Anda di halaman 1dari 85

PERSIAPAN OBAT DAN ALAT ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

86/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Mempersiapkan segala keperluan alat dan obat-obatan
PENGERTIAN
anestesi sebelum melakukan tindakan anestesi.
1. Mengurangi resiko ancaman jiwa
TUJUAN
2. Siap siaga pada keadaan darurat.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

PROSEDUR Chek list alat anestesi


1. Memeriksa hubungan persediaan O2 dan gas lain yang
diperlukan.
2. Memeriksa flow meter apakah berfungsidengan baik. O2
mengalir by pass O2 berfungsi.
3. Memeriksa dial vaporizer bergerak lancar dan dapat dikunci
pada posisi Off. Vaporizer telah diisi obat inhalasi yang
benar.
4. Memeriksa pipa nafas, bag, katub apakah berfungsi dengan
baik.
5. Memeriksa tombol selector nafas spontan/nafas control.
6. Jika memakai N2O maka harus ada O2 cadangan dalam
tangki.
7. Ada ambu bag yang siap pakai.
8. Canister sodaline yang terisi penuh dan warna indicator
tidak berubah.
PERSIAPAN OBAT DAN ALAT ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

86/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Chek list jalan nafas buatan dan obat pernafasan.
PROSEDUR 1. Ada sungkup muka yang sesuai untuk ukurannya.
2. Ada tube faring berbagai ukuran.
3. Ada tube trachea berbagai ukuran (periksa Cuff dan stilet)
4. Ada larigoskop, Cunan, magill.
5. Jika ada ventilator, periksa apakah masih berfungsi dengan
baik.

Chek list infuse, cairan dan obat darurat


1. Tersedia infuse set, knule vena dan berbagai cairan.
2. Selain obat-obat anestesi, juga harus tersedia lengkap
dalam jumlah cukup obat-obatan penunjang (narkotik,
antihistamin, steroid, diuretic, muscle relaxan). Obat
resusitasi dan obat darurat.

Chek List alat monitor


1. Alat monitor stndar , tensimeter, stetoskop, thermometer,
lampu meter.
2. Alat monitor tambahan, ECG, Pulse oximeter, spirometer,
O2 analyser, nerve stimulator, capnograf.

UNIT TERKAIT OK
PENYULUHAN PRA ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

87/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Memberi penjelasan langsung kepada pasien//keluarga
PENGERTIAN
melalui komunikasi
1. Agar pasien mengerti maksud dan tujuan operasi
TUJUAN
2. Menurunkan efek samping emosional pasien
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Jelaskan tentang penyakitnya dan kenapa dioperasi.
PROSEDUR 2. Anjurkan/beri kesempatan kepada keluaga untuk member
sukungan moril maupun spiritual kepada pasien.
3. Jelaskan kepada pasien tentang puasa.
4. Anjurkan kepada pasien untuk tidak memakai gigi palsu,
kutek, lipstick, perhiasan dan barang berharga lainnya.
5. Jelaskan seluruhnya tentang:
 Jadwal operasi
 Situasu ruangan
 Tim operasi
 Apa yang akan dialami di ruang operasi da ruang
pulih.
 Prosedur operasi secara umum, jenis operasi.
6. Anjurkan dan bombing pasien untuk melakukan cara lain
dalam mengatasi rasa nyeri.
7. Berikan penjelasan kepada pasien tentang latihan nafas,
motivasi
UNIT TERKAIT ANESTESI, RAWAT INAP
KUNJUNGAN PASIEN PRA ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

88/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemeriksaan pra anestesi/bedah yang dikerjakan dalam
PENGERTIAN
periode 24 jam sebelum tindakan anestesi.
1. Menciptakan hubungan yang baik.
2. Memberikan ketenangan dan kenyamanan pada
TUJUAN pasien/keluarga
3. Menilai, mengantisipasi dan menanggulangi
kesulitan yang mungkin timbul.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

1. Konfirmasi rencana tentang jadwal operasi sehari


PROSEDUR sebelumnya (24 jam sebelum tindakan anestesi/bedah)
2. Lakukan pemeriksaan secara seksama:
 Identifikasi pasien
 Tanda-tanda vital
 Pmeriksaan penunjang lain.
 Riwayat penyakit lain/pembedahan.
 Informed consent
3. Mengusulkan memberikan pemeriksaan/terapi lain
yang diperlukan untuk mencapai kondisi yang optimal.
4. Tentukan status fisik pasien (ASA)
5. Memberikan obat di ruangan.
6. Mengkonsultasikan kepada dokter spesialis lain bila
diperlukan.

UNIT TERKAIT ANESTESI, RAWAT INAP, BEDAH SENTRAL


EVALUASI PRA INDUKSI ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

89/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya
PENGERTIAN
sebelum dilakukan tindakan anestesi. (induksi anestesi)
1. Penilaian kembali status pasien setelah dilakuka
kunjungan 24 jam pra-anestesi.
2. Untuk menilai kelayakan pasien yang akan dilakukan
TUJUAN
tindakan anestesi.
3. Untuk perencanaan jenis anestesi yang akan
dilakukan.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

1. Dilakukan pemeriksaan identitas pasien, diagnose


medisdan dokter yang akan melakukan pembedahan
untuk memastikan tidak adanya salah tindakan dan
identitas pasien.
2. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara lengkap
termasuk BB dan puasa.
PROSEDUR 3. Dilakukan anamnesa/alloanamnesa riwayat penyakit
yang pernah diderita, riwayat pembiusan, alergi obat,
dll.
4. Dinilai hasl pemeriksaan lboratorium dan pemeriksaan
penunjang lain.
EVALUASI PRA INDUKSI ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSIA GUNUNG SAWO 89/YANMED/XII/2011 Halaman


A 2/2
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang 1/2
5. Dilakukan pemeriksaan identitas pasien, diagnose
medisdan dokter yang akan melakukan pembedahan
untuk memastikan tidak adanya salah tindakan dan
identitas pasien.
6. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara lengkap
termasuk BB dan puasa.
7. Dilakukan anamnesa/alloanamnesa riwayat penyakit
yang pernah diderita, riwayat pembiusan, alergi obat,
dll.
8. Dinilai hasl pemeriksaan lboratorium dan pemeriksaan
penunjang lain.

Yang perlu diperhatikan:

 Jika pasien belum layak dianestesi, maka operasi


sebaiknya ditunda dulu sampai keadaan
memungkinkan.
 Jika perlu pemeriksaan ambahan dapat dimintakan
lagi dank ala perlu dapat dikonsultasikan ke dokter
spesialis lain yang terkait

UNIT TERKAIT ANESTESI, RAWAT INAP, BEDAH SENTRAL


PREMEDIKASI ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
90/YANMED/XII/2011 A
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208

PENGERTIAN Pemberian obat-obat anestesi sebelum tindakan anestesi.

1. Memberi ketenangan dan kenyamanan kepada pasien.


2. Memudahkan/memperlancar induksi
TUJUAN 3. Untuk mengurangi dosis obat-obat anestesi
4. Menekan reflex-refleks yang tidak diinginkan
5. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

1. Obat-obat yang dipakai

Nama Obat Dosis (mg/kg Dosis Max (mg)


BB)
DBP 0,1 – 0,2 5
DORMICUM 0,1 – 0,2 10
PROSEDUR FENTANYL 0,001 – 0,002 0,02
MORFIN 0,1 5
PETHIDIN 1 50
PHENERGAN 1 50
VALIUM 0,1 – 0,2 10
SULFAS ATROPIN 0,01 – 0,02 0,5
KLONIDIN 0,002
PREMEDIKASI ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSIA GUNUNG SAWO 90/YANMED/XII/2011 A 2/2


Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
2. Cara pemberian
 Bila dilakukan IV, dapat diberikan 5 – 15 menit
sebelum induksi.
 Bila diberikan IM dapat diberikan 30 – 45 menit
sebelum induksi.
 Pemberian dapat dikombinasi 2 atau 3 macam
obat, missal : Pethidin + phenergan atau Morfin +
DBP + SA.
3. Hal yang perlu dipertimbangkan:
 Premedikasi tidak diberikan pada keadaaan sakit
berat, sepsis, orang yang dangat tua, neonates, dan
bayi < 6 bulan.
 Premedikasi yang diberikan dengan hati – hati
pada pasien dengan masalah jalan nafas, kasus
rawat jalan dan kasus bedah syaraf.
 Dosis dikurangi pada orangtua dam bila keadaan
umum buruk.
 Sedasi oral dapat diberikan pada malam sebelum
tidur.
 Pada anak usahakan premedikasi oral 2 jam
sebelum operasi.
 Pada pasien bedah darurat, premedikasi sedative
dan narkotik sebaiknya dihindarkan atau diberikan
hati-hati.
 Dilakukan monitoring TTV setelah premedikasi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara lengkap
termasuk BB dan puasa.

