AQIDAH
Oleh : KH. Muhammad Shiddiq Al Jawi
DAFTAR ISI
ِ س أَ ْه َل ا ْلبَ ْي
ًت َويُطَ ِّه َر ُك ْم تَ ْط ِهيرا َ إِنَّ َما يُ ِري ُد هَّللا ُ لِيُ ْذ ِه
ِّ ب َع ْن ُك ْم
َ الر ْج
”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,
hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS Al Ahzab
[33]:33).
Menurut Syiah, ayat ini menunjukkan para imam Syiah (sebagai ahlul bait)
adalah maksum dari segala keburukan (ma’shumuna min jamii’ al qaba`ih).
(Thabrasi, Majma’ul Bayan, 22/138-139).
Imam Taqiyuddin An Nabhani mengatakan ayat ini tak ada
hubungannya dengan kemaksuman. Karena frasa “hendak menghilangkan
dosa dari kamu” (Arab : liyudzhiba ‘ankum ar rijsa) artinya bukan
“menjadikan kamu maksum” melainkan “membersihkan kamu dari keraguan
(ar riibah) dan tuduhan (at tuhmah) dari orang-orang.” (Taqiyuddin An
Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/109).
Kesimpulannya, aqidah kemaksuman para imam Syiah adalah batil.
Sebab sifat kemaksuman itu tidak ada, kecuali pada para nabi dan rasul
saja. (M. Abdus Satar At Tunsawi, Buthlan Aqa`id Al Syi’ah, hlm. 27-
32). Wallahu a’lam.
ال تسبوا أصحابي ال تسبوا أصحابي فوالذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد
وال نصيفه، ما أدرك مد أحدهم،ذهبا
”Janganlah kamu mencaci maki para sahabatku! Janganlah kamu
mencaci maki para sahabatku! Demi Allah yang jiwa Muhammad ada
di tangan-Nya, sesungguhnya andaikata salah seorang kamu
menginfakkan emas sebesar gunung Uhud. maka infaq itu tidak akan
mencapai satu mud [infaq] dari salah seorang mereka atau
setengahnya.” (HR Bukhari no 3673; Muslim no 2540).
Apakah orang yang mencaci maki sahabat Nabi SAW
dikafirkan? Dalam masalah ini ada rincian dari para ulama Ahlus
Sunnah sbb : Pertama, tidak dikafirkan orang yang mencaci maki
seorang sahabat Nabi, jika caci maki itu tidak menodai sifat keadilan
(al ‘adalah) atau pengamalan agama pada seorang sahabat Nabi,
misalnya menyifati seorang sahabat sebagai “pengecut” (al jubn), atau
“sedikit ilmunya” (qillatul ‘ilm), atau “tidak zuhud” (‘adamuz zuhd).
Seluruh fuqaha sepakat tidak mengkafirkan pencaci tersebut, tetapi
dia tetap dianggap berdosa dan berbuat fasik, serta berhak mendapat
hukuman (‘uqubat) dari Imam (Khalifah). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah,
26/316).
Kedua, dikafirkan orang yang mencaci maki seorang sahabat
Nabi, jika caci maki itu sudah menodai sifat keadilan (al ‘adalah) atau
pengamalan agama pada seorang sahabat Nabi, seperti menuduh zina
kepada ‘A’isyah RA. Seluruh fuqaha sepakat bahwa pencacinya
dikafirkan (murtad). Sebab tuduhan zina tersebut merupakan
pengingkaran terhadap nash Al Qur`an yang qath’i (pasti), yaitu QS
An Nuur [24] : 17, yang telah membersihkan ‘A`isyah RA dari tuduhan
keji tersebut. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 26/316; M. Umar Al
Hadhrami, Al Husam Al Maslul ‘Ala Muntaqishi Ash-hab Ar Rasul, hlm.
24).
Ketiga, ada khilafiyah ulama jika seseorang menuduh zina
kepada istri-istri Nabi SAW lainnya. Sebagian ulama tidak
mengkafirkan pencacinya, sedang sebagian ulama mengkafirkan.
Yang rajih (kuat) adalah pendapat ulama yang mengkafirkan, seperti
pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnu Katsir. Hal itu karena
para istri Nabi SAW semuanya juga telah dibersihkan oleh Allah dari
tuduhan zina dengan nash Al Qur`an yang qath’i (QS An Nuur [24] :
26), sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Hazm. (Al Muhalla, juz
XI, hlm. 415).
Keempat, dikafirkan orang yang telah mengkafirkan atau
memfasikkan semua sahabat Nabi atau sebagian besar dari mereka.
Sebab pengkafiran tersebut berarti pengingkaran terhadap nash Al
Qur`an yang qath’i yang menjelaskan keutamaan para sahabat dan
keridhaan Allah SWT kepada mereka. (QS At Taubah [9] : 100, QS Al
Fath [48] : 29) (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 26/316; M. Umar Al
Hadhrami, Al Husam Al Maslul ‘Ala Muntaqishi Ash-hab Ar Rasul, hlm.
