Anda di halaman 1dari 37

1

Skenario 1

New York Tetapkan Darurat Wabah Campak

Jakarta, CNN Indonesia (Rabu, 10/04/2019)

Amerika Serikat menetapkan wabah campak yang menyebar dikota New York
sebagai kondisi darurat kesehatan. Wali kota New York, Bill de Blasio
mengumumkan hal itu pada selasa (9/4) waktu setempat. Situasi darurat kesehatan ini
muncul lantaran wabah campak yang sudah mencapai 285 kasus di wilayah Brooklyn
dan Queens sejak Oktober lalu. Wabah ini berawal dari seorang warga yang tidak
divaksin terinfeksi penyakit itu setelah berkunjung ke Israel.De Blasio meminta setiap
warga New York yang belum mendapatkan vaksin untuk segera menghubungi
fasilitas kesehatan yang dapat menyediakan vaksin campak.

STEP 1

1. Wabah: Suatu terjadinya penyakit dlam masyarakat yang jumlah orangnya


terkena penyakit lebih banyak.
2. Campak: penyakit yang ditandai dengan ruam atau kemerahan pada kulit oleh
infeksi.

STEP 2

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian wabah?


2. Bagaimana kriteria wabah?
3. Mengapa dilakukan vaksinasi pada wabah?
4. Bagaimana cara pemberian vaksin dan waktunya?

STEP 3

1. wabah adalah istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit


pada daerah yang luas dan pada banyak orang. Kejadian bisa dating
perminngu, perbulan dan pertahun
2. Timbulnya suatuu penyakit menular yang sebelumnya belum ada
2

Penyakit meningkat atau kejadian tertentu secara berturut-turut Terjadinya


peningkatan jumlah kriteria baru dalam satu bulan 2 kali lipat atau lebih.
3. Pasal 8
i. imunisasi tambahan merupakan jenis imunisasi tertentu yang diberikan
pada kelompok umut tertentu yang paling berisiko terkena penyakit
sesuai dengan kejadian epidemiologis pada periode waktu tertent.

Pasal 4

i. imunisasi program terdiri: imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan


imunisasi khusus
4. Diberikan pada subkutan, usia 9 bulan, dan dosis 0,5 mL

STEP 4

1. Periodenya meningkat, jumlahnya meningkat 2 kali dari sebelumnya,


penyebabnya lebih besar, waktunya lebih lama. Metode penularannya melalui
kontak langsung, udara, makanan dan minuman.
2. Timbulnya suatu penyakit pada satu daerah. Jumlah penderita baru dalam 1
bulan meningkat. Rata-rata jumlahnya meningkat perbulannya lebih dari 2
kali lipat. Agen kematian meningkat 30% dalam kurun waktu tertentu. Angka
proposi penyakit baru pada 1 periode merupakan meningkat mencapai lebih
dari 2 kali lipat.
3. Pasal 9
I. imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.
II. situasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1, berupa
keberangkatan calon Jemaah haji atau umroh di vaksin
Pasal 5
I. imunisasi rutin dilaksanakan secara terus-menerus
3

II. imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan

Agar penyakitnya tidak menular atau menyebar lebih jauh. Pemberian vaksin
juga jangan terlalu lama dan tidak terlalu dingin suhunya

4. Pemberian vaksin campak usia 9 bulan, yang sebelumnya sudah ada melalui
antibodi ibunya pada masa janin melalui plasenta. Disuntikan pada subkutan
Campak dibawah oleh virus Paramyxovirus

Epidemiologi: angka kesakitan campak diseluruh dunia mecapai 5-10 kasus


dari jumlah kesehatan 1-3 kasus/1000 orang

Etiologi: disebabkan oleh virus campak dan familinya Paramyxovirus, genus


Morbilisius. Campak merupakan virus RNA, yang hanya dikenal atau
didapat 1 antigennya, untuk pemeriksaan penunjangnya adalah dengan
laboratorium hematologi rutin.

Trias epidemiologi

Host (pejamu)