UNIT TERKAIT ANESTESI


PUASA DAN PENGOSONGAN LAMBUNG

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
91/YANMED/XII/2011 A
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Usaha pengosongan lambung dengan menghentikan minum selama
PENGERTIAN periode tertentu sebelum induksi anestesi.)

1. Untuk mengurangi resiko muntah,regurgitasi dan aspirasi


paru.
TUJUAN 2. Pengosongan usus besar untuk mencegah BAB yang
mencemari dan menyebabkan ILO
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada standar
KEBIJAKAN pelayanan profesi

PROSEDUR 1. Puasa untuk orang dewasa.

Susu, makanan padat


Air putih

6 – 12 jam
4 jam

2. Anak-anak

Umur Susu/makanan padat Air putih

< 6 bulan 4 jam 2 jam

6 – 36 bulan 6 jam 3 jam

>36 bulan 6 – 8 jam 3 – 4 jam


PUASA DAN PENGOSONGAN LAMBUNG

No. Dokumen REVISI Halaman

91/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
3. Pemberitahuan periode puasa dilakukan di ruangan,
PROSEDUR
poliklinik
4. Usahakan lama puasa sesuai dengan umur pasien
5. Instruksi puasa dijelaskan dengan lisan dan tertulis
pada pasien dan keluarga.
6. Pengosongan usus besar dengan obat pencahar,
perangsang peristaltik.
7. Obat anti hypertensi/DM oral tetap diberikan (hanya
dengan minum air putih sja)
8. Untuk bedah darurat diperlukan pengosongan lambung
lebih cepat dan lebih pasti dengan pemasangan NGT
dan penghisapan aktif, staltik colon atau levanter (atas
pertimbangan bedah dan kenyamanan pasien).
9. Untuk menetralkan asam lambung dapat diberikan
antasida dan antagonis H2 receptor.

UNIT TERKAIT Rawat Inap, ICU, IGD, Poliklinik, Bedah Sentral.


ANESTESI UMUM PADA PASIEN DEWASA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
92/YANMED/XII/2011 A
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemberian obat-obatan anestesi untuk mencapai trias anestesi
PENGERTIAN
(hipnotik, analgesia, relaksasi)
Untuk memfasilitasi para dokter operator dalam melaksanakan
TUJUAN tindakan pembedahan/diagnostic.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada standar
KEBIJAKAN
pelayanan profesi
1. Kewenangan tenaga medis
 Anestesi umum dilakukan oleh dokter anestesiologi
 Anestesi imum dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih
anestesi di bawah pengawasan Dr. SpAn.
 Anestesi umum dapat dilakukan piñata anestesi sebagai tugas
limpah di bawah pengawasan Dr. SpAn.
2. Indikasi anestesi
 Anestesi umum intravena, digunakan untuk operasi yang
lamanya ½ jam.
 Anestesi umum sungkup muka digunakan untuk operasi yang
PROSEDUR lamanya 1 jam
 Anestesi umum intubasi digunakan untuk operasi > 1 jam.
Digunakan untuk operasi kepala leher walaupun < 1jam
 Anestesi umum laryngeal mask (LMA) digunakan sebagai
anestesi alternative selain sungkup atau intubasi
3. Premedikasi : lihat protab premedikasI
4. Induksi
Pemberian obat-obatan anestesi stadium III (stadium bedah).
Obat-obatan yang diberikan

ANESTESI UMUM PADA PASIEN DEWASA


No. Dokumen No. Halaman
Revisi

92/YANMED/XII/2011 A 2/2

RSIA GUNUNG SAWO


Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Propofol : 2 – 2.5 mg/kg BB
PROSEDUR  Tiopental : 2 – 3 mg/kg BB
 Diazepam : 0.2 mg – 0.5 mg/kg BB
 Midazolam : 0.2 – 0.5 mg/kg BB
 Ketamin : 1-2 mg/kg BB
Induksi juga dapat dilakukan dengan volatile agent misal
sevoflurane, halothane.
5. Intubasi
Yaitu memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea. Sebagai
sarana untuk intubasi dipergunakan obat-obat pelemas otot
(muscle relaksan) seperti:
 Succynil cholin : 1 – 2 mg/kg BB
 Vecuronium: 0,1 mg/kg BB
 Attacurium: 0,5 mg/kg BB
 Rocuronium: 0,5 mg/kg BB
 Pancuronium: 0,06 – 0,08 mg/kg BB.
6. Maintenance
 Inhalasi:
 Gas anestesi N2O : O2dengan perbandingan
70% : 30%, 60% : 40% atau 50% : 50%.
 Volatil agent : Nilai MAC + 30% MAC,
sesuaikan dengan klinis pasien.
 Intravena
 Propofol: 100 – 200 mcg/kg/menit
 Ketamin: 50% dosis induksi setiap 5 – 10 menit.
 Muscle relaksan: 10 – 50% dari dosis intubasi.
7. Reversal
Prostigmin + Sulfas atropine dengan perbandingan dosis 2 : 1.

UNIT TERKAIT Anestesi.


SPINAL ANALGESIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

93/YANMED/XII/2011 A 1/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Penggunaan obat anestetik local untuk menghambat hantaran saraf
sensorik sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh di blokir
PENGERTIAN
untuk sementara dengan memasukkan obat tersebut ke dalam
ruang subarachnoid pada penyuntikan L 2-3, L3-4, L4-5.
1. Menghambat impuls nyeri reversible.
TUJUAN 2. Sebagai anestesi alternative pada gangguan fungsi
kardiorespirasi berat.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada standar
KEBIJAKAN
pelayanan profesi
1. Kewenangan tenaga medis
PROSEDUR Spinal analgesia dilakukan oleh dokter Sp.An
2. Indikasi spinal anestesi
a. Ekstremitas bawah
 Ortopedi, bedah plastik, bedah tumor.
b. Kebidanan/kandungan
 Dilatasi curettage, section cesaria, histerektomi, kista
ovarii.
c. Bedah Umum
 Haemorhoidektomi, fistel perianal, abses perianal,
herniatomi
 Appendektomi
d. Bedah Urologi
 TUR, Sectio alta, Orchidektomi, Prostatektomi.
SPINAL ANALGESIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

93/YANMED/XII/2011 A 2/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
3. Kontra Indikasi
PROSEDUR a. Absolute
 Pasien menolak. Infeksi pada tempat
 penyuntikan. Hipovolemik berat, shock
 Koagulopati atau mendapat therapy anti
koagulan (trombocyt < 100.000/dm3)
 TIK meninggi
 Fasilitas resusitasi minim
a. Relatif
 Sepsis. Kelainan neurologi. Kelainan psikis.
Bedah lama. Penyakit jantung. Hipovolemik
ringan. Nyeri punggung kronis.
4. Persiapan
a. Umum
Sesuai dengan standart persiapan umum
b. Khusus
 Pasang jalur intravena yang lancer, untuk
orang dewasa IV kateter minimal no. 18
 Infus cairan kristaloid minimal 500 s.d 1000
cc atau koloid 500 cc sebelum tindakan
spinal.
c. Petugas yang akan melakukan tindakan spinal
anestesi harus cuci tangan steril.
d. Persiapan alat dan obat
 Troley denga duk steril di mana terletak
 Satu pasang sarung tangan steril
 Duk lubang kecil steril
 Kassa steril
 Satu semprit steril 3 cc, 5 cc, 10 cc
 Obat
 Satu ampul lidocain 5 % hiperbarik
 Satu ampul marcain hiperbarik spinal
0,5%
 Satu ampul clonidin atau morphin
 Lidokain 2% untuk infiltrasi
 Satu ampul ephedrine
 Satu ampul adrenalin
 Aquadestilata 25 cc
SPINAL ANALGESIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

93/YANMED/XII/2011 A 3/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang

PROSEDUR 5. Teknik
a. Inspeksi: Garis yang menghubungkan dua titik
tertinggi Krista illiak kanan-kiri akan memotong
garis punggung setinggi L4 atau L4-L5.
b. Palpasi: untuk mengenal ruang antara dua vertebra
lumbalis.
c. Pungsi lumbal hanya antara L2, -L3-L3, L4-L4,
L5-L5, S1
d. Posisi pasien duduk atau berbaring miring dengan
punggung fleksi maksimal.
e. Prinsip antiseptic.
f. Cara penyuntikan dengan median atau paramedian.
g. Pada posisi duduk bevel mengarah ke samping
kanan/kiri, pada posisi berbaring bevel mengarah
ke atas.
6. Hal-hal yag perlu diperhatikan dalam menentukan
ketinggian blok spinal.
a. Volume obat
b. Konsentrasi obat
c. Barbotase, kecepatan penyuntikan, tempat
penyuntikan.
d. Manauver valsava
e. Barisitas
f. Tekanan abdominal meninggi  pada saat
kontraksi uterus jangan memasukkan obat
g. TB pasien
h. 15 menit ketinggian blok dpinal tidak dapat
diubah.
SPINAL ANALGESIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

93/YANMED/XII/2011 A 4/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
7. Komplikan tindakan
PROSEDUR a. Hipotensi berat
b. Bradikardi
c. Hipoventilasi
d. Trauma pembuluh darah, syaraf
8. Tindakan komplikasi spinal analgesia
a. Hipotensi  cairan pre load minimal 500 cc atau bolus
efedrin 10 – 15 mg IV
b. Bradikardi  Sulfas atropine 0,5 mg
c. Hipoventilasi  assisted respirasi, semifowler
d. Mula muntahondansetron 4mg, 8 mg
e. Menggigil  pethidin 25 mg, tramadol 50 mg IV
pelan.

