86/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Mempersiapkan segala keperluan alat dan obat-obatan
PENGERTIAN
anestesi sebelum melakukan tindakan anestesi.
1. Mengurangi resiko ancaman jiwa
TUJUAN
2. Siap siaga pada keadaan darurat.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
86/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Chek list jalan nafas buatan dan obat pernafasan.
PROSEDUR 1. Ada sungkup muka yang sesuai untuk ukurannya.
2. Ada tube faring berbagai ukuran.
3. Ada tube trachea berbagai ukuran (periksa Cuff dan stilet)
4. Ada larigoskop, Cunan, magill.
5. Jika ada ventilator, periksa apakah masih berfungsi dengan
baik.
UNIT TERKAIT OK
PENYULUHAN PRA ANESTESI
87/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Memberi penjelasan langsung kepada pasien//keluarga
PENGERTIAN
melalui komunikasi
1. Agar pasien mengerti maksud dan tujuan operasi
TUJUAN
2. Menurunkan efek samping emosional pasien
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Jelaskan tentang penyakitnya dan kenapa dioperasi.
PROSEDUR 2. Anjurkan/beri kesempatan kepada keluaga untuk member
sukungan moril maupun spiritual kepada pasien.
3. Jelaskan kepada pasien tentang puasa.
4. Anjurkan kepada pasien untuk tidak memakai gigi palsu,
kutek, lipstick, perhiasan dan barang berharga lainnya.
5. Jelaskan seluruhnya tentang:
Jadwal operasi
Situasu ruangan
Tim operasi
Apa yang akan dialami di ruang operasi da ruang
pulih.
Prosedur operasi secara umum, jenis operasi.
6. Anjurkan dan bombing pasien untuk melakukan cara lain
dalam mengatasi rasa nyeri.
7. Berikan penjelasan kepada pasien tentang latihan nafas,
motivasi
UNIT TERKAIT ANESTESI, RAWAT INAP
KUNJUNGAN PASIEN PRA ANESTESI
88/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemeriksaan pra anestesi/bedah yang dikerjakan dalam
PENGERTIAN
periode 24 jam sebelum tindakan anestesi.
1. Menciptakan hubungan yang baik.
2. Memberikan ketenangan dan kenyamanan pada
TUJUAN pasien/keluarga
3. Menilai, mengantisipasi dan menanggulangi
kesulitan yang mungkin timbul.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
89/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya
PENGERTIAN
sebelum dilakukan tindakan anestesi. (induksi anestesi)
1. Penilaian kembali status pasien setelah dilakuka
kunjungan 24 jam pra-anestesi.
2. Untuk menilai kelayakan pasien yang akan dilakukan
TUJUAN
tindakan anestesi.
3. Untuk perencanaan jenis anestesi yang akan
dilakukan.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1/2
90/YANMED/XII/2011 A
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
1/2
91/YANMED/XII/2011 A
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Usaha pengosongan lambung dengan menghentikan minum selama
PENGERTIAN periode tertentu sebelum induksi anestesi.)
6 – 12 jam
4 jam
2. Anak-anak
91/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
3. Pemberitahuan periode puasa dilakukan di ruangan,
PROSEDUR
poliklinik
4. Usahakan lama puasa sesuai dengan umur pasien
5. Instruksi puasa dijelaskan dengan lisan dan tertulis
pada pasien dan keluarga.
6. Pengosongan usus besar dengan obat pencahar,
perangsang peristaltik.
7. Obat anti hypertensi/DM oral tetap diberikan (hanya
dengan minum air putih sja)
8. Untuk bedah darurat diperlukan pengosongan lambung
lebih cepat dan lebih pasti dengan pemasangan NGT
dan penghisapan aktif, staltik colon atau levanter (atas
pertimbangan bedah dan kenyamanan pasien).
9. Untuk menetralkan asam lambung dapat diberikan
antasida dan antagonis H2 receptor.
1/2
92/YANMED/XII/2011 A
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemberian obat-obatan anestesi untuk mencapai trias anestesi
PENGERTIAN
(hipnotik, analgesia, relaksasi)
Untuk memfasilitasi para dokter operator dalam melaksanakan
TUJUAN tindakan pembedahan/diagnostic.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada standar
KEBIJAKAN
pelayanan profesi
1. Kewenangan tenaga medis
Anestesi umum dilakukan oleh dokter anestesiologi
Anestesi imum dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih
anestesi di bawah pengawasan Dr. SpAn.
