P 5 Malformasi Kongenital
P 5 Malformasi Kongenital
“Malformasi Kongenital”
OLEH
Asri Noviyanti
1420332009
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat dan
Penulisan makalah ini, dilakukan dalam rangka menambah wawasan mahasiswa dalam mata
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan –
kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah
kami. Semoga makalah ini nantinya bermanfaat bagi pengembangan ilmu. Akhir kata kami
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................1
A. Jenis Abnormalitas..........................................................................................................1
B. Faktor Lingkungan..........................................................................................................2
1. Prinsip Teratologi........................................................................................................6
2. Agen Infeksi................................................................................................................7
3. Infeksi Virus Lain dan Hipertermia.............................................................................7
4. Radiasi.........................................................................................................................8
5. Bahan Kimia................................................................................................................8
6. Hormon......................................................................................................................12
b. Endocrine Disrupters.................................................................................................12
7. Penyakit Ibu...............................................................................................................14
8. Definisi gizi...............................................................................................................15
C. Teratogenesis yang Diperantarai oleh Pria...................................................................17
D. Faktor Kromosom dan Genetik.....................................................................................17
1. Kelainan Jumlah........................................................................................................17
2. Kelainan Struktural....................................................................................................19
E. Diagnonis Pranatal........................................................................................................19
1. Ultrasonografi............................................................................................................19
2. Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu............................................................................21
3. Amniosentesis............................................................................................................22
4. Pengambilan Sampel Vilus Korion...........................................................................23
F. Terapi Janin...................................................................................................................24
1. Transfusi Janin...........................................................................................................24
2. Terapi Medis Janin....................................................................................................24
3. Pembedahan janin......................................................................................................24
4. Transplantasi Sel Tunas dan Terapi Gen...................................................................25
ii
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sinonim yang digunakan untuk menjelaskan gangguan struktural, perilaku, fungsional, dan
Cacat struktural kongenital yang besar terjadi pada 2-3 bayi yang lahir hidup dan 2-
3% lainnya dikenali pada anak-anak pada umur 5 tahun sehingga totalnya 4-6%. Cacat lahir
merupakan penyebab besar kematian bayi yaitu kira-kira 21% dari semua kematian bayi.
Pada 40-60% dari semua cacat lahir, penyebab tidak diketahui. Faktor genetik seperti
kelainan kromosom dan gen mutan, menerangkan sekitar 15% , faktor lingkungan
menghasilkan kira-kira 10%, gabungan pengaruh genetik dan lingkungan menghasilkan 20-
Anomali minor terjadi pada sekitar 15% bayi baru lahir. Kelainan struktural ini,
misalnya mikrotia (telinga kecil), bercak berpigmen, dan fisura palpebra yang pendek, tidak
dengan sendirinya merugikan kesehatan, tetapi pada sebagian kasus, berkaitan dengan cacat
mayor. Anomali minor berfungsi sebagai petunjuk untuk mendiagnosis cacat lain yang lebih
serius. Secara khusus, anomali telinga adalah indicator cacat lain yang mudah dikenali dan
B. Tujuan Penulisan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jenis Abnormalitas
1. Malformasi
Kelainan ini dapat menyebabkan ketiadaan suatu struktur secara total atau parsial
faktor lingkungan dan atau genetik yang bekerja secara independen atau bersamaan.
2. Disrupsi
usus dan cacat yang ditimbulkan oleh pita amnion adalah contoh dari faktor-faktor
3. Deformasi
Terjadi karena gaya mekanis yang ‘mencetak’ suatu bagian janin dalam jangka
lahir.
4. Sindrom
Kumpulan anomali yang terjadi bersamaan dan memiliki satu penyebab spesifik.