UNIT TERKAIT ANESTESI


ANESTESI UMUM PADA PEDIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

94/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Anestesi yang dilakukan pada pediatric dengan berat badan 20
kg, yang memerlukan persiapan khusus baik obat maupun
alat.
PENGERTIAN Pembagian pediatrik menurut perkembangan biologis
Orok (neonates) < 28 hari
Bayi (infant) 1 bulan – 1 tahun
Anak (Child) 1 tahun – 12 tahun

TUJUAN Anestesi yang aman bagi bayi dan ana


Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

1. Kewenangan tenaga medis


PROSEDUR Dilakukan oleh dokter Sp.An
2. Penata anestesi di bawah pengawasan dokter anestesi
3. Anestetist harus memahami problem anestesi pada anak
a. Anatomi
 Lubang hidung sempit, rongga hidung
berbentuk corong makin dalam makin
menyempit
 Lidah besar
 Rima glottis tinggi – C4
 Vocal cord miring
 Epiglotis sempit dan berbentuk U terbalik
ANESTESI UMUM PADA PEDIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

94/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Crycoid sempit
PROSEDUR  Tulang rusuk lebih besar sehingga gerak
kurang bebas
 Abdomen lebih besar daripada thorax.
b. Fisiologi
 CNS
 Parasympatis lebih dominan sehingga
hypoxia menyebabkan bradikardi.
 Chemoreseotor CO2 belum berfungsi
dengan baik.
 Pernafasan
 Bayi bernafas lewat hidung type
abdominal
 Dead space anatomi besar
 Tidal volum pada neonates : 2m
 Kardiovaskuler
 HR pada neonates 2 X dewasa, turun secara
progressive sampai usia 12 tahun
 Stroke volum fixed, sehingga CO sangat
tergantung HR, bila bradikardi harus diatasi.
 Temperatur (Poikilotermik)
Neonatus sangat peka terhadap “heat loss),
karena surface area relative lebih besar, lack
of subcutaneous fat, poor vasomotor control 
mudah alami shevering
 Renal  belum sempurna, matur setelah 1 bulan
 Hepar  masih dalam proses perkembangan
 Cairan tubuh EBV
Neonatus TBV: 80% dari BB (40% intracellular,
40% extraceluller)
Newborn  EBV : 85 cc kgbb
Infant  EBV : 80 cc kgbb
Child  EBV : 75 cc kgbb
 Farmakologi Fungsi hepar, ren dan SSP
belum sempurna, sehingga sulit menentukan
dosis obat. Neonatus sangat peka terhadap

ANESTESI UMUM PADA PEDIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSIA GUNUNG SAWO


Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
.CNS depressant tetapi setelah usia 1
PROSEDUR
tahun jadi kurang peka.
 Patologi  Neonatus lebih tolerans terhadap
operasi, infant dan child banyak kelainan
congenital
 Psikologi  pada infant respon emosional
minimal sedangkan pada usia 1 – 2 tahun emosi
hipersensitif.
Langkah-langkah
1. Puasa, lihat protap puasa
2. PremedikasI
 Bayi sampai umur 1 tahun atau bayi anak dengan BB <
10 kg hanya diberikan Sulfas Atropin 0,01 – 0,02 mg kg
bb.Maksimum dosis 0,1 mg secara induksi(IV)
 Anak > 1 tahun selain SA dapat diberikan
 Phenergan 0,5 – 1 mg/ kg bb
 DBP 0,1 – 0,15 mg/kgbb progressive
 Pethidin 1 mg/kgbb
 Morphin 0,1 mg/kgbb
 Fentanil 0,001 mg/ kgbb
3. Induksi
 Induksi dapat dilakukan dengan volatile agent dengan
N2O : O2, menggunakan semi open Jakson Rees,
 Pada anak yang terpasang IV line dapat diberikan
1) Pentotal 3 -5 mg/kgbb
2) Ketamin 1 – 2 mg/kgbb
Propofol 2 – 2,5 mg/kgbb (tidak
direkomendasikan pada anak < 3 tahun
ANESTESI UMUM PADA PEDIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSIA GUNUNG SAWO


Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR
4. Intubasi\
 Pada neonatuasi dilakukan intubasi sadar, tapi
sebelumnya dilakukan oksigenasi.
 Dapat difasilitasi dengan pelumpuh otot:
1) Succynil cholin 1 -2 mg/kgbb
2) Veccuronium 0,1 mg/kgbb
3) Attacurium 0,5 mg/kgbb
4) Rocuronium 0,5 mg/kgbb
5) Pancuronium 0,06 – 0,08 mg/kgbb
5. Rumatan anestesi
 Dengan inhalasi Jakson Rees (Semi open) aliran
gas anestesi sebesar 2 – 3 kali ventilasi semenit.
 Pelumpuh otot dapat diberikan 10% - 50% dosis
intubasi.
6. Pemantauan
Untuk pemantauan pernafasan, suara jantung, pasang
teleskop prekordial Vital Sign (mean)

Puls rate BP RR

Premature
140 50/30
35 - 80

Infant 140 80 40

Preschool 120 90 30

Adolescent 100 100 20

BP pada anak  Systolik 80 – (2 x umur dalam tahun)


Diastolik 2/3 sistolik BP.
ANESTESI UMUM PADA PEDIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSIA GUNUNG SAWO


Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Normal urine output
PROSEDUR

Age ml/kg/hour

1 – 4 days 0,3 – 0,7

4 – 7 days 1 – 2,7

Over 7 days 3

5 years to adult 1

7. Pemberian cairan
Lihat protap pemberian cairan
8. Estubasi
 Sebelumnya dapat diberikan reversal bila
diperlukan dengan dosis SA 0,02 mg/kgbb dan
prostigmin 0,04 mg/kgbb.
 Pada bayi dilakukan estubasi sadar, anggota
badan bergerak-gerak mata terbuka, nafas spontan
adelkuat.
 Estubasi dalam dikerjakan bila nafas spontan
adekuat, keadaan umum baik, dan diperkirakan
tidak akan menimbulkan kesulitan paska estubasi.

UNIT TERKAIT ANESTESI


PEMANTAUAN ANESTESI SELAMA OPERASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Ditetapkan
Terbit Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Memperhatikan, mengawasi atau memeriksa dengan
PENGERTIAN
menggunakan alat (monitor) untuk suatu tujuan tertentu.
1. Diagnosis adanya permasalahan
2. Perkiraan kemungkinan terjadinya kegawatan
TUJUAN 3. Evaluasi hasil suatu tindakan , termasuk efektifitas dan
adanya efek tambahan.
.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Monitoring dilakukan oleh piñata anestesi dan
PROSEDUR
dokter ahli anestesi
2. Monitoring dilakukan terus menerus
3. Monitor standar adalah tensi, nadi respirasi, suhu,
pulsoximeter.
4. Memeriksa monitor apakah masih berfungsi baik.
5. Memeriksa tekanan darah pasien baik manual/
digital dan interpretasikan dengan tingkat
kedalaman anestesi.
6. Memeriksa nasi pasien baik manual maupun digital
dan interpretasikan dengan tingkat kedalaman
anestesi.
7. Mendengarkan bunyi jantung dengan stetoskop
predordial
8. Bila pasien nafas spontan periksa frekuensi nafas,
tidal olum, suara nafas.
9. Memasang pulsoximeter
10. Monitoring jumlah cairan yang masuk
11. Mengukur urine normal 0,5 – 1 cc /kgbb/jam
12. Hitung jumlah perdarahan
13. Monitoring suhu, EKG

UNIT TERKAIT ANESTESI

PEMANTAUAN PASCA ANESTESI DI RR

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
PENGERTIAN Pengawasan dan pemantauan pasien pasca anestesi di
ruang pulih.
TUJUAN Untuk menjaga supaya kenyamanan dan keselamatan
pasien dapat terjamin
.
KEBIJAKAN Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu
kepada standar pelayanan profesi

PROSEDUR
1. Perawat RR: Penata anestesi di bawah pengawasan
dokter anestesi.
2. Menggunakan aldrette score (dewasa) dan Lockhart
(pediatric).
3. Kriteria skore aldrette/ lockhart
 Nilai 9 – 10 boleh pulang ke rumah
 Nilai 8 boleh pindah ke ruangan
 Nilai 5 pindah ICU
4. Dokter anestesi harus membuat instruksi paska
anestesi di RM Pasien.
5. Pasien diobservasi TD, N, RR, kesadaran, warna kulit,
perdarahan post operasi dan motoriknya setiap 10
menit.
6. Masing-masing hasil pemantauan dibuat skorenya
berdasarkan Aldrette skore/Lockhart.
7. Pasien dapat dipindahkan atas instruksi dokter
anestesi.
8. Jika selama pemantauan ada hal-hal yang
mengkhawatirkan segera beritahukan kepada dokter
anestesi.
9. Jika setelah 2 jam nilai skore 8, pasien dapat
dipertimbangkan untuk rawat ICU dan diberitahu
operator dan jelaskan kepada keluarga pasien.