Anestesi umum dapat dilakukan piñata anestesi sebagai tugas
limpah di bawah pengawasan Dr. SpAn.
2. Indikasi anestesi
Anestesi umum intravena, digunakan untuk operasi yang
lamanya ½ jam.
Anestesi umum sungkup muka digunakan untuk operasi yang
PROSEDUR lamanya 1 jam
Anestesi umum intubasi digunakan untuk operasi > 1 jam.
Digunakan untuk operasi kepala leher walaupun < 1jam
Anestesi umum laryngeal mask (LMA) digunakan sebagai
anestesi alternative selain sungkup atau intubasi
3. Premedikasi : lihat protab premedikasI
4. Induksi
Pemberian obat-obatan anestesi stadium III (stadium bedah).
Obat-obatan yang diberikan
92/YANMED/XII/2011 A 2/2
93/YANMED/XII/2011 A 1/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Penggunaan obat anestetik local untuk menghambat hantaran saraf
sensorik sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh di blokir
PENGERTIAN
untuk sementara dengan memasukkan obat tersebut ke dalam
ruang subarachnoid pada penyuntikan L 2-3, L3-4, L4-5.
1. Menghambat impuls nyeri reversible.
TUJUAN 2. Sebagai anestesi alternative pada gangguan fungsi
kardiorespirasi berat.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada standar
KEBIJAKAN
pelayanan profesi
1. Kewenangan tenaga medis
PROSEDUR Spinal analgesia dilakukan oleh dokter Sp.An
2. Indikasi spinal anestesi
a. Ekstremitas bawah
Ortopedi, bedah plastik, bedah tumor.
b. Kebidanan/kandungan
Dilatasi curettage, section cesaria, histerektomi, kista
ovarii.
c. Bedah Umum
Haemorhoidektomi, fistel perianal, abses perianal,
herniatomi
Appendektomi
d. Bedah Urologi
TUR, Sectio alta, Orchidektomi, Prostatektomi.
SPINAL ANALGESIA
93/YANMED/XII/2011 A 2/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
3. Kontra Indikasi
PROSEDUR a. Absolute
Pasien menolak. Infeksi pada tempat
penyuntikan. Hipovolemik berat, shock
Koagulopati atau mendapat therapy anti
koagulan (trombocyt < 100.000/dm3)
TIK meninggi
Fasilitas resusitasi minim
a. Relatif
Sepsis. Kelainan neurologi. Kelainan psikis.
Bedah lama. Penyakit jantung. Hipovolemik
ringan. Nyeri punggung kronis.
4. Persiapan
a. Umum
Sesuai dengan standart persiapan umum
b. Khusus
Pasang jalur intravena yang lancer, untuk
orang dewasa IV kateter minimal no. 18
Infus cairan kristaloid minimal 500 s.d 1000
cc atau koloid 500 cc sebelum tindakan
spinal.
c. Petugas yang akan melakukan tindakan spinal
anestesi harus cuci tangan steril.
d. Persiapan alat dan obat
Troley denga duk steril di mana terletak
Satu pasang sarung tangan steril
Duk lubang kecil steril
Kassa steril
Satu semprit steril 3 cc, 5 cc, 10 cc
Obat
Satu ampul lidocain 5 % hiperbarik
Satu ampul marcain hiperbarik spinal
0,5%
Satu ampul clonidin atau morphin
Lidokain 2% untuk infiltrasi
Satu ampul ephedrine
Satu ampul adrenalin
Aquadestilata 25 cc
SPINAL ANALGESIA
93/YANMED/XII/2011 A 3/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR 5. Teknik
a. Inspeksi: Garis yang menghubungkan dua titik
tertinggi Krista illiak kanan-kiri akan memotong
garis punggung setinggi L4 atau L4-L5.
b. Palpasi: untuk mengenal ruang antara dua vertebra
lumbalis.
c. Pungsi lumbal hanya antara L2, -L3-L3, L4-L4,
L5-L5, S1
d. Posisi pasien duduk atau berbaring miring dengan
punggung fleksi maksimal.
e. Prinsip antiseptic.
f. Cara penyuntikan dengan median atau paramedian.
g. Pada posisi duduk bevel mengarah ke samping
kanan/kiri, pada posisi berbaring bevel mengarah
ke atas.
