Anda di halaman 1dari 8

th st

ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

PERANAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP MODAL


PSIKOLOGIS (PSYCHOLOGICAL CAPITAL) DAN KECAKAPAN
HIDUP (LIFE SKILLS)

Vivi Amalia,1, Yantri Maputra2, Lala Septiyani Sembiring 3,*


Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Email: vivi.muchlis@gmail.com

Abstrak

Kecakapan hidup merupakan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan individu agar dapat hidup
secara efektif dalam semua aspek kehidupannya (Gazda, Childers, & Brooks dalam Darden, Ginter, &
Gazda, 1996). Diketahui bahwa remaja yang memiliki kecakapan hidup yang rendah memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan perilaku-perilaku kekerasan (Ramadhan dan Puspitosari,
2013). Selain kecakapan hidup, modal psikologis juga membantu remaja untuk memahami dan
mengekplorasi potensi-potensi yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan pola
asuh orang tua terhadap perkembangan kecakapan hidup dan modal psikologis yang dimiliki
remaja.Pengumpulan data dilakukan terhadap 680 siswa sekolah menengah atas (SMA) di kota Padang
dengan menggunakan skala Parental Authority Questionnaire (PAQ), Life-Skills Development Scale-
Adolescent Form (LSDS-B), and Psychological Capital Questionnaire (PCQ). Hasil regresi linear
menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif dan permisif mempengaruhi modal psikologis (F = 39.165, R2
= 0.144, p<0.01). Siswa yang mempersepsikan pola asuh otoritatif (β= 0.643, p<0.01) memiliki modal
psikologis lebih tinggi dari pada siswa yang mepersepsikan pola asuh permisif (β= 0.183, p<0.01).
Sedanglan pola asuh otoriter tidak mempengaruhi modal psikologis siswa. Untuk kecapakan hidup,
diketahui bahwa pola asuh otoriter dan otoritatif memiliki pengaruh terhadap kecakapan hidup. Pola
asuh otoritatif (β= 0.703, p<0.05). secara positif meningkatkan kecakapan hidup. Sebaliknya pola asuh
otoriter (β= -0.123, p<0.05). menurunkan kecakapan hidup siswa. Hasil ini memperlihatkan bahwa pola
asuh otoritatif mempengaruhi modal psikologis dan kecakapan hidup.

Keywords: pola asuh orang tua, kecakapan hidup, modal psikologis, remaja

ISBN: 978-983-2267-95-9 1709


th st
ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

1. Pendahuluan

Masa remaja merupakan masa dimana individu banyak mengalami perubahan, baik itu
secara fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 1998). Remaja juga menghadapi banyak
perubahan besar dan tantangan yang membutuhkan modal sosial untuk dapat menjalani masa
transisi dari remaja menjadi dewasa (WHO, 2009). Individu yang memiliki keterampilan
beradaptasi yang adekuat serta perilaku-perilaku positif agar mampu menghadapi tantangan dan
kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari (WHO, 1997).
Ketidakmampuan remaja dalam menjalani kehidupannya terlihat dari cukup banyak remaja
yang terlibat dalam perilaku beresiko, berupa minum-minuman beralkohol, penggunaan
narkoba, perilaku seksual, terlibat dalam kelompok atau ‘gank’, dll (Peterson, 1993: Rivara &
Grossman, 1996 dalam Papalia, 1998). Di Indonesia, terjadi jumlah remaja yang menggunakan
narkoba yang melakukan perawatan di RSKO lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
usia lain (Kemenkes, 2014). Hasil penelitian (Amran, 2016) pada 254 siswa di salah satu SMA
kota Padang, diketahui bahwa 29,92% siswa menjadi pelaku bullying, 12,99% yang menjadi
korban bullying, serta 20,86% yang menjadi pelaku dan sekaligus korban bullying. Ini
menunjukkan bahwa cukup besar proporsi remaja yang terlibat dalam perilaku kekerasan,
khususnya bullying.
Remaja yang kurang memiliki kecakapan hidup, akan mudah terjerat pada beberapa kasus,
seperti kehamilan remaja, HIV/AIDS, kekerasan, bunuh diri, permasalahan pada penggunaan
NAPZA, kecelakaan, rasisme, konflik, dan isu lingkungan lainnya (WHO, 1999). Kecakapan
hidup keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk pengembangan keterampilan
tersebut, selain keterampilan akdemik untuk kehidupan yang efektif pada seluruh area
kehidupan (keluarga, lingkungan pendidikan, komunitas, dan lingkungan pekerjaan), dan pada
setiap area dapat terukur secara objektif (Gazda, Childers, and Brooks dalam Darden, Ginter, &
Gazda, 1996). Kecakapan hidup efektif menurunkan perilaku penggunaan zat terlarang,
mencegah tindak kekerasan, meningkatkan self-reliance, meningkatkan kemampuan
menghadapi tekanan dan stress, serta mampu membangun hubungan yang positif dan efektif
(Keikhayfarzaneh, dalam Khalatbari et al, 2011).
Gazda (dalam Picklesimer, 1991) berdasarkan taksonomi life skills Brook’s
mengembangkan dimensi kecakapan hidup ke dalam empat dimensi, yaitu: Interpersonal
Communication/Human Relations Skills (IPC/HR), Problem-Solving/Decision Making Skills
(PS/DM), Physical Fitness/Health Maintenance (PF/HM), Identity Development/Purpose in
Life Skills (ID/PIL).
Sementara itu, modal psikologis juga penting bagi remaja, karena remaja merupakan maya
yang krusial sebelum memasuki masa dewasa dan modal psikologis dapat membantu remaja
dalam pengenalan dan proses eksplorasi potensi yang dimilikinya. modal psikologis sendiri
adalah suatu perkembangan keadaan psikologis yang positif pada individu dengan karakteristik:
1) Memiliki kepercayaan diri untuk memilih dan mengerahkan upaya yang diperlukan agar
berhasil pada tugas – tugas yang menantang (self - efficacy); 2) Membuat atribusi yang positif
tentang keberhasilan di masa kini dan mendatang (optimism); 3) Tekun dalam mencapai tujuan,
ketika dibutuhkan, mengalihkan cara untuk mencapai tujuannya dalam rangka meraih
keberhasilan (hope); 4) Ketika dilanda masalah dan kesulitan, mampu bertahan dan bangkit
kembali bahkan melampui keadaan semula untuk mencapai keberhasilan (resiliency) (Luthans
et, al., 2007).Abrorry & Didik (2013) menunjukkan bahwa modal psikologis berperan dalam
meningkatkan enterpreuner intention pada siswa SMK YPM 3 Sepanjang Taman Sidoarjo. Hal
ISBN: 978-983-2267-95-9 1710
th st
ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

ini menunjukkan bahwa modal psikologis menjadi prediktor yang dapat menunjukkan tingkat
keinginan remaja untuk berkembang ke arah yang positif.
Perkembangan kecakapan hidup dan modal psikologis diduga tidak lepas dari pengalaman
dan lingkungan individu. Asumsi ini dapat dilihat dari beberapa penelitian tentang aspek atau
dimensi dari kedua variabel tersebut. Penelitian Keshavarz, Baharudin, & Jafari (2001)
menunjukkan pola asuh otoritatif ayah mampu meningkatkan self-efficacy anak. Kemampuan
resiliensi anak berkembang sesuai dengan kondisi lingkungannya ((Debold et al., 1999). Faktor
keluarga mempengaruhi perilaku agresi. Pola asuh dimana pengasuh yang emosional (biasanya
ibu), yang diikuti dengan kurangnya kehangatan dan keterlibatan, dapat meningkatkan perilaku
anak menjadi agresif dan bermusuhan terhadap orang lain (Olweus, 1996). Pola asuh otoritarian
dan otoritatif memiliki hubungan yang signifikan dengan perkembangan sosialisasi remaja
(Panjaitan, 2012). Penelitian Marsito (2001) menyatakan bahwa pola asuh permisif memiliki
kontribusi terhadap persepsi perilaku seks pranikah, karena kurangnya kontrol dari orang tua.
Mengingat bahwa modal psikologis dan kecakapan hidup penting membantu remaja agar
dapat hidup efektif dan mengembangkan potensi dengan maksimal maka penelitian ini
mencoba mencari tahu faktor yang berperan dalam mengembangkan kedua variabel tersebut.
Faktor yang diduga punya peranan, yang mengacu pada penelitian yang ada, adalah pola asuh
orang tua.