Kata ini menunjukkan diagnosis telah ditegakkan dan resiko kekambuhan (pada
kemunculan non-acak dua atau lebih anomali yang timbul lebih sering
dibandingkan jika terjadi hanya secara kebetulan, tetapi yang penyebabnya belum
1
diketahui. Salah satu contoh adalah asosiasi VACTERL, (anomali vertebrata
suatu diagnosis, asosiasi merupakan hal penting karena ditemukannya salah satu
Grafik yang memperlihatkan waktu dalam kehamilan vs risiko cacat lahir yang timbul
B. Faktor Lingkungan
Sampai awal tahun 1940an, diperkirakan bahwa cacat congenital terutama disebabkan
oleh faktor herediter. Dengan ditemukannya oleh N. Gregg bahwa campak Jerman yang
mengenai ibu selama awal kehamilan menyebabkan kelainan di mudigah, menjadi jelas
bahwa malformasi kongenital pada manusia juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.
Pada tahun 1961, pengamatan oleh W. Lenz yang mengaitkan cacat anggota badan dengan
obat sedatif talidomid menegaskan bahwa obat juga dapat melewati plasenta dan
menimbulkan cacat lahir. Sejak saat itu, banyak obat yang diketahui bersifat teratogen (faktor
2
TABEL 8.1 Teratogen yang Berkaitan dengan Malformasi pada Manusia
3
Teratogen Malformasi Kongenital
Agen Infeksi
Virus rubella Katarak, glaukoma, cacat jantung, tuli,
kelainan gigi
Sitomegalovirus Mikrosefalus, kebutaan, retardasi
retina
Virus varisela Hipoplasia ekstremitas, retardasi
mikroftalmia
Sifilis Retardasi mental, ketulian
Agen Fisik
Sinar X Mikrosefalus, spina bifida, langit-langit
langi-langit sumbing
Difenilhidantion(fenitoin) Sindrom hidantoin janin: cacat wajah,
retardasi mental
Asam valproat Cacat tabung saraf, anomali
jantung/kraniofasial/ekstremitas
Trimetadion Langit-langit sumbing, cacat jantung,
jantung
Warfarin Kondrodisplasia, mikrosefalus
Inhibitor ACE* Retardasi pertumbuhan, kematian janin
4
Kokain Retardasi pertumbuhan, mikrosefalus,
jantung
Pelarut industry Berat badan lahir rendah, cacat
neurologis
Hormon
Bahan androgenik Maskulinasi genitalia wanita: labia
malformasi testis
Diabetes ibu Berbagai malformasi; tersering cacat
5
Fokomelia, hilangnya tulang-tulang panjang ekstremitas
1. Prinsip Teratologi
Faktor-faktor yang menentukan kapasitas suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah
cara bagaimana komposisi genetic ini berinteraksi dengan lingkungan. Genom ibu
juga penting dalam kaitannya dengan metabolism obat, resistensi terhadap infeksi,
Periode paling peka untuk timbulnya cacat lahir adalah minggu ketiga hingga
memiliki satu atau lebih tahap kerentanan. Sebagai contoh, langit-langit sumbing
dapat terinduksi pada tahap blastokista (hari ke-6), selama grastulasi (hari ke-14),
pada tahap awal pembentukan tunas ekstremitas (minggu kelima), atau saat bilah
langit-langit itu sendiri sedang terbentuk (minggu ketujuh). Selain itu, sementara
6
ditimbulkan sebelum atau setelah periode ini; tidak ada tahap perkembangan yang
benar-benar aman.
teratogen.
d. Teratogen bekerja melalui jalur (mekanisme) spesifik pada sel dan jaringan yang
2. Agen Infeksi
Agen infeksi yang menyebabkan cacat lahir (tabel 8.1) mencakup sejumlah virus.
Rubela dahulu merupakan masalah besar, tetapi kemampuan kita untuk mendeteksi titer
antibodi dalam serum dan pembuatan vaksin telah secara bermakna menurunkan insidens
cacat lahir akibat virus ini. Saat ini sekitar 85% wanita sudah mempunyai kekebalan.
tetapi efek pada janin dapat parah. Infeksi sering mematikan, dan jika tidak, dapat terjadi
Virus herpes simpleks, virus varisela, dan virus imunodefisiensi manusia (human
herpes jarang dijumpai, dan infeksi biasanya ditularkan ke anak sebagai penyakit kelamin
7
teratogenetik yang rendah. Infeksi oleh varisela menyebabkan insidens cacat lahir sebesar
20%.