6. Hal-hal yag perlu diperhatikan dalam menentukan
ketinggian blok spinal.
a. Volume obat
b. Konsentrasi obat
c. Barbotase, kecepatan penyuntikan, tempat
penyuntikan.
d. Manauver valsava
e. Barisitas
f. Tekanan abdominal meninggi pada saat
kontraksi uterus jangan memasukkan obat
g. TB pasien
h. 15 menit ketinggian blok dpinal tidak dapat
diubah.
SPINAL ANALGESIA
93/YANMED/XII/2011 A 4/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
7. Komplikan tindakan
PROSEDUR a. Hipotensi berat
b. Bradikardi
c. Hipoventilasi
d. Trauma pembuluh darah, syaraf
8. Tindakan komplikasi spinal analgesia
a. Hipotensi cairan pre load minimal 500 cc atau bolus
efedrin 10 – 15 mg IV
b. Bradikardi Sulfas atropine 0,5 mg
c. Hipoventilasi assisted respirasi, semifowler
d. Mula muntahondansetron 4mg, 8 mg
e. Menggigil pethidin 25 mg, tramadol 50 mg IV
pelan.
94/YANMED/XII/2011 A 1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR 22 Desember 2011
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Anestesi yang dilakukan pada pediatric dengan berat badan 20
kg, yang memerlukan persiapan khusus baik obat maupun
alat.
PENGERTIAN Pembagian pediatrik menurut perkembangan biologis
Orok (neonates) < 28 hari
Bayi (infant) 1 bulan – 1 tahun
Anak (Child) 1 tahun – 12 tahun
94/YANMED/XII/2011 A 2/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Crycoid sempit
PROSEDUR Tulang rusuk lebih besar sehingga gerak
kurang bebas
Abdomen lebih besar daripada thorax.
b. Fisiologi
CNS
Parasympatis lebih dominan sehingga
hypoxia menyebabkan bradikardi.
Chemoreseotor CO2 belum berfungsi
dengan baik.
Pernafasan
Bayi bernafas lewat hidung type
abdominal
Dead space anatomi besar
Tidal volum pada neonates : 2m
Kardiovaskuler
HR pada neonates 2 X dewasa, turun secara
progressive sampai usia 12 tahun
Stroke volum fixed, sehingga CO sangat
tergantung HR, bila bradikardi harus diatasi.
Temperatur (Poikilotermik)
Neonatus sangat peka terhadap “heat loss),
karena surface area relative lebih besar, lack
of subcutaneous fat, poor vasomotor control
mudah alami shevering
Renal belum sempurna, matur setelah 1 bulan
Hepar masih dalam proses perkembangan
Cairan tubuh EBV
Neonatus TBV: 80% dari BB (40% intracellular,
40% extraceluller)
Newborn EBV : 85 cc kgbb
Infant EBV : 80 cc kgbb
Child EBV : 75 cc kgbb
Farmakologi Fungsi hepar, ren dan SSP
belum sempurna, sehingga sulit menentukan
dosis obat. Neonatus sangat peka terhadap
Puls rate BP RR
Premature
140 50/30
35 - 80
Infant 140 80 40
Preschool 120 90 30
Age ml/kg/hour
4 – 7 days 1 – 2,7
Over 7 days 3
5 years to adult 1
7. Pemberian cairan
Lihat protap pemberian cairan
8. Estubasi
Sebelumnya dapat diberikan reversal bila
diperlukan dengan dosis SA 0,02 mg/kgbb dan
prostigmin 0,04 mg/kgbb.
Pada bayi dilakukan estubasi sadar, anggota
badan bergerak-gerak mata terbuka, nafas spontan
adelkuat.
Estubasi dalam dikerjakan bila nafas spontan
adekuat, keadaan umum baik, dan diperkirakan
tidak akan menimbulkan kesulitan paska estubasi.
