Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MATA KULIAH EMBRIOLOGI MANUSIA

“Malformasi Kongenital”

Dosen Pembimbing : Dr. dr. Yusrawati, SpOG(K)

OLEH

Asri Noviyanti

1420332009

PROGRAM PASCA SARJANA KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

TAHUN 2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat dan

rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Malformasi Kongenital”.

Penulisan makalah ini, dilakukan dalam rangka menambah wawasan mahasiswa dalam mata

kuliah Embriologi Manusia.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan –

kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah

kami. Semoga makalah ini nantinya bermanfaat bagi pengembangan ilmu. Akhir kata kami

ucapkan terima kasih

Padang, September 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................1
A. Jenis Abnormalitas..........................................................................................................1
B. Faktor Lingkungan..........................................................................................................2
1. Prinsip Teratologi........................................................................................................6
2. Agen Infeksi................................................................................................................7
3. Infeksi Virus Lain dan Hipertermia.............................................................................7
4. Radiasi.........................................................................................................................8
5. Bahan Kimia................................................................................................................8
6. Hormon......................................................................................................................12
b. Endocrine Disrupters.................................................................................................12
7. Penyakit Ibu...............................................................................................................14
8. Definisi gizi...............................................................................................................15
C. Teratogenesis yang Diperantarai oleh Pria...................................................................17
D. Faktor Kromosom dan Genetik.....................................................................................17
1. Kelainan Jumlah........................................................................................................17
2. Kelainan Struktural....................................................................................................19
E. Diagnonis Pranatal........................................................................................................19
1. Ultrasonografi............................................................................................................19
2. Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu............................................................................21
3. Amniosentesis............................................................................................................22
4. Pengambilan Sampel Vilus Korion...........................................................................23
F. Terapi Janin...................................................................................................................24
1. Transfusi Janin...........................................................................................................24
2. Terapi Medis Janin....................................................................................................24
3. Pembedahan janin......................................................................................................24
4. Transplantasi Sel Tunas dan Terapi Gen...................................................................25
ii
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cacat lahir, malformasi kongenital, dan anomali kongenital adalah istilah-istilah

sinonim yang digunakan untuk menjelaskan gangguan struktural, perilaku, fungsional, dan

metabolik yang ada sejak lahir.

Cacat struktural kongenital yang besar terjadi pada 2-3 bayi yang lahir hidup dan 2-

3% lainnya dikenali pada anak-anak pada umur 5 tahun sehingga totalnya 4-6%. Cacat lahir

merupakan penyebab besar kematian bayi yaitu kira-kira 21% dari semua kematian bayi.

Keadaan ini merupakan penyebab kelima yang menyebabkan hilangnya tahun-tahun

kehidupan potensial sebelum umur 65 tahun.

Pada 40-60% dari semua cacat lahir, penyebab tidak diketahui. Faktor genetik seperti

kelainan kromosom dan gen mutan, menerangkan sekitar 15% , faktor lingkungan

menghasilkan kira-kira 10%, gabungan pengaruh genetik dan lingkungan menghasilkan 20-

25% dan kehamilan kembar menyebabkan 0,5-1%.

Anomali minor terjadi pada sekitar 15% bayi baru lahir. Kelainan struktural ini,

misalnya mikrotia (telinga kecil), bercak berpigmen, dan fisura palpebra yang pendek, tidak

dengan sendirinya merugikan kesehatan, tetapi pada sebagian kasus, berkaitan dengan cacat

mayor. Anomali minor berfungsi sebagai petunjuk untuk mendiagnosis cacat lain yang lebih

serius. Secara khusus, anomali telinga adalah indicator cacat lain yang mudah dikenali dan

ditemukan pada hampir semua anak dengan malformasi sindromik.

B. Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan penulisan makalah ini adalah :

- Untuk memahami tentang maformasi kongenital pada bayi

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jenis Abnormalitas

1. Malformasi

Terjadi selama pembentukan struktur, sebagai contoh, selama organogenesis.

Kelainan ini dapat menyebabkan ketiadaan suatu struktur secara total atau parsial

atau perubahan konfigurasi normal suatu struktur. Malformasi disebabkan oleh

faktor lingkungan dan atau genetik yang bekerja secara independen atau bersamaan.

Kebanyakan malformasi berawal pada minggu ketiga sampai kedelapan kehamilan.

2. Disrupsi

Menyebabkan perubahan morfologis pada struktur yang sudah terbentuk dan

disebabkan oleh proses destruktif. Gangguan vaskular yang menyebabkan atresia

usus dan cacat yang ditimbulkan oleh pita amnion adalah contoh dari faktor-faktor

perusak yang menyebabkan disrupsi.

3. Deformasi

Terjadi karena gaya mekanis yang ‘mencetak’ suatu bagian janin dalam jangka

lama. Clubfeet, sebagai contoh, disebabkan oleh penekanan di rongga amnion.

Deformasi sering mengenai sistem muskuloskeletal dan mungkin pulih setelah

lahir.

4. Sindrom

Kumpulan anomali yang terjadi bersamaan dan memiliki satu penyebab spesifik.

Kata ini menunjukkan diagnosis telah ditegakkan dan resiko kekambuhan (pada

kehamilan selanjutnya) diketahui. Sebaliknya, asosiasi (keterkaitan) adalah

kemunculan non-acak dua atau lebih anomali yang timbul lebih sering

dibandingkan jika terjadi hanya secara kebetulan, tetapi yang penyebabnya belum

1
diketahui. Salah satu contoh adalah asosiasi VACTERL, (anomali vertebrata

[vertebral], anus [anal], jantung [cardiac], trakeoesofagus [tracheoesophageal],

ginjal [renal], dan ekstremitas [limb]). Meskipun anomali-anomali itu bukanlah

suatu diagnosis, asosiasi merupakan hal penting karena ditemukannya salah satu

atau lebih komponen yang lain.