Agent lingkungan
4

MIND MAP

STEP 5

1. Bagaimana upaya pencegahan penyakit menular terhadap kesehatan lingkungan?

2. Apa saja pembagia region? dan jelaskan dalam kesehatan lingkungan!

3. Jelaskan trias epidemiologi pada kasus!

4. Apa saja Undang-undang yang mengatur tentang wabah?

STEP 6

Belajar mandiri
5

STEP 7

1. UPAYA PENCEGAHAN

Dari model klinis yang menggunakan tiga kelas perawatan medis, ada tiga
tahap pencegahan yang muncul. Tiga tahapan tersebut adalah: pencegahan primer,
sekunder dan pencegahan tersier. Ide dibalik tiga tahapan pencegahan itu adalah
pelaksanaan deteksi dan intervensi terhadap penyebab, faktor resiko dan perkursor
penyakit.Landasan dari semua pemikiran epidemiologi pada pencegahan dan
pengendalian penyakit dalam populasi. Pencegahan, walaupun sulit diukur dan
didemonstrasikan secara empiris tidak terlalu menyusahkan baik dalam hal
penderitaan manusia maupun penghematan dana dibandingkan biaya yang
dikeluarkan untuk intervensi krisis dan pengobatan terhadap penyakit dan kondisi
setelah kejadian. Upaya yang paling sedikit hasilnya dan mengeluarkan banyak biaya
untuk meningkatkan status kesehatan penduduk adalah upaya pengobatan penyakit
pada saat penyakit itu berada dalam tahap lanjut dengan terbatasnya harapan untuk
dapat pulih.Tujuan dari pencegahan adalah menghalangi perkembangan penyakit dan
kesakitan sebelum sempat berlanjut.1

1. Pencegahan primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.Promosi
kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan adalah tiga
aspek utama didalam pencegahan primer.
Perubahan gaya hidup, penyuluhan kesehatan masyarakat, skrining
kesehatan, pendidikan kesehatan disekolah, kegiatan kesehatan, perawatan
prenatal yang baik, pilihan perilaku hidup yang baik, gizi yang cukup, kondisi
keamanan dan kesehatan dirumah, sekolah atau tempat kerja, semuanya
termasuk dalam aktivitas pencegahan primer.
Langkah-langkah dan kegiatan pokok didalam kesehatan masyarakat
seperti sanitasim pengendalian infeksi, imunisasi, perlindungan makanan,
6

susu, dan sumber air, pengamanan lingkungan dan perlindungan terhadap


bahaya dan kecelakaan kerja merupakan kegiatan dasar didalam pencegahan
primer.1
Langkah-langkah pencegahan ditingkat ditingkat dasar saat ini harus
diorientasikan pada pengaturan perilaku dan gaya hidup. Dengan tetap
memelihara kegiatan kesehatan masyarakat, upaya di tingkat pencegahan
primer harus difokuskan pada perubahan perilaku individu dan perlindungan
lingkungan. Dengan demikian, dimasa mendatang, focus terhadap pengobatan
dan perawatan kesehatan yang diberikan dokter akan berkurang dan harus
digantikan dengan upaya pencegahan primer termasuk dukungan ekonomi
yang cukup untuk kegiatan dan program pencegahan1
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditunjukan pada kegiatan skrining
kesehatan dan deteksi untuk menemukan status pathogen individu dalam suatu
populasi.Jika status patogenik ditemukan lebih dini, diagnosis dan pengobatan
dini yang dilakukan dapat mencegah kondisi untuk berkembang, menyebar
didalam populasim dan dapat menghentikan atau paling tidak memperlambat
perkembangan penyakit, ketidakmampuan, gangguan atau
kematian.Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan
penyakit/cedera yang menuju suatu perkembangn ke arah kerusakan atau
ketidakmampuan.1
Salah satu promosi kesehatan yang menarik pada efektif bagi
pencegahan adalah skrining kesehatan yang bertujuan tetap sama yaitu deteksi
diri, perujukan dan pengobatan segera baik untuk penyembuhan/penghentian
penyakit ditahap perkembangan yang serdiri mungkin,mencegah komplikasi,
menghentikan dan mengurangi daya tular.
Pada akhirnya deteksi dini dapat memperlambat perkembangan
penyakit, mencegah komplikasi, membatasi ketidakmampuan dan
menghentikan atau mengurangi daya tular penyakit infeksius. Selain itu,
pencegahan sekunder dapat mempertahankan perilaku sehat dan mengubah
7

gaya hidup yang tidak sehat melalui pendidikan kesehatan dan program
perubahan perilaku seperti berhenti merokok, penurunan berat badan,
penurunan stress, konseling kesehatan atau perujukan dini ke dalam program
perawatan kecanduan obat-obatan.1
3. Pencegahan tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi
perkembangan ketidakmampuan, kondisi atau gangguan sehinggan tidak
berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan
intensif.Pencegahan tersier juga mencakup pembatasan terhadap segala
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau
ketidakmampuan sudah terjadi dan menimubulkan kerusakan.Pada tahap ini,
sasarannya adalah membantu mereka yang menderita penyakit dan mengalami
cedera atau ketidakmampuan untuk menghindari penggunaan sia-sia layanan
kesehatan dan agar tidak menjadi tergantung pada praktisi kesehatan dan
institusi perawatan kesehatan.
Rehabilitasi merupakan salah satu komponen dalam pencegahan
tersier. Rehabilitasi adalah setiap upaya yang dilakukan untuk memulihkan
seseorang yang sakit sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna,
produktif, mengikuti gaya hidup yang memuaskan dan untuk memberikan
kualitas hidup yang sebaik mungkin, sesuai tingkatan penyakit dan
ketidakmampuannya.1

2. ISTILAH KEJADIAN PENYAKIT

Sebagai metode investigasi, epidemiologi merupakan landasan bidang keseliatan


masyarakat dan pengobatan pencegahan. Epidemiologi digunalan untuk menentukan
kebutuhan akan program program pengendalian penyakit, untuk mengembangkan
program pencegahan dan kegiatan perencanaan layanan kesehatan, serta untuk
menetapkan pola penyakit endemik, epidemik, dan pandemik.1
8

Endemi (awalan en- berarti "dalam atau di dalam) adalah berlangsungnya suatu
penyakit pada ingkatan yang sama atau keberadaan suatu penyakit yang terus-
menerus di dalam populasi atau wilayah tertentu-prevalensi suatu penyakit yang biasa
berlangsung di satu wilayah atau kelompok pengamatan tertentu.1

Hiperendemi (awalan hyper- berarti "di atas") adalah istilah yang dihubungkan
dengan endemi, tetapi jarang digunakan. Istilah ini menyatakan aktivitas yang terus-
menerus melebihi prevaiensi yang diperkirakan, sering dihubungkan dengan populasi
tertentu, populasi yang kecil, atau populasi yang jarang seperti yang ditemukan di
rumah sakit, klinik bidan, atau institusi lain. Istilah ini juga menunjukkan keberadaan
penyakit menular dengan tingkat insidensi yang tinggi dan tetus-menerus melebihi
angka prevalensi normal dalam populasi dan ternyata menyebat meraca pada semua
usia dan kelompok. Kejadian endemi penyakit yang berhubungan tetapi dengan tipe
yang jelas berbeda, disebut holoendemi.1

Holoendemi (awalan holo- berarti "keseluruhan atau semua") menggambarkan


suatu penyakic yang kejadiannya dalain populasi sangat banyak dan umumaya
didapat di awal kehidupan pada sebagian besar anak dalam populasi. Prevaleasi
penyakit menurun sejalan dengan pertambahan usia kelompok sehingga penyakit
lebih sedikit muncul pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak Penyakit yang
sesuai untuk kategori ini adalah chickenpax dan pada iklim negara tropit, malavia.1

Epidemi adalah wabah atau munculnya penyakit tertentu yang berasal dari satu
sumber tunggal dalam satu kelompok, populasi, masyarakat, atau wilayah, yang
melebihi tingkatan kebiasaan yang diperkirakan.Epidemi terjadi jika kasus baru
melebihi prevalensi suatu penyakit.Kejadian luar biasa (KLB) akut-peningkatan
secara tajam dari kasus baru yang memengaruhi kelompok tertentu biasanya juga
disebut sebagai epidemi.Keparahan dan keseriusan penyakit juga mempengaruhi
definisi suatu epidemi.Jika penyakit sifatnya mengancam kehidupan, hanya
diperlukan sedikit kasus (sperti pada rabies) untuk menyebabkan terjadinya epidemi.1
9

Pandemi (adalah pan- berarti “semua atau melintasi") adalah epidemi yang
menyebar luas melintasi negara, benua, atau populasi yang besar, kemungkinan
seluruh dunia.AIDS merupakan penyakit pandemi.1

3. SEGITIGA EPIDEMIOLOGI

Merupakan konsep dasar dalam epidemiologi yang menggambarkan hubungan antara


tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan,
yaitu host (tuan rumah/penjamu), agen(penyebab), dan environtment (lingkungan).
Timbulnya penyakit terjadi akibat ketidakseimbangan ketiga faktor tersebut.

Peristiwa, kondisi, karakteristik/kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang


memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit “penyebab itu harus
mendahului akibat” atau lebih dikenal dengan konsep penyebab terjadinya
penyakit.Pada mulanya, konsep terjadinya penyakit didasarkan pada adanya
gangguan mahluk halus atau karena kemurkaan dari yang Maha Pencipta hingga saat
ini, masih banyak kelompok masyarakat di negara berkembang yang menganut
konsep tersebut. Di lain pihak, masih ada gangguan kesehatan atau penyakit yang
belum jelas penyebabnya, maupun proses kejadiannya.

Pada tahap berikutnya Hipocrates telah mengembangkan teori bahwa timbulnya


penyakit disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang meliputi air, udara, tanah,
cuaca, dan lain sebagainya. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat
menjadi sumber berkembangnya penyakit.Hal ini jelas membahayakan kesehatan
masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan
baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga
lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran semua
pihak.Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan
besar dalam mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan
masyarakat.Namun dilematisnya di puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan
sangat terbatas padahal banyak penyakit yang berasal dari lingkungan kita seperti
diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.Disamping lingkungan
10

fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita
membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang
lainnya harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat
menimbulkan masalah kejiwaan.

Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan masyarakat.Perilaku


sengaja untuk membudidayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan
langsung dengan kotoran dan bahan buangan bahaya.Sanitasi meliputi penyediaan air,
pengelolaan limbah, kontrol vektor, pencegah dan pengontrolan pencemaran tanah,
sanitasi makanan, serta pencemaran udara.Kesehatan lingkungan di Indonesia sangat
memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi ditandai dengan masih tingginya angka
kejadian infeksi dan penyakit menular seperti demam berdarah, kusta, serta hepatitis
A yang tidak ada habisnya Kondisi sanitasi sangat menentukan keberhasilann dari
paradigma pembangunan sehat yang lebih menekankan upaya promotif dan preventif
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabiliaif. Kenyatannya sekarang,
kondisi sanitasi di Indonesia cukup tertinggal dari Malaysia dan Singapura yang lebih
bekomitmen menjaga kebersihan lingkungan.

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama


kematian di Indonesia.Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan legitimasi
seiring dengan munculnya Flu Burung dan Flu Babi, dua penyakit yang sangat
berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Bahkan pada kelompok bayi dan balita,
penyakit-penyakit berbasis lingkungan

menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan
tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan
lingkungan. Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari
semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan
masalah sanitasi cakupan air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah,
perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan
bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat
11

kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, ginjal, tikus
dan lain-lain), pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian,
industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat
yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.3

A. Konsep yang berkaitan dengan Kesehatan Lingkungan

1. Teori Model Blum

Hendrick L.Blum mengemukakan model tentang sistem pada kesehatan


masyarakat.H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat.Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan
timbulnya masalah kesehatan.Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor
perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya),
faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik
(keturunan).Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi
kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.Diantara faktor tersebut
faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling
sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan.Hal ini disebabkan karena
faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena
lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
12

Gambar 3.1 Model Teori Blum 4

Dalam konsep Blum ada 4 faktor determinan yang dikaji, masing-masing faktor
saling keterkaitan, yakni :

a. Faktor keturunan, mengarah pada kondisi individu yang berkaitan dengan asal usul
keluarga, ras, dan jenis golongan darah. Ada penyakit tertentu yang disebabkan oleh
faktor keturunan antara lain hemofilia, hipertensi, kelainan bawaan, albino, dll.

b. Faktor pelayanan kesehatan, dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan


yang diberikan, seperti sarana dan prasarana institusi kesehatan antara lain rumah
sakit, puskesmas, labkes, balai pengobatan, serta tersedianya fasilitas pada institusi
tersebut (tenaga kesehatan, obat‐obatan, alat‐alat kesehatan) yang kesemuanya
tersedia dalam kondisi baik, cukup, dan siap pakai.

c. Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat, perilaku


petugas kesehatan, dan perilaku para pejabat pengelola pemerintahan (pusat dan
daerah) serta perilaku pelaksana bisnis. Perilaku individu atau masyarakat yang
positif pada kehidupan sehari‐hari misalnya membuang sampan/kotoran secara baik,
minum air masak, saluran limbah terpelihara, dan mandi setiap hari secara higienis.

d. Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas
kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya digolongkan
menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan sosial.
Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air, udara,
tanah, iklim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan
hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan
sebagainya.4

2. Teori John Gordon

Teori ini di kemukakan oleh John Gordon pada tahun 1950 dan dinamakan model
Gordon sesuai dengan nama pencetusnya. Model gordon ini menggambarkan
13

terjadinya penyakit pada masyarakat, ia menggambarkan terjadinya penyakit sebagai


adanya sebatang pengungkit yang mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya, yakni
Lingkungan (Environment). Pada kedua ujung batang tadi terdapat pemberat, yakni
Agen (Agent) dan Pejamu (Host).

Gambar 3.2 Model Teori John Gordon 4

a. Agent/penyebab penyakit

Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat
berupa benda hidup, tidak hidup, energi, dan lain sebagainya, yang dalam jumlah
berlebih atau kurang merupakan sebab utama dalam terjadinya penyakit. Agen
penyakit dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok yaitu:

1) Agen biologis, yaitu virus, bakteri, fungi, riketsia, protozoa dan metazoa.

2) Agen nutrisi, yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan lainnya.

3) Agen fisik, yaitu panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan, cahaya dan
kebisingan.

4) Agen kimiawi dapat bersifat endogen seperti asidosis, diabetes (hiperglikemia),


uremia dan bersifat eksogen seperti zat kimia, alergen, gas, debu dan lainnya.

5) Agen mekanis berupa gesekan, benturan, pukulan yang dapat menimbulkan


kerusakan jaringan pada tubuh host (pejamu).

b. Host/pejamu
14

Host adalah populasi atau organisme yang memiliki resiko untuk sakit. Element host
ini sangat penting dalam proses terjadinya penyakit ataupun dalam pengendaliannya,
karena ia sangat bervariasi keadaannya bila dilihat dari aspek sosial ekonomi budaya,
keturunan, lokasi geografis, dan lainnya. Host juga akan sangat menentukan kualitas
lingkungan yang ada

dengan cara-cara perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan taraf pengetahuan,


sikap, dan budaya hidupnya. Faktor host sangat kompleks dalam proses terjadinya
penyakit dan tergantung pada karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing
individu. Karakteristik tersebut, yaitu umur, jenis kelamin, ras, dan genetik.

c. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati, benda
hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen tersebut, termasuk host yang lain. Lingkungan hidup eksternal ini terdiri dan
tiga komponen yaitu:

1) Lingkungan Fisik

Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah,
panas, sinar, radiasi dan lain-lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan
dengan manusia sepanjang waktu dan masa, serta memegang peran penting dalam
proses terjadinya penyakit pada masyarakat, seperti kekurangan persediaan air bersih
terutama pada musim kemarau dapat menimbulkan penyakit diare.

2) Lingkungan biologis

Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri,
jamur, parasit, serangga dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai agen penyakit,
reservoar infeksi, vektor penyakit atau pejamu (host) intermediate. Hubungan
manusia dengan lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan bila terjadi
15

ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan lingkungan biologis maka


manusia akan menjadi sakit.

3) Lingkungan sosial

Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standar dan gaya
hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial dan politik. Manusia
dipengaruhi oleh lingkungan sosial melalui berbagai media seperti radio, TV, pers,
seni, literatur, cerita, lagu dan sebagainya. Bila manusia tidak dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan sosial, maka akan terjadi konflik kejiwaan dan
menimbulkan gejala psikosomatik seperti stres, insomnia, depresi dan lainnya.

Gordon berpendapat bahwa :

a) Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan manusia


(host)

b) Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan
host (baik individu/kelompok)

c) Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut
akan berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan (lingkungan fisik,
sosial, ekonomi, dan biologis)

Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan mengubah


keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit. Hubungan antara ketiga komponen terseut digambarkan
seperti tuas pada timbangan. Host dan Agent berada di ujung masing-masing tuas,
sedangkan environment sebagai penumpunya.

3. Paradigma Kesehatan Lingkungan


16

Paradigma kesehatan lingkungan adalah pola pikir keterkaitan terjadinya


suatu penyakit/masalah kesehatan berkaitan dengan faktor‐faktor
lingkungan.Patogenesis penyakit terjadi erat kaitannya dengan media
lingkungan.Pertama kali secara ilmiah Hipocrates (467 -366 SM) telah menyatakan
bahwa terjadinya penyakit berhubungan dengan perspektif lingkungan yaitu air,
udara, dan tanah.Ilmu kesehatan lingkungan mempelajari hubungan interaktif antara
komponen lingkungan yang memliki potensi bahaya penyakit dengan berbagai
variabel kependudukan seperti perilaku, pendidikan dan umur.Dalam hubungan
interaksi tersebut, faktor komponen lingkungan seringkali mengandung atau memiliki
potensial timbulnya penyakit. Hubungan interaktif manusia serta perilakunya dengan
komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dikenal sebagai proses
kejadian penyakit atau patogenesis penyakit. Dengan mempelajari patogenesis
penyakit, kita dapat menentukan pada simpul mana kita bisa melakukan pencegahan.

Gambar 3.3 Model Teori Simpul

Mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesispenyakit


dapat diuraikan ke dalam 5 (lima) simpul, yakni :

a. Simpul 1 (sumber penyakit):

Sakit adalah titik yang secara konstan mengeluarkan atau mengemisikan agent
penyakit.Agent penyakit adalah sesuatu yang dapat menimbukan gangguan penyakit
melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara.Sumber penyakit adalah
17

titik yang secara konstan maupun kadang‐kadang mengeluarkan satu atau lebih
berbagai komponen lingkungan hidup tersebut.

b. Simpul 2 (komponen lingkungan):

Komponen lingkungan berperan sebagai media transmisi penyakit artinya bila


lingkungan sanitasinya bersih dan baik maka timbulnya penyakit tidak akan terjadi.
Komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit mencakup berikut ini:

a. Lingkungan udara

b. Lingkungan air

c. Lingkungan tanah

d. Lingkungan lainnya seperti binatang/serangga, dan sebagainya

c. Simpul 3 (penduduk):

Penduduk dimanifestasikan dengan perilaku atau kebiasaan hidup sehari‐hari


dalam arti yang luas.Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan
penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut perilaku
pemajanan.Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan
komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit.

d. Simpul 4 (sakit/sehat):

Sakit merupakan dampak dari perilaku pemajanan yang mendukung sumber


penyakit masuk dalam tubuh manusia karena lingkungan menjadi media transmisi.
Pada saat penduduk tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan, maka sumber
18

penyakit akan mudah menimbulkan sakit tetapi sebaliknya bila perilaku pemajanan
mampu beradaptasi maka akan tercipta kondisi sehat.

e. Simpul 5 (variabel suprasistem)

Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni


variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni keputusan politik
berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul.

Menurut Parson, sakit adalah keadaan dimana adanya ketidakseimbangan


fungsi normal pada tubuh manusia, termasuk sejumlah sistem biologis dan kondisi
penyesuaiannya. Selain itu menurut Bauman, ada tiga kriteria penentu keadaan sakit,
yaitu adanya gejala, persepsi mengenai keadaan sakit yang dirasakan, dan
menurunnya kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari.Menurut Natoadmodjo (2003)
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang yang
satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun melalui perantara).Penyakit
Menular [comunicable Diseasse] adalah penyakit yang disebabkan oleh transmisi
infectius agent/produk toksinnya dari seseorang/reservoir ke orang lain/susceptable
host.

Dalam usaha-usaha pencegahan dan kontrol yang efektif terhadap penyakit perlu
dipelajari mekanisme interaksi yang terjadi antara agen penyakit, manusia dan
lingkungannya Interaksi ketiganya akan menghasilkan kondisi sehat maupun sakit
pada manusia, selengkapnya dijelaskan sebagai berikut :

a). Interaksi antara agent penyakit dan lingkungan

Suatu keadaan terpengaruhnya agen penyakit secara langsung oleh lingkungan yang
menguntungkan agen penyakit. Terjadi pada saat prapatogenesis suatu penyakit,
misalnya viabilitas bakteri terhadap sinar matahari, stabilitas vitamin yang
terkandung dalam sayuran di dalam ruang pendingin dan penguapan bahan kimia
beracun oleh proses pemanasan global.
19

Gambar 3.4 Ketidakseimbangan agen dan lingkungan.2

b). Interaksi antara pejamu (manusia) dan lingkungan

Suatu keadaan terpengaruhnya manusia secara langsung oleh lingkungannya dan


terjadi pada saat prapatogenesis suatu penyakit, misalnya udara dingin, hujan dan
kebiasaan membuat dan menyediakan makanan.

Gambar 3.5 Ketidakseimbangan Pejamu dan lingkungan 2

c.) Interaksi antara pejamu (manusia) dan agent penyakit

Suatu keadaan agen penyakit yang menetap, berkembang biak dan dapat merangsang
manusia untuk menimbulkan respons berupa tanda-tanda dan gejala penyakit,
misalnya demam, perubahan fisiologis jaringan tubuh dan pembentukan kekebalan
atau mekanisme pertahanan tubuh lainnya. Interaksi yang terjadi dapat berupa
sembuh sempurna, kecacatan atau kematian.
20

Gambar 3.6 Ketidakseimbangan Agen dan pejamu 2

d) Interaksi agent penyakit, pejamu (manusia) dan lingkungan

Suatu keadaan saling mempengaruhi antara agen penyakit, manusia dan lingkungan
secara bersama-sama dan keadaan tersebut memperberat satu sama lain sehingga
memudahkan agen penyakit baik secara tidak langsung maupun langsung masuk ke
dalam tubuh manusia, misalnya pencemaran air sumur oleh kotoran manusia akan
dapat menimbulkan penyakit muntaber (water borne diseases).

Gambar 3.7 Ketidakseimbangan Agen, Pejamu dan Lingkungan2

Kesimpulan:

Kesimpulan dari kasus yang ada di skenario ini kasus tersebut termasuk kedalam
option C ( interaksi antara pejamu manusia dan agent penyakit), dikarena kan pada
kasus skenario, pejamu dalam kondisi daya tahan tubuhnya berkurang sehingga tubuh
manusia atau pejamu mudah terserang oleh agen penyakit atau penyakit campak
21

tersebut. Dari faktor pejamu nya itu sendiri bisa dalam keadaan kekebalan tubuhnya
tidak didapat secara aktif maupun pasif atau tidak memperoleh antibodi dari si ibu
nya, dan juga bisa dilihat dari faktor umur sebagai contoh jika pejamu tersebut masih
bayi atau balita maka pejamu tersebut akan rentan terhadap penyakit dan sistem
pertahanan tubuhnya belum stabil. Sedang kan untuk usia lanjut sistem kekebalan
tubuhnya sudah menurun.

4. PERATURAN YANG MENGATUR TENTANG WABAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT MENULAR
TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH DAN UPAYA
PENANGGULANGAN5

Menimbang :

a. bahwa untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah


Penyakit Menular, dan ketentuan Pasal 154 dan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan;

b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang


Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian
Laporannya, dan Tata Cara Penanggulangan Seperlunya dipandang tidak memadai
lagi dalam upaya penanggulangan berbagai penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah, baik penyakit endemik, penyakit menular yang muncul kembali
maupun penyakit menular baru;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf


b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Jenis Penyakit Menular
Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan;

Mengingat :
22

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2373);

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2374);

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah


Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637)
23

8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);

11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/ SK/VIII/2003 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemologi Kesehatan;

13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/ SK/ X/2003 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemologi Penyakit Menular dan
Tidak Menular Terpadu;

14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/SK/ VIII/2004 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa;

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/ XI/2005 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/ VI/2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/Menkes/Per/ VII/2008 tentang Standar
24

Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; 17. Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor 658/Menkes/Per/ VIII/2009 tentang Jejaring Laboratorium
Diagnosis Penyakit Infeksi New-Emerging dan Re-Emerging;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG JENIS


PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH
DAN UPAYA PENANGGULANGAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut Wabah, adalah kejadian


berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

2. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB, adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.

3. Penderita adalah seseorang yang menderita sakit karena penyakit yang dapat
menimbulkan wabah.

4. Penyelidikan epidemiologi adalah penyelidikan yang dilakukan untuk mengenal


sifat-sifat penyebab, sumber dan cara penularan serta faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya wabah.
25

5. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik


Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

6. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan.

8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan.

9. Tim Gerak Cepat adalah Tim yang tugasnya membantu upaya penanggulangan
KLB/wabah.

Pasal 2

Ruang lingkup pengaturan meliputi penetapan jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah, tata cara penetapan dan pencabutan penetapan daerah
KLB/Wabah, tata cara penanggulangan, dan tata cara pelaporan.

BAB II

JENIS PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT MENIMBULKAN


WABAH

Bagian Kedua

Umum

Pasal 3

Penetapan jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah


didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, sosial budaya, keamanan, ekonomi,
26

ilmu pengetahuan dan teknologi, dan menyebabkan dampak malapetaka di


masyarakat.

Pasal 4

(1) Jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah
sebagai berikut:

a. Kolera

b. Pes

c. Demam Berdarah Dengue

d. Campak

e. Polio

f. Difteri

g. Pertusis

h. Rabies

i. Malaria

j. Avian Influenza H5N1

k. Antraks

l. Leptospirosis

m. Hepatitis

n. Influenza A baru (H1N1)/Pandemi 2009

o. Meningitis

p. Yellow Fever
27

q. Chikungunya

(2) Penyakit menular tertentu lainnya yang dapat menimbulkan wabah ditetapkan
oleh Menteri. Bagian Kedua Tata Cara Penemuan Penyakit Menular Tertentu yang
Dapat Menimbulkan Wabah

Pasal 5

(1) Penemuan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dapat dilakukan
secara pasif dan aktif.

(2) Penemuan secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui penerimaan
laporan/informasi kasus dari fasilitas pelayanan kesehatan meliputi diagnosis secara
klinis dan konfirmasi laboratorium.

(3) Penemuan secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui kunjungan
lapangan untuk melakukan penegakan diagnosis secara epidemiologi berdasarkan
gambaran umum penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah yang
selanjutnya diikuti dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.

(4) Selain pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai gambaran umum penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah, tata cara pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium,
dan pemeriksaan penunjang lainnya tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

BAB III

UPAYA PENANGGULANGAN KLB/WABAH

Bagian Kesatu Penetapan Daerah KLB

Pasal 6
28

Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut:

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4


yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.

e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya.

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

Pasal 7

(1) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi, atau
Menteri dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB, apabila suatu daerah
memenuhi salah satu kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
29

(2) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan provinsi
menetapkan suatu daerah dalam keadaan KLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
di wilayah kerjanya masing-masing dengan menerbitkan laporan KLB sesuai contoh
formulir W1 terlampir.

Pasal 8

(1) Dalam hal kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tidak menetapkan suatu daerah
di wilayahnya dalam keadaan KLB, kepala dinas kesehatan provinsi dapat
menetapkan daerah tersebut dalam keadaan KLB.

(2) Dalam hal kepala dinas kesehatan provinsi atau kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota tidak menetapkan suatu daerah di wilayahnya dalam keadaan KLB,
Menteri menetapkan daerah tersebut dalam keadaan KLB.

Pasal 9

Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi, atau


Menteri harus mencabut penetapan daerah dalam keadaan KLB berdasarkan
pertimbangan keadaan daerah tersebut tidak sesuai dengan keadaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6.

Bagian Kedua Penetapan

Daerah Wabah

Pasal 10

(1) Penetapan suatu daerah dalam keadaan wabah dilakukan apabila situasi KLB
berkembang atau meningkat dan berpotensi menimbulkan malapetaka, dengan
pertimbangan sebagai berikut:

a. Secara epidemiologis data penyakit menunjukkan peningkatan angka kesakitan


dan/atau angka kematian.
30

b. Terganggunya keadaan masyarakat berdasarkan aspek sosial budaya, ekonomi, dan


pertimbangan keamanan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertimbangan penetapan suatu daerah dalam
keadaan wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini.

Pasal 11

Menteri menetapkan daerah dalam keadaan wabah berdasarkan pertimbangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

Pasal 12

Menteri harus mencabut penetapan daerah wabah berdasarkan pertimbangan keadaan


daerah tersebut tidak sesuai dengan keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Bagian Ketiga Penanggulangan KLB/Wabah

Pasal 13

(1) Penanggulangan KLB/Wabah dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah,


pemerintah daerah dan masyarakat.

(2) Penanggulangan KLB/Wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi: a. penyelidikan epidemiologis; b. penatalaksanaan penderita yang


mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita,
termasuk tindakan karantina; c. pencegahan dan pengebalan; d. pemusnahan
penyebab penyakit; e. penanganan jenazah akibat wabah; f. penyuluhan kepada
masyarakat; dan g. upaya penanggulangan lainnya.

(3) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g
antara lain berupa meliburkan sekolah untuk sementara waktu, menutup fasilitas
umum untuk sementara waktu, melakukan pengamatan secara intensif/surveilans
31

selama terjadi KLB serta melakukan evaluasi terhadap upaya penanggulangan secara
keseluruhan.

(4) Upaya penanggulangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
sesuai dengan jenis penyakit yang menyebabkan KLB/Wabah.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penanggulangan KLB/Wabah


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 14

(1) Dinas kesehatan kabupaten/kota harus melakukan upaya penanggulangan secara


dini apabila di daerahnya memenuhi salah satu kriteria KLB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, baik sebelum maupun setelah daerah ditetapkan dalam keadaan KLB.

(2) Upaya penanggulangan secara dini dilakukan kurang dari 24 (dua puluh empat)
jam terhitung sejak daerahnya memenuhi salah satu kriteria KLB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 15

(1) Penetapan suatu daerah dalam keadaan KLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7, atau suatu daerah dalam keadaan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
diperlukan untuk mempermudah koordinasi dan optimalisasi sumber daya di bidang
kesehatan dalam upaya penanggulangan KLB/Wabah.

(2) Sumber daya di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, dan alat kesehatan
serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi.
32

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 82 TAHUN 2014

TENTANG

PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR6

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang


menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu
dilakukan penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dan efisien;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk


melaksanakan ketentuan Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penanggulangan Penyakit Menular; Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2373);

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2374);
33

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaga Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah


Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB);

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 741);
34

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis


Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 503);

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan


Surveilans Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1113);
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN
TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat menular ke manusia yang


disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit.

2. Penanggulangan Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang mengutamakan


aspek promotif dan preventif yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan
angka kesakitan, kecacatan, dan kematian, membatasi penularan, serta penyebaran
penyakit agar tidak meluas antardaerah maupun antarnegara serta berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa/wabah.

3. Pejabat Kesehatan Masyarakat adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan


kesehatan yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penanggulangan penyakit
menular.

4. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus kepada terjadinya wabah.
35

5. Wabah Penyakit Menular yang selanjutnya disebut Wabah adalah kejadian


berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

6. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik


Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara Republik Indonesia
sebagaimana di maksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

7. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan.

Pasal 2

(1) Pengaturan Penanggulangan Penyakit Menular dalam Peraturan Menteri ini


ditujukan untuk: a. melindungi masyarakat dari penularan penyakit; b.menurunkan
angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat Penyakit Menular; dan c.
mengurangi dampak sosial, budaya, dan ekonomi akibat Penyakit Menular pada
individu, keluarga, dan masyarakat. (2) Tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicapai melalui penyelenggaraan penanggulangan Penyakit Menular yang efektif,
efisien, dan berkesinambungan.

Pasal 3

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi penetapan kelompok
dan jenis Penyakit Menular, penyelenggaraan, sumber daya kesehatan, koordinasi,
jejaring kerja dan kemitraan, peran serta masyarakat, penelitian dan pengembangan,
pemantauan dan evaluasi, pencatatan dan pelaporan, serta pembinaan dan
pengawasan.
36

Bagian Ketiga KLB atau Wabah

Pasal 22

Berdasarkan pada pertimbangan epidemiologis, sosial budaya, keamanan, ekonomi,


ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dampak malapetaka yang ditimbulkan di
masyarakat, Menteri menetapkan beberapa dari jenis Penyakit Menular sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sebagai Penyakit Menular yang dapat menimbulkan Wabah.

Pasal 23

Dalam hal kejadian Penyakit Menular mengalami peningkatan yang mengarah pada
KLB atau Wabah, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat wajib melakukan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan serta Penanggulangan Penyakit Menular sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 24

(1) Dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular pada KLB


atau Wabah, dibentuk Tim Gerak Cepat di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota.

(2) Tim Gerak Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan fungsi:
a. melakukan deteksi dini KLB atau Wabah; b. melakukan respon KLB atau Wabah;
dan c. melaporkan dan membuat rekomendasi penanggulangan.
37

DAFTAR PUSTAKA
1. Timmreck T. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi ke-2. Jakarta : EGC; 2005
2. Widoyo. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2011.
3. Kusnoputranto. Kesehatan Lingkungan. Edisi Ke-2. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2009.
4. Blum H. Planning for Health, Development and Aplication of Social Changes
Theory. 2nd Edition. New York: Human Sciences Press; 2008.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1501/MENKES/PER/X/2010. Tentang Jenis Penyakit Menular. Kementrian
Kesehatan RI; 2010.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 82 Tahun 2014. Tentang
Penanggulangan Penyakit Menular

Anda mungkin juga menyukai