Anda di halaman 1dari 20

INFEKSI PASCA PARTUM

“Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II”

Dosen pengampu:

Shinta Novelia, S.ST., MNS

Di susun oleh:

Kelompok V

Putri Amelia ( 183112420140207 )

Ernawati ( 183112420140164 )

Marlina ( 183112420140204 )

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Jl. RM Harsono, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12540

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho-Nya lah kami
dapat menyusun serta dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa juga
kami haturkan untuk Rasulullah Muhammad SAW, beserta pengikut beliau dari dahulu,
sekarang, hingga hari akhir.
Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada dosen pengasuh mata kuliah
Maternitas II Shinta Novelia, S.ST., MNS. yang telah memberikan bimbingan serta
pengajaran kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. kami menyadari,
meskipun kami telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam menyelesaikan makalah ini,
tetapi, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Karena itu, mohon kritik
serta saran, yang kiranya dapat membangun, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
lebih baik lagi.kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembaca.

                                                                      Jakarta, 14 Oktober 2020

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG 4
RUMUSAN MASALAH 4
TUJUAN 4
BAB II
PEMBAHASAN
INFEKSI PASCA PARTUM 6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN 14
BAB IV

PENUTUP
KESIMPULAN...........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

     Di negara maju, kebanyakan perempuan hamil dalam keadaan sehat dan bergizi
baik. Mereka melahirkan bayinya dirumah sakit atau rumah sakit bersalin dan sedikit yang
menjadi subjek dari berbagai prosedur diagnostic yang infasif seperti dialami oleh
kebanyakan pasien rumah sakit. Bahkan untuk mereka yang memerlukan secsio sesarea,
pembedahannya berlangsung singkat (kurang dari satu jam), biasanya tidak ada
komplikasi, kateterisasi urin, kalau perlu sebentar (1-2 hari), dan jarang sekali memerlukan
bantuan ventilasi pasca bedah. Disamping itu, kebanyakan perempuan hamil tidak
menggunakan antibiotic sistemik dan tidak memerlukan perawatan lama sebelum
persalinan (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N, 2004).

Di negara-negara yang sedang berkembang infeksi pasca persalinan tetap menjadi


nomor dua dari perdarahan pasca persalinan yang menjadi penyebab kematian maternal,
dan menjadi penyebab utama komplikasi maternal dari persalinan. Hal ini masih tetap
terjadi sekalipun lebih dari 150 tahun yang lalu. Semmelweis dan holmes secara terpisah
mengatakan bahwa tidak hanya demam anak, sepsis puerperalis, juga disebarkan dari
perempuan lain keperempuan dari tangan dokter (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh,
N, 2004).

Morbiditas postpartum dikatakan ada bila seorang ibu bersalin mengalami demam
yang bersuhu sekurangnya 380C (100,4F) pada dua kesempatan atau lebih dalam masa 10
hari setelah melahirkan, tidak termasuk 24 jam pertama (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).

Infeksi pascapartum terjadi pada sekitar 6 % kelahiran di Amerika serikat dan


kemungkinan besar merupakan penyabab utama morbiditas dan mortalitas maternal
diseluruh dunia. Organism yang paling sering menginfeksi ialah organisme streptococcus
dan bakteri anaerobic. Infeksi staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis, dan
klosrtidia lebih jarang terjadi, tetapi merupakan organism pathogen serius yang
menyebabkan infeksi pascapartum.

Insidensi morbiditas demam berpariasi besar, berkisar dari 1% untuk wanita yang
tergolong tidak miskin yang melahirkan melalui vagina sampai setinggi 87% untuk wanita

4
miskin yang melahirkan melalui bedah sesar. Factor-faktor yang secara pasti telah dikenali
dan yang dapat meninggikan resiko infeksi adalah bedah sesar darurat, persalinan darurat,
dan ketuban pecah sudah 6 jam atau lebih, dan status sosio ekonomi yang rendah. Factor-
faktor lain yang bisa mempengaruhi risiko infeksi tetapi yang korelasinya terbukti kurang
kuat adalah anemia, anastesia umum, keadaan gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kali
mengalami pemeriksaan melalui vagina. Semua factor-faktor lain serupa, pemakaian
monitoring janin secara internal tampaknya tidak mempengaruhi risiko infeksi rahim
(Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).

Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah sakit,
meninggal karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal ini sekarang
sudah jauh berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan antisepsis yang lebih baik
dan kedua karena diperkenalkannya kemoterapi dan antibiotika (Chamberlain,G &
Dewhurst, SJ, 1994).