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Ditetapkan
Terbit Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Memperhatikan, mengawasi atau memeriksa dengan
PENGERTIAN
menggunakan alat (monitor) untuk suatu tujuan tertentu.
1. Diagnosis adanya permasalahan
2. Perkiraan kemungkinan terjadinya kegawatan
TUJUAN 3. Evaluasi hasil suatu tindakan , termasuk efektifitas dan
adanya efek tambahan.
.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Monitoring dilakukan oleh piñata anestesi dan
PROSEDUR
dokter ahli anestesi
2. Monitoring dilakukan terus menerus
3. Monitor standar adalah tensi, nadi respirasi, suhu,
pulsoximeter.
4. Memeriksa monitor apakah masih berfungsi baik.
5. Memeriksa tekanan darah pasien baik manual/
digital dan interpretasikan dengan tingkat
kedalaman anestesi.
6. Memeriksa nasi pasien baik manual maupun digital
dan interpretasikan dengan tingkat kedalaman
anestesi.
7. Mendengarkan bunyi jantung dengan stetoskop
predordial
8. Bila pasien nafas spontan periksa frekuensi nafas,
tidal olum, suara nafas.
9. Memasang pulsoximeter
10. Monitoring jumlah cairan yang masuk
11. Mengukur urine normal 0,5 – 1 cc /kgbb/jam
12. Hitung jumlah perdarahan
13. Monitoring suhu, EKG
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal Terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
PENGERTIAN Pengawasan dan pemantauan pasien pasca anestesi di
ruang pulih.
TUJUAN Untuk menjaga supaya kenyamanan dan keselamatan
pasien dapat terjamin
.
KEBIJAKAN Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu
kepada standar pelayanan profesi
PROSEDUR
1. Perawat RR: Penata anestesi di bawah pengawasan
dokter anestesi.
2. Menggunakan aldrette score (dewasa) dan Lockhart
(pediatric).
3. Kriteria skore aldrette/ lockhart
Nilai 9 – 10 boleh pulang ke rumah
Nilai 8 boleh pindah ke ruangan
Nilai 5 pindah ICU
4. Dokter anestesi harus membuat instruksi paska
anestesi di RM Pasien.
5. Pasien diobservasi TD, N, RR, kesadaran, warna kulit,
perdarahan post operasi dan motoriknya setiap 10
menit.
6. Masing-masing hasil pemantauan dibuat skorenya
berdasarkan Aldrette skore/Lockhart.
7. Pasien dapat dipindahkan atas instruksi dokter
anestesi.
8. Jika selama pemantauan ada hal-hal yang
mengkhawatirkan segera beritahukan kepada dokter
anestesi.
9. Jika setelah 2 jam nilai skore 8, pasien dapat
dipertimbangkan untuk rawat ICU dan diberitahu
operator dan jelaskan kepada keluarga pasien.
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
10. Jika pasien sudah direncanakan masuk ICU, maka
PROSEDUR dapat langsung ke ICU
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Alat jalan nafas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar
PENGERTIAN berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya
dapat dikembangkan kempiskan seperti balon pada pipa tracea.
TUJUAN 1. Menjaga patensi jalan nafas selama anestesi
2. Merupakan teknik anestesi alternatif antara face mask
dan intubasi.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
1. Anestesi yang dilakukan pada pasien dengan rawat sehari,
pasien langsung pulang ke rumah.
PENGERTIAN
2. Secara medis pasien yang dioperasi dan dianestesi, setelah
paska bedah tidak memerlukan rawat inap.
1. Pasien dapat memilih hari dan jam yang sesuai terutama
untuk anak da manula.
TUJUAN 2. Tidak usah menunggu kamar kosong di rumah sakit.
3. Insiden infeksi rendah.
4. Pasien aman dan nyaman.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
a) Puasa: dewasa 6 jam, pediatrik 3-4 jam
PROSEDUR
b) Datang 1 – 2 jam sebelum pembedahan
c) Tidak boleh memakai kosmetik
Pasca bedah
a) Harus ada yang menemani sesudah operasi dan
waktu pulang
b) Tidak boleh mengendarai kendaraan atau
mengerjakan hal-hal yang berbahaya
c) Tidak boleh mengambil keputusan penting
d) Tidak boleh minum alcohol obat penenang selama
24 jam pertama.
