WILDANINGSIH, S.Kep
17.04.050
CI LAHAN CI INSTITUSI
(.........................................) (............................................)
2017/2018
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Trauma Brain Injury (TBI) adalah cidera non degeneratif dan non
kongenital yang terjadi pada otak akibat benturan mekanis eksternal yang
memungkinkan terjadinya kerusakan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial
permanen yang diawali dengan penurunan kesadaran. Sedangkan ICH
(Intracerebral Haemorrhage) adalah perdarahan akut atau spontan yang terjadi
di dalam otak. Penyebab ICH ada dua yaitu traumatic dan non traumatic.
Penyebab non traumatic ialah kronik hipertensi dan cerebral Amyloid
Angiopathy (CAA) sedangkan penyebab traumatic dari ICH salah satunya
ialah Trauma Brain Injury (TBI) [ CITATION Cha08 \l 1057 ] .
Glasgow Coma Scale (GCS) menjadi indikator pertama dan utama untuk
menilai tingkat keparahan TBI dalam waktu 48 jam setelah cedera. Cedera
kepala dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma
Scale) menurut Dawodu (2015) yaitu:
a. Cedera Kepala Ringan: GCS > 13 (tingkat kesadaran komposmentis).
Komposmentis ialah keadaan sadar penuh baik terhadap lingkugan
maupun dirinya sendiri, tidak terdapat kelainan pada CT scan otak,
tidak memerlukan tindakan operasi, dan 48 jam lama dirawat di
Rumah Sakit.
b. Cedera Kepala Sedang: GCS 9-12 (tingkat kesadaran somnolen,
delirium, dan apatis). Dikatakan somnolen apabila nilai GCS 9,
delirium apabila nilai GCS 10-11, dan apatis apabila nilai GCS 12-13.
Somnolen adalah Keadaan pasien mengantuk yang dapat pulih jika
dirangsang, tapi jika rangsangan itu berhenti pasien akan tidur
kembali. Delirium adalah Keadaan pasien mengalami penurunan
kesadaran disertai kekacauan motorik serta siklus tidur bangun yang
terganggu. Sedangkan apatis adalah keadaan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya. Tanda cedera kepala sedang yang lainnya ialah
ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi
untuk lesi intrakranial, dan dirawat di Rumah Sakit setidaknya 48 jam.
c. Cedera Kepala Berat: Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai
GCS < 9, dimana tingkat kesadaran sopor (stupor), semi koma (koma
ringan), dan koma. Dikatakan sopor (stupor) apabila nilai GCS 5-6,
semi koma apabila nilai GCS 4, dan koma jika nilai GCS 3. Sopor
adalah Keadaan pasien mengantuk yang dalam. Semi koma adalah
keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons rangsang terhadap rangsang verbal, serta tidak
mampu untuk di bangunkan sama sekali, tapi respons terhadap nyeri
tidak adekuat serta refleks (pupil & kornea) masih baik. sedangkan
koma ialah keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran yang
sangat dalam, tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri serta tidak
ada gerakan spontan.
Trauma Brain Injury juga diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu:
a. Cedera fokal: Meliputi cedera kulit kepala, fraktur tengkorak, dan
kontraksi permukaan.
b. Cedera yang membaur: Termasuk cedera aksonal difus (DAI),
kerusakan hipoksik iskemik, meningitis, dan cedera vaskular; Biasanya
disebabkan oleh akselerasi-deselerasi kekuatan (Dawodu, 2015).
B. Anatomi dan Fisiologi
Susunan saraf merupakan jaringan sistem menungal dan terpadu. Basis
anatomi secara global, susunan saraf dikelompokkan menjadi dua yaitu
susunan saraf puat dan susunan saraf perifer. Susunan saraf pusat terdiri dari
otak dan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Masing-masing
dilindungi oleh tulang tengkorak dan kolumna vertebralis. Susunan saraf
pusat merupakan sistem sentral pengontrol tubuh yang menerima,
menginterpretasi, dan mengintegrasi semua stimulus, menyampaikan impuls
saraf ke otot dan kelenjar, serta menciptakan aksi selanjutnya [ CITATION
Set101 \l 1057 ].
