Anda di halaman 1dari 11

TANYA JAWAB

AQIDAH
Oleh : KH. Muhammad Shiddiq Al Jawi
DAFTAR ISI

1. Apakah Para Imam Syiah Maksum?


2. Hukum Mencaci Maki Sahabat Nabi Saw
3. Batilnya Aqidah Syiah Bahwa Al Quran Mengalami Perubahan
(Tahrif)
APAKAH PARA IMAM SYIAH MAKSUM?
Tanya :
Ustadz, apakah benar ada ajaran Syiah bahwa para imam mereka adalah
maksum?
 
Jawab :
            Memang salah satu aqidah Syiah adalah para imam Syiah dianggap
maksum seperti halnya para nabi dan rasul. Ajaran yang
disebut ‘ishmah (kemaksuman) ini menurut Ibnu Nadim dalam kitabnya Al
Fihrist (hlm. 249) belum menjadi aqidah Syiah hingga wafatnya Imam Ja’far
Shadiq (148 H). Setelah wafatnya Imam Ja’far Shadiq muncullah orang
bernama Hisyam bin Al Hakam yang dianggap peletak dasar ajaran ‘ishmah.
(Abdullah Al Muslim, Maa Dzaa Ta’rifu ‘An Al Syi’ah, hlm.7; Abdullah M.
Salafi, Min ‘Aqa`id Al Syi’ah, hlm. 26).
 
Ajaran ishmah adalah keyakinan bahwa para imam Syiah terpelihara dari
dosa, baik dosa kecil (shagha`ir) maupun dosa besar (kaba`ir). Tokoh Syiah
Syekh Al Majlisi dalam kitabnya Bihar Al Anwar (Juz 25 hlm. 209)
berkata,”Ketahuilah bahwa Imamiyah telah sepakat mengenai kemaksuman
para imam dari dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Maka mereka tak
pernah terjatuh ke dalam dosa sama sekali, baik disengaja maupun lupa,
atau karena kekeliruan dalam takwil, atau dibuat lupa oleh Allah SWT.”
(Manshur bin Rasyid At Tamimi, Al ‘Ishmah fi Dhau` ‘Aqidah Ahlis Sunnah
wal Jama’ah, Riyadh : Maktabah Ar Rusyd, cet. ke-1, 2013, hlm 395; M.
Jawwad Al Mughniyyah, Al Syi’ah wa Al Hakimun, Beirut : Darul Ma’arif, hlm.
12).
 
            Yang dimaksud para imam, adalah orang yang dianggap imam di
kalangan Syiah Itsna ‘Asyariyah (Imamiyah/Rafidhah), yang jumlahnya 12
orang, yaitu : (1) Ali bin Abi Thalib, (2) Hasan bin Ali, (3) Husain bin Ali, (4)
Ali bin Husain Zainal Abidin, (5) Abu Ja’far M. Al Baqir, (6) Abu Abdillah Ash
Shadiq (Ja’far Shadiq), (7) Musa Al Kazhim, (8) Ali Ridha, (9) Muhammad Al
Jawwad, (10) Al Hadi, (11) Al Hasan Al ‘Askari, dan (12) Muhammad Al
Mahdi, yang diyakini menghilang (ghaib) tahun 260 H dan masih ditunggu
kemunculannya hingga saat ini oleh orang Syiah. (Manshur bin Rasyid At
Tamimi, ibid., hlm 393).
 
            Ajaran ‘ishmah ini adalah ajaran sesat dan batil. Karena
bertentangan dengan Aqidah Islamiyyah yang menetapkan sifat
kemaksuman hanya di kalangan para nabi dan rasul saja, bukan yang lain.
Dalil-dalil naqli dan aqli yang mereka jadikan dasar sebenarnya tak
menunjukkan atau membuktikan kemaksuman para imam sama sekali.
 
            Ayat yang dijadikan dalil orang Syiah untuk menunjukkan
kemaksuman para imam mereka, misalnya ayat yang berbunyi :
 

َ ‫ال يَنَا ُل َع ْه ِدي الظَّالِ ِم‬


‫ين‬
 
”Allah berfirman [kepada Ibrahim AS] ,"Janji-Ku (ini)[menjadi imam bagi
manusia] tidak mengenai orang yang zalim." (QS Al Baqarah [2] : 124).
 