Grafik yang memperlihatkan waktu dalam kehamilan vs risiko cacat lahir yang timbul

B. Faktor Lingkungan

Sampai awal tahun 1940an, diperkirakan bahwa cacat congenital terutama disebabkan

oleh faktor herediter. Dengan ditemukannya oleh N. Gregg bahwa campak Jerman yang

mengenai ibu selama awal kehamilan menyebabkan kelainan di mudigah, menjadi jelas

bahwa malformasi kongenital pada manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.

Pada tahun 1961, pengamatan oleh W. Lenz yang mengaitkan cacat anggota badan dengan

obat sedatif talidomid menegaskan bahwa obat juga dapat melewati plasenta dan

menimbulkan cacat lahir. Sejak saat itu, banyak obat yang diketahui bersifat teratogen (faktor

yang menyebabkan cacat lahir)

2
TABEL 8.1 Teratogen yang Berkaitan dengan Malformasi pada Manusia

3
Teratogen Malformasi Kongenital
Agen Infeksi
Virus rubella Katarak, glaukoma, cacat jantung, tuli,

kelainan gigi
Sitomegalovirus Mikrosefalus, kebutaan, retardasi

mental, kematian janin


Virus herpes simpleks Mikroftalmia, mikrosefalus, displasia

retina
Virus varisela Hipoplasia ekstremitas, retardasi

mental, atrofi otot


HIV Mikrosefalus, retardasi pertumbuhan
Toksoplasma Hidrosefalus, kalsifasi serebrum

mikroftalmia
Sifilis Retardasi mental, ketulian
Agen Fisik
Sinar X Mikrosefalus, spina bifida, langit-langit

sumbing, cacat ekstremitas


Hipertermia Anensefalus, spina bifida, retardasi

mental, cacat wajah, kelainan jantung,

omfalokel, cacat ekstremitas


Bahan Kimia
Talidomid Cacat ekstremitas, malformasi jantung
Aminopterin Anensefalus, hidrosefalus, bibir dan

langi-langit sumbing
Difenilhidantion(fenitoin) Sindrom hidantoin janin: cacat wajah,

retardasi mental
Asam valproat Cacat tabung saraf, anomali

jantung/kraniofasial/ekstremitas
Trimetadion Langit-langit sumbing, cacat jantung,

kelainan urogenital dan tulang


Litium Malformasi jantung
Amfetamin Bibir dan langit-langit sumbing, cacat

jantung
Warfarin Kondrodisplasia, mikrosefalus
Inhibitor ACE* Retardasi pertumbuhan, kematian janin
4
Kokain Retardasi pertumbuhan, mikrosefalus,

kelainan perilaku, gastroskisis


Alkohol Sindrom alkohol janin, fisura palpebra

pendek, hipoplasia maksila, cacat

jantung, retardasi mental


Isotretinoin (vitaminA) Embriopati vitamin A: telinga kecil

dan berbentuk abnormal, hipoplasia

mandibula,langit-langit sumbing, cacat

jantung
Pelarut industry Berat badan lahir rendah, cacat

kraniofasial dan tabung saraf


Merkuri organik Gejala neurologis serupa dengan yang

disebabkan oleh cerebral palsy


Timbal Retardasi pertumbuhan, gangguan

neurologis
Hormon
Bahan androgenik Maskulinasi genitalia wanita: labia

(etisteron, noretisteron) menyatu, hipertrofi klitoris


Dietilstikbestrol (DES) Malformasi uterus, tuba uterina, dan

vagina bagian atas: kanker vagina;

malformasi testis
Diabetes ibu Berbagai malformasi; tersering cacat

jantung dan tabung saraf


Obesitas ibu Cacat jantung, omfalokel
*ACE, angiotensin-coverting enzyme (enzim pengubah angiotensin)

5
Fokomelia, hilangnya tulang-tulang panjang ekstremitas

1. Prinsip Teratologi

Faktor-faktor yang menentukan kapasitas suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah

didefinisikan dan diajukan sebagai prinsip teratologi. Prinsip-prinsip tersebut mencakup :

a. Kerentanan terhadap teratogenesis yang bergantung pada genotipe konseptus dan

cara bagaimana komposisi genetic ini berinteraksi dengan lingkungan. Genom ibu

juga penting dalam kaitannya dengan metabolism obat, resistensi terhadap infeksi,

dan proses biokimiawi dan molekular lainnya yang mempengaruhi konseptus.

b. Kerentaan terhadap teratogen bervariasi sesuai stadium perkembangan saat pajanan.

Periode paling peka untuk timbulnya cacat lahir adalah minggu ketiga hingga

kedelapan kehamilan, yaitu periode embriogenesis. Setiap sistem organ mungkin

memiliki satu atau lebih tahap kerentanan. Sebagai contoh, langit-langit sumbing

dapat terinduksi pada tahap blastokista (hari ke-6), selama grastulasi (hari ke-14),

pada tahap awal pembentukan tunas ekstremitas (minggu kelima), atau saat bilah

langit-langit itu sendiri sedang terbentuk (minggu ketujuh). Selain itu, sementara

kebanyakan kelainan ditimbulkan selama embriogenesis, cacat juga dapat

6
ditimbulkan sebelum atau setelah periode ini; tidak ada tahap perkembangan yang

benar-benar aman.

c. Manifestasi gangguan perkembangan bergantung pada dosis dan lama pajaan ke

teratogen.

d. Teratogen bekerja melalui jalur (mekanisme) spesifik pada sel dan jaringan yang

sedang berkembang untuk memicu kelainan embryogenesis (patogenesis).

Mekanisme ini mungkin melibatkan inhibitor proses biokimiawi atau molekular

tertentu; pathogenesis mungkin melibatkan kematian sel, penurunan poliferasi sel,

atau fenomena sel lainnya.

e. Manifetasi kelainan perkembangan adalah kematian, malformasi, retardasi

pertumbuhan, dan gangguan fungsional.

2. Agen Infeksi

Agen infeksi yang menyebabkan cacat lahir (tabel 8.1) mencakup sejumlah virus.