PEMANTAUAN PASCA ANESTESI DI RR

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
10. Jika pasien sudah direncanakan masuk ICU, maka
PROSEDUR dapat langsung ke ICU

UNIT TERKAIT ANESTESI, ICU


ANESTESI DENGAN LMA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Alat jalan nafas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
PENGERTIAN berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya
dapat dikembangkan kempiskan seperti balon pada pipa tracea.
TUJUAN 1. Menjaga patensi jalan nafas selama anestesi
2. Merupakan teknik anestesi alternatif antara face mask
dan intubasi.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

1. Dilakukan oleh dokter ahli anestesi atau penata anestesi di


PROSEDUR
bawah pengawasan dokter anestesi.
2. Berikan premedikasi sesuai protap premedikasi
3. Induksi intravena dengan propofol atau dengan obat
inhalasi.
4. Dalam anestesi dengan inhalasi dapat juga denga pelumpuh
otot.
5. Pasang LM sesuai teknik pemasagan LM, kemudian isi cuff
dengan volume yang sesuai sampai tidak ada kebocoran.
6. Periksa apakah ada kebocoran atau malposisi.
7. Bila posisi sudah baik dan tepat lakukan fiksasi.

UNIT TERKAIT ANESTESI

ANESTESI PADA RAWAT SEHARI (ONE DAY CARE)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
1. Anestesi yang dilakukan pada pasien dengan rawat sehari,
pasien langsung pulang ke rumah.
PENGERTIAN
2. Secara medis pasien yang dioperasi dan dianestesi, setelah
paska bedah tidak memerlukan rawat inap.
1. Pasien dapat memilih hari dan jam yang sesuai terutama
untuk anak da manula.
TUJUAN 2. Tidak usah menunggu kamar kosong di rumah sakit.
3. Insiden infeksi rendah.
4. Pasien aman dan nyaman.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

1. Anestesi pada pembedahan rawat sehari harus diusahakan


PROSEDUR
cepat sadar, bebas nyeri, tidak mual muntah, cepat mobilisasi
dan pasien/keluarganya merasa aman.
2. Pada dasarnya pasien harus ASA 1 dan ASA 2
3. Bilamana ada kelainan penyakit sistemik yang kronis
(hipertensi DM) seyogyanya terkendali dan dapat diramalkan
tidak akan menambah penyakit tersebut.
4. Ada Informed Consent/persetujuan operasi
5. Sudah dikonsultasikan dengan dokter anestesi secara tertulis.
6. Persiapan pra bedah
 Persiapan sama seperti pada pasien rawat inap.
Persiapan dilakukan 1-2 hari sebelum dilakukan
pembedahan untuk mengetahui keadaan umum,
kondisi system pernafasan, kardiovaskuler, penyakit
liver, DM, Ginjal, dan obat-obat yang diminum.
 Laboratorium: Hb, Ht, I, CT, BT, GDS, lab khusus
sesuai indikasi.
 EKG
 Thorak.
7. Instruksi
 Pra bedah

ANESTESI PADA RAWAT SEHARI (ONE DAY CARE)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
a) Puasa: dewasa 6 jam, pediatrik 3-4 jam
PROSEDUR
b) Datang 1 – 2 jam sebelum pembedahan
c) Tidak boleh memakai kosmetik
 Pasca bedah
a) Harus ada yang menemani sesudah operasi dan
waktu pulang
b) Tidak boleh mengendarai kendaraan atau
mengerjakan hal-hal yang berbahaya
c) Tidak boleh mengambil keputusan penting
d) Tidak boleh minum alcohol obat penenang selama
24 jam pertama.
8. Premedikasi
a) Pada umumnya premedikasi tidak diberikan kecuali
pasien terlalu gelisah atau tidak dapat dikendalikan
karena premedikasi akan memperpanjang masa
pulih.
b) Dapat diberikan premedikasi sesuai indikasi
c) Narkotik tidak diberikan karena memperpanjang
masa pulih, mual muntah paska operasi. Dapat
diberikan opioid kerja singkat: Fentanyl 1 -2 ug/kgbb
d) Analgetik golongan AINS, misalnya ketorolak 10 –
30 mg
e) Obat anti mual muntah.
9. Teknik Anestesi
a) Analgesia local
b) Analgesia neurolept
c) Anestesi umum lebih digemari karena anestesi
regional beresiko. Tidak berbeda dengan pembe-
dahan elektif, bedanya hanya menghindarkan obat
dengan efek yang menyebabkan masa pulih lama.
10. Induksi dan rumatan anestesi
a) Propofol 2 – 2.5 mg/kbbb, untuk mengurangi nyeri
suntikan dapat diberikan lidokai 10 – 20 mg iv
sebelumnya

ANESTESI PADA RAWAT SEHARI (ONE DAY CARE)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
b) Pada pediatric induksi dengan sevoflurane, halothane
PROSEDUR
c) Rumatan anestesi gas, volatile agent atau intravena
hanya dengan propofol 4 – 12 mg/kgbb/jam dengan
bantuan opioid fentanil 1 ug.
11. Tata laksana jalan nafas
a) LMA
b) Pilihan pertama untuk pelumpuh otot adalah
nondepol kerja singkat, dan usahakan tanpa reversal
c) Bila intubasi, maka ektubasinya dalam.
12. Pemantauan
Lihat protap pemantauan anestesi selama operasi
13. Pemulihan
Lihat protap perawatan paska anestesi di RR.

UNIT TERKAIT ANESTESI, ODC


PEMBERIAN CAIRAN INTRA OPERATIF

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemberian cairan yang diperlukan selama menjalani
PENGERTIAN
pembedahan.

TUJUAN Mempertahankan cairan dan elektrolit tubuh

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

Dasar pertimbangan:
PROSEDUR

1. Cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan


2. Jenis cairan yang diberikan sesuai indikasi
3. Waktu pemberian yang tepat
4. Monitoring adanya gangguan cairan tubuh.

Langkah-langkah

1. Chek BB pasien
2. Tentukan komponen cairan tubuh pasien (60% dari BB)
3. Tentukan kebutuhan cairan pasien
 Kebutuhan cairan rumatan untuk orang dewaa : 1,5 –
2 cc/kgbb/jam
 Kebutuhan cairan rumatan/maintenance (M) untuk
pediatric
 10 kg pertamax 4 cc/jam
 10 kg kedua x 2 cc/jam
 Sisanya x 1cc jam
 Kebutuhan cairan pengganti puasa (P)
 6 – 8 cc/kgbb/jam untuk operasi besar (>3
jam) atau perdarahan > 10% EBV
 4-6 cc/kgbb/jam untuk operasi sedang atau
perdarahan < 10% EBV
 2-4 cc/kgbb/jam untuk operas kecil < 30
menit.

PEMBERIAN CAIRAN INTRA OPERATIF

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
4. Cara Pemberian
PROSEDUR
 Jam I : M + 1/2P + O
 Jam II : M + 1/4P + O
 Jam III : M + 1/4P + O
 Jam IV : M + O
 Dan seterusnya.
5. Jenis cairan
 Kristaloid: NS 0,9%, RL, Asering dll
 Kolloid: dextran, HAES, dll
 Cairan khusus: NaCl 3%, Bic-Nat, Manitol.
6. Pada spinal analgesi preload diberikan 10 – 15 cc//kgbb
7. Perhitungkan jumlah tetesan
Standar makro 1 cc = 15 tetes, mikro 1 cc = 60 tetes
Tetesan/menit (Normal) = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infuse (jam) x 4
Tetesan/menit(mikro)= Jumlah cairan infuse (cc)
Lamanya infuse (jam)

UNIT TERKAIT ANESTESI

TRANSFUSI DARAH DALAM PEMBEDAHAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemberian darah kepada pasien yang dilakukan
PENGERTIAN
pembedahan.
1. Menganti volume darah.
2. Meningkatkan oksigenasi jaringan
TUJUAN
3. Mengganti factor pembekuan darah.

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

Dasar pertimbangan:
PROSEDUR
1. Meningat transfuse darah sangat banyakresikonya
(penulara penyakit,CHF, acut lung ijury, reaksi trasfusi,
pengaruh negative sistem immune)  sebaiknya
transfuse dilakukan pada Hb 7%
2. Transfusi diberikan bila perdarahan > 15% pada orang
dewasa dan > 10% pada pediatric.
3. Bila perdarahan < 20 % kehilangan volume darah diganti
dengan cairan kristaloid/koloid.
4. Pre Operative
 Hb minimal 10 gr% atau Ht 30%
 Untuk emergency Hb minimal 8gr%
 Bila Ht > 25% dapat diberikan kristaloid atau
koloid.
 Bila Ht > 25% harus dengan darah.