OTAK
Berat otak manusia sekitar 1400 gram, tersusun oleh sekitar 100 triliun
neuron. masing-masing neuron mempunyai 1000 sampai 10.000 koneksi
sinaps dengan sel saraf lainnya. Otak merupakan jaringan yang konsistennya
kenyal dan terletak di daam ruangan yang tertutup oleh tulang yaitu kranium
(tengkorak). Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung yaitu rambut,
kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meninges), dan cairan otak (liquour
cerebro spinalis). Selaput otak (meningens) terdiri dari tiga lapisan yaitu
durameter adalah meningens terluar yang merupakan gabungan dari dua
lapisan selaput yaitu: lapisan bagian dalam (yang berlanjut ke durameter
spinal) dan lapisan bagian luar (yang sebetulnya merupakan lapisan
periosteum temgkorak. Arakhnoid merupakan lapisan tengah yang berada
diantara durameter dan piameter. Dibawahnya terdapat lapisan rongga
subarakhnoid yang mengandung trabekula dan dialiri liquour cerebro
spinalis. lapisan yang terakhir yaitu piameter, lapisan selaput otak yang
paling dalam yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak
serta mengikuti konvolusinya. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu:
serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), diensefalon, dan batang otak
(Truncus Cerebri) [ CITATION Set101 \l 1057 ].
SEREBRUM (OTAK BESAR)
Serebrum merupakan bagian otak yang terbesar (85%) yang terdiri dari
sepasang hemisfer. Diensefalon tersusun oleh talamus, hipotalamus,
epitalamus, dan subtalamus. Batang otak atau yang dikenal dengan brain
stem terdiri dari otak tengah (midbrain/mesensefalon), pons, dan medula
oblongata. Serebelum merupakan pusat koordinasi untuk gerakan otot dan
terletak di belakang batang otak. Serebrum terdiri dari 4 lobus: lobus frontal,
lobus parietal, lobus oksipital, dan lobus temporal [ CITATION Set101 \l 1057 ].
Lobus Frontal: Lobus frontal adalah bagian depan dari serebrum yang
merupakan pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti kemampuan
berpikir abstrak dan nalar, motorik bicara, pusat penciuman, dan emosi.
Selain itu pada lobus ini juga menjadi pusat pengontrolan gerakan volunter
(area motorik primer). Lobus Parietal: Lobus parietal dikaitkan untuk
evaluasi sensorik umum dan rasa kecap, di mana selanjutnya akan diintregasi
dan diproses untuk menimbulkan kesiagaan tubuh terhadap lingkungan
eksternal. Lobus Temporalis: Lobus temporalis merupakan lobus yang
letaknya paling dekat dengan telinga dan mempunyai peran fungsional yang
berkaitan dengan pendengaran, keseimbangan, dan juga sebagian dari emosi-
memori, serta pengertian terhadap kata-kata pembicaraan. Lobus
Oksipitalis: Lobus oksipitalis berperan sangat penting sehubungan dengan
fungsinya sebagai konteks visual. lobus ini terdiri dari beberapa area yang
mengatur penglihatan dan juga sebagai pusat asosiasinya [ CITATION Set101 \l
1057 ].
C. Etiologi
Penyebab Trauma Brain Injury (TBI) secara umum disebabkan oleh
adanya benturan benda dari luar tubuh seperti kecelakaan yang menyebabkan
terjatuh dan benturan pada kepala sedangkan Intracerebral Haemorrhage
terdiri dari dua penyebab yaitu traumatic dan non traumatic. Trauma Brain
Injury (TBI) adalah salah satu contohnya penyebab traumatic ICH [ CITATION
Cha08 \l 1057 ].
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan trauma intrakranial ialah
kelainan fisik, kognitif, dan perilaku jangka panjang. Dalam sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Kraus et al. dari 235 pasien, gejala yang paling sering
dilaporkan 6 bulan setelah TBI ringan adalah keletihan (43%), kelemahan
(43%), defisit memori (40%), sakit kepala (36%), dan pusing ( 34%)
(Dawodu, 2015). Pada umumya gejala yang dialami oleh pasien dengan
Trauma Brain Injury ialah gangguan kesadaran. Tingkat kesadaran yang
terganggu meliputi kebingungan, disorientasi, delirium, kelesuan, pingsan,
dan koma.