Rubela dahulu merupakan masalah besar, tetapi kemampuan kita untuk mendeteksi titer

antibodi dalam serum dan pembuatan vaksin telah secara bermakna menurunkan insidens

cacat lahir akibat virus ini. Saat ini sekitar 85% wanita sudah mempunyai kekebalan.

Sitomegalovirus adalah ancaman serius. Ibu sering tidak memperlihatkan gejala,

tetapi efek pada janin dapat parah. Infeksi sering mematikan, dan jika tidak, dapat terjadi

maningoensefalitis virus yang menyebabkan retardasi mental.

Virus herpes simpleks, virus varisela, dan virus imunodefisiensi manusia (human

immunodeficiency virus, HIV) dapat menyebabkan cacat lahir. Kelainan disebabkan

herpes jarang dijumpai, dan infeksi biasanya ditularkan ke anak sebagai penyakit kelamin

sewaktu proses kelahiran. Demikian juga, HIV penyebab sindrom imunodefisiensi

didapat (acquired immunodeficiency syndrome, atau AIDS) tampaknya memiliki potensi

7
teratogenetik yang rendah. Infeksi oleh varisela menyebabkan insidens cacat lahir sebesar

20%.

3. Infeksi Virus Lain dan Hipertermia

Malformasi yang timbul setelah infeksi ibu oleh virus campak, gondongan, hepatitis,

poliomielitis, echovirus, virus Coxsackie, dan influenza pernah dilaporkan. Studi-studi

prospektif menunjukkan bahwa angka malformasi setelah pajanan ke virus-virus ini

rendah atau bahkan tidak ada.

Faktor penyulit yang ditimbulkan oleh virus-virus ini dan agen infeksi lain adalah

bahwa kebanyakan bersifat pirogenik, dan peningkatan suhu tubuh (hipertermia) bersifat

teratogenik. Cacat yang ditimbulkan oleh meningkatnya suhu tubuh antara lain adalah

anensefalus, spina bifida, retardasi mental, mikroftalmia, bibir dan langit-langit sumbing,

defisiensi ekstremitas, omfalokel dan kelainan jantung. Selain penyakit demam, mandi

berendam di air panas dan sauna dapat menghasilkan peningkatan suhu yang dapat

menyebabkan cacat lahir.

Toksoplasmosis dan sifilis menyebabkan cacat lahir. Daging yang dimasak kurang

matang; hewan peliharaan, terutama kucing; dan feses di tanah yang tercemar dapat

mengandung parasit protozoa Toxoplasmosis gondii. Gambaran khas infeksi toksoplasma

pada janin adalah kalsifikasi otak.

4. Radiasi

Radiasi pengion mematikan sel-sel yang berploriferasi pesat sehingga radiasi ini

adalah teratogen kuat, menimbulkan hampir semua jenis cacat lahir bergantung pada

dosis dan stadium perkembangan konseptus saat pajanan terjadi. Radiasi dari ledakan

nuklir juga teratogenik. Di antara para wanita hamil yang selamat dari ledakan bom atom

di Hiroshima dan Nagasaki, 28% mengalami abortus, 25% melahirkan anak yang

meninggal dalam tahun pertama kehidupannya, dan 25% melahirkan anak dengan cacat

8
lahir parah yang mengenai sistem saraf pusat. Radiasi juga adalah agen mutagenic dan

dapat menyebabkan perubahan genetik pada sel germinativum dan malformasi

selanjutnya.

5. Bahan Kimia

Peran bahan kimia dan obat farmasi dalam pembentukan kelainan pada manusia sulit

di nilai karena dua alasan :

a. Sebagian besar penelitian bersifat retrospektif, mengandalkan ingatan ibu tentang

riwayat pajanan

b. Wanita hamil mengkonsumsi banyak obat farmasi.

Suatu studi oleh National Institutes of Health menemukan bahwa wanita hamil

menggunakan 900 obat yang berbeda, dengan rata-rata 4 obat per wanita. Hanya 20%

wanita hamil yang tidak menggunakan obat selama kehamilan mereka. Bahkan dengan

penggunaan bahan kimia yang luas ini, relative sedikit dari banyak obat yang digunakan

selama kehamilan yang terbukti positif bersifat teratogenik. Salah satu contoh adalah

talidomid, suatu obat antimual dan obat tidur. Pada tahun 1961, disadari di Jerman Barat

bahwa frekuensi amelia dan meromedia (ketiadaan sebagian atau seluruh ekstremitas),

suatu kelainan herediter yang jarang, mendadak meningkat. Pengamatan ini mendorong

dilakukannya pemeriksaan terhadap riwayat prenatal anak yang terkena dan

menyebabkan terungkapnya fakta bahwa banyak dari ibu tersebut yang menggunakan

talidomid pada awal kehamilan mereka. Hubungan sebab-akibat antara talidomid dan

meromeria terungkap hanya karena obat ini menimbulkan kelainan yang sedemikian

tidak lazim. Jika cacatnya adalah jenis yang lazim dijumpai, misal bibir sumbing atau

malformasi jantung, keterkaitan dengan obat mungkin mudah terlewatkan.

Obat lain dengan potensi teratogenik adalah anti kejang difenilhidantion (fenition),

asam valproat, dan trimetadion, yang digunakan oleh wanita pengidap epilepsi. Secara

9
spesifik, trimetadion dan difenilhidantion menimbulkan spektrum kelainan yang luas

yang membentuk pola dismorfogenesis tersendiri yang dikenal sebagai sindrom

trimetadion atau sindrom hidantoin janin. Sumbing di wajah sering di jumpai pada

sindrom ini. Asam valproat juga menyebabkan kelainan kraniofasial tetapi memiliki

kecendrungan khusus untuk menimbulkan cacat tabung saraf.

Obat antipsikotik dan anticemas (masing-masing adalah tranquilizer mayor dan

minor) dicurigai menimbulkan malformasi kongential. Antipsikotik fenotiazin dan

lutium dilaporkan bersifat teratogenik. Meskipun bukti untuk teratogenitas fenitiazin

saling bertentangan, kekhawatiran akan lutium lebih terdokumentasi dengan baik.