27).
Kelima, dikafirkan orang yang menghalalkan mencaci maki
sahabat Nabi SAW. Imam Abu Ya’la Al Farra` (w. 456 H) berkata :
في سب الصحابة إن كان مستحال لذلك كفر وإن لم يكن مستحالNالذي عليه الفقهاء
فسق ولم يكفر
”Pendapat para fuqaha mengenai perbuatan mencaci maki para
sahabat Nabi adalah sbb; jika dia menghalalkan mencaci maki
sahabat, maka dia dikafirkan. Jika tidak menghalalkan, berarti dia
telah berbuat fasik dan tidak dikafirkan.” (M. Umar Al Hadhrami, Al
Husam Al Maslul ‘Ala Muntaqishi Ash-hab Ar Rasul, hlm. 27). Wallahu
a’lam.
إن األصحاب قد أطبقوا على صحة األخبار المستفيضة بل المتواترة الدالة بصريحها
على وقوع التحريف في القرآن
“Para sahabat [ulama Syiah] telah menetapkan kesahihan hadits-hadits
yang masyhur bahkan mutawatir yang secara jelas menunjukkan
terjadinya tahrif dalam Al Qur`an.” (inna al ash-hab qad athbaquu ‘ala
shihhah al akhbar al mustafiidhah bal al mutawaatirah ad daallah bi
shariihihaa ‘ala wuquu’ at tahriif fil qur`aan). (M. Malullah, Al Syi’ah wa
Tahrif Al Qur`an, hlm. 97).
Namun ada sebagian ulama Syiah yang mengingkari terjadinya perubahan
(tahrif) pada Al Qur`an, seperti Ibnu Babaihi Al Qumi (w. 381 H), Al Syarif
Al Murtadha (w. 436 H), Al Thuusi (w. 450 H), dan Al Thabrasi (w. 561 H).
Meski demikian, pengingkaran itu diragukan oleh ulama Ahlus Sunnah,
karena dianggap hanya taqiyyah, yaitu mengucapkan sesuatu yang berbeda
dengan keyakinan sebenarnya dalam hati. Lagipula pengingkaran itu juga
tak lepas dari kritikan balik dari ulama Syiah sendiri. (M. Malullah, Al Syi’ah
wa Tahrif Al Qur`an, hlm. 63; Nashir Al Qafari, Ushul Madzhab Al Syi’ah,
hlm. 276-277).
Keyakinan bahwa Al Qur`an mengalami perubahan (tahrif), adalah suatu
kekufuran. Karena Aqidah Islam menetapkan dengan dalil pasti (qath’i)
bahwa Al Qur`an telah dipelihara oleh Allah SWT sehingga mustahil Al
Qur`an mengalami perubahan sedikit pun. Firman Allah SWT :
القول بأن بين اللوحين تبديال كفر صريح و تكذيب لرسول هللا صلى هللا عليه وسلم
”Pendapat bahwa di dalam Al Qur`an terdapat perubahan (tabdiil) adalah
suatu kekufuran yang nyata (kufrun shariihun) dan merupakan pendustaan
terhadap Rasulullah SAW.” (Ibnu Hazm, Al Fashl fi Al Milal wa Al Ahwa` wa
An Nihal, hlm. 40).
Qadhi Iyadh berkata :
أن من نقص منه حرفا قاصدا لذلك أوبدله بحرف آخر مكانه... و قد أجمع المسلمون
أو زاد فيه حرفا مما لم يشتمل عليه المصحف الذي وقع اإلجماع عليه و أجمع على
أنه ليس من القرآن عامدا لكل هذا أنه كافر
”Seluruh kaum muslimin sepakat...barangsiapa yang mengurangi satu huruf
saja, atau mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, atau menambah satu
huruf saja, yang tidak terkandung dalam dalam mushhaf Al Qur`an yang
sudah disepakati, dan telah disepakati pula bahwa huruf tambahan itu tak
termasuk Al Qur`an, secara sengaja, maka dia kafir.” (Qadhi Iyadh, Al
Syifaa`, hlm. 1102-1103).
Imam Abdul Qahir Al Baghdadi berkata :
و أكفروا –أي أهل السنة– من زعم من الرافضة أن ال حجة اليوم في القرآن والسنة
لدعواه أن الصحابة غيروا بعض القرأن وحرفوا بعضه
”Mereka [ulama Ahlus Sunnah] telah mengkafirkan siapa saja di antara
kelompok Rafidhah [Syiah] –padahal tak ada hujjahnya hari ini dalam Al
Qur`an dan As Sunnah— dengan klaim mereka bahwa para shahabat telah
mengubah sebagian Al Qur`an dan men-tahrif sebagian Al Qur`an lainnya.”
(Abdul Qahir Al Baghdadi, Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 315). Wallahu a’lam.