Langkah-langkah:

1. Menghitung EBV (Estimated Blood Volume) pasien


 Prematur 95 cc/kgbb
 Cukup Bulan 85 cc/kgbb
 Anak Kecil 80 cc/kgbb

TRANSFUSI DARAH DALAM PEMBEDAHAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

 Anak besar 75 cc/kgbb


PROSEDUR
 Dewasa Pria 75 cc/kgbb
 Dewasa wanita 65 cc/kgbb
2. Menghitung ABL (Allowable Blood Loss) pasien:
 ABL = EBV x 20%  batas maximal kehilangan darah
3. Kenali klinis perdarahan

Variabel Klas I Klas II Klas III Klas IV

Sistolik (mmhg) >110 >100 >90 <90

HR (N/mnt) <100 >100 >120 >140

RR ( N/mnt) 16 16 -20 21-26 >26

Mental anxiou Agitated confused lethargic


s

Blood 750 cc 750 – 1500cc 1500 – 2000cc >2000cc

Loss 15% 15 30% 30 – 40% > 40%

Keterangan ringan Sedang berat shock

4. Menghitung jumlah perdarahan


 Volume darah yang ada di dalam tabung suction
 Volume darah yang terdapat pada kassa: 10 – 20
cc pada kassa besar, 5 – 9 cc pada kassa kecil
 Volume darah yang terdapat di instrument, duk
OP, baju OP adalah dengan menambahkan 25%
dari penjumlah 2 point sebelumnya.
5. Basic guide blood therapy
Bila perdarahan <15% dapat diberikan:
 Kristaloid 1 cc darah diganti 3 – 4 cc cairan
 Kolloid 1 cc darah diganti denga 1 cc cairan,
dosis maksimal 33 cc.kgbb

Bila perdarahan > 15%, dapat diberikan

 Transfusi dengan whole bood


(Hbdikehendaki – Hbawal) x BB x 6 ----- cc

TRANSFUSI DARAH DALAM PEMBEDAHAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Transfusi dengan packed red cell
PROSEDUR
(Hbdikehendaki – Hbawal) x BB x 3 –---- cc
Atau
(Hbdikehendaki – Hbawal) x EBV ------cc
6. Komplikasi transfuse
 Dini : Overload, Alergic reaction, haemolitik
reaction,Demam, Emboli udara.
 Lambat: penularan penyakit

UNIT TERKAIT ANESTESI


ANESTESI PADA EMERGENCY (CITO)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Anestesi untuk pasien yang harus dibedah secara darurat
PENGERTIAN
dengan keadaan umum yang bervariasi.
1. Dengan keterbatasan waktu evaluasi preanestesi dilakukan
dengan cepat, tepat dan akurat.
2. Mengurangi kecemasan pasien
TUJUAN
3. Mengatasi lambung penuh
4. Stabilisasi haemodinamik

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi

Persiapan:
PROSEDUR
1. Dilakukan oleh Dokter Anestesi/Penata Anestesi (ASA 1
dan 2)
2. Peralatan siap pakai
3. Persiapan pasien yang optimal
4. Pilihan jenis anestesi: Regional Anestesi, General
Anestesi.

Langkah-langkah

1. Evaluasi pra anestesi


 Sistem kardiovaskuler, sistem neurologi, sistem
respirasi.
 Adanya fraktur/trauma lain
 Riwayat penyakit lain, alergi
 Pemeriksaan Lab, Ro, EKG dll.
2. Persiapan pasien
 Informed consent
 Pangobatan penyakit medis lainnya untuk
menurunkan mortalitas.
3. Premedikasi
 Lihat protap premedikas

ANESTESI PADA EMERGENCY (CITO)

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Dapat diberikan antasida, antikolinergik, ondansentron,
PROSEDUR
metoklopramid, ranitidine, semitidin 30 menit sebelum
intubasi.
4. Pencegahan regugirtasi dan aspirasi
 Intubasi endotrakeal sadar
 Pemasangan NGT
 Obat-obatan
 Induksi sekuensi cepat.
 Dewasa Pria 75 cc/kgbb
5. Induksi cepat, dengan urutan (sesuai urutan di bawah ini):
 Denitrogenasi dengan nafas O2 100% selama 2 menit
 Induksi dengan propofol, ketamin, thiopenton sesuai
indikasi
 Pekerarisasi  ¼ dosis muscle relaksan
 Sell`ick maneuver
 Tanpa ventilasi positif (No bagging)
 Suksinilkoloin
 Intubasi dengan cuff segera..
6. Pemeliharaan anestesi
Lihat protap pemeliharaan anestesi
7. Pemantauan anestesi
Lihat protap monitoring
8. Pemberian cairan dan transfusi
Lihat protap pemberian cairan dan transfuse
9. Pengakhiran anestesi
Ekstubasi dilakukan bila keadaan umum sudah baik.

UNIT TERKAIT ANESTESI

ANESTESI PADA GERIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
STANDAR Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Geriatrik : Manula adalah manusia lanjut usia, 60 tahun
Adalah tatalaksana anestesi pada pasien manulandengan
PENGERTIAN
penanganan khusus karena adanya perubahan anatomis,
penurunan fisiologis organ dan psikis.
1. Pemberian anestesiyang aman bagi manula
TUJUAN
2. Mengurangi komplikasi anestesi
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
Pertimbangan:
1. Anestesi harus memahami problem anestesi pada usia
PROSEDUR
lanjut.
 Anatomi (degeneras jaringan)
Kardiovaskuler: jantung membesar karena LAH dan
LVH, arteriosklerosis.
Pernafasan : degenerasi jaringa paru makin ke dalam
menyempit, dinding thorak kaku.
Kulit: keriput, elastisitas berkurang
O tot: atropi.
 Fisiologi
Kardiovaskuler  Cardiac output ↓ Heart rate ↑
 Arteriosklerosis SVR ↑, TD ↑
Respirasi : Vital capacity ↓, Tydal volum↓, Airway ↓
respon hypoxia dan hiperkarbia↓
Hepar: terjadi penurunan fungsi hepar  metabolism ,
confusion, incotinensia.
Ginjal : fungsi glomerulus ↓, serum albumin ↓, protein
binding ↓
Cairan dan elektrolit terganggu.
 Farmakologi
Kepekaan terhadap analgerika dan anestetika↑
MAC inhalation agent menurun, dosis harus dikurangi.

ANESTESI PADA GERIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

RSIA GUNUNG SAWO


Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR  Patologi
 Psikologi
2. Dosis obat anestesi harus dikurangi (Tetrasi)
3. Gunakan obat yang tidak mendepresi nafas dan histamine
release
4. Pilih jenis anestesi yang aman. Lokal, Regional, GA
5. Pilihan teknik anestesi : Face mask, LMA, Intubasi.
Evaluasi Klinis:
Riwayat penyakit (Evaluasi problem KVS, Respirasi, Hepar,
Ginjal, CNS, Lab, Ro, EKG
Premedikasi (lihat protap premedikasi)
Premedikasi yang diberikan 10 – 15 menit ssebelum induksi,
dosis dikurangi
Induksi
Pemberian obat-obatan anestesi sampai stadium III (stadium
bedah) Obat-obatan yang diberikan:
 Propofol : 2 – 2,5 mg/kgbb
 Tiopental: 3 – 5 mg/kgbb
Intubasi (Deep Inhalation)
 Masukkan MR Depol/ Non Depol (Rokurorium,
pankuronium), dosis dikurangi.
 Masukkan lidokain IV 1 – 2 mg/kgbb atau lidokain spray,
tunggu 1 – 2 menit bila ada riwayat HTN.
 Analgetik kuat durasi pendek (Fentanyl)
 Berikan ventilasi Positif lamanya sesuaikan onset MR
 Lakukan intubasi
Maintenance
 Inhalasi
 Gas anestesi N2O : O2 dengan perbandingan sesuai
klinis pasien
 Volatil agent : IMAC sesuaikan dengan klinis
pasien.
 Analgetik narkotik, NSAID, dosis dikurangi
 Cairan, lihat protap pemberian cairan.
 Monitoring

ANESTESI PADA GERIATRIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

RSIA GUNUNG SAWO


Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR  HR< 100X/menit
 MAP 50 – 150 mmHg
 Pulse oksimeter atau observasi warna kulit
 Palpasi nadi, capilery refill
 Intake – Output
 Jumlah perdarahan
Penagakhiran anestesi:
 Pemberian reversal
 Extubasi sadar, bila tidak ada riwayat HTN, Asma
 Extubasi dalam, bila ada riwayat HTN, Asma
UNIT TERKAIT ANESTESI

KONSULTASI ANESTESI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Tata kerja konsultasi yang biasa dilakukan sebelum pasien
PENGERTIAN menjalani pembedahan dari dokter lain kepada dokter anestesi
atau sebaliknya, baik dari poliklinik maupun ruag rawat inap.
Mempersiapkan pasien sebelum pembedahan seoptimal
TUJUAN mungkin

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Pasien diperiksa oleh dokter bedah untuk menentukan
kelayakan atau tidak tindakan pembedahan dengan
PROSEDUR
melakukan pemeriksaan fisik.
2. Untuk pasien poliklinik
 Dokter bedah dari poliklinik atau dari rawat inap
mengirim pasien kepada dokter anestesi.
 Dokter anestesi memeriksa kembali esiapan untuk
pemebdahan/anestesi , dapat mengusulkan
pemeriksaan lain atau konsultasi dengan SMF lain
bila diperlukam.
 Setelah dokter anestesi memutuskan kelayakan
anestesi, poliklinik atau rawat inap pengirim
memberitahu kepada IBS untuk penjadwalan operasi.