B. Tujuan

1. Tujuan umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi post partum
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian infeksi post partum
b. Menjelaskan etiologi dari infeksi post partum
c. Menjelaskan factor predisposisi
d. Menjelaskan manifestasi klinis infeksi post partum
e. Menjelaskan patifisiologi infeksi post partum
f. Menjelaskan jenis-jenis infeksi postpartum.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam
tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar,
1998 ).
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan
(Bobak, 2004).
Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-
alatgenetalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).

B. Etiologi
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat
persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat
rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang
tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina
(endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus)
(Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan,
kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran
genital bawah (vulva, vagina dan sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari
padanya, termasuk beberapa fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan
lingkungan, dan sekurang-kurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan
clebsiela pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N,
2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen
(kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan
endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah
streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan
lahir.

6
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya
eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi
sebab infeksi umum.
3. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada
perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi
traktus urinarius
4. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi
ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun
dari luar rumah sakit.

C. Cara terjadinya infeksi pasca partum

Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :

1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh
karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup
dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar
bersalin.
3. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran

7
udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang
digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.

D. Faktor predisposisi
Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi
pascapersalinan antara lain :
1. Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini
juga terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang
untuk menghambat masuknya bakteri.
2. Ketuban pecah dini
Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan
masuknya kuman keorgan genital.
3. Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen,
seperti operasi.
4. Kontaminasi bakteri
Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim.
Selain itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan
tindakan persalinan dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika
peralatan tersebut tidak terjamin sterilisasinya.
5. Kehilangan darah
Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan
dengan pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka,
merupakan factor yang dapat menjadi jalannya masuk kuman.

E. Manifestasi klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak)
karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat
rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi
umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung
(Sjamsuhidajat, R. 1997).

8
F. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi
dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi
ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat
antibody (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus
berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab
pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan
difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma
berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan
terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang
lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R,
1997).

G. Jenis-jenis infeksi post partum


1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari
rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak,
jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan
telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi
pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada
endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta,
lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan
yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi
bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi
dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit
demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang
keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi
pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri
tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada

9
perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat
tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap
perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis
yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang
terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot
rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba),
ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar),
pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur
(Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas
implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan
persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat
rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan
selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada
perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat
dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi
menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi
harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula
dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan
antibiotik yang tepat.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium
adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan,
perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.

10
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian
dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis.
Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat
menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan
dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang
dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan
leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan
oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa
antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg
kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil
konsepsi.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum.
Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam
tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah.
Penyebab Parametritis yaitu :
1) Endometritis dengan 3 cara yaitu :
a) Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
b) Lymphogen
c) Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
2) Dari robekan serviks
3) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

2. Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan
endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama
mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat
imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang
menderita endometritis selama periode pascapartum.

11
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius.
Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun
menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat
dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa
terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah
menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative.
Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan
koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya perubahan yang
mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru,
ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen
untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah
kolaps vascular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau
dengan ketat. Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia membuat
prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas maternal diturunkan
dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).

3. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan
nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis.
Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita
demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya
terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior
untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula

12
kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa
yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

4. Infeksi saluran kemih


Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil,
kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK
memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis,
obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir
mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia
coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki
resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita
hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita
hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih
disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh
dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic
yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai peningkatan asupan air dan
obat antispasmodic traktus urinarius.

5. Septicemia dan piemia


Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke
peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat
dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia
terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada
bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena
hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat
thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap
kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran
darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan
sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut.
Keadaan ini dinamakan piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih
mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan
lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya

13
disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 – 40°C, keadaan umum
cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 – 160 kali/menit atau lebih). Penderita
meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-
gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri,
dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu
tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki
peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu
meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.
Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat
laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat
pula menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.

H. Komplikasi
1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner.
3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah.
Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.

I. Pencegahan dan penanganan


1. Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan
kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3. Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati
karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah
masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga
supaya persalinan tidak berlarut-larut.
4. Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6. Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera
diganti dengan tranfusi darah.

