I. Definisi
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10cm (4 inci), melekat
pada sakum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur kedalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cendrung
menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.
Apendisitis adalah peradangan yang relative sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab
yang jelas. Acute appendicitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intra abdominal
yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada Negara berkembang jumlahnya lebih
sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan)
bilang dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat.
Appendicitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan
usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia
dibawah 2 tahun. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan
dalam hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita dan remaja lebih sering dari pada
orang dewasa.
II. Etiologi
Serangan peradangan usus buntu tidak selalu khas sebagaimana lazimnya. Yang khas, diawali
dengan tidak enak perut, biasanya rasa tak enak perut di sekitar pusar.
Pada saat yang sama muncul demam ringan, disertai mual dan muntah-muntah. Mungkin diare, ada
pula yang malah sembelit. Namun, yang pasti, nyeri tidak enak perut berlanjut, kendati sudah
diredakan dengan obat.
Nyeri berkembang dari sekitar pusar, kemudian menyebar sampai ke perut kanan bawah.
Tergantung posisi usus buntunya terhadap usus besar, rasa nyeri dan keluhan tak enak perut tidak
selalu khas.Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan
sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke
belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu
yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.Pada kasus peradangan usus buntu yang spesifik,
akan muncul nyeri tekan pada perut kanan bawah. Nyeri semakin memberat dari jam ke jam. Selain
nyeri bila ditekan, nyeri juga muncul bila setelah ditekan lalu segera dilepas (nyeri lepas). Nyeri yang
sama pada perut kanan bawah akan timbul bila ditekan pada perut kiri bawah. Selain itu otot-otot
dinding perut teraba menegang
III. Patofisiologi
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi
oleh fecalith, a gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan
tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith. Hasil observasi epidemiologi juga
menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar. Pada fase awal appendicitis mukosa
mengalami inflamasi terlebih dahulu.Kemudian inflamasi ini akan meluas ke lapisan submukosa,
termasuk juga lapisan muskularis dan lapisan serosa. Terbentuk pula eksudat fibrinopurulen pada
permukaan serosa dan menyebar ke dinding peritoneal terdekat, sehingga menyebabkan peritonitis.
Pada fase ini glandula mukosa yang nekrosis masuk ke dalam lumen usus, sehingga menyebabkan
terjadinya nanah atau pus di dalam lumen. Akhirnya, pembuluh-pembuluh kapiler yang mensuplai
darah ke appendiks mengalami trombose dan appendiks yang infark tersebut menjadi nekrosis atau
gangrenous. Setelah mengalami nekrosis, appendiks dapat mengalami perforasi, sehingga kandungan
yang terdapat dalam lumen appendiks,seperti pus dapat menyebar di cavitas peritoneal dan
menimbulkan peritonitis.
Apendiks terinflamsi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat.
Kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor maupun benda asing. Proses inflamasi ini
meningkatkan tekanan intraluminal dapat menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar bebas
secara progresif dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya
apendiks yang terinflamasi berisi pus.
IV. Manifestasi Klinis
Nyeri difus yang timbul mendadak di daerah apigastrium atau periumbilikus
Dalam beberapa jam, nyeri lebih terlokasi dan dapat dijelaskan sebagai nyeri tekan di daerah
kuadran kanan bawah
Nyeri tekan lepas (nyeri yang timbul sewaktu tekanan dihilangkan dari bagian yang sakit)
Demam
Leukosit meningkat (10.000 – 18.000/mm3)
Mual dan muntah dan rasa ngilu
Kurang nafsu makan
Konstipasi
V. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses apabila apendiks yang membengkak tersebut pecah. Insiden perforasi adalah
10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24
jam setelah awetan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri aatau nyeri abdomen secara kontinyu.
VII. Penatalaksanaan
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah di tegakkan. Antibiotic dan cairan
IV diberikan sampai pembedaha dilakukan. Analgesic dapat diberikan setelah diagnosa ditegagkan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau sepinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif.
I. Pengkajian
a. Pasien
Nama : An. L
Umur : 16thn
Alamat : pasinggangan 6/5 Banyumas
No Rm : 850116
Agama : Islam
Diagnosa Medis: Appendiksitis kronis
Tanggal Masuk : 14 Mei 2014
b. Penanggungjawab
Nama : Tn. J
Umur : 60th
Alamat : Pasinggangan 6/5 Banyumas
Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung
V. Therapi injeksi
Injeksi cefotaxime 1gr/12jam
Injeksi Ranitidin 50mg/12jam
Infus Metronidazol 500mg/8jam
Infus paracetamol 500mg/8jam
ANALISA DATA
N Hari/Tanggl Data Masalah Etiologi
o
1 Jumat, 14 Mei 2014 DS : Pasien mengatakan luka Nyeri Agen injuri fisik (post
operasinya nyeri, panas. pembedahan)
DO : Pasien terlihat menahan sakit.
Pasien terlihat pucat & lemas.
Luka operasi tertutup kasa.
Terpasang luka drairage
Pengkajian nyeri :
P : Post op Laparatomy
Apendiktomi
Q : Nyeri panas
R : Perut kanan bawah
S : Skala nyeri 2
T : Terus menerus
2. Jumat, 14 Mei 2014 DS : Pasien mengatakan badan terasa Hipertermi Penyakit
panas.
DO : Membran mukosa dan bibir
kering. Pasien tampak lemas. Suhu
badan 38,5’C
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
18.00
EVALUASI
Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi
Jumat, 14 Mei 2014 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
(post pembedahan/prosedur invasif) O : TD: 110/70 mmHg N: 80X/menit,
RR: 20X/menit,skala nyeri 3
A : Masalah nyeri teratasi sebagian
P : Pantau KU pasien
Pantau skala nyeri baik verbal,
nonverbal
Ajarkan teknik relaksasi
Atur posisi yang nyaman( miring )
Kolaborasi pemberian obat analgetik
Sabtu, 15 Mei 2014 Hipertermi berhubungan dengan penyakit. S : Pasien mengatakan badan sudah tidak
panas dan menggigil
O : Pasien terlihat segar, Suhu badan
37’C
A : Masalah Hipertermi teratasi sebagian
P : Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor tekanan darah, nadi,rr dan
suhu badan
Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
Monitor intake dan output
GLAUKOMA
A. Definisi
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat sehingga
terjadi kerusakan saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
Glaukoma adalah sekelompok kelainan/kerusakan mata yang ditandai dengan
berkurangnya peningkatan tekanan (Long,1996).
Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang ditandai dengan berkurangnya lapang
pandang akibat kerusakan saraf optikus kerusakan ini berhubungan dengan peningkatan TIO yang
terlalu tinggi. (Smeltzer&G Bare, 2001).
Semakin tinggi tekanannya, semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung.
Peningkatan TIO terjadi akibat perubahan patologis yang menghambat peredaran normal humor
aques.
B. Klasifikasi
- Glaukoma sudut terbuka
- Glaukoma sudut tertutup
- Glaukoma kongenitalis
- Glaukoma sekunder
Keempat jenis glaukoma ini ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata dan
karenanya semuanya bisa menyebabkan kerusakan saraf optikus yang progresif.
C. Etiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor aqueus.
Bila dalam keadaaan normal, cairan ini dihasilkan didalam bilik posterior, melewati pupil masuk
kedalam bilik anterior lalu mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini
terganggu (biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior),
maka akan terjadi peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan
retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah kesaraf optikus berkurang sehingga
sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik
buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti
oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan
kebutaan.
D. Manifestasi Klinik
4. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder terjadi jika mata mengalami kerusakan akibat :
1. Infeksi
2. Peradangan
3. Tumor
4. Katarak yang meluas
5. Penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aqueus dari bilik anterior.
Penyebab paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah penyumbatan vena
oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan pendarahan kedalam mata. Beberapa obat
(misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.
iii. Pengobatan
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Obat tetes mata biasanya bisa mengendalikan Glaukoma sudut terbuka.Obat tetes yang
pertama diberikan adalah beta bloker (misalnya timonol, betaxolol, carteolol, levobunolol atau
metipranolol), yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan didalam mata. Juga
diberikan pilocarpine unuk memperkecil pupil dan meningkatkan pengaliran cairan dari bilik
anterior. Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine, atau carbacol
(untuk memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan).
Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak
dapat ditorelir oleh penderita, maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran
cairan dari bilik anterior. Digunakan sinar laser untuk membuat lubang didalam didalam iris
atau dilakukan pembedahan untuk memotong sebagian iris (iridotomi).
1. Minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan
menghentikan serangan Glaukoma.
2. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya
acetazolamide)
3. Tetes mata pilocarpine menyebabkan pupil mengecil sehingga iris
tertarik dan membuka saluran yang tersumbat.
4. Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa diberikan tetes mata beta
blocker.
5. Setelah suatu serangan, pemberian pilocarpine dan beta blocker serta
inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan.
6. Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan
manitol intravena (melalui pembuluh darah).
7. Terapi laser untuk membuat lubang pada iris akan membantu
mencegah serangan berikutnya dan seringkali bisa menyembuhkan
penyakit secara permanen. Jika Glaukoma tidak dapat diatasi dengan
menggunakan laser, dilakukan pembedahan untuk membuat lubang
pada iris. Jika kedua mata memiliki saluran yang sempit, maka kedua
mata diobati meskipun serangan hanya trejadi pada salah satu mata.
2. Glaukoma Sekunder
Pengobatan Glaukoma tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah peradangan,
diberikan corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan pembedahan.
3. Glaukoma Kongenitalis
Untuk mengatasi Glaukoma konginetalis dilakukan pembedahan.
a. gloukoma sudut terbuka
Pembedahaan diindikasikan bila cara konservatif gagal.
Prosedur : laser trabecula plasty
Dimana suatu laser zat argon disaratkan langsung ke jaringan. Trabekular untuk merubah
susunan jaringan dan membuka aliran dari humor aqeous.
b. gloukoma sudut tertutup
biasanya memerlukan pembedahan iridatomy atau iridectomy perifer
prosedur penyaringan dilakukan bila prosedur lain gagal untuk menekan peningkatan IOP
prosedur terpilih biasanya Trabeculectomy yaitu membuat pembukaan antara ruang
anterior dan rongga dan rongga sub konjungtiva.
H. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Glaukoma
1. Pengkajian
Anamnesis meliputi data demografi, yang meliputi :
- Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
- Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih
(dewit, 1998).
- Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat
penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle
Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang
diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah
berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan.
(Indriana N. Istiqomah, 2004)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Neurosensori
- Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa
diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan
perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/ pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
- Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berwarna, peningkatan air mata.
(www.IFC.com)
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya
cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada glaukoma
akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar
dari iris.
- Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara
signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
- Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan,
kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya (Indriana N.
Istiqomah,2004)
b. Nyeri/ kenyamanan
- Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis0
- Nyeri tiba- tiba / berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma
akut).
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu snellen / mesin telebinoklear
Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan
b. Lapang penglihatan
Terjadi penurunan disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis / otak, karotis /
patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran gonoskopi
Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
e. Tes provokatif
Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal / hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan aftalmoskop
Menguji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina
dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED
Menunjukkan anemia sistemik / infeksi
h. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
A. DATA SUBYEKTIF
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 76 tahun
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sokawera RT.1 Rw.2 Somagede Banyumas
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 744452
Diagnosa : os glaukoma
b. Keluhan Utama
Pandangan mata kanan kabur
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan penglihatannya kabur, silau bila melihat cahaya,
pusing, kornea mata tampak putih , TD 170/110 mmHg, N: 88 x/m, R: 20 x/m, S: 36,5 C, klien
mengalami pandangan kabur sekitar 1 tahun yang lalu dan setelah dilakukan pemeriksaan
pasien rencana mau dioperasi tanggal 26/12/14
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengalami penyakit serupa sudah 1 tahun yang lalu dan mengalami hipertensi sekitar 2
tahun yang lalu, tetapi hanya berobat ke puskesmas saja
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun dan menular.tidak ada yang
mengalami penyakit DM, Hipertensi maupun jantung
d. Pola Fungsional
1. Persepsi tentang kesehatan dan managemen kesehatan
Pasien mengatakan sehat adalah bebas dari penyakit. Pasien juga mengatakan kesehatan
merupakan suatu hal yang penting dan berharga dalam kehidupan. Pasien selalu berdoa
untuk meminta kesembuhan. Usaha untuk memperoleh kesembuhan dan menjaga kesehatan
dengan cara melakukan pengobatan di Rumah Sakit.
2. Pola nutrisi
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan minumnya, biasa minum 8
gelar air setiap harinya yang terdiri dari air putih dan teh. Pasien mengatakan tidak ada
masalah dengan pola makannya, pasien mengatakan kalau makannya teratur yaitu makan 3
kali.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan sejak dirawat makan dan minum tidak ada masalah.
3. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna
kuning kecoklatan, bau khas dan tidak ada masalah. Pasien mengatakan BAB sedikit + BAK
2 – 3 x sehari dengan warna kuning, jernih, bau khas.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan BAB baru sekali setelah operasi. BAK sedikit
sebanyak 500 cc/10 menit, warna kuning jernih, bau khas kateter.
4. Pola Istirahat Tidur
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan di rumah + 7 – 8 jam dan tidak ada gangguan.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan tidur 5jam.
5. Pola aktifitas dan latihan
1) Sebelum sakit :Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam melakukan aktifitas
2) Selama sakit : Aktifitas pasien terbatas selama sakit dan memerlukan bantuan dalam
pemenuhan ADL karena proses penyakitnya.
6. Pola Kognitif
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan jika sakit biasanya pasien berobat ke mantri atau
Puskesmas terdekat.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan kalau pasien mengetahui tentang penyakit yang
dideritanya saat ini dan mengerti tentang penyakitnya.
7. Persepsi diri dan konsep diri
1) Ideal diri : Pasien mengatakan sekarang kondisinya sudah lebih baik dari
sebelumnya, pasien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah.
2) Harga diri : Pasien mengatakan menerima kondisinya saat ini, tetapi kadang pasien
sering merasa sedih dengan kondisinya saat ini.
3) Gambaran diri : Pasien mengatakan ada perubahan pada dirinya, bahwa dirinya saat
ini sedang sakit.
8. Pola koping dan toleransi stress
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan jika mengalami suatu masalah, pasien sering
menceritakan kepada ibu dan ayah.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan selama sakit keluarga selalu memperhatikan dan
menunggui pasien selama dirawat, dan jika ada masalah pasien menceritakan kepada
keluarganya.
9. Pola sexual dan reproduksi
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam masalah sexual dan
reproduksi.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan selama sakit pasien tidak ada hambatan dalam
masalah sexual dan reproduksi.
10. Pola nilai dan kepercayaan
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinannya.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan selama sakit tidak menjalankan ibadah.
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran : Composmentis( E4M6V5)
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36.5 0C
RR : 20 x/menit
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala:Bentuk kepala mesochepal, rambut beruban dan tidak mudah rontok, kulit
kepala bersih.
2. Muka:Simetris, tampak pucat
3. Mata:Penglihatan kabur mata kiri, kornea mata tampak putih, OS : palpebra dan
konjungtiva dextra sulit dinilai dan lensa keruh, OD : tidak ada gangguan penglihatan,
sclera tidak ikterik dan konjungtiva tidak anemis
4. Telinga:Simetris, bentuk normal,tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran
5. Hidung: Simetris, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping hidung, tidak terpasang alat
bantu nafas
6. Mulut:Mukosa bibir kering dan bibir tidak sianosis
7. Gigi:Gigi tampak bersih dan tidak ada caries dentis
8. Lidah : Lidah tampak bersih
9. Leher:Tidak ada pembesaran vena jugularis, dan tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
10. Dada:Inspeksi:simetris, tidak ada retraksi D/S,Palpasivokal fremitus D/S
simetris,tidak ada nyeri tekan, auskultasi; suara paru vesikuler,tidak terdengar ronkhi
pada paru kanan dan kiri
11. Abdomen :Inspeksi : tampak tidak ada asites,supel. Palpasi : hepar tidak teraba,
tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa feces. Auskultasi: peristaltik normal, bising
usus hipoaktif 12 x/m. Perkusi : dulness
12. Genital : tidak terpasang DC, urin warna kuning jernih kurang lebih 1500 cc/hr
13. Ekstremitas:Ektremitas kanan kiri tidak ada gangguan pergerakkan . Ekstremitas atas
5/5 dan ekstremitas bawah 5/5
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium tanggal 25/12/14
No Pemeriksaan Hasil Normal
1. Hemoglobin 13,2 gr/dl 14.0-18.0
2. Leukosit 6.99 10^3/ul 4.80-10.80
3. Trombosit
163 10^3/ul 150-450
4. Hematokrit 39.1 % 42.0-52.0
7. Gula sewaktu 81 mg/dl 70-105
8. CT 5 menit
9. BT 4 menit
10. HbsAg Negatif
2. Rabu, 26 Desember DS : Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri Agen cedera fisik
2014 mata kiri post operasi (prosedur invasif)
DO : pasien terlihat menahan sakit
Pengkajian nyeri :
P : Post op Glaukoma
Q : Nyeri panas
R : mata kiri
S : Skala nyeri 4
T : Hilang timbul
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal Jam Implementasi Respon
Selasa, 25 Desember 10.00 Melakukan admision care S : Pasien mengatakan mengerti apa yang
2014 dijelaskan
11.00 mengidentifikasi tingkat kecemasan O :Pasien mengerti apa yang dijelaskan
S : Pasien mengatakan takut akan tindakan
Mendorong pasien untuk mengungkapkan operasi besok
12.00 perasaan, ketakutan, persepsi O : Pasien terlihat cemas
menginstruksikan pasien menggunakan TD 160/110 N:78 S:36 Rr:18
teknik relaksasi S : Pasien mengatakan selalu memikirkan
13.00 bagaimana operasinya
O: Pasien terlihat masih belum tenang.