Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Di susun oleh :

Nama : Afifatul Maghfiroh

Prodi : S1-KEPERAWATAN

NIM : 1607002

PROGRAM STUDI NERS

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG


2018

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009).
Menurut Townsend (2010), amuk (aggresion) adalah tingkah laku yang bertujuan untuk
mengancam atau melukai diri sendiri dan orang lain juga diartikan sebagai perang atau menyerang.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2009). Ancaman
atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah
bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-
banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.
Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat membahayakan bagi
diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008).Perilaku kekerasan adalah keadaan
dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang
lain (Carpenito, 2010).Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.

B. Rentang Respon
Menurut Stuart (2009), rentang respon dari marah, seperti pada gambar 1 berikut:
Respon adaptif                        Maladaptif 

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir


Persepsi akurat Ilusi (Waham/halusinasi)
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

C. Fase- fase perilaku kekerasan


a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang dapat
menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan, komunikasi yang
buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan
harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon fight or
flight.Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi tindakan kekerasan.
Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi,
gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan
koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal mencapai
tujuannya.Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya.Mungkin masih ada rasa
cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan kelelahan.
2. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga
untuk pengembangan diri klien
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik
perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
3. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien
untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif dalam mengekspresikan
kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,represif, denial dan reaksi
formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila
kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga diri rendah),
sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta
klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut akan berdampak pada keselamatan dirinya
dan orang lain (resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Selain diakibatkan
berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi
klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif).Hal ini tentunya
menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan
keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Fitria,  (2009), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut:
1.    Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, serta postur tubuh
kaku.
2.    Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras dan kasar,
sikap ketus.
3.    Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, sikap
menentang, dan amuk/agresif.
4.    Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin berkelahi.
5.    Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan mengeluarkan
kata-kata bernada sarkasme.
6.    Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka mengejek, dan
mengkritik.
7.    Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang lain memenuhi
keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.
E. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri.Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Frustasi, seseorang yang
mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi
frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara
lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
1. Factor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan  menurut teori biologik,
teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan  oleh Towsend (2011 dalam Purba dkk,
2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls  agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini
maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif.Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang  menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak  terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti  dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa 
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk
berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.Penduduk yang ramai /padat
dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2. Factor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan  dengan
(Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
F. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
G. Psikopatologi
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor
predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep, 2009).
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
a. Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan naluri.
Freud  berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting
hidup yang diekpresikan dengan seksualitas, Dan kedua insting kematian yang
diekpresikan dengan agresivitas.
b. Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut Freud ini ini berawal dari
asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan
maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau obyek yang menyebabkan frustasi.
c. Faktor Sosial Budaya
1) Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
memgemukakan  bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain.  Agresi
dapat dapat dipelajari melalui observasi  atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan
berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajari.
2) Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima, sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan marah dengan
cara yang asertif.
d. Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susunan persyarafan ada juga yang
berubah pada saat orang agresif.Sistem limbik berperan penting dalam meningkatkan dan
menurunkan agresifitas.Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif
yaitu; serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan asam amino GABA (gamma
aminobutiric acid).GABA dapat menurunkan agresifitas, norepinephrin dapat
meningkatkan agresifitas, serotonin dapat menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan
adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang marasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahanya. Ancaman dapat
berupa internal ataupun eksternal.Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi kerja,
kehilangan orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis. Contoh stressor ekternal
adalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik orang lain. Marah juga bisa disebabkan
perasaan jengkel yang menumpuk di hati atau kehilangan kontrol terhadap situasi.Marah juga
bisa timbul pada orang yang dirawat inap.

PATHWAYS
Faktorpredisposisi Faktorpresipitasi Faktorperilaku

Ketidakmampuanmenghadapi stressor
MK:
Kopingindividutidakefektif ResikoPerilakuKekera
Penurunanmotivasidankemampuan

Penurunanmotivasidalampemenuhandalamhubungansocialk
MK: IsoalasiSosial
ebutuhansehari-hari
(MenarikDiri)
MK:
DefisitPerawatan

MK:
H. Diagnose keperawatan utama
Halusinasi
Perilaku kekerasan
I. Fokus intervensi keperawatan
1. Mandiri
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pasien, hirarki perilaku
agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek pasien yang berhubungan
dengan perilaku  agresif. Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat dalam membina
hubungan terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku yang berpontensi kekerasan,
mengembangkan suatu perencanaan, mengimplementasikan perencanaan, dan mencegah perilaku
kekerasan.(Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan mengelola perilaku
agresif.Intervensi dapat melalui rentang intervensi keperawatan.
a. Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat mempengaruhi
komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah, atau
apatis maka akan sulit baginya membuat pasien tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka
perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise
dengan memisahkan antara masalah pribadi dan masalah pasien.
b. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara mengekpresikan
marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan mengekpresikan perasaan,
kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini pada orang lain.
Jadi dengan perawat berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau
mengekpresikan perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan pasien
adaptif atau maladaptif.
c. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu  mampu
berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan tidak untuk sesuatu yang
tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan mengekpresikan penghargaan dengan
tepat.

d. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang, bicara
lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan cara yang kongkrit,
tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata langsung, fasilitasi pembicaraan, dengarkan
pembicaraan, jangan terburu-buru menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang
tidak dapat ditepati.
e. Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca,
kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak sesuai dan
meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas
kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok pasien yang mempunyai masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai
terapi sedangkan kelompok digunakan sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat, 2006).
TAK yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi: perilaku kekerasan.
f. Tindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien mengenai
perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila
kontrak dilanggar.
2. Kolaboratif
a. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-hipnotics.Obat ini
dapat mengendalikan agitasi yang akut.  BenzodiazepineS seperti lorazepam dan
clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatri untuk menenangkan
perlawanan pasien.
1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2) Obat anti depresi, amitriptyline
3) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun klonik.  

c. Somatoterapi yang lain


1) Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10% sehingga
timbul konvulsi
2) Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien menjadi koma,
kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian dibangunkan dengan suntikan gluk
d. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu
gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi atau
melalui metode-metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat
dilakukan secara individu atau kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya
tahan mental penderita, mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih
baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.
e. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien,
sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini terutama diberikan
atau diterapkan kepada lingkungan penderita, khususnya keluarga.Tujuan utamanya untuk
mengembangkan atau merubah/menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap
lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada lingkunmgan baru yang
dipandang lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.Jakarta : EGC.
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP).Jakarta : Salemba Medika.
Perry, Potter. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta : EGC
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa.Jakarta :EGC
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

Di susun oleh :

Nama : Nonik April Liya

Prodi : S1-KEPERAWATAN

NIM : 1507035

PROGRAM STUDI NERS

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG


2018

Anda mungkin juga menyukai