PERILAKU KEKERASAN
Di susun oleh :
Prodi : S1-KEPERAWATAN
NIM : 1607002
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009).
Menurut Townsend (2010), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk
mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang atau menyerang.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2009). Ancaman
atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah
bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-
banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.
Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat membahayakan bagi
diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008).Perilaku kekerasan adalah keadaan
dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang
lain (Carpenito, 2010).Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.
B. Rentang Respon
Menurut Stuart (2009), rentang respon dari marah, seperti pada gambar 1 berikut:
Respon adaptif Maladaptif
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini
maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif.Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk
berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.Penduduk yang ramai /padat
dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Factor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
F. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
G. Psikopatologi
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor
predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep, 2009).
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
a. Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan naluri.
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting
hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, Dan kedua insting kematian yang
diekpresikan dengan agresivitas.
b. Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut Freud ini ini berawal dari
asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau obyek yang menyebabkan frustasi.
c. Faktor Sosial Budaya
1) Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi
dapat dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan
berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajari.
2) Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima, sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan marah dengan
cara yang asertif.
d. Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susunan persyarafan ada juga yang
berubah pada saat orang agresif.Sistem limbik berperan penting dalam meningkatkan dan
menurunkan agresifitas.Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif
yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan asam amino GABA (gamma
aminobutiric acid).GABA dapat menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat
meningkatkan agresifitas, serotonin dapat menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan
adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang marasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahanya. Ancaman dapat
berupa internal ataupun eksternal.Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi kerja,
kehilangan orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis. Contoh stressor ekternal
adalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik orang lain. Marah juga bisa disebabkan
perasaan jengkel yang menumpuk di hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi.Marah juga
bisa timbul pada orang yang dirawat inap.
PATHWAYS
Faktorpredisposisi Faktorpresipitasi Faktorperilaku
Ketidakmampuanmenghadapi stressor
MK:
Kopingindividutidakefektif ResikoPerilakuKekera
Penurunanmotivasidankemampuan
Penurunanmotivasidalampemenuhandalamhubungansocialk
MK: IsoalasiSosial
ebutuhansehari-hari
(MenarikDiri)
MK:
DefisitPerawatan
MK:
H. Diagnose keperawatan utama
Halusinasi
Perilaku kekerasan
I. Fokus intervensi keperawatan
1. Mandiri
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pasien, hirarki perilaku
agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek pasien yang berhubungan
dengan perilaku agresif. Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat dalam membina
hubungan terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku yang berpontensi kekerasan,
mengembangkan suatu perencanaan, mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku
kekerasan.(Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan mengelola perilaku
agresif.Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan.
a. Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat mempengaruhi
komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah, atau
apatis maka akan sulit baginya membuat pasien tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka
perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise
dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah pasien.
b. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara mengekpresikan
marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan mengekpresikan perasaan,
kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini pada orang lain.
Jadi dengan perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau
mengekpresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan pasien
adaptif atau maladaptif.
c. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu mampu
berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang
tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan mengekpresikan penghargaan dengan
tepat.
d. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara
lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan cara yang kongkrit,
tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata langsung, fasilitasi pembicaraan, dengarkan
pembicaraan, jangan terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang
tidak dapat ditepati.
e. Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca,
kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas
kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok pasien yang mempunyai masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai
terapi sedangkan kelompok digunakan sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat, 2006).
TAK yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi: perilaku kekerasan.
f. Tindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai
perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila
kontrak dilanggar.
2. Kolaboratif
a. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-hipnotics.Obat ini
dapat mengendalikan agitasi yang akut. BenzodiazepineS seperti lorazepam dan
clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan
perlawanan pasien.
1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2) Obat anti depresi, amitriptyline
3) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun klonik.
Carpenito, Lynda Juall. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.Jakarta : EGC.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP).Jakarta : Salemba Medika.
Perry, Potter. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa.Jakarta :EGC
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
Di susun oleh :
Prodi : S1-KEPERAWATAN
NIM : 1507035