8. Premedikasi
a) Pada umumnya premedikasi tidak diberikan kecuali
pasien terlalu gelisah atau tidak dapat dikendalikan
karena premedikasi akan memperpanjang masa
pulih.
b) Dapat diberikan premedikasi sesuai indikasi
c) Narkotik tidak diberikan karena memperpanjang
masa pulih, mual muntah paska operasi. Dapat
diberikan opioid kerja singkat: Fentanyl 1 -2 ug/kgbb
d) Analgetik golongan AINS, misalnya ketorolak 10 –
30 mg
e) Obat anti mual muntah.
9. Teknik Anestesi
a) Analgesia local
b) Analgesia neurolept
c) Anestesi umum lebih digemari karena anestesi
regional beresiko. Tidak berbeda dengan pembe-
dahan elektif, bedanya hanya menghindarkan obat
dengan efek yang menyebabkan masa pulih lama.
10. Induksi dan rumatan anestesi
a) Propofol 2 – 2.5 mg/kbbb, untuk mengurangi nyeri
suntikan dapat diberikan lidokai 10 – 20 mg iv
sebelumnya
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
b) Pada pediatric induksi dengan sevoflurane, halothane
PROSEDUR
c) Rumatan anestesi gas, volatile agent atau intravena
hanya dengan propofol 4 – 12 mg/kgbb/jam dengan
bantuan opioid fentanil 1 ug.
11. Tata laksana jalan nafas
a) LMA
b) Pilihan pertama untuk pelumpuh otot adalah
nondepol kerja singkat, dan usahakan tanpa reversal
c) Bila intubasi, maka ektubasinya dalam.
12. Pemantauan
Lihat protap pemantauan anestesi selama operasi
13. Pemulihan
Lihat protap perawatan paska anestesi di RR.
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemberian cairan yang diperlukan selama menjalani
PENGERTIAN
pembedahan.
Dasar pertimbangan:
PROSEDUR
Langkah-langkah
1. Chek BB pasien
2. Tentukan komponen cairan tubuh pasien (60% dari BB)
3. Tentukan kebutuhan cairan pasien
Kebutuhan cairan rumatan untuk orang dewaa : 1,5 –
2 cc/kgbb/jam
Kebutuhan cairan rumatan/maintenance (M) untuk
pediatric
10 kg pertamax 4 cc/jam
10 kg kedua x 2 cc/jam
Sisanya x 1cc jam
Kebutuhan cairan pengganti puasa (P)
6 – 8 cc/kgbb/jam untuk operasi besar (>3
jam) atau perdarahan > 10% EBV
4-6 cc/kgbb/jam untuk operasi sedang atau
perdarahan < 10% EBV
2-4 cc/kgbb/jam untuk operas kecil < 30
menit.
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
4. Cara Pemberian
PROSEDUR
Jam I : M + 1/2P + O
Jam II : M + 1/4P + O
Jam III : M + 1/4P + O
Jam IV : M + O
Dan seterusnya.
5. Jenis cairan
Kristaloid: NS 0,9%, RL, Asering dll
Kolloid: dextran, HAES, dll
Cairan khusus: NaCl 3%, Bic-Nat, Manitol.
6. Pada spinal analgesi preload diberikan 10 – 15 cc//kgbb
7. Perhitungkan jumlah tetesan
Standar makro 1 cc = 15 tetes, mikro 1 cc = 60 tetes
Tetesan/menit (Normal) = Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Lamanya infuse (jam) x 4
Tetesan/menit(mikro)= Jumlah cairan infuse (cc)
Lamanya infuse (jam)
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Pemberian darah kepada pasien yang dilakukan
PENGERTIAN
pembedahan.
1. Menganti volume darah.
2. Meningkatkan oksigenasi jaringan
TUJUAN
3. Mengganti factor pembekuan darah.
Dasar pertimbangan:
PROSEDUR
1. Meningat transfuse darah sangat banyakresikonya
(penulara penyakit,CHF, acut lung ijury, reaksi trasfusi,
pengaruh negative sistem immune) sebaiknya
transfuse dilakukan pada Hb 7%
2. Transfusi diberikan bila perdarahan > 15% pada orang
dewasa dan > 10% pada pediatric.