Menurut Syiah, ayat ini menunjukkan bahwa yang menjadi imam adalah
maksum, sebab jika tak maksum, berarti dia zalim. (M. Husain Aal
Kasyif, Ashl Al Syi’ah wa Ushuluha, hlm. 98). Imam Taqiyuddin An Nabhani
membantah penafsiran seperti ini. Memang ayat tersebut punya mafhum
mukhalafah (kebalikan dari yang tersurat). Yakni jika janji Allah menjadi
imam tak mengenai orang zalim, maka kebalikannya berarti akan mengenai
orang yang tidak zalim. Nah, orang yang tidak zalim ini adalah orang yang
adil, bukan orang yang maksum seperti tafsiran Syiah. (Taqiyuddin An
Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/118).  
            Ayat lain yang dijadikan dalil kemaksuman oleh orang Syiah, adalah
ayat yang berbunyi :
 

ِ ‫س أَ ْه َل ا ْلبَ ْي‬
ً‫ت َويُطَ ِّه َر ُك ْم تَ ْط ِهيرا‬ َ ‫إِنَّ َما يُ ِري ُد هَّللا ُ لِيُ ْذ ِه‬
ِّ ‫ب َع ْن ُك ْم‬
َ ‫الر ْج‬
 
”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu,
hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS Al Ahzab
[33]:33).
Menurut Syiah, ayat ini menunjukkan para imam Syiah (sebagai ahlul bait)
adalah maksum dari segala keburukan (ma’shumuna min jamii’ al qaba`ih).
(Thabrasi, Majma’ul Bayan, 22/138-139).
 
            Imam Taqiyuddin An Nabhani mengatakan ayat ini tak ada
hubungannya dengan kemaksuman. Karena frasa “hendak menghilangkan
dosa dari kamu” (Arab : liyudzhiba ‘ankum ar rijsa) artinya bukan
“menjadikan kamu maksum” melainkan “membersihkan kamu dari keraguan
(ar riibah) dan tuduhan (at tuhmah) dari orang-orang.” (Taqiyuddin An
Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/109).
 
            Kesimpulannya, aqidah kemaksuman para imam Syiah adalah batil.
Sebab sifat kemaksuman itu tidak ada, kecuali pada para nabi dan rasul
saja. (M. Abdus Satar At Tunsawi, Buthlan Aqa`id Al Syi’ah, hlm. 27-
32). Wallahu a’lam.

HUKUM MENCACI MAKI SAHABAT NABI


SAW
 
Tanya :
Ustadz, apa hukumnya mencaci maki sahabat Nabi SAW, seperti yang
tercantum dalam kitab sebagian golongan Syiah, yaitu Syiah Itsna
‘Asyariyah (Rafidhah)? Apakah muslim yang mencaci maki sahabat
Nabi SAW itu dikafirkan atau tidak? (Hamba Allah, Jakarta).
 
Jawab :
Yang dimaksud caci maki (Arab : as sabb, asy syatm) adalah setiap
ucapan buruk (kalaam qabiih) yang dimaksudkan untuk merendahkan
(al intiqash) atau menghina (al istikhfaf), seperti ucapan mengutuk (al
la’nah), menjelek-jelekkan (at taqbiih), menuduh berzina (al qadzaf),
dan sebagainya. Misalnya ucapan seseorang kepada orang lain,”Hai
orang tolol (yaa ahmaq),” atau ucapan,”Hai orang zhalim.” (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 24/133; M. Umar Al Hadhrami, Al Husam Al
Maslul ‘Ala Muntaqishi Ash-hab Ar Rasul, hlm. 21; Ibnu Taimiyyah, Al
Sharim Al Maslul ‘Ala Syatim Ar Rasul, 3/1041).
 
            Hukum mencaci maki para sahabat Nabi SAW secara umum
adalah haram, berdasarkan banyak dalil syar’i dari Al Qur`an dan As
Sunnah. Dalil Al Qur`an, antara lain firman Allah SWT :
 
ً ‫ت بِ َغي ِْر َما ا ْكتَ َسبُوا فَقَ ِد احْ تَ َملُوا بُ ْهتَانا ً َوإِ ْثما ً ُمبِينا‬
ِ ‫ين َو ْال ُم ْؤ ِمنَا‬
َ ِ‫ون ْال ُم ْؤ ِمن‬ َ ‫َوالَّ ِذ‬
َ ‫ين ي ُْؤ ُذ‬
”Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan
mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata.” (QS Al Ahzab [33] : 58).
 
