Anda di halaman 1dari 2

KERAJAAN MATARAM ISLAM

Kerajaan Mataram mulai berdiri tahun 1582 (pada abad ke-17), terletak didaerah Kota
Gede sebelah tenggara kota Yogyakarta, Kerajaan ini dipimpin
suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim
sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah
suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang
diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat
pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.

ataram pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya,
termasuk Madura. Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah
semakin berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus menerima
bantuan VOC pada masa-masa akhir menjelang keruntuhannya.

Masa awal

Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut


wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada
saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan
Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di
timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton
(tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah
ke Kotagede. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan
putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena dia wafat karena
kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga
disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja
(yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat
Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita
penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas
Rangsangpada masa pemerintahan Mas Rangsang,Mataram mengalami masa
keemasan.

Sultan Agung

Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Prabu


Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya
Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup
Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa
Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Karta (Jw. "kertå", maka muncul
sebutan pula "Mataram Karta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan
perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu
berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam
beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan
di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
Terpecahnya Mataram

Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari Karta.


Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan"
atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak
ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang
dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat
di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum.
Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga
kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada
masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5 km sebelah barat
Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708),
Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749).
VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC
mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja
dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi
"king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah
pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan
Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian
wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi
penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era
Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian
masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan
Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.

Peninggalan kerajaan mataram Islam

-Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan pasar dalam poros
selatan - utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-
14) menyebutkan bahwa pola ini sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah
ada sejak jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam kalender
Jawa, penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini.

-Masjid Agung Negara


Masjid ini dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.
-Kompleks Makam Pendiri Kerajaan di Imogiri
Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, kita dapat menemukan kompleks
makam para pendiri kerajaan Mataram Islam yang dikelilingi tembok yang tinggi dan kokoh.
Gapura ke kompleks makam ini memiliki ciri arsitektur Hindu. Setiap gapura memiliki pintu kayu
yang tebal dan dihiasi ukiran yang indah. Beberapa abdi dalem berbusana adat Jawa menjaga
kompleks ini 24 jam sehari.

Anda mungkin juga menyukai