Bagaimanapun, diduga kuat bahwa pemakaian obat-obat ini selama kehamilan membawa

risiko tinggi.

Pengamatan serupa dijumpai pada obat-obat anticemas meprobamat, klordiazepoksid,

dan diazepam (valium). Suatu penelitian prospektif memperlihatkan bahwa anomali berat

terjadi pada 12% janin yang terpajan ke meprobamat dan pada 11% dari mereka yang

terpajan ke klordiazepoksid, dibandingkan dengan 2,6% kontrol. Demikian juga,

penelitian-penelitian retrospektif membuktikan bahwa terjadi peningkatan hampir empat

kali lipat kejadian bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing pada anak dari

ibu yang menggunakan diazepam selama kehamilan

Antikoagulan warfarin bersifat teratogenik, sedangkan heparin tampaknya tidak. Obat

anti hipertensi yang menghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE)

menyebabkan retardasi pertumbuhan, disfungsi ginjal, kematian janin, dan

oligohidramnion.

Kekhawatiran juga dilontarkan mengenai sejumlah senyawa lain yang mungkin

merusak mudigah atau janin. Yang paling menonjol diantara senyawa-senyawa ini

adalah propiltiourasil dan kalium iodida (gondok dan retardasi mental), streptomisin

10
(tuli), sulfonamid (kernikterus), anti depresan imipramin (cacat anggota badan),

tetrasiklin (anomali tulang dan gigi), amfetamin (bibir sumbing dan kelainan

kardiovaskular), dan kina (tuli). Yang terakhir, semakin banyak bukti yang menunjukkan

bahwa aspirin (salisilat), obat yang paling sering dikonsumsi selama kehamilan dapat

membahayakan janin jika digunakan dalam dosis tinggi.

Salah satu masalah yang semakin besar di masyarakat saat ini adalah efek obat-obat

‘pergaulan’, misalnya LSD (lysergic acid diethylamide), PCP (fensiklidin, atau “angel

dust”), mariyuana, alkohol, dan kokain. Pada kasus LSD, pernah dilaporkan anomali

anggota badan dan malformasi sistem saraf pusat. Namun, suatu ulasan komprehensif

terhadap lebih dari 100 publikasi mengarah kepada kesimpulan bahwa LSD murni yang

digunakan dalam dosis sedang tidak bersifat teratogenik dan tidak menyebabkan

kerusakan genetic. Kurangnya bukti yang menyimpulkan teratogenitas serupa juga

dilaporkan untuk mariyuana dan PCP. Kokain dilaporkan menyebabkan sejumlah cacat

lahir, mungkin melalui kerjanya sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan hipoksia.

Gambaran khas anak dengan sindrom alkohol janin

Terdapat bukti kuat tentang keterkaitan konsumsi alkohol oleh ibu hamil dan kelainan

kongenital. Karena alkohol dapat menyebabkan spektrum penyakit yang luas, berkisar

dari retardasi mental hingga kelainan struktural, digunakan istilah spektrum penyakit

alkohol janin (fetal alcohol spectrum disorder, FASD) untuk setiap cacat akibat alkohol.
11
Sindrom alkohol janin (fetal alcohol syndrome, FAS) mencerminkan akibat yang parah

dari spektrum ini mencakup cacat struktural, defisiensi pertumbuhan, dan retardasi

mental. Gangguan perkembangan saraf terkait alkohol (alcohol-related

neurodevelopmental disorder, ARND) adalah yang lebih ringan. Insidens FAS dan

ARND bersama-sama adalah 1 dari 100 kelahiran hidup. Selain itu, alkohol merupakan

penyebab utama retardasi mental.

Merokok belum pernah dilaporkan berkaitan dengan cacat lahir mayor, tetapi

merokok berperan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterus dan pelahiran

prematur. Juga terdapat bukti bahwa merokok menyebabkan gangguan perilaku.

Isotretinoin (asam 13-sis-retinoat), suatu analog vitamin A, dibuktikan menyebabkan

malformasi dengan pola khas yang dikenal sebagai embriopati isotretinion atau

embriopati vitamin A. obat ini diresepkan untuk terapi akne kistik dan dermatomis kronis

lain, tetapi sangat teratogenik dan dapat menimbulkan hampir semua jenis cacat. Bahkan

retinoid topikal, misalnya etretinat, berpotensi menimbulkan kelainan. Dengan gencarnya

anjuran pemakaian multivitamin yang mengandung asam folat saat ini, timbul

kekhawatiran bahwa pemakaian berlebihan suplemen vitamin dapat membahayakan,

karena sebagian besar suplemen tersebut mengandung sekitar 8.000 IU vitamin A. Masih

diperdebatkan sebenarnya berapa jumlah vitamin A yang dianggap membahayakan,

tetapi kebanyakan ilmuwan sepakat bahwa 25.000 IU adalah kadar ambang untuk

teratogenisitas.

6. Hormon

a. Obat Androgenik.

Dahulu, progestin sintetis sering digunakan selama kehamilan untuk mencegah

abortus. Progestin etisteron dan noretisteron memiliki aktivitas androgenik yang

12
cukup besar, dan telah banyak dilaporkan kasus maskulinasi genitalia pada mudigah

perempuan. Kelainan berupa pembesaran klitoris disertai penyatuan lipatan

labioskrotum dengan derajat bervariasi.

b. Endocrine Disrupters.

Endocrine disrupters adalah bahan eksogen yang mengganggu kerja regulatorik

normal hormon-hormon yang mengontrol proses perkembangan. Bahan-bahan ini

paling sering mengintervensi kerja estrogen melalui reseptornya dan menyebabkan

kelainan perkembangan sistem saraf pusat dan saluran reproduksi. Selama beberapa

waktu, telah diketahui bahwa estrogen sintesis dietilstilbesterol yang dahulu

digunakan untuk mencegah abortus, meningkatkan insidens karsinoma vagina dan

serviks pada wanita yang terpajan di obat ini sewaktu di dalam kandungan. Selain itu,

banyak dari wanita ini mengalami disfungsi reproduksi yang sebagian disebabkan

oleh malformasi kongenital uterus, tuba uterina, dan vagina bagian atas. Mudigah

laki-laki yang terpajan in utero juga dapat terpengaruhi, seperti dibuktikan oleh

meningkatnya malformasi testis dan kelainan pada hasil analisis sperma. Namun,

berbeda dengan wanita, pria tidak memperlihatkan peningkatan resiko mengidap

karnisoma saluran genitalia.