3. Bila perdarahan < 20 % kehilangan volume darah diganti
dengan cairan kristaloid/koloid.
4. Pre Operative
Hb minimal 10 gr% atau Ht 30%
Untuk emergency Hb minimal 8gr%
Bila Ht > 25% dapat diberikan kristaloid atau
koloid.
Bila Ht > 25% harus dengan darah.
Langkah-langkah:
1/2
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Transfusi dengan packed red cell
PROSEDUR
(Hbdikehendaki – Hbawal) x BB x 3 –---- cc
Atau
(Hbdikehendaki – Hbawal) x EBV ------cc
6. Komplikasi transfuse
Dini : Overload, Alergic reaction, haemolitik
reaction,Demam, Emboli udara.
Lambat: penularan penyakit
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Anestesi untuk pasien yang harus dibedah secara darurat
PENGERTIAN
dengan keadaan umum yang bervariasi.
1. Dengan keterbatasan waktu evaluasi preanestesi dilakukan
dengan cepat, tepat dan akurat.
2. Mengurangi kecemasan pasien
TUJUAN
3. Mengatasi lambung penuh
4. Stabilisasi haemodinamik
Persiapan:
PROSEDUR
1. Dilakukan oleh Dokter Anestesi/Penata Anestesi (ASA 1
dan 2)
2. Peralatan siap pakai
3. Persiapan pasien yang optimal
4. Pilihan jenis anestesi: Regional Anestesi, General
Anestesi.
Langkah-langkah
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Dapat diberikan antasida, antikolinergik, ondansentron,
PROSEDUR
metoklopramid, ranitidine, semitidin 30 menit sebelum
intubasi.
4. Pencegahan regugirtasi dan aspirasi
Intubasi endotrakeal sadar
Pemasangan NGT
Obat-obatan
Induksi sekuensi cepat.
Dewasa Pria 75 cc/kgbb
5. Induksi cepat, dengan urutan (sesuai urutan di bawah ini):
Denitrogenasi dengan nafas O2 100% selama 2 menit
Induksi dengan propofol, ketamin, thiopenton sesuai
indikasi
Pekerarisasi ¼ dosis muscle relaksan
Sell`ick maneuver
Tanpa ventilasi positif (No bagging)
Suksinilkoloin
Intubasi dengan cuff segera..
6. Pemeliharaan anestesi
Lihat protap pemeliharaan anestesi
7. Pemantauan anestesi
Lihat protap monitoring
8. Pemberian cairan dan transfusi
Lihat protap pemberian cairan dan transfuse
9. Pengakhiran anestesi
Ekstubasi dilakukan bila keadaan umum sudah baik.
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
STANDAR Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Geriatrik : Manula adalah manusia lanjut usia, 60 tahun
Adalah tatalaksana anestesi pada pasien manulandengan
PENGERTIAN
penanganan khusus karena adanya perubahan anatomis,
penurunan fisiologis organ dan psikis.
1. Pemberian anestesiyang aman bagi manula
TUJUAN
2. Mengurangi komplikasi anestesi
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
Pertimbangan:
1. Anestesi harus memahami problem anestesi pada usia
PROSEDUR
lanjut.
Anatomi (degeneras jaringan)
Kardiovaskuler: jantung membesar karena LAH dan
LVH, arteriosklerosis.
Pernafasan : degenerasi jaringa paru makin ke dalam
menyempit, dinding thorak kaku.
Kulit: keriput, elastisitas berkurang
O tot: atropi.
Fisiologi
Kardiovaskuler Cardiac output ↓ Heart rate ↑
Arteriosklerosis SVR ↑, TD ↑
Respirasi : Vital capacity ↓, Tydal volum↓, Airway ↓
respon hypoxia dan hiperkarbia↓
Hepar: terjadi penurunan fungsi hepar metabolism ,
confusion, incotinensia.
Ginjal : fungsi glomerulus ↓, serum albumin ↓, protein
binding ↓
Cairan dan elektrolit terganggu.
Farmakologi
Kepekaan terhadap analgerika dan anestetika↑
MAC inhalation agent menurun, dosis harus dikurangi.
1/2
1/2
KONSULTASI ANESTESI
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Tata kerja konsultasi yang biasa dilakukan sebelum pasien
PENGERTIAN menjalani pembedahan dari dokter lain kepada dokter anestesi
atau sebaliknya, baik dari poliklinik maupun ruag rawat inap.
Mempersiapkan pasien sebelum pembedahan seoptimal
TUJUAN mungkin
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Teknik memasukkan pepa endotrakheal di jalannafas atau
PENGERTIAN
sampai balon pipa terletak di bawah pita suara.
1. Pembersihan trakheobronkheal
2. Mempertahanan potensi jalan nafas
TUJUAN 3. Mencegah aspirasi
4. Mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi.
ENDOTRAKHEAL INTUBASI
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
7. Ekstubasi
PROSEDUR
Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika
Intubasi kembali akan mendapatkan kesulitan
Pasca ekstubasi ada resiko aspires
Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anestesi sudah ringan
dengan catatan tak akan terjadi spasme laring.
Sebelum ekstubasi pastikan rongga mulut, laring, faring
bersih dari secret dan cairan lainnya.
UNIT TERKAIT ANESTESI
PENCEGAHAN ASPIRASI
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Masuknya isi lambung ke dalam paru karena regurgitasi.
Regurgitasi merupakan aliran isi lambung yang bersifatPasif
PENGERTIAN
dan retrograde melalui sfingter esophagus distal, memasuki
esophagus, faring, hingga dapat terjadi aspirasi pulmoner.
1. Mencegah terjadinya muntah dan aspirasi
2. Mengenal TRIAS “Mendelsons syndrome” ( tachicardy,
TUJUAN tachypnea, cyanosis)
3. Penanganan bila terjadi aspirasi
PENCEGAHAN ASPIRASI
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Turunnya tekanan darah dibawah normal pasien (30% TD
PENGERTIAN
normal pasien) yang perlu penanganan secara cepat.
1. Mengurangi resiko kerusakan organ tubuh karena
hypotensi (otak, jantung, ginjal)
TUJUAN
2. Penanganan yang cepat cila terjadi hypotensi.
PENCEGAHAN BRONCHOSPASME
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Merupakan komplikasi yang terjadi akibat respon jalan nafas
PENGERTIAN
yang berlebih karena stimulasi tertentu.
Pencegahan dan memberikan penanganan yang cepat dan
TUJUAN
tepat.
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
1. Kenali gejala bronchospasme
Apnoe
PROSEDUR
Sianosis
Adanya tahanan saat ventilasi
2. Cari kemungkinan penyebab
Asthma
Stimulasi jalan nafas (karina)
Stimulasi surgical
Reaksi obat,infeksi jalan nafas, oedema paru.
3. Cegah terjadinya bronchospasme
Induksi tanpa gejolak dan anestesi yang adekuat
Memberikan lidokain spray
4. Bila terjadi bronchospasme
Dalamkan anestesi, berikan MR
Oksigenasi 100%
Inhalasi adrenalin
Lidokain 2 mg/kgbb IV
Atropin
Kortikosteroid (hidrokortison 4mg)
Aminofilin 5 mg/kgbb IV secara lambat, lanjutkan drip
0,9 mg/kgbb/jam
UNIT TERKAIT ANESTESI
1/2
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Kejadian aritmia jantung selama pemberian anestesi (angka
PENGERTIAN
kejadian 60%.
ANESTESI
UNIT TERKAIT
ANESTESIA PADA PRE-EKLAMPSIA
1/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Preeklampsia adalah berkembangya hypertensi, oedema,
PENGERTIAN proteinuria pada trimester II kehamilan. Bila disertai kejang
disebut eklampsia.
1. Pemberian therapy yang optimal
TUJUAN 2. Anestesioloi, dan spesialis obstetric
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas
Pelayanan medis kepada pasien diberikan mengacu kepada
KEBIJAKAN standar pelayanan profesi
Derajat preeclampsia
Ringan: tekanan diastole > 90 mmhg, proteinuria :
PROSEDUR
0,25gr/ltr
Berat: tekanan sistolik > 160 mmhg. Diastole > 110
mmhg, ppeningkatan yang cepat proteinuria, oliguria <
100 cc/24 jam, gangguan cerebralpenglihatan.
Pemeriksaan oleh anestesi:
ECG
Laboratorium: gula darah, albumin, elektrolit, asam basa,
ureum creatinin, coagulation studies.
Mainset anesthesiologist:
Hipovolemia, vasokonstriksi hipertensi, oedema jaringan.
Penurunan TD oleh karena tindakan anestesi adalah < 20%
lebih dari itu akan mempengaruhi uteroplacental bloodflow.
Hindari:
Ketamin, pancuronium, hipovolemia, hipotensi,hypoxia,
hiperventilasi PaCO2 ↓ pacuan janin↓
Teknik anestesi yang dipilih
Epidural anestesi dianjurkan SAB
General anestesi diindikasikan bila:
Hipovolemik karena perdarahan (placenta
1/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
Tanggal terbit Ditetapkan
PROSEDUR TETAP Direktur RSIA Gunung Sawo
dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
ANESTESI OBSTETRIC
3/4
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR TETAP Tanggal Ditetapkan
terbit Direktur RSIA Gunung Sawo
Indikasi
PROSEDUR
Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca
bedah
Tatalaksana nyeri saat persalinan
Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya
tidak banyak perdarahan.
Tambahan pada anestesi umum ringan karena
penyakit tertentu.
EPIDURAL ANALGESIA
EPIDURAL ANALGESIA
1/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR TETAP Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
Dasar Pertimbangan
PROSEDUR
Anestetist harus memperhatikan patokan D M
DM terkontrol kadar gula darah: 100 – 200
mg%
DM tak terkontrol kadar gula darah < 100
mg% atau > 300 mg%
Bila melebihi parameter tersebut konsultasikan
ke Penyakit Dalam.
Penatalaksanaan anestesi tidak menyebabkan
kenaikan gula darh (analgetik kurang poten,
pemberian ketamin)
Untuk PreOperative, tentukan urgency operasi
Elektive
DM tak terkontrol tunda terapi dulu
Terapi: Juvenil type: regular crystalling insulin
Inisial dose: 100 U 50 U iv dan 50
U im
Maintanance: 50 U im tiap 4 jam
Emergency
DM tak terkontrol segera teapi pre operative
Hypoglycaemi beri dextrose 5 %
Hyperglycaemi
Ketonuria < +2 insulin loading dose 0,1
U/kgbb iv lanjutkan drips 0,1
U/kgbb/jam sampai gula darah 250 mg
%, K+ 10 – 20 mEq/jam
ANESTESI PADA DIABETES MELITUS
1/3
RSIA GUNUNG SAWO
Jl. Gunung Sawo No. 21
Semarang
PROSEDUR TETAP Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur RSIA Gunung Sawo
dr. Hery Agung Setianto
NIK : 231164140208
Penatalaksanaan anestesi pada kehamilan trimester I dan II.
PENGERTIAN
Dasar Pertimbangan
PROSEDUR
Cegah terjadinya problem pada Trimester I seperti
ancaman partus prematurus, kelainan akibat obat
teratogenik sebaiknya operasi dilakukan pada
trimester II.
Penatalaksanaan yang tepat pada problem pada
trimester II: pengosongan lambung yang lambat,
artocaval compression (hipotensi dan uteroplacental
blood flow menurun) perubahan respirasi deman
O2 ↑ (resiko hipoksia)
Hindari hiperventilasi, hipovolemia, hipotensi,
hipoksia.
Dosis obat anestesi harus dikurangi karena
prinsipnya pada kehamilan kebutuhan anestetik
berkurang (inhalasi, iv)
Preventive Abortus: beri depoprovera 50 mg im
selama 3 hari.
Teknik Anestesi
PROSEDUR
Intra operative
Induksi dengan penthothal 3 mg/kgbb iv atau
propofol 2,5 – 3 mg
MR depol: succynilcholin 1 mg/kgbb
dilanjutkan MR non depol
Maintanance N2O:O2 dengan perbandingan
20% : 80%. Volatil agent < 1 MAC
(Halothane menyebabkan atonia/perdarahan
uteri bila diberikan > 1% vol)
Kontrol respirasi dan jangan hiperventilasi
Monitoring
TD, Nadi, ECG monitor, SpO2, HR foetal
Ekstubasi sadar