Malformasi yang timbul setelah infeksi ibu oleh virus campak, gondongan, hepatitis,
Faktor penyulit yang ditimbulkan oleh virus-virus ini dan agen infeksi lain adalah
bahwa kebanyakan bersifat pirogenik, dan peningkatan suhu tubuh (hipertermia) bersifat
teratogenik. Cacat yang ditimbulkan oleh meningkatnya suhu tubuh antara lain adalah
anensefalus, spina bifida, retardasi mental, mikroftalmia, bibir dan langit-langit sumbing,
defisiensi ekstremitas, omfalokel dan kelainan jantung. Selain penyakit demam, mandi
berendam di air panas dan sauna dapat menghasilkan peningkatan suhu yang dapat
Toksoplasmosis dan sifilis menyebabkan cacat lahir. Daging yang dimasak kurang
matang; hewan peliharaan, terutama kucing; dan feses di tanah yang tercemar dapat
4. Radiasi
Radiasi pengion mematikan sel-sel yang berploriferasi pesat sehingga radiasi ini
adalah teratogen kuat, menimbulkan hampir semua jenis cacat lahir bergantung pada
dosis dan stadium perkembangan konseptus saat pajanan terjadi. Radiasi dari ledakan
nuklir juga teratogenik. Di antara para wanita hamil yang selamat dari ledakan bom atom
di Hiroshima dan Nagasaki, 28% mengalami abortus, 25% melahirkan anak yang
meninggal dalam tahun pertama kehidupannya, dan 25% melahirkan anak dengan cacat
8
lahir parah yang mengenai sistem saraf pusat. Radiasi juga adalah agen mutagenic dan
selanjutnya.
5. Bahan Kimia
Peran bahan kimia dan obat farmasi dalam pembentukan kelainan pada manusia sulit
riwayat pajanan
Suatu studi oleh National Institutes of Health menemukan bahwa wanita hamil
menggunakan 900 obat yang berbeda, dengan rata-rata 4 obat per wanita. Hanya 20%
wanita hamil yang tidak menggunakan obat selama kehamilan mereka. Bahkan dengan
penggunaan bahan kimia yang luas ini, relative sedikit dari banyak obat yang digunakan
selama kehamilan yang terbukti positif bersifat teratogenik. Salah satu contoh adalah
talidomid, suatu obat antimual dan obat tidur. Pada tahun 1961, disadari di Jerman Barat
bahwa frekuensi amelia dan meromedia (ketiadaan sebagian atau seluruh ekstremitas),
suatu kelainan herediter yang jarang, mendadak meningkat. Pengamatan ini mendorong
menyebabkan terungkapnya fakta bahwa banyak dari ibu tersebut yang menggunakan
talidomid pada awal kehamilan mereka. Hubungan sebab-akibat antara talidomid dan
meromeria terungkap hanya karena obat ini menimbulkan kelainan yang sedemikian
tidak lazim. Jika cacatnya adalah jenis yang lazim dijumpai, misal bibir sumbing atau
Obat lain dengan potensi teratogenik adalah anti kejang difenilhidantion (fenition),
asam valproat, dan trimetadion, yang digunakan oleh wanita pengidap epilepsi. Secara
9
spesifik, trimetadion dan difenilhidantion menimbulkan spektrum kelainan yang luas
trimetadion atau sindrom hidantoin janin. Sumbing di wajah sering di jumpai pada
sindrom ini. Asam valproat juga menyebabkan kelainan kraniofasial tetapi memiliki
Bagaimanapun, diduga kuat bahwa pemakaian obat-obat ini selama kehamilan membawa
risiko tinggi.