2. Metodologi

2.1. Desain dan Partisipan


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini harus memenuhi syarat-
syarat tertentu dan dalam proses pelaksanaannya bersifat linier dengan langkah-langkah yang
jelas, serta data yang dikumpulkan berupa angka sebagai lambang dari peristiwa atau kejadian
dan dianalisis melalui teknik statistik.
2.1.1. Responden
Responden yang menjadi target adalah siswa SMA yang berada dalam rentang usia 14-20
tahun, yang termasuk pada tahapan remaja (Santrock, 2007). Siswa SMA yang diambil berasal
dari 7 sekolah, baik sekolah negeri maupun swasta yang ada di Kota Padang. Siswa perempuan
lebih banyak (58,1%) dibandingkan siswa laki-laki (41,9%). Dilihat dari latar belakang budaya,
mayoritas responden berasal dari suku minang (89,9%). Dilihat dari peminatan studi yang
dipilih, paling banyak berasal dari jurusan IPA (48,1%), IPS (26,5%), dan belum ada jurusan
sebanyak 25,4%. Berdasarkan tingkat mutu akreditasi sekolah, responden banyak berasal dari
sekolah dengan mutu A (65,6%).

Tabel 1. Data Demografis Responden


Karakteristik n %
Usia
14-20 tahun 680 100
Jenis kelamin
Laki-laki 285 41,9
Perempuan 359 58.1
Suku Bangsa
Minang 661 89,9

ISBN: 978-983-2267-95-9 1711


th st
ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

Melayu 26 3,8
Jawa 26 3,8
Batak 13 1,9
Sunda 1 0,1
Mentawai 2 0,3
Aceh 1 0,1
Jurusan/Peminatan
IPA 327 48,1
IPS 180 26,5
Belum ada peminatan 173 25,4
Akreditasi
A 446 65,6
B 186 27,4
C 48 7,1

2.1.2. Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga instrumen.

Pola asuh orang tua: Persepsi pola aduh diukur menggunakan Parental Authority
Questionnaire (PAQ) yang berdasarkan teori Baumrind yang dikembangkan oleh Buri (1991).
Skala ini terdiri atas 30 aitem dengan skala Likert dari 1 (sangat tidak setuju) – 5 (sangat
setuju). PAQ terdiri atas 3 dimensi yang mengukur 3 pola asuh orang tua, yaitu pola asuh
otoriter, otoritatif, dan permisif. PAQ sudah diadaptasi dan diuji reliabilitasnya pada penelitian
(Sari, 2013) dengan masing-masing reliabilitas dengan uji internal konsistensi yang dapat
diterima pada dimensi otoriter, otoritatif, dan permisif (alpha 0,939, 0,901, dan 0,909).

Modal psikologis : Modal psikologis yang diukur pada penelitian ini menggunakan instrumen
Psychological Capital Questionnaire (PCQ) yang dikembangkan oleh Luthans et al., (2007).
PCQ terdiri atas 24 aitem yang terbagi dalam 4 komponen yaitu self- efficacy, optimism, hope
dan resiliency dimana setiap indikator tersebut diwakili oleh 6 aitem.

Kecakapan hidup: Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecakapan hidup yaitu skala
Life-Skills Development Scale-Adolescent Form (LSDS-B) yang disusun oleh Gazda, Ginter,
dan Darden (1991) berdasarkan 4 dimensi life skill oleh Brooks (1984), yaitu interpersonal
communication/human relation, problem solving/decision making, physical fitness/health
maintenance, dan identity development/purpose in life. Skala LSDS-B telah diujikan validitas
dan reliabilitasnya oleh Darden (1991) dari University of Georgia. Skala ini memiliki
reliabilitas alpha: 0,94. Dari instrumen yang diadaptasi dan diuji reliabilitasnya, hanya 36 aitem
yang dianggap reliabel.

3. Hasil dan Diskusi

Pengolahan data yang dilakukan menunjukkan bahwa korelasi antara pola asuh otoritatif (r=
0,371) dan permisif (r = 0, 159) dengan modal psikologis.. Sedangkan untuk kecakapan hidup,

ISBN: 978-983-2267-95-9 1712


th st
ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

didapatkan bahwa pola asuh otoriter berkorelasi negatif (r = -0, 053) dan otoritatif (0,370)
berkorelasi positif dengan kecakapan hidup.

Tabel 2. Korelasi semua variabel (N = 680)


Variabel 1 2 3 4 5
1. Otoriter -
2. Otoritatif 0.09 -
9**
3. Permisif 0.19 .015 -
3** 4**
4. Modal 0.05 0.37 0.15 -
psikologis 0 1** 9**
5. Kecakapan - 0.37 0.00 0.50 -
hidup 0.05 0** 8 2**
3**
** p ≤ 0,01

Selanjutya dilakukan analisa regresi pada variabel yang berkorelasi signifikan.


Tabel 3. Analisa regresi pola asuh dengan modal psikologis
Model Nilai
R 0,385
R2 0, 148
Adjusted R2 0,144
Standar error of estimate 7.05487
a Predictors: (Constant), otoriter, otoritatif,
permisif

Hasil diatas menunjukkan bahwa ada kontribusi pola asuh sebesar 14,4 % terhadap modal
psikologis. Ini mengindakasikan bahwa ada variabel lain yang memiliki kontribusi lebih besar
mempengaruhi modal psikologis yang dimiliki oleh remaja.
Berikut detail besarnya kekuatan pengaruh dari masing-masing tipe pola asuh
Table 4 koefisien regresi pola asuh dengan modal psikologis
Standardi
Unstandardi zed
zed Coefficie
Model Coefficients nts t Sig.
Std. Std.
B Error Beta B Error
(Consta 59.0 3.08 19.1
.000
nt) 11 5 26
Otoriter - -
0.05
0.00 -0.005 0.15 .881
2
8 0
Otoritat 0.64 0.06 9.85
0.355 .000
if 3 5 7

ISBN: 978-983-2267-95-9 1713


th st
ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

Permisi 0.18 0.06 2.87


0.105 .004
f 3 4 7
Tabel 4 memperlihatkan bahwa pola asuh otoritatif (β= 0.643, p<0.01) memiliki kontribusi
yang lebih besar dibandingkan dengan pola asuh permisif (β= 0.183, p<0.01). terhadap modal
psikologis remaja. Pola asuh otoriter merupakan pola asuh dimana orang tua mampu
meningkatkan kompetensi yang dimiliki anak (Papalia, 1998). Hal ini dikarenakan pola asuh
otoriter mengajarkan anak untuk mengikuti aturan yang berlaku tetapi tetap menghargai
keunikan dari anak. Dengan begitu, anak mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya
dengan tetap memperhatikan standard yang diberikan orang tua. Sedangkan pada pola asiuh
permisif, anak diberikan kebebasan seluas mungkin untuk mengekpresikan diri dan mengatur
diri sendiri (Papalia, 1998). Sisi positifnya, anak menjadi percaya diri, tidak merasa cemas
tentang apa yang ingin dilakukannya. Dengan begitu anak mendapatkan kebebasan untuk
mengembangkan diri sesuai dengan keinginan anak.
Selanjutnya dilakukan analisa regresi untuk melihat pengaruh pola asuh terhadap kecakapan
hidup.
Tabel 5. Analisa regresi pola asuh dengan kecakapan hidup
Model Nilai
R 0,383
R2 0, 147
Adjusted R2 0,141
Standar error of estimate 7, 13062
a Predictors: (Constant), otoriter, otoritatif,
permisif

Hasil di atas memperlihatkan bahwa pola asuh mempengaruhi kecakapan hidup sebesar
14,1% (R2 = 0,141). Ini mengindikasikan ada variabel lain yang memiliki pengaruh lebih besar
terhadap kecakapan hidup remaja.
Table 6. koefisien regresi pola asuh dengan modal psikologis
Standardi
Unstandardi zed
zed Coefficie
Model Coefficients nts t Sig.
Std. Std.
B Error Beta B Error
(Consta 91.8 3.11 29.4
.000
nt) 87 9 65
Otoriter - -
0.05
0.12 -0.085 2.33 .020
3
3 3
Otoritat 0.70 0.06 10.6
0.384 .000
if 3 6 54
Permisi - -
0.06
f 0.06 -0.035 0.94 .344
4
1 7

ISBN: 978-983-2267-95-9 1714


th st
ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

Tabel di atas memperlihatkan bahwa pola asuh otoritatif (β= 0.703, p<0.05) memiliki
kontribusi yang lebih kuat untuk mempengaruhi kecakapan hidup yang dipunyai remaja. Ini
menjelaskan bahwa semakin kuat persepsi remaja terhadap pola asuh otoritatif maka semakin
besar pengaruhnya terhadap kecakapan hidup remaja. Akan tetapi pada pola asuh otoriter,
terlihat bahwa pola asuh tersebut dapat menurunkan kecakapan hidup remaja (β= -0.123,
p<0.05). Pola asuh otoriter merupakan asuh yang menekankan pada kepatuhan dan kontrol
yang kuat. Dengan begitu, pada anak diterapkan aturan yang harus diikuti dan tidak memberi
ruang bagi anak untuk membuat suatu keputusan (Papalia, 1998). Hal ini tentunya membuat
anak tidak belajar untuk berani membuat keputusan. Padahal salah aspek kecakapan hidup yang
harus dimiliki seseorang agar dapat hidup dengan efektif adalah keterampilan menyelesaikan
masalah/ membuat keputusan Gazda (dalam Picklesimer, 1991).

4. Kesimpulan
Penelitian tentang peranan pola asuh terhadap modal psikologis dan kecakapan hidup
memperlihatkan bahwa pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang memiliki kontribusi
yang lebih kuat dalam meningkatkan modal psikologis dan kecakapan ini. Hasil ini
memberikan masukan bahwa setiap orang tua sebaiknya melatih dirinya untuk dapat
memberikan pengasuhan yang bersifat otoritatif. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pola
asuh otoriter terbukti memberikan kontribusi akan rendahnya kecakapan hidup yang dimiliki
remaja.
Hasil ini juga memberikan masukan bahwa modal psikologis dan kecakapan hidup lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain pola asuh. Ini memberikan masukan bagi
penelitian selanjutnya yang tertarik untuk mendalami kajian tentang modal psikologis dan
kecakapan hidup.

Acknowledgement
Penelitian ini didukung oleh dana DIPA PNBP Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Rujukan
Amran, Syarifah Rachmedi (2016). Gambaran bullying dan keberfungsian keluarga (family
functioning) pada siswa SMA di kota Padang, Skripsi, Prodi Psikologi, FK Unand
Buri, J.R. (1991). "Parental Authority Questionnaire", Journal of Personality Assesment. 57,
110-119
Darden, Cindy A. (1991). “Evidence of Validity of the Life Skills Development Scale –
Adolescent Form”. Disertasi. Georgia: University of Georgia.
Darden, Cindy A., Gazda G.M., Ginter E.J. (1996). “Life Skills and Mental Health
Counseling”. Journal of Mental Health Counseling, 18(2). 134-141.
Darden, Cindy A., Ginter E.J., Gazda G.M. (1996). “Life-Skills Development Scale-Adolescent
Form: The Theoretical and Therapeutic Relevance of Life Skills”. Journal of Mental
Health Counseling, 18(2). 142-163.
Debold, E. (1999). Cultivating hardiness zones for adolescent girls: A reconceptualization of
resilience in relationships with caring adults. In N. G. Johnson, M. C. Roberts, & J.
Worell (Eds.), Beyond appearance: A new look at adolescent girls. Washington, DC:
American Psychological Association.
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Analisis Penanganan Narkoba. Jakarta: Penulis.

ISBN: 978-983-2267-95-9 1715


th st
ASEAN Comparative Education Research Network Conference , November 30 – December 01 2016

Keshavarz, S, Baharudin, R, Jafari, M (2001). " Paternal Parenting Styles and Adolescent'as
Self-Efficacy: The MOderating Role of Education" in the International Conference on
Psychology of Resilience. LPSP3 UI , 77-80
Kumar, Ranjit. (1999). Research Methodology: A step by step guide fo beginners. New Delhi:
Sage Publication.
Luthans F., et al. (2007). “Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge.
New York: Oxford University Press, Inc.

Mofrad, Sakineh. (2013). “Life Skills Development among Freshmen Students”. International
Review of Social Sciences and Humanities, 5(1), 232-238.
Olweus, Dun. (1996) Bully/victim problems at school: Facts and effective intervention.
Reclaiming Children and Youth. University of Bergen
Papalia, Diane E, Olds Sally Wendkos. (1998). Human Development 7thed. McGraw Hill. USA
Santrock, Jhon W. (2007). Adolescence 11th edition.Terj.Benedictine Widyasinta.
Jakarta:Penerbit Erlangga
WHO. (1997). Life Skill Education for Children and Adolescents in School. Geneva:
Department of Mental Health World Health Organization.
WHO. (1999). Partners in Life Skill Education. Geneva: Department of Mental Health World
Health Organization.
World Health Organization (WHO). (2009). Violence Prevention the Evidence:
PreventingViolence by Developing Life Skills in Children and Adolescents, Geneva,
Switzerland: World Health Organization

ISBN: 978-983-2267-95-9 1716

Anda mungkin juga menyukai