1) Kebingungan
Kebingungan ditandai dengan tidak adanya pemikiran yang jelas dan
bisa berakibat pada pengambilan keputusan yang buruk.
2) Disorientasi
Disorientasi adalah ketidakmampuan untuk memahami hubungan
seseorang dengan orang lain, tempat, objek, dan waktu. Tahap pertama
disorientasi adalah saat seseorang bingung dengan waktu (tahun,
bulan, hari). Hal ini diikuti oleh disorientasi sehubungan dengan
tempat yang berarti seseorang mungkin tidak tahu di mana ia berada.
Hilangnya memori jangka pendek mengikuti disorientasi sehubungan
dengan tempat. Bentuk disorientasi yang paling ekstrem adalah saat
seseorang kehilangan ingatan akan siapa ia sebenarnya.
3) Igauan
Jika seseorang mengigau, pikirannya bingung dan tidak masuk akal.
Orang yang mengigau seringkali bingung. Respons emosional mereka
berkisar dari rasa takut hingga marah. Orang yang mengigau seringkali
sangat gelisah.
4) Kelesuan
Kelesuan adalah keadaan kesadaran yang menurun yang menyerupai
kantuk. Jika seseorang lesu, ia mungkin tidak merespons stimulan
seperti bunyi jam alarm atau adanya api.
5) Stupor
Stupor adalah tingkat yang lebih dalam dari gangguan kesadaran di
mana sangat sulit bagi seseorang untuk merespon rangsangan apapun,
kecuali rasa sakit.
6) Koma
Koma adalah tingkat gangguan kesadaran terdalam. Jika seseorang
dalam kondisi koma, ia tidak dapat menanggapi rangsangan apapun,
bahkan tidak merasakan sakit [ CITATION Wea15 \l 1057 ].
E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT- SCAN: CT Scan untuk bagian kepala, atau juga disebut
pemindaian crania, adalah teknologi terkini sinar-X yang berfungsi
untuk mengambil gambar dari kepala. CT Scan atau pemindaian
tomografi terkomputasi, tidak hanya terbatas untuk penggunaan
pemindaian kepala dalam menentukan diagnosa terkait gangguan yang
terjadi akibat adanya cidera kepala
2. Radiogram: memberikan informasi mengenai struktur, penebalan, dan
klasifikasi
3. Elektroensefalogram (EEG): memberi informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron. Elektroensefalogram (electroencephalogram/EEG)
adalah rekaman aktivitas listrik otak, yang digunakan untuk mendiagnosis
kondisi neurologis seperti gangguan kejang (epilepsi). Tes
elektroensefalografi dilakukan dengan menyisipkan elektroda lempengan
logam di kulit kepala.
F. Penatalaksanaan
1. Cedera kepala ringan: Pasien sadar, mungkin memiliki riwayat periode
kehilangan kesadaran. Amnesia retrograd terhadap peristiwa sebelum
kecelakaan cukup signifikan.
2. Indikasi untuk rontgen tengkorak: hilang kesadaran atau amnesia, tanda-
tanda neurologis, curiga trauma intrakranial, dan sulit menilai pasien
3. Indikasi rawat: kebingungan atau GCS menurun, fraktur tengkorak, tanda-
tanda neurologis atau sakit kepala atau muntah, dan sulit menilai pasien.
4. Indikasi untuk merujuk ke bagian bedah saraf
- Fraktur tengkorak + bingung/penurunan GCS
- Tanda-tanda neurologis fokal atau kejang
- Menetapnya tanda-tanda neurologis atau kebingungan >12 jam
- Koma setelah resusitasi
- Curiga cedera terbuka pada tengkorak
- Terdapat perburukan
5. Cedera kepala berat: Pasien akan datang dengan tidak sadar ke
departement Kecelakaan dan Kegawatdaruratan. Cedera kepala mungkin
merupakan bagian dari trauma multipel. Lakukan ABC (Airway
management, Breathing, Circulation). Intubasi dan ventilasi pasien-pasien
tidak sadar untuk melindungi jalan napas dan mencegah cedera otak
sekunder akibat hipoksia. Resusitasi pasien dan cari tanda-tanda cedera
lainnya, khususnya jika pasien dalam keadaan syok. Cedera kepala dapat
disertai dengan cedera tulang belakang servikal dan leher harus dilindungi
dengan cervical collar pada pasien-pasien ini. Obati masalah-masalah yang
mengancam hidup (misalnya ruptur limpa) dan stabilkan pasien sebelum
dikirim ke unit bedah saraf. Pastikan terdapat pengawasan medis yang
adekuat (ahli anestesi dan perawat) selama pengiriman.