Dalil As Sunnah, misalnya sabda Rasulullah SAW :
 

‫ال تسبوا أصحابي ال تسبوا أصحابي فوالذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد‬
‫ وال نصيفه‬،‫ ما أدرك مد أحدهم‬،‫ذهبا‬
”Janganlah kamu mencaci maki para sahabatku! Janganlah kamu
mencaci maki para sahabatku! Demi Allah yang jiwa Muhammad ada
di tangan-Nya, sesungguhnya andaikata salah seorang kamu
menginfakkan emas sebesar gunung Uhud. maka infaq itu tidak akan
mencapai satu mud [infaq] dari salah seorang mereka atau
setengahnya.” (HR Bukhari no 3673; Muslim no 2540).
 
            Apakah orang yang mencaci maki sahabat Nabi SAW
dikafirkan? Dalam masalah ini ada rincian dari para ulama Ahlus
Sunnah sbb : Pertama, tidak dikafirkan orang yang mencaci maki
seorang sahabat Nabi, jika caci maki itu tidak menodai sifat keadilan
(al ‘adalah) atau pengamalan agama pada seorang sahabat Nabi,
misalnya menyifati seorang sahabat sebagai “pengecut” (al jubn), atau
“sedikit ilmunya” (qillatul ‘ilm), atau “tidak zuhud” (‘adamuz zuhd).
Seluruh fuqaha sepakat tidak mengkafirkan pencaci tersebut, tetapi
dia tetap dianggap berdosa dan berbuat fasik, serta berhak mendapat
hukuman (‘uqubat) dari Imam (Khalifah). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah,
26/316).
 
            Kedua, dikafirkan orang yang mencaci maki seorang sahabat
Nabi, jika caci maki itu sudah menodai sifat keadilan (al ‘adalah) atau
pengamalan agama pada seorang sahabat Nabi, seperti menuduh zina
kepada ‘A’isyah RA. Seluruh fuqaha sepakat bahwa pencacinya
dikafirkan (murtad). Sebab tuduhan zina tersebut merupakan
pengingkaran terhadap nash Al Qur`an yang qath’i (pasti), yaitu QS
An Nuur [24] : 17, yang telah membersihkan ‘A`isyah RA dari tuduhan
keji tersebut. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 26/316; M. Umar Al
Hadhrami, Al Husam Al Maslul ‘Ala Muntaqishi Ash-hab Ar Rasul, hlm.
24).
 
            Ketiga, ada khilafiyah ulama jika seseorang menuduh zina
kepada istri-istri Nabi SAW lainnya. Sebagian ulama tidak
mengkafirkan pencacinya, sedang sebagian ulama mengkafirkan.
Yang rajih (kuat) adalah pendapat ulama yang mengkafirkan, seperti
pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnu Katsir. Hal itu karena
para istri Nabi SAW semuanya juga telah dibersihkan oleh Allah dari
tuduhan zina dengan nash Al Qur`an yang qath’i (QS An Nuur [24] :
26), sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Hazm. (Al Muhalla, juz
XI, hlm. 415).
 
            Keempat, dikafirkan orang yang telah mengkafirkan atau
memfasikkan semua sahabat Nabi atau sebagian besar dari mereka.
Sebab pengkafiran tersebut berarti pengingkaran terhadap nash Al
Qur`an yang qath’i yang menjelaskan keutamaan para sahabat dan
keridhaan Allah SWT kepada mereka. (QS  At Taubah [9] : 100, QS Al
Fath [48] : 29) (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 26/316; M. Umar Al
Hadhrami, Al Husam Al Maslul ‘Ala Muntaqishi Ash-hab Ar Rasul, hlm.
27).
 
            Kelima, dikafirkan orang yang menghalalkan mencaci maki
sahabat Nabi SAW. Imam Abu Ya’la Al Farra` (w. 456 H) berkata :
 

‫ في سب الصحابة إن كان مستحال لذلك كفر وإن لم يكن مستحال‬N‫الذي عليه الفقهاء‬
‫فسق ولم يكفر‬
”Pendapat para fuqaha mengenai perbuatan mencaci maki para
sahabat Nabi adalah sbb; jika dia menghalalkan mencaci maki
sahabat, maka dia dikafirkan. Jika tidak menghalalkan, berarti dia
telah berbuat fasik dan tidak dikafirkan.” (M. Umar Al Hadhrami, Al
Husam Al Maslul ‘Ala Muntaqishi Ash-hab Ar Rasul, hlm. 27). Wallahu
a’lam.