UNIT TERKAIT ANESTESI


ENDOTRAKHEAL INTUBASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Teknik memasukkan pepa endotrakheal di jalannafas atau
PENGERTIAN
sampai balon pipa terletak di bawah pita suara.
1. Pembersihan trakheobronkheal
2. Mempertahanan potensi jalan nafas
TUJUAN 3. Mencegah aspirasi
4. Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi.

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Indikasi
 Harus : Full stomach, obstruksi intestinal, posisi tengkurap,
PROSEDUR
operasi intracranial/intrathorax
 Lebih baik: pneuma encephalography, phyloric
stenosispada infant, operasi daerah face-mouth and neck,
abdomen atas, operas ginjal.
 Fakultatif: hernia repair pada infant and child, minor
operaion head and neck.
2. Kriteria harus intubasi
 GCS < 8
 Nafas tak teratur
 RR< 10 atau > 40x/menit
 TV <3,5 cc/kgbb
 VC <15 cc/kgbb
 PaCO2 < 70 mmhg
 PaCO>50mmhg
3. Hal yang harus dihindari
 Selama Intubasi
 Trauma gigi-gigi, laserasi bibir, gusi, laring

ENDOTRAKHEAL INTUBASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang

 Merangsang syaraf simpatis


PROSEDUR
 Intubasi bronkus, aesophagus
 Aspirasi, spasme bronkus
 Setelah ekstubasi
 Spasme laring
 Aspirasi
 Gangguan fonasi, edema glotis, sub glottis.
 Infeksi laring, faring, trachea.
 Harus : Full stomach, obstruksi intestinal, posisi
tengkurap, operasi intracranial/intrathorax
4. Persiapan
 Pasien
 Posisi supine horizontal, oksiput diganjal bantal (10
cm)
 Kepala ekstensi, sampai trakea dan laringoskop
berada dalam satu garis lurus.
 Terpasang I.V. line (kecuali RJP)
 Peralaatan  ingat kata STATICSS (Scope, Tubes,
Airways, Tape, Introducer, Connetor, Suction,Spuit cuff)
 Obat
 Asisten
5. Teknik Intubasi
 Intubasi orotrakheal
 Intubasi nasotrakheal
 Intubasi dengan penyulit
6. Tindakan intubasi
 Persiapan
 Oksigenasi
 Laringoskopi
 Pemasangan pipa
 Kontrol letak pipa
 Ventilasi
ENDOTRAKHEAL INTUBASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang

7. Ekstubasi
PROSEDUR
 Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika
 Intubasi kembali akan mendapatkan kesulitan
 Pasca ekstubasi ada resiko aspires
 Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anestesi sudah ringan
dengan catatan tak akan terjadi spasme laring.
 Sebelum ekstubasi pastikan rongga mulut, laring, faring
bersih dari secret dan cairan lainnya.
UNIT TERKAIT ANESTESI
PENCEGAHAN ASPIRASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Masuknya isi lambung ke dalam paru karena regurgitasi.
Regurgitasi merupakan aliran isi lambung yang bersifatPasif
PENGERTIAN
dan retrograde melalui sfingter esophagus distal, memasuki
esophagus, faring, hingga dapat terjadi aspirasi pulmoner.
1. Mencegah terjadinya muntah dan aspirasi
2. Mengenal TRIAS “Mendelsons syndrome” ( tachicardy,
TUJUAN tachypnea, cyanosis)
3. Penanganan bila terjadi aspirasi

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Pertimbangan
 Pasien emergency
PROSEDUR
 Pasien trauma abdomen dan perlambatan pengosongan
lambung
2. Langkah-langkah
 Pusakan
 Antaside, raitidine/cimetidine,metoklopramid,
ondansentron.
 Pengosongan lambung secara aktif (NGT)
 Cruss induction/rapid induction
 Awake intubation
 Atur posisi lateral
 Bila terjadi aspirasi lakukan
 Posisi kepala/seluruh badan miring
 Trendelenberg
 Penghisapan jalan nafas
 Intubasi, IPPV
 Oksigenasi

PENCEGAHAN ASPIRASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang

 Hidrokortison 500 – 600 mg, deksametason 0.08


PROSEDUR
mg/kgbb/6 jam
 Antibiotika
 Brochial Washing: NaCl 0,9%, 10 cc masukkan
dalam ETT
UNIT TERKAIT ANESTESI
PENANGANAN HIPOTENSI PERIOPERATIVE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Turunnya tekanan darah dibawah normal pasien (30% TD
PENGERTIAN
normal pasien) yang perlu penanganan secara cepat.
1. Mengurangi resiko kerusakan organ tubuh karena
hypotensi (otak, jantung, ginjal)
TUJUAN
2. Penanganan yang cepat cila terjadi hypotensi.

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Cari etiologi hypotensi
 Obat-obatan anestesi: halothane, narkotik, penthotal,
PROSEDUR
propofol
 Perdarahan akut, dehidrasi
 Refleks vagal/block simpatik
 Manipulasi bedah/bedah otak
 Penyakit jantung
 Reaksi alergi
 Emboli udara
 Hypoksia
2. Intervensi
 Preload cukup
 Cegah manipulasi bedah
 Kurangi obat-obatan anestesi bersifat Ionotropik (-)
 Cegah hypoxia, hypercarbia
 Beri obat-obatan vasopresor, efedrin, adrenalin.
 Dapat diberikan dopamine 5 – 20 mg/kgbb min drips,
dosis bertahap.

UNIT TERKAIT ANESTESI

PENCEGAHAN BRONCHOSPASME

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Merupakan komplikasi yang terjadi akibat respon jalan nafas
PENGERTIAN
yang berlebih karena stimulasi tertentu.
Pencegahan dan memberikan penanganan yang cepat dan
TUJUAN
tepat.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Kenali gejala bronchospasme
 Apnoe
PROSEDUR
 Sianosis
 Adanya tahanan saat ventilasi
2. Cari kemungkinan penyebab
 Asthma
 Stimulasi jalan nafas (karina)
 Stimulasi surgical
 Reaksi obat,infeksi jalan nafas, oedema paru.
3. Cegah terjadinya bronchospasme
 Induksi tanpa gejolak dan anestesi yang adekuat
 Memberikan lidokain spray
4. Bila terjadi bronchospasme
 Dalamkan anestesi, berikan MR
 Oksigenasi 100%
 Inhalasi adrenalin
 Lidokain 2 mg/kgbb IV
 Atropin
 Kortikosteroid (hidrokortison 4mg)
 Aminofilin 5 mg/kgbb IV secara lambat, lanjutkan drip
0,9 mg/kgbb/jam
UNIT TERKAIT ANESTESI

PENANGANAN DYSRITHMIA PERIOPERATIVE

No. Dokumen No. Revisi HALAMAN

1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Kejadian aritmia jantung selama pemberian anestesi (angka
PENGERTIAN
kejadian 60%.

TUJUAN Pencegahan dan penaggulangan aritmia jantung

Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
Batasan aritmia
 Sinus tachicardi bila HR 100 – 160 x/menit
PROSEDUR
 Sinus bradichardi bila 40 – 60 x/menit
 VES  Ventrikel Extra Sistole, yang bahaya adalah
 VES Multifokal  bentuk VES yang berbeda
 VES > 5 x/menit
 VES bigimini  1 PQRS Normal diikuti 1 VES
 VES Censecutif (Salvo)  VES yang berturut-
turut
 Ves R on T  VES jatuh di gel T
 SVT  Supra Ventrikel Tachicardi (irama teratur, HR
150x/menit, P kecil/terkadang tidak ada, QRS sempit)
Kenali etiologi aritmia jantung
 Obat anestesi
 Akibat anestesi: hypoxia, hypercarbia, Acidosis
metabolis’
 Akibat manipuladi bedah//reflex
 Interaksi obat penyerta
 Cairan  elektrolit terganggu.
Tindakan obat-obatan
 Atrial fibrilasi  Amiodaron, dapat disertai propoanolol
atau verapamil
 Arrial fluter  Amiodaron atau kardioversi 10 – 40
joule, atau verapamil 5 – 10mg, atau propanolol 0,5 mg.