dan diazepam (valium). Suatu penelitian prospektif memperlihatkan bahwa anomali berat
terjadi pada 12% janin yang terpajan ke meprobamat dan pada 11% dari mereka yang
kali lipat kejadian bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit sumbing pada anak dari
oligohidramnion.
merusak mudigah atau janin. Yang paling menonjol diantara senyawa-senyawa ini
adalah propiltiourasil dan kalium iodida (gondok dan retardasi mental), streptomisin
10
(tuli), sulfonamid (kernikterus), anti depresan imipramin (cacat anggota badan),
tetrasiklin (anomali tulang dan gigi), amfetamin (bibir sumbing dan kelainan
kardiovaskular), dan kina (tuli). Yang terakhir, semakin banyak bukti yang menunjukkan
bahwa aspirin (salisilat), obat yang paling sering dikonsumsi selama kehamilan dapat
Salah satu masalah yang semakin besar di masyarakat saat ini adalah efek obat-obat
‘pergaulan’, misalnya LSD (lysergic acid diethylamide), PCP (fensiklidin, atau “angel
dust”), mariyuana, alkohol, dan kokain. Pada kasus LSD, pernah dilaporkan anomali
anggota badan dan malformasi sistem saraf pusat. Namun, suatu ulasan komprehensif
terhadap lebih dari 100 publikasi mengarah kepada kesimpulan bahwa LSD murni yang
digunakan dalam dosis sedang tidak bersifat teratogenik dan tidak menyebabkan
dilaporkan untuk mariyuana dan PCP. Kokain dilaporkan menyebabkan sejumlah cacat
Terdapat bukti kuat tentang keterkaitan konsumsi alkohol oleh ibu hamil dan kelainan
kongenital. Karena alkohol dapat menyebabkan spektrum penyakit yang luas, berkisar
dari retardasi mental hingga kelainan struktural, digunakan istilah spektrum penyakit
alkohol janin (fetal alcohol spectrum disorder, FASD) untuk setiap cacat akibat alkohol.
11
Sindrom alkohol janin (fetal alcohol syndrome, FAS) mencerminkan akibat yang parah
dari spektrum ini mencakup cacat struktural, defisiensi pertumbuhan, dan retardasi
neurodevelopmental disorder, ARND) adalah yang lebih ringan. Insidens FAS dan
ARND bersama-sama adalah 1 dari 100 kelahiran hidup. Selain itu, alkohol merupakan
Merokok belum pernah dilaporkan berkaitan dengan cacat lahir mayor, tetapi
malformasi dengan pola khas yang dikenal sebagai embriopati isotretinion atau
embriopati vitamin A. obat ini diresepkan untuk terapi akne kistik dan dermatomis kronis
lain, tetapi sangat teratogenik dan dapat menimbulkan hampir semua jenis cacat. Bahkan
anjuran pemakaian multivitamin yang mengandung asam folat saat ini, timbul
karena sebagian besar suplemen tersebut mengandung sekitar 8.000 IU vitamin A. Masih
tetapi kebanyakan ilmuwan sepakat bahwa 25.000 IU adalah kadar ambang untuk
teratogenisitas.
6. Hormon
a. Obat Androgenik.
12
cukup besar, dan telah banyak dilaporkan kasus maskulinasi genitalia pada mudigah
b. Endocrine Disrupters.
kelainan perkembangan sistem saraf pusat dan saluran reproduksi. Selama beberapa
serviks pada wanita yang terpajan di obat ini sewaktu di dalam kandungan. Selain itu,
banyak dari wanita ini mengalami disfungsi reproduksi yang sebagian disebabkan
oleh malformasi kongenital uterus, tuba uterina, dan vagina bagian atas. Mudigah
laki-laki yang terpajan in utero juga dapat terpengaruhi, seperti dibuktikan oleh
meningkatnya malformasi testis dan kelainan pada hasil analisis sperma. Namun,
banyak studi dilakukan untuk menentukan efek bahan ini pada janin. Berkurangnya
hitung sperma dan meningkatnya insidens kanker testis, hipospadia, dan kelainan lain
saluran reproduksi pada manusia, bersama dengan kelainan sistem saraf pusat
(maskulinisasi otak wanita dan feminisasi otak pria) pada spesies lain akibat pajanan
dari bahan-bahan ini. Banyak estrogen yang berasal dari bahan kimia yang digunakan
13
c. Kontrasepsi Oral.
memiliki potensi teratogenik yang rendah. Namun, karena hormon lain seperti
d. Kortison.