BATILNYA AQIDAH SYIAH BAHWA AL


QURAN MENGALAMI PERUBAHAN
(TAHRIF)
 
Tanya :
Benarkah Syiah meyakini Al Qur`an sudah mengalami perubahan (tahrif),
atau sudah dikurangi oleh sebagian shahabat, seperti oleh Utsman bin
Affan? (Thoha A, Jogjakarta).
 
Jawab :
            Mayoritas ulama Syiah Itsna ‘Asyariyah (Imamiyah/Rafidhah)
berkeyakinan bahwa Al Qur`an sudah mengalami perubahan (tahrif), yaitu
sudah berkurang beberapa kata bahkan beberapa ayat tertentu, dan bahwa
Al Qur`an yang lengkap ada di tangan Imam Mahdi. Bahkan sebagian ulama
Syiah seperti An Nuuri Ath Thabrasi menuduh Khalifah Utsman bin Affan
telah menghilangkan dua surat Al Qur`an, yang disebut surat An
Nurain (dua cahaya). (Muhammad Malullah, Al Syi’ah wa Tahrif Al Qur`an,
hlm. 63; M. Abdurrahman As Saif, Al Syi’ah Al Itsna ‘Asyariyah wa Tahrif Al
Qur`an, hlm. 1 & 10; Ihsan Ilahi Zhahir, Al Syi’ah wa Al Qur`an, hlm. 18; M.
Abdus Sattar At Tunsawi, Buthlan ‘Aqa`id Al Syi’ah, hlm. 34-35).
 
            Contoh ayat Al Qur`an yang diklaim Syiah mengalami tahrif, QS Al
Maa`idah ayat 67. Bunyinya dalam Al Qur`an :
 
ُ
ِ ‫يَا أَيُّهَا ال َّرسُو ُل بَلِّ ْغ َما أ‬
َ ‫نز َل إِلَ ْي‬
‫ك ِم ْن َرب َِّك‬
“Ya ayyuhar rasuulu balligh maa unzila ilaika min rabbika”. (Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu).
Menurut Syiah, ada kata yang hilang, yaitu “fii ‘aliyyin” (mengenai Ali)
sesudah kata “min rabbika”. Jadi menurut Syiah, bunyi ayat tersebut yang
lengkap :
 
ُ
ِ ‫يَا أَيُّهَا ال َّرسُو ُل بَلِّ ْغ َما أ‬
َ ‫نز َل إِلَ ْي‬
‫ك ِم ْن َرب َِّك في علي‬
”Ya ayyuhar rasuulu balligh maa unzila ilaika min rabbika fii ‘aliyyin”. (Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu mengenai Ali). (Muhammad Malullah, Al Syi’ah wa Tahrif Al
Qur`an, hlm. 63; M. Abdurrahman As Saif, Al Syi’ah Al Itsna ‘Asyariyah wa
Tahrif Al Qur`an, hlm. 1 & 10).
 
Banyak ulama Syiah yang menetapkan aqidah Syiah tersebut, yaitu bahwa
Al Qur`an sudah mengalami perubahan (tahrif) dan pengurangan (naaqish).
Dalam kitab Fashlul Khithab fii Itsbat Tahriif Kitaab Rabb Al Arbaab yang
dikarang An Nuuri Ath Thabrasi, misalnya, pada halaman 31 kitab tersebut,
dikutip perkataan ulama Syiah bernama Ni’matullah Al Jaza`iri bahwa :
 

‫إن األصحاب قد أطبقوا على صحة األخبار المستفيضة بل المتواترة الدالة بصريحها‬
‫على وقوع التحريف في القرآن‬
“Para sahabat [ulama Syiah] telah menetapkan kesahihan hadits-hadits
yang masyhur bahkan mutawatir yang secara jelas menunjukkan
terjadinya tahrif dalam Al Qur`an.” (inna al ash-hab qad athbaquu ‘ala
shihhah al akhbar al mustafiidhah bal al mutawaatirah ad daallah bi
shariihihaa ‘ala wuquu’ at tahriif fil qur`aan). (M. Malullah, Al Syi’ah wa
Tahrif Al Qur`an, hlm. 97).
 