Saat ini, estrogen dalam lingkunganlah yang menimbulkan kekhawatiran, dan

banyak studi dilakukan untuk menentukan efek bahan ini pada janin. Berkurangnya

hitung sperma dan meningkatnya insidens kanker testis, hipospadia, dan kelainan lain

saluran reproduksi pada manusia, bersama dengan kelainan sistem saraf pusat

(maskulinisasi otak wanita dan feminisasi otak pria) pada spesies lain akibat pajanan

lingkungan yang tinggi, menimbulkan kesadaran akan kemungkinan efek merugikan

dari bahan-bahan ini. Banyak estrogen yang berasal dari bahan kimia yang digunakan

untuk tujuan industri dan dari pestisida.

13
c. Kontrasepsi Oral.

Pil keluarga berencana, yang mengandung estrogen dan progesterone, tampaknya

memiliki potensi teratogenik yang rendah. Namun, karena hormon lain seperti

dietilstilbestrol menimbulkan kelainan, pemakaian kontrasepsi oral harus dihentikan

jika dicurigai terjadi kehamilan.

d. Kortison.

Penelitian eksperimental telah berulang kali membuktikan bahwa kortison yang di

suntikkan kedalam mencit dan kelinci pada tahap-tahap tertentu kehamilan

menyebabkan peningkatan insidens langit-langit- sumbing pada bayi hewan ini.

Namun, pada manusia sulit dibuktikan bahwa kortison adalah faktor lingkungan yang

menyebabkan langit-langit sumbing.

7. Penyakit Ibu

a. Diabetes.

Gangguan metabolisme karbohidrat selama kehamilan pada pengidap diaetes

menyebabkan peningkatan insidens lahir-mati, kematian neonates, bayi yang terlalu

besar, dan malformasi kongenital. Risiko anomali kongetinal pada anak dari ibu

pengidap diabetes adalah tiga sampai empat kali lebih banyak dibandingkan anak dari

ibu nondiabetik dan pernah dilaporkan higga setinggi 80% pada anak dari ibu yang

telah lama mengidap diabetes. Malformasi pernah ditemukan antara lain adalah

disgenesis kaudal (sirenomelia).

Faktor-faktor yang berperan menimbulkan kelainan ini belum diketahui pasti,

namun bukti-bukti menunjukkan bahwa perubahan kadar glukosa berperan dan bahwa

insulin tidak bersifat teratogenik. Dalam hal ini terdapat korelasi signifikan antara

keparahan dan lama penyakit ibu dan insidens malformasi. Pengendalian ketat

14
metabolisme ibu dengan terapi insulin yang agresif sebelum konsepsi dapat

mengurangi kejadian malformasi. Namun, terapi ini meningkatkan frekuensi dan

keparahan episode hipoglikemia. Banyak penelitian pada hewan menunjukkan bahwa

sewaktu gastrulasi dan neurulasi, mudigah mamalia bergantung pada glukosa sebagai

sumber energi, sehingga bahkan episode singkat penurunan gula darah dapat besifat

teratogenik. Karena itu, dalam menangani wanita diabetes yang hamil kita perlu

berhati-hati. Pada kasus diabetes non-dependen insulin, obat hipoglikemik oral dapat

digunakan. Obat-obat ini antara lain adalah sulfonilurea dan biguanid. Kedua kelas

obat tersebut pernah dilaporkan sebagai teratogen.

b. Fenilketonuria.

Ibu dengan fenilketonuria (PKU), yaitu defisiensi enzim fenilalanin serum,

berisiko memiliki bayi dengan retardasi mental, mikrosefalus, dan cacat jantung.

Wanita dengan PKU yang mengonsumsi diet rendah fenilalanin sebelum konsepsi

dapat menurunkan risiko bagi bayi mereka setara dengan yang diamati pada populasi

umum.

8. Definisi gizi

Meskipun banyak defisiensi nutrisi, terutama defisienti vitamin, telah terbukti bersifat

teratogenik pada hewan percobaan, bukti pada manusia jarang dikemukakan, karena itu,

kecuali kretinisme endemikyang berkaitan dengan defisiensi iodium, belum ada analogi

terhadap eksperimen pada hewan yang pernah ditemukan. Namun, bukti-bukti

menyiratkan bahwa kekurangan gizi pada ibu sebelum dan selama kehamilan berperan

menyebabkan berat badan lahir rendah dan cacat lahir.

a. Obesitas

Obesitas telah mencapai tingkat epidemik di Amerika Serikat dan angkanya

meningkat hampir dua kali lipat dalam 15 tahun terakhir.

15
Obesitas prakehamilan yang didefinisikan sebagai indeks masa tubuh (IMT)

>30kg/m2, berkaitan dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat risiko melahirkan

anak dengan cacat tabung saraf. Hubungan sebab-akibatnya belum dipastikan tetapi

mungkin berkaitan dengan gangguan metabolisme ibu yang mengenai glukosa,

insulin, atau faktor lain. Studi-studi juga memperlihatkan bahwa obesitas

prakehamilan meningkatkan risiko memiliki bayi dengan cacat jantung, omfalokel,

dan anomaly multipel.

b. Hipoksia

Pada berbagai hewan percobaan, hipoksia menginduksi malformasi kongenital.

