Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA

A. Pengertian Struma
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan leher
(Dorland, 2002).
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea. Tiroid
menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon kalsitonin yang
mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid
(Guyton and Hall, 2007).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran
kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid.
Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.

B. Etiologi Struma
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah
besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan
struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid
yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan
struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis tumor jinak –
dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5. Defisiensi iodium
6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid).
7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8. Anomali
9. Peradangan atau tumor/neoplasma
C. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan fisiologisnya :
1.1 Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
1.2 Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
1.3 Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
2.1 Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
a. Difusa : endemik goiter, gravid
b. Nodusa : neoplasma
2.2 Toksik (hipertiroid)
a. Difus : grave, tirotoksikosis primer
b. Nodusa : tirotoksikosis skunder

3. Berdasarkan morfologinya :
3.1 Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan
kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang
iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk
memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel
kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat
kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides
atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
3.2 Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan
yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui
hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan
koloid dan ukuran kelenjar membesar.
3.3 Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma
noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang
dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase
kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada
daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin
tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular,
kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami
hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil).

D. Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid termasuk didalamnya
defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat memakan sekresi hormon tiroid)
seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid,
anomali, peradangan atau tumor atau neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991)
kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya
mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan
dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju
metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis. secara sporadis
dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan
penyebab, maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-
obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai
pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium. Bahan
dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam kelenjar tiroid secara
transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan
mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan
terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai
katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan
membentuk tetra iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin
(T3) untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi
penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan
metilkaptoimidazol.
E. Manifestasi Klinis Struma
1. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung, sehingga
curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias
timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai
meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis,
arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh
darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor
tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan
dipercepat.
2. Keringat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas, proteolisis,
lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya
menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat.
3. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya atau tidak adanya
nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi pada penderita struma
terganggung.
4. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada
tangan
5. Gelisah
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh karena
hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal
juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang.
Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
6. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh) menyebabkan berat badan
menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh. Lipolisis juga
menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik sehingga menyebabkan
proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea.
7. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala mata tidak
selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves)
eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata;
penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia.
Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan
reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi
limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
9. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan )
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
10. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada
pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
F. Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat penekanan pada
pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma mendorong
eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan,
dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid
dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium
jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat
komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang
berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas
rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah
(miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan
tidak dapat dicubit.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di auskultasi
terdengar bunyi seperti pluit.
2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat.
Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila perbedaan panas
dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa yang
ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi
ini adalah paling sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin) dalam batas
normal.
Nilai normal :
3.1 T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL
3.2 Tiroksin bebas : 0.5 – 2.8 µg/dL
3.3 T3 serum : 115 - 190 µg/dL
3.4 TSH serum : 0.5 – 4 µg/dL
3.5 FT1 serum : 6.4 - 10 %
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi)
Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah padat,
kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan untuk menentukan
apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul tunggal atau
multiple padat atau kistik. Pemeriksaan ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan
kemungkinan keganasan tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah
centimeter.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
4.1 Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
4.2 Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran hipoekoik
disekelilingnya.
4.3 Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
4.4 Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
4.1 Dapat menentukan jumlah nodul.
4.2 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
4.3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
4.4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak
terlihat dengan sidik tiroid.
4.5 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat
membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
4.6 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah.
4.7 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
5. Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi
bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah 24 jam secara foto grafik
ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
5.1 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini
menunjukkan fungsi yang rendah.
5.2 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan
aktivitas yang berlebih.
5.3 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan
bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
6. Dilakukan foto thorak posterior anterior.
Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi kondisi jalan
nafas
7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig.
8. Biopsy dan Sitologi Tiroid
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy aspirasi jarum
halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan
dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat, teknik
biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi
aleh ahli sitologi
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus ( fine needle
aspioration biopsy, FNA ). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma tiroid,
tiroiditis, atau limfoma. Biopsy aspirasi tidak mempunyai batasan dalam hal ukuran tumor, asalkan
lesi ini dapat dipalpasi. Saat dilakukan penusukan tidak perlu dilakukan anastesi lokal.
H. Penatalaksanaan
1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara
menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.1 Obat antitiroid
Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan
struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada
pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5. Pasien dengan krisis tiroid.
1.2 Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi :
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan berbau, dan dengan
cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke kelenjar tiroid melalui aliran darah
dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar
tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-6 bulan. Pada
sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi pada keadaan dengan kelenjar
gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar
tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak
ada sama sekali dan dalam jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid).
Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12 bulan diperiksa
fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi hormon tiroid yang diberikan
seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi) dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien
cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur seperti halnya minum vitamin.

1.3 Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar
tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris total tiroidektomi. Indikasi
dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid, hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap karsinoma tiroid,
hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme
• Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
• Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
2. Struma Nodular Toksik
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif
dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan
yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter,
nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma
multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan
(Sadler et al, 1999)
3. Struma Non Toksis
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif
dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan
yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter,
nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma
multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan
(Sadler et al, 1999)
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:
3.1 Keganasan
3.2 Penekanan
3.3 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja
dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat
pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi
kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar
getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
a. Inoperabel
b. Kontraindikasi operasi
c. Ada residu tumor setelah operasi
d. Metastase yang non resektabel
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk
mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence).
Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada
karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral

THYRAX
INDIKASI
Hipotiroidisme karena berbagai macam sebab.
Menekan kadar TSH (hormon perangsang tiroid) pada keadaan goiter, nodulus, & setelah
pengobatan kanker tiroid dengan radiologi dan atau pembedahan
Menekan efek goitrogenik dari obat-obat lain, untuk diagnosis, & pada penekanan tes.
PERHATIAN
Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah dan atau miksoedema berat dan yang lama terjadi.
Interaksi obat : antikoagulan oral, antidiabetik, Digitalis, Kolestiramin, Fenitoin.
EFEK SAMPING
Takhikardia, kegugupan, gemetar, sakit kepala, kemerahan pada leher & wajah, berkeringat, kehilangan
berat badan. KEMASAN Tablet 100 mcg x 100 biji.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STRUMA


A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1.1 Identifikasi pasien.
1.2 Keluhan utama pasien.
Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka
operasi.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga
mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan
operasi.
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah
menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini.
1.6 Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan pasien
merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang
meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2.2 Kepala dan leher
Pada pasien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah
ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi
dalam dua sampai tiga hari.
2.3 Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya
darah dalam jalan nafas.
2.4 Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan
gelisah karena menahan sakit.
2.5 Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan
pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
2.6 Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2.7 Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
2.8 Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
2.9 Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering,
kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
2.10 Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
2.11 Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan
pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut
tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema
(sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
2.12 Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN GANGGUAN
SISTEM ENDOKRIN : STRUMA NODUSA NON TOKSIK

A. PENGKAJIAN
a) Identitas
Nama : Ny. R
Umur : 30 tahun
Jeniskelamin : perempun
Agama : Islam
Alamat : Ayam alas ½ Kroya Cilacap
Tanggalmasuk RS : 10 okt 2018
TanggalPengkajian : 11 Oktober 2018
b) RiwayatKesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri pada daerah post operasi /leher
2. Riwayat kesehatan sekarang
Ny.R (30 tahun) mengeluh nyeri pada daerah post operasi, kesulitan menelan, pernafasan cepat dan
terdapat secret dikerongkongan.
3. Riwayatkesehatandahulu
Sebelumnya pasien belum pernah dirawat di rumahsakit dan belum pernah menderita penyakit kronis.
4. Riwayatkesehatankeluarga
Keluarga tidak ada yang mengalam ipenyakit yang sama dengan yang dialami pasien, tidak
mempunyai penyakit menular maupun penyakit keturunan.
c) PolaFungsional
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien mengalami penurunan berat badan karena sakit untuk menelan sehingga tidak nafsu makan,
pasien lebih banyak minum.Adanya asupan dengan diit makanan lunak.
2. Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pola eliminasi, tetapi saat intake pasien kurang BAK jadi berkurang atau jarang.
3. Pola istirahat tidur
Pasien mengalami gangguan tidur apabila nyeri timbul pad amalam hari atau saat tidur.
4. Pola aktivitas
Aktivitas pasien terganggu karena nyeri dan dibantu oleh keluarga.Pasien dianjurkan banyak istirahat
setelah operasi sampai keadaannya pulih.
d) PemeriksaanFisik
1. Status kesehatanumum
Keadaan umum : lemas
kesadaran : compos mentis
TTV : TD 135/70mmHg, N 26x/mnt, S 37°C, RR 22x/mnt
2. Head to toe
Kepala : bentuk mesochepal, bersih, tidak ada benjolan
Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidakikterik
Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, ada secret
Mulut : mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis
Telinga : bentuk simetris, bersih
Leher : adaluka post operasi strumektomi di leher bagian depan
Thorax : bentuk simetris, tidak ada lesi
Abdomen : tak ada keluhan
Punggung : tidak terdapat adanya skoliasis, kifosis, decubitus dan tampak bersih
Ekstremitas : pada lengan kiri terpasangi nfus RL 24 tpm, pada vena radialis. Tidak ada luka dan spasme
otot
Kulit : turgor kering, hangat, tidakadaluka, bersih

A. ANALISA DATA
No Tgl/Jam Data Fokus Etiologi Problem
1 11 okt DS : Agens cedera fisik Nyeri akut
2018 Klien mengatakan nyeri pada daerah post op (luka bekas operasi
P : nyeri timbul saat bergerak strumektomi)
Q : nyeri hilang timbul
R : daerah bekas operasi
S : skala 6
T : 3-5 menit
DO :
Klientampakmeringiskesakitan Adanya
perubahan frekuensi pernafasan (RR = 26x/menit)
Perubahan tekanan darah (TD = 135/70 mmHg)
2 11/10/201 DS : Ketidakmampuanm Ketidakseimbang
8 Klien mengatakan susah untuk menelan enelanmakan an nutrisi
DO : kurang dari
Membran mukosa pucat kebutuhan tubuh
Penurunan BB, 57 kg saat dikaji 53 kg
Kelemahan otot untuk menelan
PRIORITAS DIAGNOSA
1. Nyeri aku tberhubungan dengan Agens cedera fisik (luka bekas operasi strumektomi)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan
B. INTERVENSI
No
Tgl/Jam TujuandanKriteriaHasil Intervensi Rasional
Dx
11/10/2018 1 Setelah dilakukan 1. Kajiskala, letak, 1. Nyeri heba tmendadak
tindakankeperawatan selama 3x24 tipe, frekuensi dan dapat menandakan
jam diharapkan masalah tindakan durasi nyeri perforasi daerah operasi
keperawatan dapat teratasi dengan 2. Ajarkan teknik 2. Untuk mengurangi
kriteria hasil: distraksi relaksasi kontraksi daerah post
Nyeriberkurang (skala 6-3) 3. Atur posisi nyaman operasi
Frekuensipernafasankembali 4. Tingkatkanistirahat 3. Nyeri akan bertambah
normal (RR 16-14x/menit) 5. Berikananalgetikunt bilaposisitidaknyaman
Insomnia dapatteratasi ukmenguranginyeri
4. Istirahat yang
cukupdapatmenguranginy
eri
5. Nyeri berkurang
lebihcepat
11/10/2018 2 Setelahdilakukantindakankeperawat 1. Beikandiitlunak 1. Makanan yang
anselama 3x24 jam 2. Monitor lunakdapat di
diharapkanmasalahtindakankeperaw adanyapenurunanberatb telandenganmudah
atandapatteratasidengankriteriahasil: adan 2. Untuk mengetahui
Dapatmenelandengan normal 3. Berikanmakananse adanya kekurangan
Beratbadan normal dikittapisering ataukelebihan massatubuh
Intake makanandancairan normal 4. Monitor turgor 3. Untukmemenuhiasup
kulit annutrisi
5. Kolaborasidengana 4. Untuk mengetahui
hligizi adanya kekurangancairan
5. untukmenentukanjuml
ahkaloridannutrisi yang
dibutuhkanpasien
C. IMPLEMENTASI
Tgl/Jam No Implementasi EvaluasiFormatif Ttd
Dx
11/10/2018 1 1. mengkaji skala, letak, tipe, 1. Warnadanbau urine normal
frekuensidandurasinyeri 2. Minumsesuaikebutuhantubuh,
2. mengajarkanteknikdistraksirela membantumengaluarkanbatu
ksasi 3. Tidakadabatu,tidakadakeluhaneliminasiurin
3. memposisikanpasiendengannya 4. Pasientidakmengalamiansietasdanlebihmerasa
man (semi fowler) nyaman
4. menganjurkanmeningkatkanist 5. pH urine meningkat, batuasammenurun
irahat
5. memerikananalgetikuntukmen
guranginyeri
11/10/2018 2 1. memeikandiitlunak 1. Skalanyeridapatberkurang
2. Memonitoradanyapenurunanbe 2. Nyeri abdomen maupunnyeri post op dapat berkurang
ratbadan 3. asiendapatmelakukantekniknafasdalam, relaksasidandistraks
3. Menganjurkanuntukmemberik 4. Ekspresiwajahpasienlebihrileks
anmakanansedikittapisering 5. Nyeriberkurang/hilangsetelahdiberianalgetik
4. memonitor turgor kulit
5. mengkolaborasikandenganahli
gizi
1. memberikan 1. sesaknafasberkurang
O2sesuaikebutuhan (2 liter) 2. pasienmerasalebihnyamandansesaknafasberkurang
2. posisikanpasien semi fowler 3. tidakadasuaranafastabahan
3. mengauskultasisuaranafas 4. mengeluarkkansekretsecara manual
4. mengajarkanbatukefektif 5. untukmengencerkansekret
5. kolaborasidengandokteruntuk
pemberianekspektoran
D. EVALUASI
Tgl/jam No Dx SOAP Ttd
11/10/2018 1 S : klien mengatakan masihnyeri, skal anyeri 5
09.00 O: klien tampak gelisah, RR = 25x/menit, TD = 130/70 mmHg
A: masalah belum teratasi
P:lanjutkan intervensi untuk kajis kala, letak, tipe, frekuensi dan durasi nyeri,
ajarkan teknik distraksi relaksasi, Berikan posisi nyaman, tingkatkan istirahat,
berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
11/10/2018 2 S: klien mengatakan sudah dapat menelan makanan sedikit- sedikit,
11.00 menghabisakan ½ porsi makanan
O: membrane mukosa tidak lagi pucat, turgor kulit masih kering
A: masalah teratasi sebagian
P:lanjutkan intervensi untuk berikan diitlunak, monitor adanya penurunan
beratbadan, berikan makanansedikit tapi sering
APPENDIKSITIS

I. Definisi
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10cm (4 inci), melekat
pada sakum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri
secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks
cendrung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.
Apendisitis adalah peradangan yang relative sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab
yang jelas. Acute appendicitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intra abdominal
yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada Negara berkembang jumlahnya lebih
sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (perkotaan)
bilang dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengkonsumsi serat.
Appendicitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang
dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada
usia dibawah 2 tahun. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang
bersamaan dalam hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi dari pada wanita dan remaja lebih
sering dari pada orang dewasa.
II. Etiologi
Serangan peradangan usus buntu tidak selalu khas sebagaimana lazimnya. Yang khas,
diawali dengan tidak enak perut, biasanya rasa tak enak perut di sekitar pusar.
Pada saat yang sama muncul demam ringan, disertai mual dan muntah-muntah. Mungkin diare,
ada pula yang malah sembelit. Namun, yang pasti, nyeri tidak enak perut berlanjut, kendati sudah
diredakan dengan obat.
Nyeri berkembang dari sekitar pusar, kemudian menyebar sampai ke perut kanan bawah.
Tergantung posisi usus buntunya terhadap usus besar, rasa nyeri dan keluhan tak enak perut tidak
selalu khas.Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama
dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus
buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada
posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.Pada kasus peradangan usus
buntu yang spesifik, akan muncul nyeri tekan pada perut kanan bawah. Nyeri semakin memberat
dari jam ke jam. Selain nyeri bila ditekan, nyeri juga muncul bila setelah ditekan lalu segera dilepas
(nyeri lepas). Nyeri yang sama pada perut kanan bawah akan timbul bila ditekan pada perut kiri
bawah. Selain itu otot-otot dinding perut teraba menegang

III. Patofisiologi
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi
oleh fecalith, a gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan
tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith. Hasil observasi epidemiologi juga
menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar. Pada fase awal appendicitis
mukosa mengalami inflamasi terlebih dahulu.Kemudian inflamasi ini akan meluas ke lapisan
submukosa, termasuk juga lapisan muskularis dan lapisan serosa. Terbentuk pula eksudat
fibrinopurulen pada permukaan serosa dan menyebar ke dinding peritoneal terdekat, sehingga
menyebabkan peritonitis. Pada fase ini glandula mukosa yang nekrosis masuk ke dalam lumen
usus, sehingga menyebabkan terjadinya nanah atau pus di dalam lumen. Akhirnya, pembuluh-
pembuluh kapiler yang mensuplai darah ke appendiks mengalami trombose dan appendiks yang
infark tersebut menjadi nekrosis atau gangrenous. Setelah mengalami nekrosis, appendiks dapat
mengalami perforasi, sehingga kandungan yang terdapat dalam lumen appendiks,seperti pus dapat
menyebar di cavitas peritoneal dan menimbulkan peritonitis.
Apendiks terinflamsi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat.
Kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor maupun benda asing. Proses inflamasi
ini meningkatkan tekanan intraluminal dapat menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
bebas secara progresif dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen,
akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Akan lebih jelasnya dapat dilihat berdasarkan diagram berikut ini :

IV. Manifestasi Klinis


 Nyeri difus yang timbul mendadak di daerah apigastrium atau periumbilikus
 Dalam beberapa jam, nyeri lebih terlokasi dan dapat dijelaskan sebagai nyeri tekan di
daerah kuadran kanan bawah
 Nyeri tekan lepas (nyeri yang timbul sewaktu tekanan dihilangkan dari bagian yang sakit)
 Demam
 Leukosit meningkat (10.000 – 18.000/mm3)
 Mual dan muntah dan rasa ngilu
 Kurang nafsu makan
 Konstipasi

V. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses apabila apendiks yang membengkak tersebut pecah. Insiden perforasi adalah
10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi
24 jam setelah awetan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi,
penampilan toksik, dan nyeri aatau nyeri abdomen secara kontinyu.

VI. Pemeriksaan Penunjang


Apabila setelah dipantau masih menimbulkan keraguan maka kita dapat melakukan
pemeriksaan yang dapat mendukung diagnosis, seperti memeriksa urine secara mikroskopis, X-
ray, full blood count, dan serum amylase, darah lengkap.

VII. Penatalaksanaan
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah di tegakkan. Antibiotic dan
cairan IV diberikan sampai pembedaha dilakukan. Analgesic dapat diberikan setelah diagnosa
ditegagkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau
sepinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi yang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif.
Asuhan Keperawatan Pada An.M
dengan Gangguan Sistem Pencernaan Post Appendiktomy
Di Ruang Edelwais Rsud Banyumas

I. Pengkajian
a. Pasien
Nama : An. M
Umur : 16thn
Alamat : pasinggangan 6/5 Banyumas
No Rm : 850116
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Appendiksitis kronis
Tanggal Masuk : 14 Mei 2018

b. Penanggungjawab
Nama : Tn. J
Umur : 60th
Alamat : Pasinggangan 6/5 Banyumas
Hubungan dengan pasien : Ayah Kandung

II. Riwayat Kesehatan


a. Keluhan Utama
Nyeri pada perut luka operasi,nyeri menetap,skala 5,nyeri bila batuk
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut di kuadran kanan bawah sejak 3 hari.
Nyeri perut terasa terus menerus dan diikuti mual.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelum sakit usus buntu
tersebut.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan bahwa di keluarga tidak mempunyai mempunyai penyakit hipertensi
dan diabetes.

III. Pola Fungsional


a. Persepsi tentang kesehatan dan managemen kesehatan
Pasien mengatakan sehat adalah bebas dari penyakit. Pasien juga mengatakan kesehatan
merupakan suatu hal yang penting dan berharga dalam kehidupan. Pasien selalu berdoa
untuk meminta kesembuhan. Usaha untuk memperoleh kesembuhan dan menjaga
kesehatan dengan cara melakukan pengobatan di Rumah Sakit.
b. Pola nutrisi
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan minumnya, biasa minum
8 gelar air setiap harinya yang terdiri dari air putih dan teh. Pasien mengatakan tidak ada
masalah dengan pola makannya, pasien mengatakan kalau makannya teratur yaitu makan
3 kali.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan sejak operasi pasien dipuasakan dengan sekarang
minumnya hanya satu atau dua sendok untuk membasahi bibirnya. Pasien mengatakan
sejak dioperasi pasien dipuasakan sehingga belum pernah makan post Apendiktomy.
c. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna
kuning kecoklatan, bau khas dan tidak ada masalah. Pasien mengatakan BAB sedikit +
BAK 2 – 3 x sehari dengan warna kuning, jernih, bau khas.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan BAB baru sekali setelah operasi. BAK sedikit
sebanyak 500 cc/10 menit, warna kuning jernih, bau khas kateter.
d. Pola Istirahat Tidur
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan di rumah + 7 – 8 jam dan tidak ada gangguan.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan tidur 5jam.
e. Pola aktifitas dan latihan
1) Sebelum sakit :Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam melakukan aktifitas
2) Selama sakit : Aktifitas pasien terbatas selama sakit dan memerlukan bantuan dalam
pemenuhan ADL karena proses penyakitnya.
f. Pola Kognitif
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan jika sakit biasanya pasien berobat ke mantri atau
Puskesmas terdekat.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan kalau pasien mengetahui tentang penyakit yang
dideritanya saat ini dan mengerti tentang penyakitnya.
g. Persepsi diri dan konsep diri
1) Ideal diri : Pasien mengatakan sekarang kondisinya sudah lebih baik dari
sebelumnya, pasien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah.
2) Harga diri : Pasien mengatakan menerima kondisinya saat ini, tetapi kadang pasien
sering merasa sedih dengan kondisinya saat ini.
3) Gambaran diri : Pasien mengatakan ada perubahan pada dirinya, bahwa dirinya saat
ini sedang sakit.
h. Pola keping dan toleransi stress
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan jika mengalami suatu masalah, pasien sering
menceritakan kepada ibu dan ayah.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan selama sakit keluarga selalu memperhatikan dan
menunggui pasien selama dirawat, dan jika ada masalah pasien menceritakan kepada
keluarganya.
i. Pola sexual dan reproduksi
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam masalah sexual dan
reproduksi.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan selama sakit pasien tidak ada hambatan dalam
masalah sexual dan reproduksi.
j. Pola nilai dan kepercayaan
1) Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinannya.
2) Selama sakit : Pasien mengatakan selama sakit tidak menjalankan ibadah.

IV. Pemeriksaan Fisik


TD : 100/600 mmHg R : 20 x/menit
N : 84 x/menit S : 38.4 0C
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : GCS, E : 4, V : 5, M : 6, Compos mentis
Kepala : mesochepal, tidak ada luka
Rambut : warna hitam, lurus, tidak ada uban
Mata : konjungtiva, tidak anemis, sklera tidak ikteris, simetris antara kanan dan kiri.
Hidung : lubang hidung simetris, tidak ada pembesaran polip, bersih, tidak ada serumen,
terpasang NGT.
Telinga : tidak ada serumen, simetris, tidak ada lesi, pendengaran baik.
Mulut : mukosa mulut kering, bersih, lidah bersih, tidak ada stomatis.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Dada : simetris
Paru I : pengembangan dada kanan dan kiri sama
P : fremitus teraba kanan dan kiri
P : sonor
A : tidak ada bunyi nafas tambahan
Abdomen
I : distensi
A : terdengar
P : tympani
P : terdapat luka post operasi, keadaan luka bersih
Ekstremitas atas kanan dan kiri : tangan kanan terpasang infus RL
Ekstremitas bawah kanan dan kiri : kaki kanan dan kiri dapat digerakan
Kulit : turgor kulit kurang baik, kulit tampak kering, warna sawo matang.
Genetalia : terpasang kateter.

V. Therapi injeksi
Injeksi cefotaxime 1gr/12jam
Injeksi Ranitidin 50mg/12jam
Infus Metronidazol 500mg/8jam
Infus paracetamol 500mg/8jam

VI. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Hasil
Hematologi
- Hemoglobin 11,3 9/dl
- Hematokrit 35 %
- Leukosit 22,1 ribu/UI
- Trombosit 284 ribu/UI
- Eritrosit 3,55 juta
Kimia Klinik
- Protein total 4,4 g/dl
- Albumin 3,2 g/dl
Elektrolit
- Natrium 139 mmol/L
- Kalium 3,2 mmol/L
- Klorida 109 mmol/L

ANALISA DATA
No Hari/Tanggl Data Masalah Etiologi
1 Rabu, 15 Mei 2018 DS : Pasien mengatakan luka Nyeri Agen injuri fisik (post
operasinya nyeri, panas. pembedahan)
DO : Pasien terlihat menahan sakit.
Pasien terlihat pucat & lemas.
Luka operasi tertutup kasa.
Terpasang luka drairage
Pengkajian nyeri :
P : Post op Laparatomy
Apendiktomi
Q : Nyeri panas
R : Perut kanan bawah
S : Skala nyeri 2
T : Terus menerus
2. Rabu, 15 Mei 2018 DS : Pasien mengatakan badan Hipertermi Penyakit
terasa panas.
DO : Membran mukosa dan bibir
kering. Pasien tampak lemas. Suhu
badan 38,5’C
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan: Agen NOC : NIC :


injuri (biologi, kimia, fisik,psikologis), Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara
kerusakan jaringan pain control, komprehensif termasuklokasi,
DS: -Laporan secara verbal DO:-Posisi untuk comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
menahan nyeri Setelah dilakukan tindakan kualitas dan faktor presipitasi
-Tingkah laku berhati-hati keperawatan selama 3x24jam Pasien Observasi reaksi nonverbal dari
-Gangguan tidur (mata sayu, tampakcapek, tidak mengalami nyeri, dengan ketidaknyamanan
sulit atau gerakan kacau,menyeringai) kriteria hasil: Bantu pasien dan keluarga untuk
-Terfokus pada diri sendiri Mampu mengontrol nyeri mencari dan menemukandukungan
-Fokus menyempit (penurunanpersepsi (tahupenyebab nyeri, mampu Kontrol lingkungan yang dapat
waktu, kerusakan prosesberpikir, penurunan menggunakan tehnik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri sepertisuhu
interaksi denganorang dan lingkungan) untuk mengurang inyeri, mencari ruangan, pencahayaan dan
-Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- jalan, bantuan) kebisingan
menemui orang lain dan/atauaktivitas, Melaporkan bahwa nyeri Kurangi faktor presipitasi nyeri
aktivitas berulang-ulang) berkurang dengan menggunakan Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
manajemennyeri menentukan intervensi
-Respon autonom (seperti distraksi, kompres hangat/ dingin
diaphoresis,perubahan tekanan darah,
perubahannafas, nadi dan dilatasi pupil)
2. Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan: Fluid balance Pertahankan catatan intake dan
-Kehilangan volume cairan secara aktif Hydration output yang akurat
-Kegagalan mekanisme pengaturan Nutritional Status : Food andFluid Monitor status hidrasi (
DS : -Haus Intake Setelah dilakukan tindakan kelembaban membran mukosa,nadi
DO: keperawatan selama….. defisit adekuat, tekanan darah ortostatik ),
-Penurunan turgor kulit/lidah volumecairan teratasi dengan kriteria jikadiperlukan
-Membran mukosa/kulit kering hasil: Monitor hasil lab yang sesuai
-Peningkatan denyut nadi, penurunantekanan Mempertahankan urine dengan retensi cairan(BUN , Hmt ,
darah, penurunanvolume/tekanan nadi outputsesuai dengan usia dan BB, osmolalitas urin, albumin, total
-Pengisian vena menurun BJurine normal, protein )
-Perubahan status mental Tekanan darah, nadi, suhu Monitor vital sign setiap 15menit–
-Konsentrasi urine meningkat tubuhdalam batas normal 1 jam
-Temperatur tubuh meningkat Tidak ada tanda tanda Kolaborasi pemberian cairan IV
-Kehilangan berat badan secara tiba-tiba dehidrasi,Elastisitas turgor kulit Monitor status nutrisi
-Penurunan urine output baik,membran mukosa lembab, Berikan cairan oral
-HMT meningkat tidakada rasa haus yang berlebihan Berikan penggantian nasogatrik
Orientasi terhadap waktu sesuai output (50–100cc/jam)
dantempat baik Dorong keluarga untuk membantu
Jumlah dan irama pernapasandalam pasien makan
batas normal Kolaborasi dokter jika tanda cairan
Elektrolit, Hb, Hmt dalam berlebih muncul memburuk
batasnormal Atur kemungkinan tranfusi
pH urin dalam batas normal Persiapan untuk tranfusi
Intake oral dan intravena adekuat Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin output
setiap 8 jam
IMPLEMENTASI
Hari/Tanggal Jam Implementasi Respon
Rabu,15 Mei 14.00 Mengkaji dan mencatat kualitas lokasi S : Pasien mengatakan luka operasinya
2018 dan durasi nyeri. panas. Pasien mengatakan badan terasa
Membantu pasien memberi posisi untuk panas.
15.00 kenyamanan optimal. O : Pasien terlihat pucat dan
Mengajarkan teknik relaksasi lemas.Post OP Apendiktomy
S : Pasien mengatakan perutnya sudah
16.00 Memantau TTV agak nyaman.
O : Pasien mengatakan nafas dan
17.00 ekspresi muka berubah menjadi terang.
S : Pasien mengatakan masih sakit.
Memberikan antipiretik (infus O : Pasien terlihat menahan rasa
paracetamol 500mg/iv) sakit.
17.00 mengkompres pasien pada lipat paha S: -
dan aksila O: TD 90/60
Mengelola Antibiotik (injeksi N: 84
cefotaxime 1gr/iv) Rr: 20
17.00 Memberikan cairan intravena (infus S: 38,5
metronidazol 500mg,inj ranitidin S: pasien mengatakan badan panas
50mg/iv) O: menggigil, bibir kering, wajah merah
Mengkaji abdomen terhadap kekakuan S: pasien mau disuntik
O: tidak ada reaksi alergi
18.00 S : Pasien mengatakan perutnya masih
sakit.
O : Ternyata nyeri tekan pada abdomen
Kamis,16 Mei 14.30 Melakukan pengkajian nyeri secara S : Pasien mengatakan luka operasinya
2018 komprehensif termasuklokasi, masih nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas O : skala nyeri 4,nyeri pada perut,
dan faktor presipitasi menetap
Memonitor reaksi nonverbal dari S: pasien mengatakan nyeri berkurang
ketidaknyamanan O: pasien terlihat tenang dan nyaman
Mengajarkan tehnik relaksasi S: pasien mau disuntik
16.00 O: tidak ada reaksi alergi
Memberikan antipiretik (infus S: -
17.00 paracetamol 500mg/iv) O: TD 100/60
mengkompres pasien pada lipat paha N: 84
dan aksila Rr: 20
Mengelola Antibiotik (injeksi S: 37,5
cefotaxime 1gr/iv)
Memberikan cairan intravena (infus
metronidazol 500mg,inj ranitidin
50mg/iv)
18.00 Memantau TTV
EVALUASI
Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi
Jumat, 17 Mei 2018 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri S : Pasien mengatakan nyeri
fisik (post pembedahan/prosedur invasif) berkurang
O : TD: 110/70 mmHg N: 80X/menit,
RR: 20X/menit,skala nyeri 3
A : Masalah nyeri teratasi sebagian
P : Pantau KU pasien
Pantau skala nyeri baik verbal,
nonverbal
Ajarkan teknik relaksasi
Atur posisi yang nyaman( miring )
Kolaborasi pemberian obat
analgetik

Anda mungkin juga menyukai