual dengan pada kolom level bagian monitoring dan nilai
jumlah perencanaan produksi): tersebut akan dikategorikan berdasarkan Traffic
Light System. Untuk weight diisi dengan nilai
bobot KPI PRL3.1 yaitu 0,37. Nilai value

701
merupakan hasil perkalian antara nilai level dan Pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai
nilai weight, sehingga nilai value KPI PRL3.1 scoring system yang terendah berada pada KPI
adalah 1,24. Demikian seterusnya sampai MRL2.6 dengan skor pencapaian sebesar 3,38.
semua bagian monitoring terisi. Dari KPI tersebut berada pada kategori merah,
perhitungan tersebut kemudian dimasukkan sehingga pada KPI tersebut harus segera
dalam matriks OMAX. diberikan tindakan perbaikan untuk
Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai meningkatkan kinerjanya.
scoring system yang terendah berada pada KPI
PRL3.1 dengan skor pencapaian sebesar 3,34. Tabel 6. Scoring System Perspektif Make
KPI tersebut berada pada kategori merah,
sehingga pada KPI tersebut harus segera
diberikan tindakan perbaikan untuk
meningkatkan kinerjanya.

Tabel 4. Scoring System Perspektif Plan

Pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai


Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai scoring system yang terendah berada pada KPI
scoring system yang terendah berada pada KPI DRL2.4 dengan skor pencapaian sebesar 7. KPI
SRL2.1 dan SRL2.3 dengan skor pencapaian tersebut berada pada kategori kuning, dimana
sebesar 7,46 dan 5,58. KPI tersebut berada pada nilai pencapaiannya hampir mencapai target,
kategori kuning, dimana nilai pencapaiannya namun tetap masih dibawah target. Sehingga
hampir mencapai target, namun tetap masih pada KPI tersebut perlu diberikan tindakan
dibawah target. Sehingga pada KPI tersebut perbaikan untuk meningkatkan kinerjanya.
perlu diberikan tindakan perbaikan untuk
meningkatkan kinerjanya. Tabel 7. Scoring System Perspektif Deliver

Tabel 5. Scoring System Perspektif Source

702
Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai Tabel 9. Pengukuran Kinerja Supply Chain
scoring system yang terendah berada pada KPI Perusahaan
RRL1.1 dan RRL1.4 dengan skor pencapaian
sebesar 7 dan 5,78. KPI tersebut berada pada
kategori kuning, dimana nilai pencapaiannya
hampir mencapai target, namun tetap masih
dibawah target. Sehingga pada KPI tersebut
perlu diberikan tindakan perbaikan untuk
meningkatkan kinerjanya.

Tabel 8. Scoring System Perspektif Return

Setelah dilakukan pengukuran kinerja


supply chain secara keseluruhan, diperoleh nilai
Index Total sebesar 7,48. Berdasarkan Traffic
Light System, nilai Index Total berada pada
kategori kuning yang menunjukkan bahwa
performansi supply chain perusahaan secara 4. Hasil dan Pembahasan
keseluruhan belum mencapai performa yang 4.1 Analisa Hasil Pengukuran Kinerja
diharapkan meskipun hasilnya mendekati target Supply Chain
yang ditetapkan. Dengan demikian, pihak Dari hasil pengukuran kinerja masing-
manajemen harus berhati-hati dengan adanya masing KPI dengan perhitungan OMAX dan
berbagai macam kemungkinan yang dapat Traffic Light System, dapat diketahui bahwa
menurunkan performansi supply chain KPI yang termasuk dalam kategori hijau
perusahaan dan tetap melakukan peningkatan sebanyak 18 KPI, kategori kuning sebanyak 11
performansi secara terus-menerus. Untuk hasil KPI, dan kategori merah sebanyak 2 KPI. KPI
pengukuran kinerja supply chain perusahaan yang termasuk dalam kategori hijau
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 9. mengindikasikan bahwa performa KPI tersebut
sudah mencapai target yang telah ditetapkan
oleh perusahaan, sehingga harus tetap
dipertahankan bahkan ditingkatkan agar

703
pencapaian dari masing-masing KPI dapat diberikan adalah adalah hendaknya bagian
mencapai best practice atau melebihi target maintenance lebih disiplin dalam
yang diharapkan untuk periode berikutnya. menjalankan jadwal preventive
Untuk KPI yang belum mencapai target, yaitu maintenance yaitu pemeliharaan mesin
KPI pada kategori merah dan kuning harus dengan pencegahan sebelum mesin
diberi tindakan perbaikan untuk meningkatkan mengalami kerusakan, karena sebelumnya
performansi supply chain perusahaan. Namun jadwal preventive maintenance tidak
yang perlu segera mendapatkan prioritas dilaksanakan sesuai jadwal dan pihak
perbaikan adalah KPI pada kategori merah management sebaiknya memberikan
karena nilai pencapaiannya sangat jauh di insentif di akhir bulan pada bagian
bawah target. KPI tersebut adalah persentase maintenance dengan cara mengumpulkan
tingkat penyimpangan permintaan aktual poin dari hasil kinerja sebagai reward
dengan jumlah perencanaan produksi dan apabila melaksanakan preventive
persentase efektifitas waktu pengecekan mesin maintenance sesuai dengan jadwal yang
secara berkala. telah ditentukan. Akan tetapi, apabila
bagian maintenance tidak dapat
4.2 Rekomendasi Perbaikan melaksanakan sesuai jadwal, maka
Berikut adalah beberapa rekomendasi peluang untuk mendapatkan poin
perbaikan yang dapat dilakukan oleh berkurang dan beban kerja semakin
perusahaan berdasarkan hasil analisa meningkat karena kemungkinan pada
menggunakan Traffic Light System pada kerusakan mesin lebih besar akibat tidak
indikator kinerja yang berada pada kategori adanya preventive maintenance yang baik.
merah:
1. Persentase tingkat penyimpangan 5. Kesimpulan
permintaan aktual dengan jumlah Kesimpulan yang dapat diambil dari
perencanaan produksi penelitian ini berdasarkan hasil pengolahan data
Penyimpangan ini dikarenakan dan analisa pembahasan adalah sebagai
permintaan produk yang bersifat fluktuatif. berikut:
Rekomendasi perbaikan yang dapat 1. Dari hasil pengukuran kinerja supply chain
diberikan adalah hendaknya perusahaan dengan menggunakan metode Supply
selalu mempunyai stok bahan baku agar Chain Operation Reference (SCOR)
tidak terjadi stocked out sehingga dapat terdapat 31 KPI yaitu 6 KPI untuk
memenuhi permintaan konsumen yang perspektif plan, 7 KPI untuk perspektif
bersifat fluktuatif. Karena pola data source, 9 KPI untuk perspektif make, 4
historis dari permintaan produk kaleng di KPI untuk perspektif deliver, dan 5 KPI
perusahaan ini bisa dikategorikan untuk perspektif return. Untuk hasil
musiman (seasonal), khususnya pada scoring dengan menggunakan metode
musim lebaran permintaan meningkat. OMAX (Objective Matrix) diperoleh nilai
Selain itu berdasarkan brainstorming indeks total sebesar 7,48. Berdasarkan
dengan pihak perusahaan, persediaan Traffic Light System, nilai indeks tersebut
untuk buffer stock (komponen kaleng berada pada kategori kuning yang
seperti cover, ring, dan bottom) juga harus menunjukkan bahwa performansi supply
terpenuhi minimal 30% dari jumlah chain PT Arthawenasakti Gemilang
permintaan kaleng agar tidak menghambat Malang secara keseluruhan belum
pada saat proses produksi berlangsung mencapai performa yang diharapkan
karena sebelumnya untuk pemenuhan meskipun hasilnya mendekati target yang
buffer stock terpenuhi masih 20% dari ditetapkan. Dari hasil pengukuran kinerja
jumlah permintaan kaleng. masing-masing KPI dengan perhitungan
2. Persentase efektifitas waktu pengecekan OMAX dan Traffic Light System, dapat
mesin secara berkala diketahui bahwa KPI yang termasuk dalam
Tidak efektifnya waktu pengecekan kategori hijau sebanyak 18 KPI, kategori
mesin ini dikarenakan terdapat kuning sebanyak 11 KPI, dan kategori
ketidaksesuaian pengecekan mesin dengan merah sebanyak 2 KPI.
jadwal yang telah ditetapkan. 2. Dari hasil scoring system aktivitas-
Rekomendasi perbaikan yang dapat aktivitas yang perlu dilakukan perbaikan

704
dengan segera adalah aktivitas yang Matrix (OMAX). Skripsi tidak dipublikasikan.
berada pada kategori merah, yaitu: Malang: Universitas Brawijaya.
a. KPI PRL3.1 yaitu persentase tingkat
penyimpangan permintaan aktual Indrajit dan Djokopranoto. (2005). Manajemen
dengan jumlah perencanaan produksi. Pembelian dan Konsep Supply Chain. Jakarta:
b. KPI MRL2.6 yaitu persentase Grasindo.
efektifitas waktu pengecekan mesin
secara berkala. Iriani. (2008). Pengukuran Kinerja Supply
3. Rekomendasi perbaikan diberikan untuk Chain Menggunakan SCOR Dan Aplikasi
aktivitas yang pencapaiannya jauh di Analytic Network Process (ANP) Di PT Pertiwi
bawah target yang diharapkan atau hampir Mas Adi Kencana Sidoarjo. Teknik dan
mendekati target namun belum mencapai Manajemen Produksi, UPN Surabaya.
target tersebut, yaitu 2 aktivitas yang
berada pada kategori merah dan 11 Pujawan, I Nyoman. (2005). Supply Chain
aktivitas yang berada pada kategori Management. Surabaya: Guna Widya.
kuning. Akan tetapi yang perlu segera
mendapat tindakan perbaikan adalah
aktivitas yang masuk dalam kategori
merah, yaitu:
a. Untuk indikator persentase tingkat
penyimpangan permintaan aktual
dengan jumlah perencanaan produksi,
rekomendasi perbaikan yang dapat
diusulkan adalah pemenuhan stok
pada bahan baku dan buffer stock
yang dapat memenuhi permintaan
yang bersifat fluktuatif agar tidak
terjadi stocked out.
b. Untuk indikator persentase efektifitas
waktu pengecekan mesin secara
berkala, rekomendasi perbaikan yang
dapat diusulkan adalah melakukan
pengecekan mesin secara teratur
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.

Daftar Pustaka
Bayer. Compaq. dkk. (2010). Supply Chain
Operation Reference (SCOR) Model Version
10.0. Supply Chain Council.

Gaspersz, Vincent. (2005). Sistem Manajemen


Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard
dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan
Pemerintah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Hanungrani, Nikita. Setyanto, Nasir Widha


(Pembimbing 1). Efranto, Remba Yanuar
(Pembimbing 2). (2013). Pengukuran
Performansi Supply Chain Dengan
Menggunakan Supply Chain Operation
Reference (SCOR) Berbasis Analytical
Hierarchy Process (AHP) Dan Objective

705

Anda mungkin juga menyukai