Masih perlu dibuktikan apakah hal ini juga berlaku pada manusia. Meskipun anak

yang lahir di daratan yang relatif tinggi biasanya berat badannya lebih ringan dan

kecil dibandingkan dengan mereka yang lahir di dekat atau setinggi permukaan laut,

belum ditemukan adanya peningkatan insidens malformasi kongenital. Selain itu,

wanita dengan penyakit kardiovaskular tipe sianotik sering melahirkan bayi kecil,

tetapi biasanya tanpa malformasi kongenital yang nyata.

c. Logam Berat

Beberapa tahun yang lalu, para peneliti di Jepang mencatat bahwa sejumlah ibu

yang makanannya terutama terdiri dari ikan melahirkan anak dengan gejala neurologis

multipel mirip cerebral palsy. Pemeriksaan lebih lanjut memperlihatkan bahwa ikan

yang mereka konsumsi mengandung merkuri organic dengan kadar sangat tinggi.

Merkuri ini dialirkan ke Teluk Minamata dan perairan tepi pantai lainnya di Jepang

oleh industri-industri besar. Banyak dari ibu itu sendiri tidak memperlihatkan gejala

yang menunjukkan bahwa janin lebih peka terhadap merkuri dibandingkan dengan ibu

mereka. Di Amerika Serikat, hal serupa diamati ketika jagung di semprot oleh

fungisida yang mengandung merkuri diberikan kepada babi dan dagingnya kemudian

16
dimakan oleh wanita hamil. Demikian juga, di Irak, beberapa ribu bayi terkena setelah

ibu mereka mengonsumsi padi-padian yang diberi fungisida yang mengandung

merkuri.

Timbal dilaporkan berkaitan dengan peningkatan angka abortus, retardasi

pertumbuhan, dan gangguan neurologis.

C. Teratogenesis yang Diperantarai oleh Pria

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pajanan ke bahan kimia dan bahan lain, misal

etilnitrosourea dan radiasi, dapat menyebabkan mutasi pada sel germinativum pria. Penelitian

epidemiologis mengaitkan pajanan ke merkuri, timbal, pelarut, alkohol, merokok, dan

senyawa lain dari lingkungan dan pekerjaan ayah dengan abortus spontan, berat badan lahir

rendah, dan cacat lahir. Usia ayah yang lanjut adalah faktor yang meningkatkan risiko cacat

ekstremitas dan cacat tabung saraf, sindrom Down, serta mutasi-mutasi dominan otosom

baru. Yang menarik, pria yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko relatif lebih

tinggi menjadi ayah dari anak cacat lahir. Bahkan penularan toksisitas yang diperantarai oleh

ayah dapat terjadi melalui cairan semen dan dari pencemaran barang-barang rumah tangga

oleh bahan kimia yang terbawa di baju kerja ayah. Penelitian juga memperlihatkan bahwa

pria dengan cacat lahir itu sendiri memiliki risiko lebih dari dua kali lipat memiliki anak yang

juga terkena.

D. Faktor Kromosom dan Genetik

Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan dan

merupakan penyebab penting malformasi kongenital dan abortus spontan.

1. Kelainan Jumlah
Sel somatik manusia mengandung 46 kromosom, gamet normal mengandung 23.

Sel somatik normal adalah diploid atau 2n, gamet normal adalah hapliod, n. Euploid

17
menunjukkan kelipatan n yang pasti yaitu diploid atau triploid.Aneuploid merujuk

pada jumlah kromosom yang tidak euploid dan biasanya dipakai kalau ada satu

kromosom ekstra (trisomi) atau kalau satu hilang (monosom). Aneuploid disebabkan

oleh nondisunction pada waktu meiosis atau mitosis.

a. Trisomi 21 (Sindrom Down)

Sindrom Down disebabkan oleh adanya satu kopi ekstra kromosom 21. Ciri anak

penderita Sindrom Down antara lain keterbelakangan pertumbuhan,

keterbelakngan jiwa, kelainan kraniofasial termasuk mata miring ke atas, lipat-

lipat epikantus (lipatan kulit ekstra di sudut medial mata), wajah mendatar dan

telinga kecil, cacat jantung dan hiponia.

b. Trisomi 18

Penderita antara lain keterbelakangan jiwa, cacat jantung kongenital, telinga yang

letak rendah dan fleksi jari-jari dan tangan. Selain itu penderita memperlihatkan

rahang kecil (mikrognatia), anomali ginjal, sindaktili dan malformasi susunan

rangka.

c. Trisomi 13

Kelainan utama sindrom ini adalah keterbelakangan jiwa, cacat jantung

kongenital, bibir sumbing dan palatoskizis, cacat mata (mikroftalmia, anoftalmia,

dan koloboma).

d. Sindrom Klinefelter

Hanya ditemukan pada pria, dan diketahui pada saat pubertas seperti kemandulan,

atrofi testis, hialinisasi tubuli seminiferi dan kebanyakan mengalami

ginekomastia. Sel yang mempunyai 47 kromosom dengan sebuah komplemen

kromosom kelamin jenis XXY dan badan kromatin seks.

18
e. Sindrom Turner

Sindrom ini memiliki penampilan benar-benar wanita tetapi tidak memiliki

ovarium, dan tubuh pendek. Kelainan yanng sering ditemukan leher berselaput,

limfedema anggota badan, cacat rangka dan dada lebar dengan puting susu lebar.

f. Sindrom Tripel X

Penderita ini selalu infertil dengan menstruasi yang sedit sekali dan sedikit

keterbelakangan jiwa.

2. Kelainan Struktural
Kelainan Struktural kromosom bisa disebabkan karena pemecahan oleh

kromosom. Pemecahan disebabkan karena faktor lingkungan semacam virus, radiasi,

obat. Suatu sindrom yang disebabkan kehilangan lengan pendek kromosom 5 adala

sindrom cri-du-chat. Anak tersebut menangis menyerupai suara kucing, mikrosefali,

keterbelakangan jiwa dan penyakit kongenital

E. Diagnonis Pranatal

Dokter perinatologi memiliki beberapa pendekatan untuk menilai tumbuh-kembang janin

in utero, termasuk ultrasonografi, pemeriksaan penyaring serum ibu, amniosentesis, dan

pengambilan sampel vilus korion. Dalam kombinasi, teknik-teknik ini dirancang untuk

mendeteksi malformasi, kelainan genetik, pertumbuhan janin keseluruhan, dan penyulit

kehamilan, misalnya kelainan plasenta atau uterus. Penerapan dan perkembangan terapi in

utero menimbulkan konsep baru yang mengemukakan bahwa janin kini adalah seorang

pasien.

1. Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah yang relatif non invasif yang menggunakan gelombang suara

berfrekuensi tinggi yang dipantulkan dari jaringan untuk menciptakan bayangan.

19
Pendekatannya dapat melalui transabdomen atau transvagina. USG transvagina

menghasilkan citra dengan resolusi lebih tinggi. Pada kenyataannya, teknik ini yang

pertama kali dikembangkan pada tahun 1950an, telah berkembang ke tahap yang dapat

mendeteksi aliran darah di pembuluh besar, mengetahui gerakan katup ke jantung, dan

aliran cairan di trakea dan bronkus. Teknik ini aman dan sering digunakan, dengan sekitar

80% wanita hamil di Amerika Serikat menjalani paling sedikit satu kali pemindaian.

Parameter-parameter penting yang terungkap dengan ultrasonografi antara lain adalah

karakteristik usia dan pertumbuhan janin, ada atau tidaknya anomali kongenital; status

lingkungan uterus, termasuk jumlah cairan amnion; letak plasenta dan aliran darah

umbilikus; dan ada tidaknya kehamilan multipel. Semua faktor ini kemudian digunakan

untuk menentukan pendekatan yang tepat untuk menangani kehamilan yang

bersangkutan.

Contoh efektivitas ultrasonografi dalam

pencitraan mudigah dan janin

Mengetahui usia dan pertumbuhan janin sangat penting dalam merencanakan

penatalaksanaan kehamilan, terutama untuk bayi dengan berat badan lahir rendah. Pada

20
kenyataannya, studi-studi memperlihatkan bahwa kehamilan dengan bayi berberat badan

lahir rendah yang terkelola dan yang menjalani pemeriksaan penyaring ultrasonografi

memperlihatkan penurunan angka kematian sebesar 60% dibandingkan dengan

kelompok yang tidak disaring. Usia dan pertumbuhan janin dinilai dari panjang puncak

kepala-bokong selama usia kehamilan 5 sampai 10 minggu. Setelah itu, digunakan

kombinasi pengukuran-termasuk diameter biparietal (BPD) tengkorak, panjang femur,

dan lingkaran perut. Pengukuran multipel terhadap parameter-parameter ini dalam suatu

kurun waktu akan meningkatkan kemampuan kita menentukan tingkat pertumbuhan

janin.

USG yang memperlihatkan ukuran mudigah & janin

Malformasi kongenital yang dapat ditentukan dengan ultrasonografi antara lain adalah

cacat tabung saraf anensefalus dan spina bifida; cacat dinding abdomen, misalnya

omfalokel dan gastroskisis; dan cacat jantung dan wajah, termasuk bibir dan langit-langit

sumbing.

2. Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu

Penelitian untuk mencari penanda-penanda biokimiawi status janin menyebabkan

dikembangkannya uji penyaring serum ibu. Salah satu dari pemeriksaan pertama yang

21
digunakan adalah penilaian konsentrasi α-fetoprotein (AFP) serum. AFP secara normal

dihasilkan oleh hati janin, memuncak kadarnya pada sekitar 14 minggu, dan “bocor” ke

dalam sirkulasi ibu melalui plasenta. Karena itu, konsentrasi AFP dalam serum ibu

meningkat selama trimester kedua dan kemudian mulai terus turun setelah usia kehamilan

30 minggu. Pada kasus cacat tabung saraf dan beberapa kelainan lain, termasuk

omfalokel, gastroskisis, ekstrofi kandung kemih, sindrom pita amnion, teratoma

sakrokoksigeus, dan atresia usus, kadar AFP meningkat dalam cairan amnion dan serum

ibu. Pada kasus lain, konsentrasi AFP menurun seperti kromosom seks, dan triploidi.

Keadaan-keadaan ini berkaitan dengan rendahnya konsentrasi gonadotropin korion

manusia (human chirionic gonadotropin, hCG) dan estriol tak-terkonjugasi dalam serum.

Karena itu, pemeriksaan penyaring serum ibu adalah teknik yang relatif noninvasif untuk

memberi penilaian awal kesejahteraan janin.

3. Amniosentesis

Pada amniosentesis, sebuah jarum dimasukkan memalui dinding abdomen ke dalam

rongga amnion (diidentifikasi dengan ultrasonografi), dan dilakukan penyedotan 20-

30mL cairan. Karena jumlah cairan yang dibutuhkan tersebut, tindakan ini biasanya tidak

dilakukan sebelum kehamilan 14 minggu, saat tersedia cairan dalam jumlah memadai

tanpa membahayakan janin. Risiko kematian janin akibat tindakan ini adalah 1% tetapi

lebih kecil jika dilakukan di pusat pelayanan yang terampil dalam teknik ini.

Cairan itu sendiri dianalisis untuk berbagai faktor biokimia, misalnya AFP dan

asetilkolinesterse. Selain itu, sel janin yang terlepas ke dalam cairan amnion, dapat

ditemukan dan digunakan untuk penentuan kariotipe metafase dan analisis genetik

lainnya. Sayangnya, sel-sel yang dipanen ini tidak membelah dengan cepat sehingga

harus dibuat biakan sel yang mengandung mitogen agar dihasilkan sel bermetafase dalam

jumlah memadai untuk analisis. Pembiakan ini memerlukan waktu 8 sampai 14 hari, dan

22
karenanya, penegakan diagnosis tertunda. Setelah kromosom behasil diperoleh, dapat

dideteksi kelainan-kelainan kromosom mayor, misalnya translokasi, pemutusan, trisomi,

dan monosomi. Dengan pewarna khusus (Giemsa) dan teknik resolusi-tinggi, pola pita

kromosom dapat ditentukan. Selain itu, karena genom manusia telah berhasil diketahui

skuensnya, analisis-analisis molekular yang lebih canggih yang menggunakan reaksi

berantai polymerase (polymerase chain reaction, PCR) dan penentuan genotipe akan

meningkatkan tingkat kepekaan deteksi kelainan genetik.

4. Pengambilan Sampel Vilus Korion

Pengambilan sampel vilus korion (chorionic villus sampling, CVS) dilakukan dengan

memasukkan sebuah jarum secara transabdomen atau transvagina ke dalam massa

plasenta dan mengaspirasi sekitar 5 sampai 30 mg jaringan vilus. Sel-sel dapat segera

dianalisis, tetapi keakuratan teknik ini dipermasalahkan karena tingginya kesalahan

kromosom pada plsenta normal. Karena itu, sel-sel dari inti mesenkim diisolasi dengan

tripsinisasi sel yang diperoleh, diperlukan 2-3 hari pembiakan untuk memungkinkan

dilakukannya analisis genetic. Karena itu, waktu untuk penentuan karakteristik genetik

janin lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan amniosentesis. Namun, risiko

kematian janin akibat CVS adalah sekitar dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan

amniosentesis, dan terdapat petunjuk bahwa teknik ini membawa risiko cacat reduksi

ekstremitas.

Secara umum, uji-uji diagnosik prenatal tidak digunakan secara rutin (meskipun

pemakaian ultrasonografi kini mendekati rutin), dan dicadangkan untuk kehamilan tinggi.

Indikasi untuk menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan ini antara lain adalah :

1. Usia ibu yang lanjut (35 tahun atau lebih)

2. Riwayat masalah genetik dalam keluarga, misalnya orang tua pernah memiliki

anak dengan sindrom Down atau cacat tabung saraf

23
3. Adanya penyakit ibu, misalnya diabetes

4. Kelainan dalam pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan penyaring serum

F. Terapi Janin

1. Transfusi Janin

Pada kasus anemia janin akibat antibodi ibu atau kausa lain, dapat dilakukan

tranfusi darah untuk janin. Ultrasonografi digunakan untuk menuntun insersi jarum ke

dalam vena umbilikalis dan darah ditransfusikan langsung kedalam janin.

2. Terapi Medis Janin

Terapi untuk infeksi, aritmia jantung, gangguan fungsi tiroid, dan masalah medis

janin lain biasanya diberikan melalui ibu dan mencapai janin setelah melewati

plasenta. Namun, pada sebagian kasus obat dapat diberikan langsung kepada janin

melalui penyuntikan intramuskulus ke dalam regio gluteus atau melalui vena

umbilikalis.

3. Pembedahan janin

Berkat kemajuan dalam prosedur ultrasonografi dan bedah maka mengoperasi

janin kini dapat dilakukan. Namun, karena risiko dari ibu, janin, dan kehamilan

selanjutnya, tindakan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan dengan tim terlatih dan

hanya jika tidak ada alternative lain. Dapat dilakukan beberapa jenis pembedahan,

termasuk pemasangan pirau (shunt) untuk mengeluarkan cairan dari organ dan

rongga. Sebagai contoh, pada obstruksi uretra dapat dipasang pirau pigtail ke dalam

kandung kemih janin. Salah satu masalah adalah mendiagnosis kelainan sedini

mungkin untuk mencegah kerusakan ginjal. Pembedahan eks utero, yaitu dengan

membuka uterus dan mengoperasi janin secara langsung, pernah dilakukan untuk

memperbaiki hernia diafragmatika kongenital, mengangkat lesi kistik (adenomatoid)

di paru, dan memperbaiki cacat spina bifida. Perbaikan hernia dan lesi paru memiliki

24
prognosis baik jika criteria pemilihan kasus diterapkan dengn benar, dan salah satu

dari criteria pemilihan kasus diterapkan dengan benar, dan salah satu dari criteria ini

adalah kenyataan bahwa jika tanpa pembedahan tersebut, janin hampir pasti akan

meninggal.

Pembedahan untuk cacat tabung saraf lebih kontroversial karena kelainan tidak

mengancam nyawa. Juga, bukti yang ada tidak meyakinkan bahwa perbaikan lesi

dapat memperbaiki fungsi neurologis, meskipun tindakan ini menghindari terjadinya

hidrosefalus dengan membebaskan korda spinalis yang melekat dan mencegah heniasi

serebelum ke dalam foramen magnum

4. Transplantasi Sel Tunas dan Terapi Gen

Karena janin belum memiliki imunokompetensi sebelum usia kehamilan 18

minggu, jaringan atau sel dapat ditransplantasikan sebelum waktu ini tanpa ditolak.

Riset dalam bidang ini befokus dalam sel tunas hematopoietic untuk mengobati

imunodefisiensi dan kelainan hematologi. Terapi gen untuk penyakit metabolik

herediter, misalnya Tay-Sachs dan fibrosis kistik, juga sedang diteliti.

25
BAB III

KESIMPULAN

Banyak faktor dapat berkaitan dengan diferensiasi dan pertumbuhan mudigah. Akan

tetapi, hasilnya tidak harus berupa suatu kelainan nyata. Pada beberapa contoh zat teratogenik

dapat sedemikian toksik atau dapat mengenai sistem organ mudigah atau janin yang sangat

penting, sehingga mengakibatkan kematian. Pada kasus lain, pengaruh lingkungan dapat

sedemikian ringannya dapat bertahan hiddup. Hal ini dapat mengakibatkan hambatan

pertumbuhan atau gangguan fungsi sebagian atau total seperti keterbelakangan jiwa.

Berbagai macam zat telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital sekitar 2-

3% dari semua bayi lahir hidup. Agen ini antara lain virus, seperti rubella dan

sitomegalivirus, radiasi, obat-obatan, hormon, dan kelainan kromosom.

26
DAFTAR PUSTAKA

Drews.D.1996. Atlas Berwarna & Teks Embriologi. Jakarta : Hipokrates

Sadler T.W. Langman's Medical Embryology 10th Edition. Jakarta : EGC

27

Anda mungkin juga menyukai