PENANGANAN DYSRITHMIA PERIOPERATIVE

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Paroxymal Atrial Tachicardi massage karotis, bila
PROSEDUR
gagal verapamil kemudian propanolol atauamiodaron 5
mg/kg dalam dextrose 5% diteteskan selama 1- 4 jam.
 VES  lidokain 2% 1 – 1,5 mgkgbb (keceptan 2
menit) amiodaron 5 mg/kg dalam dextrose 5%
diteteskan selama 1 – 4 jam.
 VT  Lidokain ata kardioversi
 VF  kardioversi
 SVT  massage karoeis, O2, sedative, bila gagal
verapamil, amiodaron
 Sinus tachichardi
 Cari penyebab dan hilangkan
 Digitalis baru diberikan bila keadaan gagal
jantung.
 Sinus bradichardi:
 SA 0,25 – 50 mg
Isooprotenolol, pacu jatun

ANESTESI
UNIT TERKAIT
ANESTESIA PADA PRE-EKLAMPSIA

No. Dokumen No. Revisi HALAMAN

1/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Preeklampsia adalah berkembangya hypertensi, oedema,
PENGERTIAN proteinuria pada trimester II kehamilan. Bila disertai kejang
disebut eklampsia.
1. Pemberian therapy yang optimal
TUJUAN 2. Anestesioloi, dan spesialis obstetric
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
Derajat preeclampsia
 Ringan: tekanan diastole > 90 mmhg, proteinuria :
PROSEDUR
0,25gr/ltr
 Berat: tekanan sistolik > 160 mmhg. Diastole > 110
mmhg, ppeningkatan yang cepat proteinuria, oliguria <
100 cc/24 jam, gangguan cerebralpenglihatan.
Pemeriksaan oleh anestesi:
 ECG
 Laboratorium: gula darah, albumin, elektrolit, asam basa,
ureum creatinin, coagulation studies.
Mainset anesthesiologist:
Hipovolemia, vasokonstriksi  hipertensi, oedema jaringan.
Penurunan TD oleh karena tindakan anestesi adalah < 20% 
lebih dari itu akan mempengaruhi uteroplacental bloodflow.
Hindari:
Ketamin, pancuronium, hipovolemia, hipotensi,hypoxia,
hiperventilasi  PaCO2 ↓  pacuan janin↓
Teknik anestesi yang dipilih
 Epidural anestesi dianjurkan SAB
 General anestesi diindikasikan bila:
 Hipovolemik karena perdarahan (placenta

ANESTESIA PADA PRE-EKLAMPSIA

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
2/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
previa/solution placenta)
PROSEDUR
 Akut foetal distress.non kooperatif
Identifikasi klinis
 Kenaikan TD Sistolik > 30 mmhg dan diastolic >
15 mmhg di atas TD normal
 Proteinuria > 2 gr/hari (++)
 Oedema generalisata
 Nyeri ulu hati, gangguan penglihatan, sianosis
Persiapan preoperative
 Cegah kejang
 Preeklampsia, MgSO4 : 12,5 ml  i.m. pantat
ka/ki
 Eklampsia: MgSo4 : 20 ml  IV bolus, 12,5
mg pada pantat kiri diulang 6-8 jam dengan
monitor patella reflex. Diazepam 10 mg
 Atasi HTN
 Hidralazin 5 mg iv mmhg iv (dapat diulang
sampe total 20 mg) sampai diastolic < 110
 Vasodilator: Nifedipine 10 mg,maximal 180
mg/hari.
 Pengembalian volume cairan
 Loading cairan sebelum terapi vasodilator 
dapat dengan plasma expander, albumin 
koloid.
 Koreksi hipoalbumin, elektrolit dan acidosis
 Tidak dibenarkan memakai diuretik.
 Fungsi ginjal
 Tidak dibenarkan memakai diuretic walaupun
ada oedema/oliguria.
 Pemberian volume cairan, vasodilator akan
meningkatkan RBF dan CO.
ANESTESIA PADA PRE-EKLAMPSIA

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
3/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
REGIONAL ANESTESI (EPIDURAL,SAB)
PROSEDUR
Lihat protap spinal analgesia, epidural.
GENERAL ANESTESI
Premedikasi
Premedikasi yang diberikan atropine 0,01 mg/kgbb iv atau im
Induksi
Pemberian obat-obatan sampai stadium III (stadium bedah)
 Tiopental : 3-5 mg/kgbb
 Propofol : 2-2. Mg/kgbb
Intubasi (Cras Induction)
 Denitrogenasi dengan nafas O2 100% selama 3-5
menit.
 Induksi dengan Propofol, thiopenton.
 Prekurasasi ¼ dosis
 Sell`ick maneuver
 Suksinilkholin 1 -1.5 mg/kgbb
 Intubasi dengan inflasi cuff segera
 MR nondepolatracurium.
Muscle relaxan dapat diperpanjang dengan MgSO4
Maintenance
 Inhalasi
 Gas anestesi N2O:O2 dengan perbandingan
60% : 40%
 Volatil agent < 1% vol
 Analgetik narkotik (setelah bayi lahir)
 Cairan: lihat protap cairan.
 Monitoring
 TD
 Pulse oksimeter

ANESTESIA PADA PRE-EKLAMPSIA

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
4/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Palpasi Nadi, HR
PROSEDUR
 Urine
 HR janin
Pengakhiran anestesi
 Prostigmin + Sulfas atropine dengan perbandingan
dosis 2 : 1
 Cegah straining akibat adanya endotracheal tube
 Estubasi sadar.

UNIT TERKAIT ANESTESI, OBSTETRI


ANESTESI OBSTETRIC

No. Dokumen No. Revisi HALAMAN

1/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
PROSEDUR TETAP Direktur RSIA Gunung Sawo
dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208

PENGERTIAN Penatalaksaaan anestesi pada kasus obstetrik

Anestesi yang aman dan nyaman bagi Ibu seminimal mungkin


TUJUAN
tidak mendepresi bayi, dan ahli obstetric dapat bekerja optimal
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
Pertimbangan
 Pemahamanan anesthetist yang baik tentang perubahan-
PROSEDUR
perubahan fisiologi kehamilan.
 Cegah dan atasi komplikasi-komplikasi yang terjadi pada
ibu.
 Sindroma supine hipotensi
 Peningkatan resiko regurgitasi dan aspirasi cairan
lambung,
 Teknik anestesi yang dipilih Epidural Spinal Anestesi
atau General Anestesi.
 Jangan menyuntikkan obat anestesi local (Spinal
Anestesi) pada saat HIS
 Pada General anestesi bayi lahir > 10 menit.
A. Spinal Analgesia untuk Sectio Cesaria
Lihat Protap Epidural/Spinal Anestesi
B. Mainset anesthesiologist:
 Persiapan pre operasi
 Pasien tidur miring ke kiri sampai menuju OK
 Premedikasi hanya dengan Sulfas, Atropin,
Klonodin
 Duapuluh persen sebelum operasi dapat diberikan
ANtaside magnesium Trisiklat 30 cc, dapat juga
diberikan Cimetidin, Ranitidin, Metoklopramid,
Ondansentron 1 jam sebelum operasi

ANESTESI OBSTETRIC

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
2/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Intraoperatif
PROSEDUR
 Persilakan tim bedah untuk mendisinfeksi
lapangan operasi.
 O2 100% 3 – 5 menit.
 Induksi dengan Ketamin 1 mg/kgbb, propofol 1
mg/kgbb, penthotal 3 mg/kgbb.
 MR non Depol ¼ dosis.
 Penekanan Crioid
 MR non depol SuccinylCholin 1 – 1 ½ mg/kgbb
 Tanpa ventilasi positif lakukan intubasi, inflasi
cuff cepat
 Maintenance N2O : O2 dengan perbandingan
60% : 40%, volatile agent < 1 % vol
(Halothane) menyebabkan atonia/perdarahan
uteri bila diberikan > 1% vol.
 Kontrol respirasi dan jaringan hiperventilasi.
 Setelah bayi lahir dapat diberikan
diazepam/narkotik.
 Estubasi sadar.

UNIT TERKAIT OBSTETRI, ANESTESI


EPIDURAL ANALGESIA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

3/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR TETAP Tanggal Ditetapkan
terbit Direktur RSIA Gunung Sawo

dr. Hery Agung Setianto


NIK : 231164140208
Blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural
PENGERTIAN
(peridural, ekstradural)

Sebagai penanggulanga nyeri, dosis dapat ditambah sesuai


TUJUAN klinis

KEBIJAKAN Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada


standar pelayanan profesi

Indikasi
PROSEDUR
 Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca
bedah
 Tatalaksana nyeri saat persalinan
 Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya
tidak banyak perdarahan.
 Tambahan pada anestesi umum ringan karena
penyakit tertentu.