Namun, pada manusia sulit dibuktikan bahwa kortison adalah faktor lingkungan yang
7. Penyakit Ibu
a. Diabetes.
besar, dan malformasi kongenital. Risiko anomali kongetinal pada anak dari ibu
pengidap diabetes adalah tiga sampai empat kali lebih banyak dibandingkan anak dari
ibu nondiabetik dan pernah dilaporkan higga setinggi 80% pada anak dari ibu yang
telah lama mengidap diabetes. Malformasi pernah ditemukan antara lain adalah
namun bukti-bukti menunjukkan bahwa perubahan kadar glukosa berperan dan bahwa
insulin tidak bersifat teratogenik. Dalam hal ini terdapat korelasi signifikan antara
keparahan dan lama penyakit ibu dan insidens malformasi. Pengendalian ketat
14
metabolisme ibu dengan terapi insulin yang agresif sebelum konsepsi dapat
sewaktu gastrulasi dan neurulasi, mudigah mamalia bergantung pada glukosa sebagai
sumber energi, sehingga bahkan episode singkat penurunan gula darah dapat besifat
teratogenik. Karena itu, dalam menangani wanita diabetes yang hamil kita perlu
berhati-hati. Pada kasus diabetes non-dependen insulin, obat hipoglikemik oral dapat
digunakan. Obat-obat ini antara lain adalah sulfonilurea dan biguanid. Kedua kelas
b. Fenilketonuria.
berisiko memiliki bayi dengan retardasi mental, mikrosefalus, dan cacat jantung.
Wanita dengan PKU yang mengonsumsi diet rendah fenilalanin sebelum konsepsi
dapat menurunkan risiko bagi bayi mereka setara dengan yang diamati pada populasi
umum.
8. Definisi gizi
Meskipun banyak defisiensi nutrisi, terutama defisienti vitamin, telah terbukti bersifat
teratogenik pada hewan percobaan, bukti pada manusia jarang dikemukakan, karena itu,
kecuali kretinisme endemikyang berkaitan dengan defisiensi iodium, belum ada analogi
menyiratkan bahwa kekurangan gizi pada ibu sebelum dan selama kehamilan berperan
a. Obesitas
15
Obesitas prakehamilan yang didefinisikan sebagai indeks masa tubuh (IMT)
>30kg/m2, berkaitan dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat risiko melahirkan
anak dengan cacat tabung saraf. Hubungan sebab-akibatnya belum dipastikan tetapi
b. Hipoksia
Masih perlu dibuktikan apakah hal ini juga berlaku pada manusia. Meskipun anak
yang lahir di daratan yang relatif tinggi biasanya berat badannya lebih ringan dan
kecil dibandingkan dengan mereka yang lahir di dekat atau setinggi permukaan laut,
wanita dengan penyakit kardiovaskular tipe sianotik sering melahirkan bayi kecil,
c. Logam Berat
Beberapa tahun yang lalu, para peneliti di Jepang mencatat bahwa sejumlah ibu
yang makanannya terutama terdiri dari ikan melahirkan anak dengan gejala neurologis
multipel mirip cerebral palsy. Pemeriksaan lebih lanjut memperlihatkan bahwa ikan
yang mereka konsumsi mengandung merkuri organic dengan kadar sangat tinggi.