G. Komplikasi
1. Post traumatic seizures: penurunan kesadaran secara tiba-tiba. Hal ini
sering terjadi setelah mengalami TBI sedang atau berat
2. Hidrosefallus
Hidrosefalus berasal dari kata "hydro" yang berarti air dan "cephalus"
yang berarti kepala. Kondisi terjadi akibat gangguan aliran cairan di
dalam otak (cairan serebro spinal) atau akumulasi cairan serebrospinal
dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural.
Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang
selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-
pusat saraf yang vital.
3. Trombosis vena
Deep vein thrombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah
penggumpalan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam.
Kondisi ini umumnya muncul pada pembuluh vena besar yang terdapat
di bagian paha dan betis. Trombosis vena juga dapat muncul di pembuluh
darah vena lainnya, seperti lengan dan dapat menyebar hingga ke paru-
paru.
4. Agitasi
Agitasi (keresahan atau kegelisahan) adalah suatu bentuk gangguan yang
menunjukkan aktivitas motorik berlebihan dan tak bertujuan atau
kelelahan, biasanya dihubungkan dengan keadaan tegang dan ansietas.
5. Ensefalopati Traumatik Kronis (CTE)
Ensefalopati traumatik kronis (CTE) menggambarkan degenerasi
bertahap dalam fungsi otak karena cedera kepala berulang yang
menyebabkan gegar otak kedua dengan gejala dan gegar otak yang tidak
menunjukkan gejala. Setelah gejala awal gegar otak telah pudar,
beberapa bulan atau tahun kemudian, gejala baru muncul. Awalnya,
mungkin ada masalah konsentrasi dan memori dengan periode
disorientasi dan kebingungan, pusing, dan sakit kepala. Hal ini seolah-
olah gejala gegar otak mulai kembali bahkan tanpa cedera kepala baru.
Perilaku menjadi lebih tidak menentu, dengan agresi dan gejala mirip
dengan penyakit Parkinson. Akhirnya, proses berpikir menurun lebih
jauh, yang mengarah ke demensia dengan gejala Parkinson termasuk
kelainan berbicara dan berjalan. Gejala tersebut progresif dan tidak bisa
dihentikan.
BAB II
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama,
penaggung jawab, status perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab
terjadinya
c. Paparan radiasi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktifitas dan istirahat: penekanan perdarahan serebral
menyebabkan terjadinya penurunan tingkat kesadaran akibat
hipoksia serebral
b. Sirkulasi: Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah
c. Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine,
distensi perut, gerak peristaltik usus
d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut
cemas, gelisah dan menarik diri.
e. Pola makan: mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan
ADL
g. Neurosensori : hilangnya sensasi dan hilangnya tonus otot,
hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, gangguan penglihatan
h. Nyeri/kenyamanan : nyeri kepala
i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j. Keamanan: suhu yang naik turun
k. Pemeriksaan diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG): memberi informasi mengenai
perubahan kepekaan neuron
2. CT- SCAN: dasar dalam menentukan diagnosa dengan
memperlihatkan lokasi hematoma dan juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman &
Kamitsuru, 2015) adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral
2. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Defisit perawatan diri: Mandi berhubungan dengan kelemahan
C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
WOC
Trauma kepala
Cidera intrakranial
Papil edema
Muntah
Risiko kelebihan
Risiko ketidakseimbangan
volume cairan
nutrisi: kurang dari kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.(2013). Nursing
Interventions Classification (NIC), 7th. Elsevier.
Moorhead, S. M., Johnson, Maas., M. L., & Swanson E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC), 5th. Elsevier
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda nic-noc. Jogjakarta: Mediaction.
Setyanegara, Hasan, R. Y., & Abubakar, S. (2010). Ilmu bedah saraf satyanegara. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.