Namun ada sebagian ulama Syiah yang mengingkari terjadinya perubahan
(tahrif) pada Al Qur`an, seperti Ibnu Babaihi Al Qumi (w. 381 H), Al Syarif
Al Murtadha (w. 436 H), Al Thuusi (w. 450 H), dan Al Thabrasi (w. 561 H).
Meski demikian, pengingkaran itu diragukan oleh ulama Ahlus Sunnah,
karena dianggap hanya taqiyyah, yaitu mengucapkan sesuatu yang berbeda
dengan keyakinan sebenarnya dalam hati. Lagipula pengingkaran itu juga
tak lepas dari kritikan balik dari ulama Syiah sendiri. (M. Malullah, Al Syi’ah
wa Tahrif Al Qur`an, hlm. 63; Nashir Al Qafari, Ushul Madzhab Al Syi’ah,
hlm. 276-277).
 
Keyakinan bahwa Al Qur`an mengalami perubahan (tahrif), adalah suatu
kekufuran. Karena Aqidah Islam menetapkan dengan dalil pasti (qath’i)
bahwa Al Qur`an telah dipelihara oleh Allah SWT sehingga mustahil Al
Qur`an mengalami perubahan sedikit pun. Firman Allah SWT :
 

َ ُ‫إِنَّا نَحْ ُن نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َوإِنَّا لَهُ لَ َحافِظ‬


‫ون‬

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya


Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al Hijr [15]:9)
 
Firman Allah SWT :
 

ِ َ‫ال يَأْتِي ِه ْالب‬


ِ َ‫اط ُل ِم ْن بَي ِْن يَ َد ْي ِه َوال ِم ْن َخ ْلفِ ِه ت‬
‫نزي ٌل ِم ْن َح ِك ٍيم َح ِمي ٍد‬
“Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun
dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Terpuji.” (QS Fushshilat [41]:42).
 
Imam Ibnu Hazm menegaskan :
 

‫القول بأن بين اللوحين تبديال كفر صريح و تكذيب لرسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
”Pendapat bahwa di dalam Al Qur`an terdapat perubahan (tabdiil) adalah
suatu kekufuran yang nyata (kufrun shariihun) dan merupakan pendustaan
terhadap Rasulullah SAW.” (Ibnu Hazm, Al Fashl fi Al Milal wa Al Ahwa` wa
An Nihal, hlm. 40).
 
Qadhi Iyadh berkata :
 

‫ أن من نقص منه حرفا قاصدا لذلك أوبدله بحرف آخر مكانه‬... ‫و قد أجمع المسلمون‬
‫أو زاد فيه حرفا مما لم يشتمل عليه المصحف الذي وقع اإلجماع عليه و أجمع على‬
‫أنه ليس من القرآن عامدا لكل هذا أنه كافر‬
”Seluruh kaum muslimin sepakat...barangsiapa yang mengurangi satu huruf
saja, atau mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, atau menambah satu
huruf saja, yang tidak terkandung dalam dalam mushhaf Al Qur`an yang
sudah disepakati, dan telah disepakati pula bahwa huruf tambahan itu tak
termasuk Al Qur`an, secara sengaja, maka dia kafir.” (Qadhi Iyadh, Al
Syifaa`, hlm. 1102-1103).
 
Imam Abdul Qahir Al Baghdadi berkata :
 

‫و أكفروا –أي أهل السنة– من زعم من الرافضة أن ال حجة اليوم في القرآن والسنة‬
‫لدعواه أن الصحابة غيروا بعض القرأن وحرفوا بعضه‬
”Mereka [ulama Ahlus Sunnah] telah mengkafirkan siapa saja di antara
kelompok Rafidhah [Syiah] –padahal tak ada hujjahnya hari ini dalam Al
Qur`an dan As Sunnah— dengan klaim mereka bahwa para shahabat telah
mengubah sebagian Al Qur`an dan men-tahrif sebagian Al Qur`an lainnya.”
(Abdul Qahir Al Baghdadi, Al Farqu Bainal Firaq, hlm. 315). Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai