Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322763758

RESPON PSIKOSOSIAL SISWA ASRAMA DI BINA SISWA SMA PLUS CISARUA


JAWA BARAT

Article  in  JURNAL PENDIDIKAN KEPERAWATAN INDONESIA · December 2017


DOI: 10.17509/jpki.v3i1.7487

CITATIONS READS

5 684

3 authors, including:

Taty Hernawaty Nita Fitria


Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran
30 PUBLICATIONS   65 CITATIONS    16 PUBLICATIONS   33 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Faktor Caregiver dan Kekambuhan Klien Skizofrenia View project

All content following this page was uploaded by Taty Hernawaty on 01 April 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


RESPON PSIKOSOSIAL SISWA ASRAMA
DI BINA SISWA SMA PLUS CISARUA JAWA BARAT
Dewi Yulia Fathonah1, Taty Hernawaty2, Nita Fitria3
1
Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
2,3
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email : 2taty.hernawaty@unpad.ac.id

ABSTRAK

Sekolah berasrama merupakan model sekolah yang memiliki tuntutan lebih tinggi dalam hal
pembangunan karakter, pengembangan kepribadian, dan penanaman nilai-nilai hidup jika dibanding
dengan sekolah reguler. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat memberikan dampak positif maupun negatif
bagi kehidupan peserta didik sehingga memunculkan respon psikososial. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran respon psikososial siswa asrama di Bina Siswa SMA PLUS Cisarua Provinsi
Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan populasi seluruh
siswa asrama yang berjumlah 210 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proportionate stratified random sampling dan didapatkan jumlah responden 138 orang. Instrumen yang
digunakan adalah Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) yang
dikembangkan oleh Lovibond & Lovibond (1995). Analisis data yang digunakan adalah univariat
dengan rumus distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan presentase respon psikososial pada
siswa asrama hampir seluruhnya (64,5%) atau 89 orang tidak mengalami stres, hampir setengahnya
(31,9%) atau 44 orang mengalami kecemasan tingkat sedang, dan hampir seluruhnya (84,1%) atau 116
orang tidak mengalami depresi. Simpulan dari penelitian ini menunjukkan respon psikososial terbesar
yang dialami oleh siswa asrama adalah kecemasan tingkat sedang. Saran, pihak asrama diharapkan
meningkatkan pelayanan terutama layanan konsultasi atau bimbingan konseling bagi siswa asrama.

Kata kunci: asrama, psikososial, respon, & siswa

ABSTRACT

Boarding schools are a model of schools that have higher demands in character building, personality
development, and the planting of living values when compared to regular schools. These demands can
have both positive and negative effects on the learner's life resulting in a psychosocial response. This
study aims to determine the description of psychosocial responses of boarding students in Bina Siswa
SMA PLUS Cisarua West Java Province. The research method used is descriptive quantitative with
population of all student dormitory which amounted to 210 people. Sampling in this study using
proportionate stratified random sampling technique and got the number of respondents 138 people.
The instruments used are Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS)
developed by Lovibond & Lovibond (1995). The data analysis used is univariate with frequency
distribution formula. The results of the study showed that the percentage of psychosocial responses in
the dormitories was almost entirely (64.5%) or 89 people were not stressed, nearly half (31.9%) or 44
had moderate anxiety, and almost all (84.1%) or 116 people are not depressed. The conclusions from
this study indicate the greatest psychosocial response experienced by boarding students is moderate
anxiety. Suggestion, the dormitory is expected to improve the service especially consultation service
or counseling guidance for student dormitory.

Keywords: boarding, psychosocial, response, & student

69
Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

PENDAHULUAN siswa SMA adalah kelompok usia remaja yang


Penyelenggaraan metode pendidikan rentan mengalami masalah psikososial.
boarding school sedang marak di Indonesia. Marchira (2011) dalam penelitiannya
Metode ini sebenarnya sudah lama dikenal yang berjudul Faktor-Faktor Psikososial yang
dalam dunia pendidikan. Di dalam dunia Berpengaruh pada Kesehatan Mental Siswa,
keperawatan, sekolah menjadi bagian dari menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor
tatanan keperawatan. Boarding school psikososial yang berpengaruh pada
merupakan istilah yang dikenal di dalam perkembangan mental seorang siswa sebagai
sistem pendidikan dan ditujukan pada pola remaja yaitu: berhubungan dengan orangtua,
sekolah berasrama, seperti pondok pesantren, lingkungan, interpersonal, perkembangan
sekolah-sekolah gereja, atau sekolah pada fisik, psikis dan seksual, masalah keuangan,
lembaga institusi pendidikan kedinasan. masalah hukum, dan lain-lain. Referensi lain
Sistem pendidikan dengan pola boarding menjelaskan bahwa remaja rentan mengalami
school mengharuskan peserta didiknya masalah psikososial seperti: gangguan citra
mengikuti kegiatan pendidikan reguler dari tubuh, kecemasan atau ansietas,
pagi sampai siang hari kemudian dilanjutkan ketidakberdayaan (powerlessness), harga diri
dengan kegiatan pendidikan dengan nilai-nilai rendah situasional, keputusasaan
khusus pada sore dan malam hari. Menurut (hopelessness), dukacita, dan penyalahgunaan
Vembriarti (1993 dalam Setiawan, 2013) napza. Menurut penelitian Campbell (2012)
menyebutkan bahwa sekolah berasrama yang berjudul Indian Boarding School
merupakan model sekolah yang memiliki Experience, Subtance Use, and Mental Health
tuntutan lebih tinggi dalam hal pembangunan Among Urban Two spirit American
karakter, pengembangan kepribadian, dan Indian/Alaska natives bahwa siswa yang
penanaman nilai-nilai hidup jika dibanding tinggal di boarding school secara signifikan
sekolah reguler. Berbagai tuntutan yang lebih mungkin mengalami gangguan
tersebut dapat memberikan dampak yang kecemasan, gangguan stres, dan resiko bunuh
positif maupun negatif bagi kehidupan peserta diri, dan dari hasil penelitian tersebut bahwa
didiknya. mantan siswa yang pernah tinggal di asrama
Individu yang menempuh pendidikan lebih tinggi yang menggunakan obat-obatan
setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) terlarang dan mengkonsumsi minuman
dikategorikan ke dalam masa remaja. Masa beralkohol. Dalam penelitian Manson (1989)
remaja merupakan salah satu tahap yang berjudul Risk Factors for Suicide Among
perkembangan yang paling unik, penuh Indian Adolescent at a Boarding School siswa
dinamika, sekaligus penuh tantangan dan yang tinggal di asrama lebih banyak yang
harapan. Kaplan & Sadock membagi tahap pernah mengalami depresi. Oleh karena itu,
remaja ke dalam 3 kategori, yakni: remaja dapat disimpulkan bahwa remaja sangat
awal, madya, dan akhir (Sadock, 2007). Pada berpotensi untuk mengalami gangguan
masa remaja terjadi perubahan pada aspek kesehatan mental karena berbagai faktor di
biologis, psikologis, kognitif dan sosial sekitarnya.
(Steinberg, 2010). Gunarsa & Yulia (2008) Salah satu boarding school yang
menjelaskan bahwa pada masa remaja terjadi menarik untuk dikaji adalah Bina Siswa SMA
perubahan perkembangan psikososial yaitu Plus Cisarua. Asrama pendidikan yang
berfungsinya seseorang di dalam lingkungan menampung siswa-siswi lulusan SMP/SLTP
sosial, seperti melepaskan diri dari berprestasi dari kabupaten/kota se-Jawa Barat
ketergantungan orangtua, pembentukan ini berlokasi di Kabupaten Bandung Barat.
rencana hidup, dan pembentukan sistem nilai. Para siswanya berstatus yatim, piatu, yatim
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa piatu, dan berasal dari keluarga yang kurang