14
7. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar
bersalin.
8. Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data demografi
nama, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
2. Keluhan utama
Adanya nyeri perubahan fungsi seksual, luka.
3. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien dan keluarga pernah menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami infeksi alat kelamin
5. Riwayat seksual
Termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat ini, frekuensi
aktifitas seksual secara umum.
6. Gaya hidup, penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat
intravena; merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi.
7. Pemeriksaan fisik bagian luar,

B. Meliputi :
1. Inspeksi

15
a. Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
b. Kulit dan area pubis, adakah lesi eritema, visura, lekoplakia, dan eksoria.
c. Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pembengkakan ulkus,
keluaran, dan nodul.

Pemeriksaan bagian dalam

1. Inspeksi :
a. Serviks : ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya
2. Palpasi :
a. Raba dinding vagina : nyeri tekan dan nodula
b. Serviks : posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas, dan nyeri tekan
c. Uterus : ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitas.
d. Ovarium : ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan.

C. Diagnosa keperawatan :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi
2. Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

D. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman(nyeri) b.d proses inflamasi
a. Hasil yang diharapkan :
Nyeri berkurang Klien mengatakan :Menunjukkan ekspresi wajah rileks dan
merasa nyaman
b. Intervensi
1) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi.distraksi,relaksasi,kompres,
Berikan instruksi bila perlu.
Rasional : relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut, yang
memperberat nyeri.
2) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Metode IV sring digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek
obat
3) Pertahankan posisi semifowler sesuai indikasi a. Untuk mengetahui tingkatan
nyeri

16
Rasional : Memudahkan drainase atau luka karena gravitasi dan membantu
meminimalkan nyeri karena gerakan.

2. Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolisme


a. Hasil yang diharapkan :
Suhu tubuh klien dalam batas normal, tidak mengalami komplikasi, suhu tubuh 36-
37˚C
b. Intervensi
1) Pantau suhu klien (derajat dan pola), perhatikan menggigil atau diaphoresis
Rasional : Suhu 38,90- 41, 10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
Pola demam dapat membentu dalam diagnosis, misalnya kurva demam lanjut
berakhir lebih dari 24jam menunjukkan pneumonia pneumokokal.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi/ tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal
3) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik (aspirin, asetaminofen) a. untuk
mengtahui keadaan umum klien
Rasional : untuk mempermudah dalam pemberian tindakan

3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan


a. Hasil yang diharapkan :
Kesadaran terhadap perasaan, dan cara yang sehat untuk menghadapi masalah,
kecemasan klin berkurang, klien tidak tampak sedih, klien tampak rileks.
b. Intervensi :
1) Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal, dan nonverbal klien. Dorong
ekspresi bebas akan emosi
Rasional : Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan
sakit, penting pada prosedur diagnostic dan kemungkinan pembedahan
2) Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
Rasional : mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas

E. EVALUASI
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses inflamasi
S :Klien Mengatakan Nyeri Berkurang

17
O:Klien Tampak Nyaman
A:intervensi di optimalakan
P:masalah teratasi

2. Hipertermi b.d peningkatan tingkat metabolism


S:klien mengatakan panasnya menurun
O: klien tampak rileks
A : masalah teratas
P: intervensi di hentikan

3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan


S: klien mengatakan tidak cemas
O: klien tamapk rileks
A: masalah teratasi
P: intervensi di hentikan

18
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam


tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar,
1998 ).

Infeksi pacapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus)
atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus), (Bobak,
Lowdermilk, Jensen, 2004).

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah Streptococcus


haemoliticus anaerobic, Staphylococcus aureus, Escherichia Coli, Clostridium Welchii.
Selain itu ada juga beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat
menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain : anemia, KPD, trauma, kontaminasi
bakteri dan kehilangan darah.

Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama, Hindari
pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik,
apalagi bila ketuban telah pecah.

19
B. Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini, saya dan semua pembaca dapat memahami
tentang infeksi post partum, serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi post
partum. Dan saya berharap pembaca dapat menyerap atupun mengambil nilai positif yang
ada dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Rayburn, WF dan Carey, JC. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakrta: Widya Medika

Tiejen, L, Bossemeyer, D dan Mcintosh, N. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk


Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakrta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Kasdu dan Dini. (2005). Solusi Problem Persalinan. Jakarta : Puspa Swara

http://bk17s.wordpress.com/2008/06/11/infeksi-alat-genital/

http://saidbongkemtulen.blogspot.co.id/2012/05/infeksi-post-partum.html

http://www.scribd.com/doc/135289665/Laporan-Pendahuluan-Dan-Askep-INFEKSI-POST-
PARTUM

20

Anda mungkin juga menyukai