Merkuri ini dialirkan ke Teluk Minamata dan perairan tepi pantai lainnya di Jepang
oleh industri-industri besar. Banyak dari ibu itu sendiri tidak memperlihatkan gejala
yang menunjukkan bahwa janin lebih peka terhadap merkuri dibandingkan dengan ibu
mereka. Di Amerika Serikat, hal serupa diamati ketika jagung di semprot oleh
fungisida yang mengandung merkuri diberikan kepada babi dan dagingnya kemudian
16
dimakan oleh wanita hamil. Demikian juga, di Irak, beberapa ribu bayi terkena setelah
merkuri.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pajanan ke bahan kimia dan bahan lain, misal
etilnitrosourea dan radiasi, dapat menyebabkan mutasi pada sel germinativum pria. Penelitian
senyawa lain dari lingkungan dan pekerjaan ayah dengan abortus spontan, berat badan lahir
rendah, dan cacat lahir. Usia ayah yang lanjut adalah faktor yang meningkatkan risiko cacat
ekstremitas dan cacat tabung saraf, sindrom Down, serta mutasi-mutasi dominan otosom
baru. Yang menarik, pria yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko relatif lebih
tinggi menjadi ayah dari anak cacat lahir. Bahkan penularan toksisitas yang diperantarai oleh
ayah dapat terjadi melalui cairan semen dan dari pencemaran barang-barang rumah tangga
oleh bahan kimia yang terbawa di baju kerja ayah. Penelitian juga memperlihatkan bahwa
pria dengan cacat lahir itu sendiri memiliki risiko lebih dari dua kali lipat memiliki anak yang
juga terkena.
Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan dan
1. Kelainan Jumlah
Sel somatik manusia mengandung 46 kromosom, gamet normal mengandung 23.
Sel somatik normal adalah diploid atau 2n, gamet normal adalah hapliod, n. Euploid
17
menunjukkan kelipatan n yang pasti yaitu diploid atau triploid.Aneuploid merujuk
pada jumlah kromosom yang tidak euploid dan biasanya dipakai kalau ada satu
kromosom ekstra (trisomi) atau kalau satu hilang (monosom). Aneuploid disebabkan
Sindrom Down disebabkan oleh adanya satu kopi ekstra kromosom 21. Ciri anak
lipat epikantus (lipatan kulit ekstra di sudut medial mata), wajah mendatar dan
b. Trisomi 18
Penderita antara lain keterbelakangan jiwa, cacat jantung kongenital, telinga yang
letak rendah dan fleksi jari-jari dan tangan. Selain itu penderita memperlihatkan
rangka.
c. Trisomi 13
dan koloboma).
d. Sindrom Klinefelter
Hanya ditemukan pada pria, dan diketahui pada saat pubertas seperti kemandulan,
18
e. Sindrom Turner
ovarium, dan tubuh pendek. Kelainan yanng sering ditemukan leher berselaput,
limfedema anggota badan, cacat rangka dan dada lebar dengan puting susu lebar.
f. Sindrom Tripel X
Penderita ini selalu infertil dengan menstruasi yang sedit sekali dan sedikit
keterbelakangan jiwa.
2. Kelainan Struktural
Kelainan Struktural kromosom bisa disebabkan karena pemecahan oleh
obat. Suatu sindrom yang disebabkan kehilangan lengan pendek kromosom 5 adala
E. Diagnonis Pranatal
pengambilan sampel vilus korion. Dalam kombinasi, teknik-teknik ini dirancang untuk
kehamilan, misalnya kelainan plasenta atau uterus. Penerapan dan perkembangan terapi in
utero menimbulkan konsep baru yang mengemukakan bahwa janin kini adalah seorang
pasien.