70 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77


Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

mampu. Sekolah Bina Siswa SMA Plus berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan
Cisarua menjadi pilihan seluruh kabupaten dan yang lainnya. Hasil penelitian yang
atau kota se-Jawa Barat. Hal ini dapat terlihat dilakukan Rumini (2012) menyebutkan bahwa
dari profil asrama yang menunjukan bahwa kegiatan yang terlalu sibuk, tuntutan konflik
para siswa berasal dari 20 kabupaten dan kota dengan waktu/keahlian, terlalu banyak
yang ada di Jawa Barat. Pada tahun ajaran aktivitas yang harus dikerjakan, kurang
2014-2015, siswa Asrama Bina Siswa SMA kesempatan untuk bersantai menjadi penyebab
Plus Cisarua berjumlah 210 orang yang terbagi stres dan resiko psikologis yang tinggi.
menjadi 3 angkatan, dan masing-masing Di samping kegiatan akademik yang
angkatan berjumlah 70 orang. Asrama Bina terlalu padat, adapula kegiatan rutin yang
Siswa memberi jatah waktu pulang ke daerah dilakukan oleh siswa asrama yaitu seperti
masing-masing dalam waktu tertentu seperti latihan fisik atau olahraga seperti kegiatan
hari raya idul fitri dan liburan semester, selain senam aerobik yang dilaksanakan setiap
itu siswa mendapat batasan waktu kunjungan seminggu sekali dan berenang setiap dua bulan
dari orangtua. Dengan kata lain, jarak asal sekali. Selain latihan fisik siswa asrama pun
daerah para siswa dengan sekolah sangat jauh mempunyai kegiatan hiburan atau rekreasi
dan waktu pertemuan dengan orang tua sangat yang dijadwalkan, seperti menonton bersama
terbatas. Padahal jauhnya jarak antara rumah (nonton bareng) setiap sebulan sekali, hiking
dengan sekolah dapat menjadi salah satu setiap satu semester sekali, juga acara rekreasi
stressor. Menurut Surbakti (2009), lokasi keluar asrama setiap setahun sekali. Menurut
lembaga pendidikan yang jauh dari tempat Varcarolis (2010), latihan fisik dan hiburan
tinggal sering menyebabkan anak stres dan merupakan metode yang dapat mengurangi
frustasi. stres. Hal ini berarti pihak sekolah Bina Siswa
Pengelolaan asrama di bawah SMA Plus Cisarua sudah berusaha
pengelolaan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa memberikan berbagai aktifitas fisik bagi para
Barat dan memiliki peraturan ringan dan berat. siswa dalam rangka meminimalisir ketegangan
Apabila siswa melanggar berbagai peraturan emosi yang dirasakan selama para siswa
yang ditetapkan maka siswa tersebut akan bersekolah. Meskipun demikian, berdasarkan
mendapat sanksi mulai dari pemanggilan hasil wawancara dan pengisian angket
orangtua, diberi surat pernyataan hingga mengenai apa yang dirasakan selama tinggal di
diharuskan drop out dari asrama. Kondisi ini asrama pada 9 orang siswa Bina Siswa SMA
tampak bertentangan dengan karakteristik plus Cisarua, diperoleh data para siswa
remaja, dimana menurut Hurlock (2006) usia mengeluhkan sulitnya berkonsentrasi, merasa
remaja adalah usia yang tidak senang diatur. lelah, sering mengantuk, jenuh, tidak minat
Selain mengikuti kegiatan KBM reguler di belajar, tidak percaya diri, perasaan kacau,
SMA Negeri 1 Cisarua, siswa asrama sering melamun, tidak ingin berbicara dengan
diwajibkan mengikuti kegiatan KBM plus orang lain, sulit tidur, dan ada pula yang
yang berdurasi sekitar 3 jam (dimulai dari mengeluhkan sering pusing atau sakit kepala.
pukul 14.00-17.15 WIB). Selain KBM plus, Para siswa pun menjelaskan bahwa persaingan
adapula kegiatan ekstrakurikuler yang akademik di sekolah terasa sangat sulit,
diadakan asrama Bina Siswa SMA Plus kegiatan yang harus dilaksanakan di asrama
Cisarua dan SMA Negeri 1 Cisarua yang harus dan di sekolah terasa sangat padat, sulit
diikuti oleh siswa. Setelah mengikuti kegiatan berinteraksi secara sosial karena menghadapi
KBM reguler dan KBM plus siswa Bina Siswa sikap teman-teman dengan berbagai karakter
SMA Plus juga memperoleh pembudayaan dan yang berbeda selama tinggal di asrama. Di
pemberdayaan kecakapan hidup di lingkungan samping itu juga ada yang mengatakan sering
asrama oleh pembina yang dirangkai dalam teringat orang tua dan sering berkeinginan

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77 71


Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

untuk pulang. Hasil observasi saat dilakukan tersedia. Pada proses pengumpulan data,
wawancara, satu orang siswa diantaranya pertama peneliti meminta bantuan kepada
terlihat terlihat cemas ketika menyampaikan pembina untuk mengumpulkan siswa asrama
keluhannya disertai wajah yang tampak sedikit sebagai responden. Setelah responden
tegang. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti berkumpul dalam satu ruangan kemudian
tertarik untuk meneliti gambaran respon peneliti
psikososial pada siswa asrama di Bina siswa menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
SMA Plus Cisarua Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, peneliti mengundi sehingga
jumlah responden menjadi 138 orang. Peneliti
METODE membagikan kuesioner dan menjelaskan tata
cara pengisian kuesioner, kemudian responden
Jenis penelitian diminta untuk menandatangani lembar
Penelitian dilakukan melalui persetujuan. Setelah responden bersedia untuk
pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dijadikan responden dalam penelitian,
bertujuan untuk menggambarkan respon kemudian diberikan waktu selama 40 menit
psikososial siswa asrama di Bina Siswa SMA untuk mengisi kuesioner. Selama pengisian
Plus Cisarua Provinsi Jawa Barat. Variabel kuesioner, peneliti mendampingi responden
dalam penelitian ini adalah respon psikososial. untuk memastikan responden paham dengan
Subvariabel dari penelitian ini adalah respon tata cara pengisian kuesioner. Responden yang
stres, respon kecemasan, dan respon depresi. selesai mengisi kuesioner diminta
Definisi operasional dari respon psikososial mengumpulkan kembali kuesionernya kepada
dalam penelitian ini adalah respon yang timbul peneliti untuk dilakukan pengecekan ulang.
ketika suatu individu mengalami masalah
psikososial. Analisa data
Analisis data menggunakan analisis
Populasi univariat menggunakan rumus distribusi
Populasi pada penelitian ini adalah frekuensi dalam bentuk presentase. Data
keseluruhan siswa asrama Bina Siswa SMA selanjutnya diinterpretasikan menurut Al
Plus Cisarua yang berjumlah 210 orang. Rasyid (1994) dimana: tidak seorangpun (0%),
Pengambilan sampel menggunakan teknik kurang dari setengah (1%-24%), hampir
proportionate stratified random sampling dan setengah (25%-49%), setengah (50%), lebih
didapatkan sampel sebanyak 138 orang. dari setengah (51%-74%), hampir seluruh
Teknik Pengumpulan DataTeknik (75%-99%), dan seluruh (100%).
pengumpulan data menggunakan kuisioner
Psychometric Properties of The Depression HASIL dan PEMBAHASAN
Anxiety Stress Scale 42 (DASS) yang Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk
dikembangkan oleh Lovibond & Lovibond mengidentifikasi respon stres, respon
(1995). Peneliti memilih DASS-42 kecemasan, dan respon depresi siswa asrama
dikarenakan instrumen ini berisi 42 pernyataan di Bina Siswa SMA Plus Cisarua Provinsi
yang dirancang untuk mengukur tiga skala Jawa Barat yang digambarkan satu persatu ke
self-report, yaitu kecemasan, depresi dan stres dalam bentuk tabel di bawah ini.
dengan masing-masing 14 items pernyataan.
Responden diminta untuk memberikan
responnya pada 4 penilaian berskala ordinal
yaitu 0=tidak pernah, 1=kadang-kadang,
2=sering, 3=hampir setiap saat, dengan
memberikan tanda ceklis (√) pada kolom yang