Obat yang digunakan

 Lidokain 2 %, 0,8 %, 1,5 %


 Bupivakain 0,5%
Perlu diperhatikan
 Volume obat yang disuntikkan (suntikan 10 – 15 cc
obat akan menyebar ke 2 sisi sebanyak 5 segmen)
 Usia pasien
 Kecepatan suntikan
 Site level injection
 Posisi pasien
 Panjang Columna Vertebralis
Komplikasi:
 Blok tidak merata
 Depresi KVS
 Hipoventilasi
 Mual muntah

EPIDURAL ANALGESIA

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
2/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Persiapan alat:
PROSEDUR
1. Troley dengan duk steril berisi: sarung tangan, kom
betadin, alcohol, spuit 3 cc/10 cc, kom kecil untuk
NaCl. Kasa steril, yuderm klem, epidural set (jarum
Tuohy), duk steril
2. Lidokain, adrenalin, NaCl.
Langkah-langkah
 Posisi pasien seperti spinal
 Infiltrasi tempat suntikan dengan lidokain
 Tinggi suntikan L 3-4
Teknik mengenal ruang epidural
 Teknik hilang resistensi (loss of resistance)
Dengan spuit yang diisi udara atau NaCl, 3cc jarum
epidural disuntikkan sedalam 1 – 2 cm. Kemudian
udara atau NaCl disuntikkan perlahan-lahan secara
intermitten sambil mendorong jarum epidural sampai
terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum)
yang disusul oleh hilangnya resistensi.
 Teknik tetes tergantung (hanging drop)
Jarum epidural yang telah diisi NaCl sampe terlihat
ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan
mendorong jarum epidural perlahan-lahan sampai
terasa menembus jaringan keras yang kemudian
disusul tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural.
Uji dosis
Dilakukan setelah yakin jarum berada di ruang epidural.
Masukkan anestesi local 3 cc yang sudah dicampur adrenalin
1: 200.000, hasil:
 Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan benar.
 Terjadi Blok Spinal, menunjukkan subarachnoid blok
 Terjadi kenaikan HR 20 – 30 %, kemungkinan masuk vena
epidural.

EPIDURAL ANALGESIA

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
3/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Cara penyuntikan:
PROSEDUR
3 – 5 cc disuntikkan dalam 3 – 5 menit.
Dosis
 Atas dasar tinggi badan; RUMUS  160 -1 atau
175+1. Bila TB 160 cm dikurangi 1cc, Bila TB 175
cm ditambah 1 cc.
 Atas umur
 20 – 29  1,2 cc persegmen
 30 – 39  1,1 cc persegmen
 40 – 49  1 cc persegmen
 50 - 59  0,9 cc persegmen
 60 – 69  0,8 cc persegmen
Ditambah test dose : 5 cc
Teknik mengenal ruang epidural
 Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
 Tentang blok sendorik diketahui dari uji tusuk jarum.

UNIT TERKAIT ANESTESI, OBSTETRI


ANESTESI PADA DIABETES MELITUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR TETAP Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo

dr. Hery Agung Setianto


NIK : 231164140208
Gangguan metabolime gula dan lemaak. Dengan gejala Polyuri,
PENGERTIAN
Polydipsi, Polyphagi.

Sebagai penanggulanga nyeri, dosis dapat ditambah sesuai


klinis

1. Mempersiapkan pasien seoptimal mungkin


KEBIJAKAN 2. Mencegah/mengurangi resiko komplikasi karena
manipulasi bedah

Dasar Pertimbangan
PROSEDUR
 Anestetist harus memperhatikan patokan D M
 DM terkontrol  kadar gula darah: 100 – 200
mg%
 DM tak terkontrol  kadar gula darah < 100
mg% atau > 300 mg%
Bila melebihi parameter tersebut konsultasikan
ke Penyakit Dalam.
 Penatalaksanaan anestesi tidak menyebabkan
kenaikan gula darh (analgetik kurang poten,
pemberian ketamin)
 Untuk PreOperative, tentukan urgency operasi
 Elektive
DM tak terkontrol  tunda terapi dulu
Terapi: Juvenil type: regular crystalling insulin
Inisial dose: 100 U  50 U iv dan 50
U im
Maintanance: 50 U im tiap 4 jam
 Emergency
DM tak terkontrol  segera teapi pre operative
 Hypoglycaemi  beri dextrose 5 %
 Hyperglycaemi
 Ketonuria < +2 insulin loading dose 0,1
U/kgbb iv lanjutkan drips 0,1
U/kgbb/jam sampai gula darah 250 mg
%, K+ 10 – 20 mEq/jam
ANESTESI PADA DIABETES MELITUS

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
2/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Ketonuria >+2 insulin loadig dose 0,3
PROSEDUR
U/kgbb iv lanjutkan drip 0,1
U/kgbb/jam sampai gula darah 250 mg
%. K+: 20 mEq/jam atau slidig scale:
tiap urin +1 5 Unit RI.
 Pemeriksaan
ECG, Chest Film, BGA, Lab (gula darah, keton
bodies, elektrolit, ureum kreatinin, albumin, CBC,
cholesterol, urynalisis).
 Oleh karena komplikasi yang disebabkan DM
menyebabkan penurunan fungsi organ, maka dosis
obat anestesi harus dikurangi (titrasi)
Persiapan operasi
 Evaluasi  cardiovaskuler, renal, neurologius
 Terapi hyperglycaemi, hypoglycaemi.
 Koreksi bila ada  Elektrolit terganggu. Acidosis
metabolic, Ureum creatinin meninggi
 Rehidrasi bila ada dehidrasi
 Infekti, terapi bila ada.
TekniAnestesi
 Regional Anestesi
 General Anestesi
 Premedikasi  atropine, kecuali IIID,
benzodiazepine
 Induksi  pentotal, attacuranium,
succynilcholin, kecuali neurologic disorders
 Maintanance
 Gas Anestesi N2O : O2
 Volatil agent 1 MAC sesuai klinis
 MR non depol

ANESTESI PADA DIABETES MELITUS

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
3/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
 Monitoring
PROSEDUR
 TD, Nadi, ECG
 Gula darah  glukotick
 Urine output
Post operative
 Komplikasi
 Hyprglycaemi atau hypoglycaemi
 Ischemic atau infark myocard
 Coma persistance
 Berikan glucose 10 % -- insulin – Kalium dengan
monitor 4 – 6 jam. Bila ddiberi insulin harus mendapat
K +  K+ akan masuk intrasel.

UNIT TERKAIT ANESTESI,


ANESTESI PADA KEHAMILAN

No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR TETAP Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Penatalaksanaan anestesi pada kehamilan trimester I dan II.
PENGERTIAN

TUJUAN Anestesi yang aman bagi ibu dan bayi

3. Mempersiapkan pasien seoptimal mungkin


KEBIJAKAN 4. Mencegah/mengurangi resiko komplikasi karena
manipulasi bedah

Dasar Pertimbangan
PROSEDUR
 Cegah terjadinya problem pada Trimester I seperti
ancaman partus prematurus, kelainan akibat obat
teratogenik  sebaiknya operasi dilakukan pada
trimester II.
 Penatalaksanaan yang tepat pada problem pada
trimester II: pengosongan lambung yang lambat,
artocaval compression (hipotensi dan uteroplacental
blood flow menurun) perubahan respirasi deman
O2 ↑ (resiko hipoksia)
 Hindari hiperventilasi, hipovolemia, hipotensi,
hipoksia.
 Dosis obat anestesi harus dikurangi karena
prinsipnya pada kehamilan kebutuhan anestetik
berkurang (inhalasi, iv)
 Preventive Abortus: beri depoprovera 50 mg im
selama 3 hari.

Teknik Anestesi

 Spinal Analgesia  choice


 General Anestesi
 Persiapan pre operasi
 Premedikasi hanya dengan Sulfas Atropin
 Duapuluh menit sebelum operasi dapat
diberikan ANtasida Magnesium Trisklat 30 c,
dapat juga diberikan Cimetidin, Ranitidin,
Metoklopramid. Ondansentron 1 jam
sebelum operasi  mencegah aspirasi dan
menurunkan ph lambung

ANESTESI PADA DIABETES MELITUS

No. No. Revisi Halaman


Dokumen
2/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang

PROSEDUR
 Intra operative
 Induksi dengan penthothal 3 mg/kgbb iv atau
propofol 2,5 – 3 mg
 MR depol: succynilcholin 1 mg/kgbb
dilanjutkan MR non depol
 Maintanance N2O:O2 dengan perbandingan
20% : 80%. Volatil agent < 1 MAC
(Halothane menyebabkan atonia/perdarahan
uteri bila diberikan > 1% vol)
 Kontrol respirasi dan jangan hiperventilasi
 Monitoring
TD, Nadi, ECG monitor, SpO2, HR foetal
 Ekstubasi sadar

UNIT TERKAIT ANESTESI

Anda mungkin juga menyukai