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah yang relatif non invasif yang menggunakan gelombang suara
19
Pendekatannya dapat melalui transabdomen atau transvagina. USG transvagina
menghasilkan citra dengan resolusi lebih tinggi. Pada kenyataannya, teknik ini yang
pertama kali dikembangkan pada tahun 1950an, telah berkembang ke tahap yang dapat
mendeteksi aliran darah di pembuluh besar, mengetahui gerakan katup ke jantung, dan
aliran cairan di trakea dan bronkus. Teknik ini aman dan sering digunakan, dengan sekitar
80% wanita hamil di Amerika Serikat menjalani paling sedikit satu kali pemindaian.
karakteristik usia dan pertumbuhan janin, ada atau tidaknya anomali kongenital; status
lingkungan uterus, termasuk jumlah cairan amnion; letak plasenta dan aliran darah
umbilikus; dan ada tidaknya kehamilan multipel. Semua faktor ini kemudian digunakan
bersangkutan.
penatalaksanaan kehamilan, terutama untuk bayi dengan berat badan lahir rendah. Pada
20
kenyataannya, studi-studi memperlihatkan bahwa kehamilan dengan bayi berberat badan
lahir rendah yang terkelola dan yang menjalani pemeriksaan penyaring ultrasonografi
kelompok yang tidak disaring. Usia dan pertumbuhan janin dinilai dari panjang puncak
dan lingkaran perut. Pengukuran multipel terhadap parameter-parameter ini dalam suatu
janin.
Malformasi kongenital yang dapat ditentukan dengan ultrasonografi antara lain adalah
cacat tabung saraf anensefalus dan spina bifida; cacat dinding abdomen, misalnya
omfalokel dan gastroskisis; dan cacat jantung dan wajah, termasuk bibir dan langit-langit
sumbing.
dikembangkannya uji penyaring serum ibu. Salah satu dari pemeriksaan pertama yang
21
digunakan adalah penilaian konsentrasi α-fetoprotein (AFP) serum. AFP secara normal
dihasilkan oleh hati janin, memuncak kadarnya pada sekitar 14 minggu, dan “bocor” ke
dalam sirkulasi ibu melalui plasenta. Karena itu, konsentrasi AFP dalam serum ibu
meningkat selama trimester kedua dan kemudian mulai terus turun setelah usia kehamilan
30 minggu. Pada kasus cacat tabung saraf dan beberapa kelainan lain, termasuk
sakrokoksigeus, dan atresia usus, kadar AFP meningkat dalam cairan amnion dan serum
ibu. Pada kasus lain, konsentrasi AFP menurun seperti kromosom seks, dan triploidi.
manusia (human chirionic gonadotropin, hCG) dan estriol tak-terkonjugasi dalam serum.
Karena itu, pemeriksaan penyaring serum ibu adalah teknik yang relatif noninvasif untuk
3. Amniosentesis
30mL cairan. Karena jumlah cairan yang dibutuhkan tersebut, tindakan ini biasanya tidak
dilakukan sebelum kehamilan 14 minggu, saat tersedia cairan dalam jumlah memadai
tanpa membahayakan janin. Risiko kematian janin akibat tindakan ini adalah 1% tetapi
lebih kecil jika dilakukan di pusat pelayanan yang terampil dalam teknik ini.
Cairan itu sendiri dianalisis untuk berbagai faktor biokimia, misalnya AFP dan
asetilkolinesterse. Selain itu, sel janin yang terlepas ke dalam cairan amnion, dapat
ditemukan dan digunakan untuk penentuan kariotipe metafase dan analisis genetik
lainnya. Sayangnya, sel-sel yang dipanen ini tidak membelah dengan cepat sehingga
harus dibuat biakan sel yang mengandung mitogen agar dihasilkan sel bermetafase dalam
jumlah memadai untuk analisis. Pembiakan ini memerlukan waktu 8 sampai 14 hari, dan
22
karenanya, penegakan diagnosis tertunda. Setelah kromosom behasil diperoleh, dapat
dan monosomi. Dengan pewarna khusus (Giemsa) dan teknik resolusi-tinggi, pola pita
kromosom dapat ditentukan. Selain itu, karena genom manusia telah berhasil diketahui
berantai polymerase (polymerase chain reaction, PCR) dan penentuan genotipe akan
Pengambilan sampel vilus korion (chorionic villus sampling, CVS) dilakukan dengan
plasenta dan mengaspirasi sekitar 5 sampai 30 mg jaringan vilus. Sel-sel dapat segera
kromosom pada plsenta normal. Karena itu, sel-sel dari inti mesenkim diisolasi dengan
tripsinisasi sel yang diperoleh, diperlukan 2-3 hari pembiakan untuk memungkinkan
dilakukannya analisis genetic. Karena itu, waktu untuk penentuan karakteristik genetik
kematian janin akibat CVS adalah sekitar dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan
amniosentesis, dan terdapat petunjuk bahwa teknik ini membawa risiko cacat reduksi
ekstremitas.