72 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77


Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik


Usia Siswa Asrama di Bina Siswa Tabel 4. Distribusi Frekuensi Respon
SMA Plus Cisarua Jawa Barat Kecemasan pada Siswa Asrama di
Bina Siswa SMA Plus Cisarua
(n=138)
Jawa Barat
Kategori Frekuensi Persentase Tingkat Kecemasan Frekuensi Presentase
(F) (%) (F) (%)
Remaja Awal 9 6,52 Sangat Berat 8 5,8
Remaja Menengah 123 89,13 Berat 23 16,7
Remaja Akhir 6 4,34 Sedang 44 31,9
Ringan 24 17,4
Pada tabel 1 terlihat bahwa hampir seluruhnya Normal 39 28,3
responden (89,13%) termasuk kedalam Total 138 100
kategori remaja menengah dan sisanya
termasuk ke dalam kelompok remaja awal Tabel 4 menunjukkan hampir setengah
(6,52%) diikuti kelompok remaja akhir responden (31,9%) mengalami kecemasan
(4,34%). sedang. Jumlah yang hampir sama ditunjukan
pula oleh responden yang tidak tidak
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik mengalami kecemasan (normal) yakni 28,3%
Jenis Kelamin Siswa Asrama di dan selebihnya mengalami kecemasan ringan
Bina Siswa SMA Plus Cisarua (17,4%), berat (16,7%), dan sangat berat
Jawa Barat (n=138) (5,8%).
Kategori Frekuensi Persentase
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Respon
(F) (%)
P 30 21,7
Depresi pada Siswa Asrama di
L 108 78,3 Bina Siswa SMA Plus Cisarua
Jawa Barat
Pada tabel 2 menunjukan karakteristik Tingkat Depresi Frekuensi Presentase
responden yang mendapatkan hasil hampir (F) (%)
Sangat Berat 0 0
seluruhnya dari responden (78,3%) berjenis Berat 2 1,4
kelamin laki-laki dan sisanya (21,7%) berjenis Sedang 8 5,8
kelamin perempuan. Ringan 12 8,7
Normal 116 84,1
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Respon Stres Total 138 100
pada Siswa Asrama di Bina Siswa
Tabel 5 menunjukkan hampir seluruh
SMA Plus Cisarua Jawa Barat
responden (84,1%) tidak mengalami depresi
Tingkat Stres Frekuensi Presentase (normal). Sebagian kecil responden
(F) (%)
mengalami mengalami depresi ringan (8,7%),
Sangat Berat 2 1,4
Berat 7 5,1 depresi sedang (5,8%), dan 1,4% mengalami
Sedang 14 10,1 depresi berat.
Ringan 26 18,8
Normal 89 64,5
Respon Stres
Total 138 100
Berdasarkan tabel 3, lebih dari setengah
responden tidak mengalami stres (64,5%). Hal
Tabel 3 menunjukan hampir seluruh
responden (64,5%) tidak mengalami stres ini kemungkinan berkaitan dengan interpretasi
(normal), sisanya mengalami stres ringan siswa terhadap masalah. Peniaian seseorang
(18,8%), stres sedang (10,1%), stres berat terhadap suatu masalah mempengaruhi
(5,1%), dan stres sangat berat (1,4%). terjadinya stress. Menurut Lazarus & Folkman

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77 73


Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

(1984), individu tidak akan merasakan suatu setiap setahun sekali. Menurut Varcarolis
kejadian sebagai suatu gangguan bila stressor (2010) menyebutkan bahwa latihan fisik dan
tersebut diinterpretasikan sebagai hal yang hiburan merupakan metode yang dapat
wajar. Hasil wawancara kepada seorang siswa mengurangi stres. Pendapat Sugiharto (2012)
yang mengatakan bahwa dia menganggap pun sejalan bahwa olahraga yang dilakukan
tuntutan-tuntutan yang ada di asrama dengan baik, berkesinambungan dengan
merupakan suatu hal yang wajar. Hal ini intensitas yang memadai, dapat menjadi
sejalan dengan hasil analisis Wardana & stimulator bagi tubuh, yang dapat
Dinata (2016) hasil penelitiannya yang meningkatkan kualitas kondisi fisik,
menjelaskan bahwa stress yang dirasakan psikologis dan kesehatan.
siswa berbeda karena terdapat perbedaan Tabel 3 pun menunjukan bahwa adanya
anggapan. responden yang mengalami stres ringan
Selain karena adanya anggapan yang sebanyak 26 orang atau 18,8%, mengalami
berbeda terhadap masalah, kemungkinan lain stres sedang sebanyak 14 orang atau 10,1%,
yang menyebabkan hasil penelitian ini mengalami stres berat sebanyak 7 orang atau
menunjukan lebih dari setengah responden
5,1%, dan mengalami stres sangat berat
tidak mengalami stres adalah perbedaan jenis
kelamin. Dalam penelitian ini, hampir sebanyak 2 orang atau1,4%. Hal ini
seluruhnya (78,3%) adalah laki-laki. Kaum kemungkinan berkaitan dengan ketatnya
perempuan cenderung mengalami masalah jadwal di sekolah. Menurut Setiawan (2013),
emosional karena kadar prolaktin di dalam boarding school memiliki penjadwalan yang
tubuhnya (Brunner & Suddart, 2001). Menurut ketat bagi peserta didiknya untuk diikuti.
Supriyantini (2002), berdasarkan peran jenis Sebagian besar boarding school
yang stereotip bagi laki-laki, mandiri adalah
mengharuskan peserta didik untuk tetap
wajar bagi anak laki-laki sedangkan sikap
tergantung adalah tepat untuk anak mengikuti jadwal mereka dan menjaga
perempuan. Hasil penelitian inipun sejalan kedisiplinan dalam jadwal.
dengan hasil penelitian Febriandini et.al Menurut Rumini (2012), kegiatan
(2016) yang menunjukan adanya keterkaitan yang terlalu sibuk, tuntutan konflik dengan
antara jenis kelamin dengan stress. Laki-laki waktu/keahlian, terlalu banyak aktivitas yang
lebih cenderung menghadapi masalah dan harus dikerjakan, dan kurang kesempatan
menganggap tuntutan sekolah bukanlah suatu
untuk bersantai menjadi penyebab stres dan
masalah yang berarti. Lazarus & Folkman
(1984) mengungkapkan bahwa individu tidak resiko psikologis yang tinggi. Penelitian ini
akan merasakan suatu kejadian sebagai suatu sejalan dengan tinjauan lapangan yaitu
gangguan jika stressor diinterpretasikan padatnya kegiatan yang harus dilaksanakan
sebagai hal yang wajar. oleh siswa asrama dalam kesehariannya.
Rendahnya tingkat stres dalam Pendapat lain menyebutkan bahwa lokasi
penelitian ini kemungkinan berkaitan dengan lembaga pendidikan yang jauh dari tempat
aktifitas olah raga yang diselenggarakan oleh tinggal sering menyebabkan anak stres dan
pihak sekolah. Beberapa kegiatan rutin yang frustasi (Surbakti, 2009). Hal ini sejalan
dilakukan oleh siswa asrama yaitu seperti dengan hasil penelitian Bariyyah (2010) yang
latihan fisik atau olahraga seperti kegiatan menjelaskan bahwa ada perbedaan tingkat
senam aerobik yang dilaksanakan setiap kemandirian siswa yang tinggal di rumah dan
seminggu sekali dan berenang setiap dua bulan tinggal di asrama dikarenakan siswa yang
sekali. Selain latihan fisik siswa asrama pun tinggal di asrama dituntut untuk lebih mandiri
mempunyai kegiatan hiburan atau rekreasi dan dapat mengatur kehidupannya sendiri serta
yang dijadwalkan, seperti nonton bareng menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan dari
setiap sebulan sekali, hiking setiap satu orang tua. Banyak siswa siswi Bina Siswa
semester sekali, juga acara rekreasi keluar SMA Plus Cisarua yang berasal dari seluruh

74 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77


Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

kota di Jawa Barat. Beberapa diantaranya tidur, sulit berkonsentrasi, tidak minat belajar,
mengatakan sering teringat orangtua dan perasaan terasa kacau, dan sering melamun.
mengatakan sering ingin pulang dikarenakan Kondisi ini sesuai dengan pendapat Stuart
tempat tinggalnya jauh dari asrama sehingga (2009) bahwa respon kecemasan terdiri dari
faktor padatnya aktifitas dan jauhnya tempat respon fisiologis, respon perilaku, respon
tinggal ke sekolah, dapat memicu timbulnya kognitif, dan respon afektif.
stress bagi siswa karena menurut Lazarus &
Folkman, ketika seseorang Respon Depresi
menginterpretasikan sesuatu sebagai stressor Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
maka dapat menjadi beban yang dapat bahwa hampir seluruh responden (84,1%)
mengganggu kesejahteraannya. Amberg normal atau tidak mengalami depresi. Kategori
dalam Yosep (2010), mengemukakan normal ditujukan pada seseorang yang
beberapa gejala stres seperti perasaan letih, mengalami perubahan mood atau perasaan
peningkatan gangguan tidur, dan penurunan yang wajar. Hasil penelitian ini kemungkinan
kemampuan konsentrasi, dan beberapa siswa berkaitan dengan rasa kebersamaan yang
diantaranya mengeluhkan sering kelelahan dan dirasakan oleh para siswa. Menurut Frisch
merasa jenuh, dan kesulitan berkonsentrasi. (2009), salah satu faktor resiko yang dapat
menyebabkan depresi adalah kurangnya
Respon Kecemasan dukungan sosial. Sejalan dengan hal tersebut,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian Masliha (2012) menunjukan
hampir setengah responden (31,9%) bahwa adanya rasa nyaman, dihargai dan
mengalami kecemasan sedang. Hal ini pengakuan dari lingkungan memberi dampak
kemungkinan berkaitan dengan beragamnya positif bagi kondisi psikis siswa. Dukungan
latar belakang para siswa Bina Siswa SMA yang didapat oleh para siswa membuat mereka
Plus Cisarua Provinsi Jawa Barat yang merasa berada bersama keluarga sendiri. Hasil
merupakan kumpulan siswa-siswi berprestasi wawancara pada beberapa siswa diperoleh
dari berbagai kota di Jawa Barat. Prestasi informasi bahwa ketika mereka mempunyai
akademik menjadi prioritas utama sehingga masalah biasanya mereka menceritakannya
dijadikan sebuah persaingan atau kompetisi kepada teman sehingga dapat membantu
untuk menjadi yang lebih unggul. Menurut menemukan koping masalah yang efektif dan
Stuart & Sundeen (2007), salah satu penyebab terhindar dari depresi. Oleh karena itu, dapat
cemas adalah ancaman terhadap sistem diri, disimpulkan bahwa meskipun para siswa
antara lain: ancaman terhadap identitas diri, asrama tinggal jauh dari orangtua mereka,
harga diri, dan hubungan interpersonal, hampir seluruhnya tidak mengalami depresi
kehilangan serta perubahan status atau peran. karena mereka tinggal bersama steman-
Sebuah kompetisi menjadi ancaman eksternal temannya.
bagi seseorang sesuai yang diungkapkan Hasil penelitian pun menunjukan bahwa
Sarafino (2012) peristiwa kompetitif dapat sekitar 15,9% atau kurang dari setengah
berpotensi sebagai stressor. responden mengalami depresi dengan
Berbagai gejala dapat dirasakan oleh tingkatan yang bervariasi, yaitu 12 orang
seseorang yang mengalami kecemasan. Frisch (8,7%) mengalami depresi ringan, 8 orang
(2009) menyebutkan bahwa gejala kecemasan (5,8%) mengalami depresi sedang, dan 2 orang
dapat berupa daya tangkap yang kurang (1,4%) mengalami depresi berat. Hal ini sesuai
terhadap apa yang terjadi juga keluhan somatik dengan hasil studi pendahuluan yang
seperti insomnia dan sakit kepala. Berdasarkan menunjukan beberapa orang siswa
hasil wawancara pada beberapa siswa, mengatakan bahwa tantangan tersulit yang
seluruhnya mengeluhkan sering pusing, sulit dihadapi adalah persaingan akademik. Hasil

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77 75


Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

wawancara pada beberapa siswa didapatkan DAFTAR PUSTAKA


bahwa mereka mengeluhkan kesulitan Al-Rasyid, H. 1994. Dasar-dasar statistik
konsentrasi, jenuh, tidak minat belajar, tidak terapan. Bandung: Program
ingin berbicara dengan orang lain, kesulitan Pascasarjana, Unpad
tidur, dan merasa lelah. Menurut Compas & Bariyyah, K. (2010). Perbedaan tingkat
Grant (1993 dalam Santrock, 2008), depresi kemandirian siswa MAN 3 malang
pada remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa antara yang tinggal di rumah dan yang
faktor, salah satunya adalah pengalaman tinggal di asrama. (Skripsi,Universitas
menghadapi tantangan. Negeri Malang). Diunduh dari
Kemungkinan lain disebabkan oleh hal http://library.um.ac.id/free-
yang berkaitan dengan latar belakang Bina contents/downloadpdf.
Siswa SMA Plus Cisarua. Asrama pendidikan Brunner & Suddart (2001). Buku ajar
ini menampung siswa-siswi dengan status keperawatan medikal bedah. Jakarta:
yatim, piatu, yatim piatu dan keluarga yang EGC.
lengkap dan berasal dari keluarga yang kurang Campbell, W. P. (2012). Indian boarding
mampu sedangkan beberapa referensi yang school experience, subtance use, and
disimpulkan Santrock (2008) menunjukan mental health among urban two spirit
bahwa orangtua yang tidak hadir secara american indian/alaska natives. The
emosional, terlibat dalam konflik perkawinan American Journal of Drug and Alcohol
dan masalah ekonomi seringkali menyebabkan Abuse , 421-427.
depresi pada remaja. Gejala depresi pada Febriandini, E. A., Ma`rufi, I., Hartanti, R. I.
remaja menurut Stuart (2009) diantaranya: (2016). Analisis faktor individu, faktor
masalah konsentrasi, bosan dan kelesuan, organisasi dan kelelahan kerja terhadap
menangis dan murung, mudah tersinggung, stres kerja pada perawat (studi di ruang
kurang minat dalam pertemanan, menurunnya rawat inap kelas iii rsu dr. H. Koesnadi
komunikasi dan interaksi, kurangnya minat kabupaten bondowoso). e-Jurnal
dalam hobi, kepekaan terhadap penolakan dan Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 1)
kegagalan, masalah dalam hubungan, Januari 2016.
perubahan pola makan dan pola tidur, dan Frisch. (2009). Psychiatric mental health
putus asa. Oleh karena itu, dapat disimpulkan nursing. USA: RR Donnelley Williard
bahwa terjadi gejala depresi pada kurang dari Gunarsa & Yulia. (2008). Psikologi
setengah responden kemungkinan karena perkembangan anak dan remaja.
ketegangan dalam menghadapi kompetisi Jakarta: BPK Gunung Mulia.
akademik dan kurangnya kehadiran orangtua Hurlock, E. B. (2006). Psikologi
secara emosional. perkembangan. Mc-Graw-Hill, 1nc.
Lazarus & Folkman. (1984). Stress, appraisal,
SIMPULAN and coping. New York: Springer
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa Publishing Company, Inc.
data dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Lovibond & Lovibond. (1995). Manual for the
siswa asrama di Bina Siswa SMA Plus Cisarua depression anxiety stress scale. sydney:
Provinsi Jawa Barat tidak mengalami stress Psychology Foundation.
dan depresi namun respon psikososial terbesar Manson, B. (1989). Risk factors for suicide
yang muncul adalah kecemasan tingkat among indian adolescents at a boarding
sedang. school. Public Health Report.
November-December 1989, vol.104
No.6. Diunduh dari

76 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77


Fathonah, D.Y., Hernawaty,T., & Fitria, N.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti Steinberg, L. (2010). Adolescence. New York:


cles/PMC1580161/ McGraw-Hill.
Marchira, C. (2011). Faktor-faktor psikososial Stuart, G. (2009). Principle and practice of
yang berpengaruh pada kesehatan psychiatric nursing. USA: Elsevier.
mental siswa. Stuart, & Sundeen. (2007). Buku saku
Masliha.(2011). Studi tentang hubungan keperawatan jiwa. Edisi 4. Jakarta :
dukungan sosial, penyesuaian sosial di EGC.
lingkungan sekolah 113 dan prestasi Sugiharto. (2012). Fisioneurohormonal pada
akademik siswa smpit assyfa boarding stresor olahraga. Jurnal Sains Psikologi,
school subang jawa barat. Jurnal Jilid 2, Nomor 2 November 2012 ,hlm
Psikologi Undip, Vol. 10, No.2, Oktober 54-66
2011. Supriyantini, S. (2002). Hubungan antara
Rumini, S. (2012). Mengenali hal-hal yang pandangan peran gender dengan
berkaitan dengan stres. Journal keterlibatan suami dalam kegiatan
Perpustakaan UNY. Diunduh dari rumah tangga. USU Digital Library
http://eprints.uny.ac.id/5041/ Surbakti. (2009). Kenalilah anak remaja anda.
Sadock, B. (2007). Kaplan and Sadock's Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Synopsis of Psychiatry : Behavioral Varcarolis, H. (2010). Foundations of
Science/Clinical. 10th. USA: Lippincott psychiatric mental health nursing.
William & Wilkins. Canada: Saunders Elsevier.
Santrock, J.W. (2008). Adolescence, Wardana,M.S., Dinata, I.M.K (2016). Tingkat
perkembangan remaja. Jakarta: stres siswa menjelang ujian akhir
Penerbit Erlangga. semester di SMAN 4 Denpasar. E-
Sarafino, E. P. (2012). Health pshycology Jurnal Medika, Vol. 5 No.9, September,
biopsychosocial interactions. New 2016.
york: Willey and Sons Publications. Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa.
Setiawan, I. (2013). Pembinaan dan Bandung: Refika Aditama.
pengembangan peserta didik pada
institusi pendidikan berasrama.
Jatinangor: Smart Writing.

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(1):69–77 77

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai