Anda di halaman 1dari 15

MINIRISET GEOGRAFI SOSIAL

PERMASALAHAN SOSIAL DI WILAYAH DATARAN RENDAH

Dosen Pengampu : Dra. Rosni, M.Pd.

DISUSUN OLEH :

ROULINA SIMANJORANG (3193131024)

RUTH ELLYANA GANDA (3192431014)

SONIA MARANATHA SURBAKTI (3193331012)

WANDA NELWITA DAMAYANI (3193331002)

D GEOGRAFI 2019

JURUSAN PENDIDIKAN GEKGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

1
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan saya rahmat kesehatan dan kesempatan. Sehingga saya bisa
menyelesaikan tugas Mini Riset. Mini risetini disusun guna memenuhi tugas pada
mata kuliah “GEOGRAFI SOSIAL”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih banyak
kekurangan maupun kesalahan penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun agar dapat menambahkan
sempurnanya laporan ini. Semoga laporan ini akan berguna bagi para pembaca
dan terutama bagi penulis sendiri.

                                                                                      

Medan, Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar Belakang..........................................................................................4

B. Tujuan penulisan ......................................................................................4

C. Manfaat .....................................................................................................4

BAB II PERMASALAHAN DALAM KETERAMPILAN MEMBACA..............5

A. Permasalahan Umum.................................................................................5

B. Identifikasi Permasalahan..........................................................................6

BAB III SOLUSI DAN PEMBAHASAN...............................................................8

BAB IV PENUTUP...............................................................................................10

A. Simpulan..................................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dataran rendah merupakan daerah datar yang memiliki ketinggian
hampir sama. Kondisi wilayah yang datar memudahkan manusia untuk
beraktivitas dalam menjalankan kehidupannya. Di Indonesia daerah dataran
rendah merupakan daerah yang penuh dengan kedinamisan dan kegiatan
penduduk yang sangat beragam.
Dataran rendah memiliki kondisi geografis yang khas, seperti keadaan
tanahnya yang subuh, tanahnya datar, masyarakatnya mayoritas
bermatapencaharian sebagai pedagang dan penyedia jasa, serta memiliki
jumlah populasi penduduk yang sangat banyak.
Sebagian besar penduduk lebih memilih bertempat tinggal di dataran
rendah. Terlebih jika wilayah ini memiliki sumber air yang cukup. Daerah
dataran rendah cocok dijadikan wilayah pertanian, perkebunan, peternakan,
kegiatan, industri, dan sentra-sentra bisnis.

B. Tujuan penulisan
Melihat dan mencari permasalahan sosial yang ada di dataran rendah.
Setelah kita dengan teliti mencari tahu permasalahannya dalam membaca,
maka ditujukan untuk memberikan solusi atas permasalah tersebut.

C. Manfaat
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Sosial.
b. Untuk mengetahui identifikasi permasalahan sosial di dataran rendah .

4
BAB II
PERMASALAHAN SOSIAL DI WILAYAH DATARAN RENDAH

A. Permasalahan Umum
Dataran rendah merupakan kawasan yang memiliki hamparan tanah
yang luas dan datar, serta memiliki ketinggian maksimal 200 meter di atas
permukaan air laut. Dataran rendah memiliki kondisi geografis yang khas,
seperti keadaan tanahnya yang subuh, tanahnya datar, masyarakatnya
mayoritas bermata pencaharian sebagai pedagang dan penyedia jasa, serta
memiliki jumlah populasi penduduk yang sangat banyak.

Kondisi wilayah yang datar memudahkan manusia untuk beraktivitas


dalam menjalankan kehidupannya. Di Indonesia daerah dataran rendah
merupakan daerah yang penuh dengan kedinamisan dan kegiatan penduduk
yang sangat beragam. Sebagian besar penduduk lebih memilih bertempat
tinggal di dataran rendah. Terlebih jika wilayah ini memiliki sumber air yang
cukup. Daerah dataran rendah cocok dijadikan wilayah pertanian, perkebunan,
peternakan, kegiatan, industri, dan sentra-sentra bisnis.

Lokasi yang datar, menyebabkan pengembangan daerah dapat


dilakukan seluas mungkin. Pembangunan jalan raya dan jalan tol serta
kelengkapan sarana transportasi ini telah mendorong daerah dataran rendah
menjadi pusat ekonomi penduduk.

Keanekaragaman aktivitas penduduk ini menunjukkan adanya


heterogenitas mata pencaharian penduduk. Petani, pedagang, buruh, dan
pegawai kantor adalah beberapa contoh mata pencaharian penduduk daerah
dataran rendah.Penduduk di daerah dataran rendah yang mengolah lahan
pertanian memanfaatkan awal musim penghujan untuk pengolahan tanah
pertanian. Hal ini karena kondisi lahan di daerah dataran rendah sangat
bergantung dengan musim.

Seperti juga pada penduduk di daerah dataran rendah biasanya


menggunakan pakaian yang tipis, karena suhu di daerah ini panas. Rumah-

5
rumah di dataran rendah juga dibuat banyak ventilasinya dan atap dibuat dari
genting tanah untuk mengurangi suhu yang panas ini.

Kemudahan transportasi dan banyaknya pusat-pusat kegiatan di daerah


dataran rendah menarik penduduk untuk menetap disana. Oleh karena itu,
penduduknya semakin bertambah dan kebutuhan tempat tinggal serta tempat
usaha juga meningkat. Lahan-lahan seperti sawah dan hutan sebagai penyangga
keseimbangan alam semakin berkurang digantikan oleh tumbuhnya bangunan
bertingkat. Semakin berkurangnya lahan-lahan penyangga ini mengakibatkan
daerah resapan air berkurang sehingga timbul beberapa masalah seperti banjir
di musim hujan dan kekeringan yang dahsyat di musim kemarau. Selain itu
menimbulkan pula masalah-masalah sosial, seperti pengangguran, polusi, dan
penyakit masyarakat lainnya.

Di Indonesia, penduduk dan segala aktivitasnya hampir semuanya


terpusat pada daerah-daerah dataran rendah. Kota-kota besar yang ada, hampir
semuanya terletak di daerah dataran rendah sehingga jumlah penduduk pun
biasanya lebih besar dibandingkan daerah lainnya.

B. Identifikasi Permasalahan

Ada 3 Konsekuensi Perluasan Wilayah Perkotaan yang Tidak Terkelola

Kegagalan dalam mengelola perluasan wilayah bukan hanya akan


memperburuk kesenjangan, namun juga akan mengakibatkan dampak risiko
ekonomi dan lingkungan hidup yang lebih besar bagi kota tersebut secara
keseluruhan. Dari Mumbai sampai Mexico City, melihat daerah kumuh yang
luas dan padat tumbuh berdampingan dengan gedung bertingkat dengan haga
yang tidak terjangkau dan sering kali kosong tak berpenghuni sudah tidakaneh
lagi. Masalahnya, ketika jaringan layanan kota tidak dapat mengimbangi
pertumbuhan perkotaan, kota-kota dengan sumber daya terbatas justru
cenderung mengikuti tren pembangunan bukannya meminta bantuan agen
pembangunan untuk merencanakan pertumbuhan secara proaktif.

6
Beberapa implikasi dari pertumbuhan yang tidak terkelola ini termasuk:

1. Kesenjangan yang Semakin Besar: Sama halnya dengan Lagos, banyak


kota tengah berjuang melawan kesenjangan, penyediaan layanan yang
tidak memadai dan kapasitas kota yang tidak lagi memadai. Perluasan
wilayah yang tidak terkelola justru semakin memperburuk keadaan ini.
hasil, keluarga berpenghasilan rendah pindah ke pinggiran kota untuk
mencari perumahan yang terjangkau. Walaupun semakin jauh dari pusat
kota, kehidupan keluarga berpenghasilan rendah ini justru akan semakin
sulit. Keluarga di pinggiran kota harus menghabiskan uang dua kali lebih
banyak dan waktu tempuh tiga kali lipat lebih lama menuju kantor,
sekolah dan tempat hiburan di pusat kota. Semakin luas kota ini
bertumbuh, dinas layanan kota semakin kesulitan menyediakan air,
layanan sanitasi dan listrik. Hingga akhirnya penduduk harus bergantung
pada layanan informal-seperti truk air pribadi dan pengepul sampah
dengan biaya 30 kali lebih mahal dari dinas layanan kota-atau terpaksa
hidup tanpa ketiga layanan mendasar tersebut, yang kemudian berdampak
terhadap kesehatan serta kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Hanya
penduduk berada yang mampu menjangkau biaya layanan yang tinggi
tersebut, sehingga banyak penduduk perkotaan hidup tanpa layanan yang
memadai. Pola pertumbuhan tanpa pengelolaan yang jelas ini memiliki
efek jangka panjang terhadap akses kepada peluang, produktivitas dan
kualitas hidup.

2. Tekanan Ekonomi di Seluruh Kota: Penelitian menunjukkan bahwa jika


kota tumbuh secara horizontal, kepadatan populasi akan menurun namun
biaya layanan publik meningkat. Pada kota-kota di India dan Afrika,
sarana seperti jalan beraspal, drainase dan air leding menurun drastis
begitu mencapai 5 kilometer dari pusat kota. Investasi untuk infrastruktur
baru dan biaya sosial untuk menutupi defisit ini akan terus meningkat
seiring bertambahnya perluasan wilayah perkotaan. Perluasan kota juga
turut menambah kemacetan, polusi serta waktu tempuh. Udara kotor, yang

7
sebagian besar disebabkan oleh penggunaan mobil pribadi dan truk secara
berlebih, mengakibatkan biaya sosial dan ekonomi membengkak, seperti
dampak kesehatan dan kerusakan panen. Di Chengdu, Tiongkok, kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh polusi udara terkait transportasi
mencapai US$3 miliar di tahun 2013.

3. Masalah Lingkungan Hidup: Secara global, tingkat pertumbuhan


wilayah perkotaan jauh melampaui pertumbuhan populasi. Namun
biasanya, hal ini tercapai dengan mengorbankan lahan pertanian utama,
ekosistem dan keanekaragaman hayati, yang memengaruhi produksi
pangan dan ketahanan iklim. Saat ini, beberapa wilayah perkotaan dengan
pertumbuhan paling pesat berada di wilayah pesisir dataran rendah,
dataran banjir, titik-titik keanekaragaman hayati dan wilayah dengan
tekanan air yang tinggi. Pertumbuhan tidak terkendali pada ekosistem-
ekosistem sensitif di atas dapat semakin membebani sumber daya alam
dan menyebabkan bencana banjir di sejumlah kota di Asia Selatan saat
musim hujan datang. Penggalian sumur tidak resmi di kota-kota seperti
Mexico City, Bangalore dan Jakarta, yang tumbuh pesat secara horizontal
dengan air leding yang terbatas dan tekanan air yang tinggi, dapat
menyebabkan seluruh kota terendam banjir. Khusus di Jakarta, kondisi ini
sangat meresahkan. Menurut para ahli, berdasarkan perhitungan kenaikan
permukaan air laut, Jakarta hanya memiliki waktu satu dekade untuk
menghentikan kondisi ini, sebelum akhirnya jutaan rumah tenggelam.

Mengendalikan Perluasan yang Tidak Terkelola


Dampak-dampak yang telah dikemukakan di atas diperparah oleh
kenyataan bahwa sebagian besar pertumbuhan horizontal yang saat ini

8
tengah berlangsung di Afrika dan Asia Selatan adalah pertumbuhan yang
tidak terencana dan tidak resmi, atau berlangsung di lokasi-lokasi yang
tidak memberlakukan peraturan tata guna lahan perkotaan. Sebagian
perluasan ini berada di luar kendali kota, sejalan dengan peningkatan
populasi alami dan migrasi penduduk dari pedesaan menuju perkotaan
demi meraih peluang ekonomi. Namun, masih ada beberapa tantangan lain
yang dapat dikelola oleh kota secara proaktif.
Sebagai contoh, pasar tanah yang sudah terdistorsi dapat
menyebabkan pembangunan seara spekulatif dan terpecah-belah, sehingga
pemilik lahan pribadi, pengembang real estat dan pejabat pemerintah yang
korup dapat mendulang keuntungan yang tidak seharusnya dari kenaikan
harga tanah. Perencanaan yang lemah, peraturan penggunaan lahan yang
tidak efektif dan kondisi pasar tertentu diketahui dapat memicu perluasan,
kemudian menggeser perumahan terjangkau ke lokasi yang tidak memiliki
akses layanan atau memiliki akses layanan yang buruk di pinggiran kota.
Selain itu, lahan pertanian dan desa-desa pinggiran secara serampangan
beralih fungsi menjadi pemukiman informal atau daerah kumuh yang tidak
memiliki akses terhadap layanan kota.
Meskipun dihadapkan pada tantangan yang berat, beberapa kota
telah menerapkan pendekatan inovatif dengan mengutamakan akses
layanan dan mengelola perluasan wilayah perkotaan. Kota-kota di
Meksiko, Brasil dan Afrika Selatan berusaha menggeser pembangunan
baru ke wilayah-wilayah yang telah terhubung dan memiliki akses layanan
yang baik, dibandingkan membangun secara horizontal ke pinggiran kota.
Kota-kota di Kolombia, Korea Selatan dan India secara bertahap
menambah lahan baru di lokasi yang telah terhubung dan memiliki akses
layanan yang baik dengan menggandeng sarana publik dan perusahaan
swasta untuk mendukung pembiayaan. Sejumlah kota juga telah bekerja
sama dengan masyarakat di pemukiman informal untuk menjaga
kepadatan di tingkat yang masuk akal dengan standar perencanaan dan
upaya peningkatan yang lebih fleksibel.

9
Dampak perubahan kebijakan penggunaan lahan di kota dapat
dirasakan selama beberapa dekade. Kota-kota di Afrika dan Asia punya
pilihan untuk mulai mengelola perluasan secara horizontal yang tidak
berkelanjutan dari sekarang atau menerima dampak yang lebih buruk di
kemudian hari.

10
BAB III
SOLUSI DAN PEMBAHASAN

Kegagalan dalam mengelola perluasan wilayah bukan hanya akan


memperburuk kesenjangan, namun juga akan mengakibatkan dampak risiko
ekonomi dan lingkungan hidup yang lebih besar bagi kota tersebut melihat daerah
kumuh yang luas dan padat tumbuh berdampingan dengan gedung bertingkat
dengan haga yang tidak terjangkau dan sering kali kosong tak berpenghuni sudah
tidakaneh lagi. Masalahnya, ketika jaringan layanan kota tidak dapat
mengimbangi pertumbuhan perkotaan, kota-kota dengan sumber daya terbatas
justru cenderung mengikuti tren pembangunan bukannya meminta bantuan agen
pembangunan untuk merencanakan pertumbuhan secara proaktif.

Beberapa implikasi dari pertumbuhan yang tidak terkelola ini termasuk:


1. Kesenjangan yang Semakin Besar: Sama halnya dengan Lagos, banyak
kota tengah berjuang melawan kesenjangan, penyediaan layanan yang
tidak memadai dan kapasitas kota yang tidak lagi memadai. Perluasan
wilayah yang tidak terkelola justru semakin memperburuk keadaan ini.
Alhasil, keluarga berpenghasilan rendah pindah ke pinggiran kota untuk
mencari perumahan yang terjangkau. Walaupun semakin jauh dari pusat
kota, kehidupan keluarga berpenghasilan rendah ini justru akan semakin
sulit. Keluarga di pinggiran kota harus menghabiskan uang dua kali lebih
banyak dan waktu tempuh tiga kali lipat lebih lama menuju kantor,
sekolah dan tempat hiburan di pusat kota. Semakin luas kota ini
bertumbuh, dinas layanan kota semakin kesulitan menyediakan air,
layanan sanitasi dan listrik. Hingga akhirnya penduduk harus bergantung
pada layanan informal—seperti truk air pribadi dan pengepul sampah
dengan biaya 30 kali lebih mahal dari dinas layanan kota—atau terpaksa
hidup tanpa ketiga layanan mendasar tersebut, yang kemudian berdampak
terhadap kesehatan serta kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Hanya
penduduk berada yang mampu menjangkau biaya layanan yang tinggi

11
tersebut, sehingga banyak penduduk perkotaan hidup tanpa layanan yang
memadai. Pola pertumbuhan tanpa pengelolaan yang jelas ini memiliki
efek jangka panjang terhadap akses kepada peluang, produktivitas dan
kualitas hidup.

2. Tekanan Ekonomi di Seluruh Kota: Penelitian menunjukkan bahwa jika


kota tumbuh secara horizontal, kepadatan populasi akan menurun namun
biaya layanan publik meningkat. Perluasan kota juga turut menambah
kemacetan, polusi serta waktu tempuh. Udara kotor, yang sebagian besar
disebabkan oleh penggunaan mobil pribadi dan truk secara berlebih,
mengakibatkan biaya sosial dan ekonomi membengkak, seperti dampak
kesehatan dan kerusakan panen. Di Chengdu, Tiongkok, kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh polusi udara terkait transportasi mencapai
US$3 miliar di tahun 2013.

3. Masalah Lingkungan Hidup: Secara global, tingkat pertumbuhan wilayah


perkotaan jauh melampaui pertumbuhan populasi. Namun biasanya, hal ini
tercapai dengan mengorbankan lahan pertanian utama, ekosistem dan
keanekaragaman hayati, yang memengaruhi produksi pangan dan
ketahanan iklim. Saat ini, beberapa wilayah perkotaan dengan
pertumbuhan paling pesat berada di wilayah pesisir dataran rendah,
dataran banjir, titik-titik keanekaragaman hayati dan wilayah dengan
tekanan air yang tinggi. Pertumbuhan tidak terkendali pada ekosistem-
ekosistem sensitif di atas dapat semakin membebani sumber daya alam
dan menyebabkan bencana banjir di sejumlah kota di Asia Selatan saat
musim hujan datang. Penggalian sumur tidak resmi di kota-kota seperti
Mexico City, Bangalore dan Jakarta, yang tumbuh pesat secara horizontal
dengan air leding yang terbatas dan tekanan air yang tinggi, dapat
menyebabkan seluruh kota terendam banjir. Khusus di Jakarta, kondisi ini
sangat meresahkan. Menurut para ahli, berdasarkan perhitungan kenaikan
permukaan air laut, Jakarta hanya memiliki waktu satu dekade untuk
menghentikan kondisi ini, sebelum akhirnya jutaan rumah tenggelam.

12
Solusi mengendalikan Perluasan yang Tidak Terkelola
Dampak-dampak yang telah dikemukakan di atas diperparah oleh kenyataan
bahwa sebagian besar pertumbuhan horizontal yang saat ini tengah berlangsung di
Afrika dan Asia Selatan adalah pertumbuhan yang tidak terencana dan tidak
resmi, atau berlangsung di lokasi-lokasi yang tidak memberlakukan peraturan tata
guna lahan perkotaan. Sebagian perluasan ini berada di luar kendali kota, sejalan
dengan peningkatan populasi alami dan migrasi penduduk dari pedesaan menuju
perkotaan demi meraih peluang ekonomi. Namun, masih ada beberapa tantangan
lain yang dapat dikelola oleh kota secara proaktif.
Sebagai contoh, pasar tanah yang sudah terdistorsi dapat menyebabkan
pembangunan seara spekulatif dan terpecah-belah, sehingga pemilik lahan pribadi,
pengembang real estat dan pejabat pemerintah yang korup dapat mendulang
keuntungan yang tidak seharusnya dari kenaikan harga tanah. Perencanaan yang
lemah, peraturan penggunaan lahan yang tidak efektif dan kondisi pasar tertentu
diketahui dapat memicu perluasan, kemudian menggeser perumahan terjangkau ke
lokasi yang tidak memiliki akses layanan atau memiliki akses layanan yang buruk
di pinggiran kota. Selain itu, lahan pertanian dan desa-desa pinggiran secara
serampangan beralih fungsi menjadi pemukiman informal atau daerah kumuh
yang tidak memiliki akses terhadap layanan kota.
Meskipun dihadapkan pada tantangan yang berat, beberapa kota telah
menerapkan pendekatan inovatif dengan mengutamakan akses layanan dan
mengelola perluasan wilayah perkotaan. Kota-kota di Meksiko, Brasil dan Afrika
Selatan berusaha menggeser pembangunan baru ke wilayah-wilayah yang telah
terhubung dan memiliki akses layanan yang baik, dibandingkan membangun
secara horizontal ke pinggiran kota. Kota-kota di Kolombia, Korea Selatan dan
India secara bertahap menambah lahan baru di lokasi yang telah terhubung dan
memiliki akses layanan yang baik dengan menggandeng sarana publik dan
perusahaan swasta untuk mendukung pembiayaan. Sejumlah kota juga telah
bekerja sama dengan masyarakat di pemukiman informal untuk menjaga

13
kepadatan di tingkat yang masuk akal dengan standar perencanaan dan upaya
peningkatan yang lebih fleksibel.
Dampak perubahan kebijakan penggunaan lahan di kota dapat dirasakan
selama beberapa dekade. Kota-kota di Afrika dan Asia punya pilihan untuk mulai
mengelola perluasan secara horizontal yang tidak berkelanjutan dari sekarang atau
menerima dampak yang lebih buruk di kemudian hari

14
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Wilayah dataran rendah adalah sebuah magnet besar bagi manusia dalam
membangun sebuah tempat tinggal. Wilayah dataran rendah menawarkan berbagai
kegunaan didalamnya. Dataran rendah yang memiliki kontur tanah yang sangat
baik dalam pembangunan sebuah perkotaan, tanah yang landai menjadikannya
mudah untuk dibangun sebuah bangunan, pembuatan jalan, maupun fasilitas
umum lainnya. Dikarenakan hal inilah sehingga dataran rendah dijadikan pilihan
yang tepat dalam pembuatan sebuah perkotaan. Namun, dikarenakan banyaknya
manfaat yang diberikan oleh wilayah dataran rendah ini mengakibatkan terjadinya
penumpukan penduduk didalamnya. Mengapa demikian? Dikarenakan dataran
rendah sangat cocok untuk dibangun sebuah perkotaan. Pembangunan perkotaan
akan menarik perhatian para penduduk yang berada dipedasaan untuk melakukan
imigrasi ke kota, karena kota menawarkan berbagai pekerjaan maupun kebutuhan
lainnya. Dan hal ini akan mengakibatkan penumpukan penduduk di daerah
perkotaan, sehingga ketika terjadi penumpukan penduduk secara berlebihan maka
akan menimbulkan hal yang negatif. Ketika para penduduk pedesaan berbondong-
bondong ke kota dan kota tidak mampu memberi pekerjaan kepada mereka maka
akan timbul sebuah kesenjangan sosial, akan banyak rumah-rumah kumuh
disekitaran sungai, akan banyak pengemis yang berada dijalan-jalan, dll. Nah, jika
terjadi seperti apa solusi yang dapat diberikan dalam mengatasi permasalahan di
wilayah dataran rendah ini khususnya daerah perkotaan. Solusi yang diberikan
adalah penambahan sebuah lahan baru dengan melakukan sebuah eksploitasi
namun hal ini akan berdampak pada berkurangnya lahan hijau diperkotaan.
Namun, solusi lainnya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah
dengan memberikan fasilitas yang sama, baik fasilitas jalan yang bagus, adanya
listrik, dll pada daerah pedesaan, kemudian juga memberikan tempat-tempat
pekerjaan di pedesaan. Jika segala sesuatunya di sama ratakan dengan daerah
perkotaan maka kemungkinan besar untuk melakukan migrasi penduduk desa ke
kota akan berkurang.

15

Anda mungkin juga menyukai