Secara umum, uji-uji diagnosik prenatal tidak digunakan secara rutin (meskipun
pemakaian ultrasonografi kini mendekati rutin), dan dicadangkan untuk kehamilan tinggi.
2. Riwayat masalah genetik dalam keluarga, misalnya orang tua pernah memiliki
23
3. Adanya penyakit ibu, misalnya diabetes
F. Terapi Janin
1. Transfusi Janin
Pada kasus anemia janin akibat antibodi ibu atau kausa lain, dapat dilakukan
tranfusi darah untuk janin. Ultrasonografi digunakan untuk menuntun insersi jarum ke
Terapi untuk infeksi, aritmia jantung, gangguan fungsi tiroid, dan masalah medis
janin lain biasanya diberikan melalui ibu dan mencapai janin setelah melewati
plasenta. Namun, pada sebagian kasus obat dapat diberikan langsung kepada janin
umbilikalis.
3. Pembedahan janin
janin kini dapat dilakukan. Namun, karena risiko dari ibu, janin, dan kehamilan
selanjutnya, tindakan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan dengan tim terlatih dan
hanya jika tidak ada alternative lain. Dapat dilakukan beberapa jenis pembedahan,
termasuk pemasangan pirau (shunt) untuk mengeluarkan cairan dari organ dan
rongga. Sebagai contoh, pada obstruksi uretra dapat dipasang pirau pigtail ke dalam
kandung kemih janin. Salah satu masalah adalah mendiagnosis kelainan sedini
mungkin untuk mencegah kerusakan ginjal. Pembedahan eks utero, yaitu dengan
membuka uterus dan mengoperasi janin secara langsung, pernah dilakukan untuk
di paru, dan memperbaiki cacat spina bifida. Perbaikan hernia dan lesi paru memiliki
24
prognosis baik jika criteria pemilihan kasus diterapkan dengn benar, dan salah satu
dari criteria pemilihan kasus diterapkan dengan benar, dan salah satu dari criteria ini
adalah kenyataan bahwa jika tanpa pembedahan tersebut, janin hampir pasti akan
meninggal.
Pembedahan untuk cacat tabung saraf lebih kontroversial karena kelainan tidak
mengancam nyawa. Juga, bukti yang ada tidak meyakinkan bahwa perbaikan lesi
hidrosefalus dengan membebaskan korda spinalis yang melekat dan mencegah heniasi
minggu, jaringan atau sel dapat ditransplantasikan sebelum waktu ini tanpa ditolak.
Riset dalam bidang ini befokus dalam sel tunas hematopoietic untuk mengobati
25
BAB III
KESIMPULAN
Banyak faktor dapat berkaitan dengan diferensiasi dan pertumbuhan mudigah. Akan
tetapi, hasilnya tidak harus berupa suatu kelainan nyata. Pada beberapa contoh zat teratogenik
dapat sedemikian toksik atau dapat mengenai sistem organ mudigah atau janin yang sangat
penting, sehingga mengakibatkan kematian. Pada kasus lain, pengaruh lingkungan dapat
sedemikian ringannya dapat bertahan hiddup. Hal ini dapat mengakibatkan hambatan
pertumbuhan atau gangguan fungsi sebagian atau total seperti keterbelakangan jiwa.
Berbagai macam zat telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital sekitar 2-
3% dari semua bayi lahir hidup. Agen ini antara lain virus, seperti rubella dan
26
DAFTAR PUSTAKA
27