Anda di halaman 1dari 43

PETUNJUK PRAKTIKUM

FARMASETIKA DASAR

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


STIKES BORNEO LESTARI

TIM PENYUSUN :

Koordinator : Aristha Novyra Putri, M.Farm., Apt


Anggota : Dyera Forestryana, M.Si., Apt

Disusun Oleh Diperiksa Oleh Disetujui Oleh


Ketua Program Studi Waket 1 Bid. Akademik

Aristha Novyra P., M.Farm., Apt Helmina Wati, M.Sc., Apt Dita Ayulia D.S., M.Sc., Apt
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang hanya karena rahmat dan
karunia-Nya, Buku Petunjuk Praktikum Farmasetika Dasar ini dapat diselesaikan. Buku ini
disusun sebagai pedoman untuk membantu mahasiswa dalam mengikuti praktikum
Farmasetika Dasar.

Buku petunjuk praktikum ini memberi panduan kepada mahasiswa secara singkat
tentang pembuatan berbagai sediaan obat. Kami berharap setelah melakukan praktikum,
mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan macam-macam sediaan obat (pulveres, kapsul,
salep, larutan, suspensi, emulsi), perhitungan dosis maksimal dan penimbangan.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian buku ini. Semoga buku petunjuk praktikum ini dapat memberikan manfaat
terutama bagi mahasiswa. Masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan buku ini.

Banjarbaru, Juli 2018

Penyusun
FORMAT LAPORAN TERTULIS

1. Judul Praktikum (Percobaan ke....)


2. Resep
3. Tinjauan pustaka (maksimal 1 halaman) (Literatur + hal)
4. Skrining Administratif : Kelengkapan resep (Inscriptio, praescriptio, signatura, subscriptio)
5. Skrining Farmasetik :
a. Inkompatibilitas
b. Perhitungan dosis
6. Skrining Klinis
a. Efek utama
b. Efek samping
7. Uraian Bahan, meliputi : (Literatur + hal)
• Nama bahan
• Sinonim
• Penggolongan Obat
• Pemerian
• Dosis maksimum atau dosis lazim (jika tidak ada DM) =
• Kelarutan (Khusus untuk sediaan cair)
• Indikasi
• Penyimpanan
• Keterangan lain yang diperlukan dalam peracikan obat
8. Perhitungan dosis maksimal (kalau ada DM)
9. Penimbangan
No Nama Obat Jumlah yang Keterangan
ditimbang (mg/mL)

10. Cara kerja (Flow chart)


11. Penyerahan, etiket/ label & Copy resep, meliputi :
• Wadah : Plastik klip/pot/botol .....mL
• Etiket : Putih/biru (lampirkan)
• Pro :
• Signa :
• Label : NI/KD
• Copy resep (jika ada)
12. Daftar Pustaka

Laporan mengacu pada contoh format laporan di atas.


PERCOBAAN I
PENGENALAN ALAT – ALAT FARMASETIKA

Dalam praktikum farmasetika (meracik obat) alat-alat yang digunakan pada umumnya
berbeda. Untuk mendukung pengerjaan dalam membuat suatu resep, diperlukan pengenalan
alat-alat yang sering digunakan dalam praktikum Farmasetika Dasar. Seperti timbangan,
lumpang dan alu, pengisi kapsul (filling capsule) dan sebagainya.

I. TIMBANGAN

Timbangan obat ada 3 jenis, yaitu :


1. Timbangan kasar : daya beban 250 gram hingga 1000 gram kepekaan 200 mg
2. Timbangan gram halus : daya beban 100 gram hingga 200 gram kepekaan 50 mg
3. Timbangan miligram : daya beban 10 gram hingga 50 gram kepekaan 5 mg.
Daya beban adalah bobot maksimum yang boleh ditimbang. Kepekaan adalah
tambahan bobot maksimum yang diperlukan pada salah satu piring timbangan, setelah
keduanya diisi muatan maksimum, menyebabkan ayunan jarum timbangan tidak kurang dari 2
mm tiap dm panjang jarum. Untuk menimbang bahan-bahan yang akan diracik digunakan
timbangan gram halus dan miligram.

Keterangan :

1. Papan landasan timbangan


2. Tombol pengatur tegak berdirinya
timbangan
3. Anting penunjuk tegaknya
timbangan (waterpas)
4. Jarum timbangan
5. Skala
6. Tuas penyagga timbangan
7. Pisau tengah/pisau pusat
8. Pisau tangan
9. Tangan timbangan
10. Tombol/mur pengatur
keseimbangan
11. Piring timbangan

Gambar 1. Timbangan gram halus


II. CARA MENIMBANG
1. Diperiksa apakah semua komponen timbangan/neraca sudah sesuai pada tempatnya,
dengan mencocokkan nomor-nomor yang terdapat pada komponen-komponen
tersebut (lihat gambar)
2. Periksa kedudukan timbangan sudah sejajar/rata, dapat dilihat dari posisi anting (3.1)
dengan alas anting (3.2) harus tepat. Bila belum tepat kita putar tombol (2)
3. Sekali lagi kita periksa apakah posisi pisau (7) dan (8) sudah pada tempatnya. Bila
sudah maka tuas (6) kita angkat atau putar maka timmbangan akan terangkat dan
akankelihatan apakah piringnya seimbang atau berat sebelah. Bila tidak seimbang kita
dapat memutar mur (10) kiri atau kanan sesuai dengan keseimbangannya, sehingga
neraca seimbang
4. Setelah itu baru kita letakkan kertas perkamen diatas kedua piring timbangan, angkat
tuas (6) untuk memeriksa apakah timbangan sudah seimbang. Bila sudah seimbang,
maka penimbangan bahan-bahan bisa dimulai
5. Cara penimbangan bahan-bahan :
a. Bahan padat seperti serbuk, lilin, dll ditimbang diatas kertas perkamen
b. Bahan ½ padat seperti vaselin, adeps, ditimbang diatas kertas perkamen atau
diatas cawan penguap
c. Bahan cair dapat ditimbang diatas kaca arloji, cawan penguap atau langsung
dalam botol atau wadah
d. Bahan cairan kental seperti ekstak belladon dan ekstrak hiosiami langsung
ditimbang, sedangkan untuk ichtiol ditimbang dikertas perkamen yang
sebelumnya diolesi dengan parafin cair/vaselin
e. Bahan oksidator (kalii permanganas, iodium, argenti nitras) ditimbang pada gelas
timbang atau pada gelas arloji yang ditutup
f. Bahan yang bobotnya kurang dari 50 mg dilakukan pengenceran
6. Gunakan pinset untuk mengambil anak timbangan
7. Bahan yang akan ditimbang diletakkan pada piring sebelah kanan, sedangkan piring
yang kiri digunakan untuk anak timbangan (beban tetap), kecuali bagi yang kidal.
Baik bahan atau pun anak timbangan harus diletakkan pada pusat piring timbangan
8. Setelah selesai menimbang, Timbangan harus dalam keadaan off (tanpa beban), bersih
dan almari tertutup. Pastikan anak timbangan dan pinset lengkap dalam kotaknya
masing-masing

III. LUMPANG DAN ALU


Lumpang dan alu merupakan wadah atau peralatan yang terbuat dari porselen yang
digunakan untuk menggerus atau mencampur bahan-bahan obat. Dalam menggerus atau
mencampur bahan obat (terutama obat keras), lebih baik dipilih lumpang yang lebih halus dan
pori-pori lumpang sangat kecil. Alu diletakkan di samping lumpang dengan posisi kepala alu
menghadap ke kita. Hal ini untuk mencegah alu berputar dengan diameter lebih luas dan
memungkinkan jatuh dari meja kerja.

IV. PENANGAS AIR (WATERBATH)


Penangas air (waterbath) adalah alay tang digunakan untuk memanaskan atau
meleburkan suatu bahan dengan suhu maksimal 100°C. pemanasan dilakukan dengan uap
panas yang dihasilkan dari pemanasan air. Suhu penangas air dapat diatur sesuai dengan suhu
yang diinginkan. Penangas air biasa digunakan untuk melebur basis, menguapkan ekstrak atau
tingtur, pemanasan untuk mempercepat kelarutan dan lain – lain.

V. CETAKAN SUPPOSITORIA
Suppositoria merupakan suatu sediaan padat yang digunakan melalui dubur dan
berbentuk torpedo. Bentuk torpedo dihasilkan melalui cetakan suppositoria yang terbuat dari
besi dan dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah
dibuka secara longitudional untuk mengeluarkan supositoria. Alat ini memiliki 6 lubang atau
12 lubang suppositoria yang dapat dibuka secara longitudinal dan terdapat skrup pengencang
untuk merapatkan kedua bagian alat cetak tersebut ketika basis yang telah dilebur akan
dimasukkan ke dalam alat cetak. Untuk menghindari masa yang hilang maka selalu dibuat
berlebih dan untuk menghindari masa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya
dibasahi dengan parafin, minyak lemak, spritus saponatus (soft soap liniment). Yang terakhir
jangan digunakan untuk suppositoria yang mengandung garam logam, karena akan beraksi
dengan sabunnya dan sebagai pengganti dapat digunakan larutan oleum ricini dalam etanol.

VI. ALAT PENGISI KAPSUL (FILLING CAPSULE)


Ada beberapa metode pengisian kapsul, yaitu dengan independent (bantuan mesin) dan
dependent (bukan mesin dan metode tangan). Metode independent biasa digunakan untuk
produksi skala besar atau pabrik. Sedangkan metode dependent biasa digunakan pada industri
rumah tangga dan apotek. Metode bukan mesin menggunakan alat pengisi kapsul (Filling
capsule). Alat yang dimaksudkan disini adalah alat yang menggunakan tangan manusia.
Dengan menggunakan alat ini akan didapatkan kapsul yang lebih seragam dan pengerjaannya
dapat lebih cepat sebab sekali cetak dapat dihasilkan berpuluhpuluh kapsul. Alat ini terdiri dari
2 bagian, yaitu bagian yang tetap dan bagian yang bergerak.
Cara pengisiannya yaitu
a. Buka bagian-bagian kapsul
b. Badan kapsul dibuka dan dimasukkan ke dalam lubang bagian alat yang tidak
bergerak/tetap
c. Taburkan serbuk yang akan dimasukkan ke dalam kapsul
d. Ratakan dengan bantuan alat sudip/kertas film
e. Tutup kapsul dengan cara merapatkan ata menggerakan bagian alat yang bergerak.
VII. CETAKAN PIL
Pil adalah suatu sediaan padat yang berbentuk bulat dengan berat berkisar 100 mg sampai
500 mg. Pil dicetak menggunakan cetakan pil yang terdiri dari Pillen Plank dan Pillen Roller.
Pillen Plank terdiri atas alat papan dan pemotong pil dimana pada papan terdapat lempeng
kanal besi yang berbentuk setengah silinder yang simetris dengan pemotong pil jika disatukan
akan membentuk suatu kanal silinder. Pillen Roller terdiri dari alat papan berbentuk bulat yang
berfungsi untuk membulatkan hasil cetakan dari pillen plank.
Cara penggunaan:
a. Cetakan pil terlebih dahulu dibersihkan dan ditambahkan talk atau lycopodium sebagai
lubrikan
b. Masa pil dibentuk dengan menggulungkan di atas papan Pillen Plank hingga sepanjang
kanal silinder.
c. Ditarik alat pemotong hingga menyatukan antara kanal silinder papan dengan pemotong,
hingga terbentuk bulatan pil
d. Bulatan pil yang belum bulat, digelindingkan di papan bulat (Pippen Roller) hingga
bentuk pil bulat
VIII. ALAT UKUR VOLUME
1. Gelas ukur dipergunakan untuk mengukur cairan yang akan dibuat atau cairan yang
akan diambil
2. Gelas piala/bekerglass untuk melarutkan bahan dengan diaduk pengaduk dari kaca
3. Erlenmeyer dipakai untuk melarutkan bahan dengan digoyang atau dikocok dan
digunakan untuk alat pengukur (tingkat ketelitian kurang)
4. Pipet :
a. Pipet Volume : pengambilan milimeter sebanyak volume tepat seperti tertera pada
bagian tengah. Digunakan untuk mengencerkan dari baku induk, karena lebih
teliti dari pipet ukur
b. Pipet ukur : pipet yang ada garis-garis skala yang menyatakan banyaknya volume
terukur, pengukuran volume dapat dari 1/10 mL sampai batas kapasitas
volumenya

IX. ALAT-ALAT PERACIKAN DAN ALAT GELAS LAINNYA


1. Mortir dan stamper dipakai untuk menghaluskan dan mencampur bahan-bahan
2. Sendok dapat dipakai untuk mengambil bahan padat dari botol, untuk bahan cair bisa
digunakan pipet tetes atau langsung dituang dengan hati-hati, sedangkan untuk bahan
semi padat (ekstrak kental dan lemak-lemak) dapat digunakan spatel/sudip
3. Sudip dari film/mika dipakai untuk menyatukan, membersihkan serbuk atau salep dan
memasukkan dalam wadah
4. Cawan penguap (dari porselin) digunakan untuk wadah menimbang, untuk
menguapkan atau mengeringkan cairan, melebur atau mencampur lebih dari satu
bahan
5. Gelas arloji dan botol timbang untuk menimbang bahan yang mudah menguap,
menyublim, dan cairan yang tidak boleh ditimbang dengan kertas perkamen.
6. Panci infus untuk membuat larutan infus
7. Papan pil dipakai untuk menggulung pil, memotong pil, kemudian dibulatkan dengan
pembulat pil
8. Pengayak alat yang dipakai untuk mengayak bahan sesuai dengan derajat halus serbuk
9. Corong dipakai untuk menyaring dengan meletakkan kertas saring diatas corong
kertas saring digunting bulat lebih kurang 1 cm dibawah permukaan corong
10. Batang pengaduk
11. Spatel, untuk mengambil vaselin, adeps lanae atau bahan-bahan setengah padat
12. Sendok obat sesuai dengan volumenya dibagi menjadi sendok kecil/sendok teh (5 cc),
sendok bubur (8 cc), sendok makan (15 cc)
PERCOBAAN II

PENGENALAN BENTUK SEDIAAN OBAT

“Semua obat adalah racun, tetapi tidak semua racun adalah obat”, obat dapat diartikan
sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosa, mengurangi rasa sakit,
mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Dalam SK Menkes RI No.
125/Kab/BVIII/71, yang dimaksudkan obat adalah suatu bahan atau paduan bahan – bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnose, mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan, badania dan
rohania pada manusia atau hewan, memperolek badan atau bagian badan manusia. Dalam SK
Menkes RI No.244/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan obat jadi adalah sediaan atau
paduan bahan – bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
system fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnose, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

A. Obat dapat dibagi berdasarkan tujuan dan cara pemakaiannya.


1) Berdasarkan tujuan pemakaian obat dapat dibagi atas:
a. Prophylactis; yaitu pemakaian obat untuk pencegahan terhadap suatu penyakit.
b. Therapeutics; yaitu pemakaian obat untuk menyembuhkan terhadap suatu
penyakit.
2) Bila dilihat dari cara pemakaiannya obat dapat dibagi atas:
a. Medicamentum ad usum internum = untuk pemakaian dalam ; yaitu obat dengan
cara pemakaian melalui mulut, tenggorokan sampai ke lambung (peroral)
misalnya obat dalam bentuk tablet, pill, kapsul, serbuk dll.
b. Medicamentum ad usum externum = untuk pemakaian luar ; yaitu obat dengan
cara pemakaian selain dengan cara peroral. Misalnya : obat dalam bentuk
injeksi, clysma, salep, suppositoria dll.

B. Penggolongan obat
Obat atau bahan obat termasuk barang yang berbahaya dan merupakan barang yang
mempunyai potensi untuk disalah gunakan. Untuk memudahkan dalam pengawasannya maka
obat yang beredar diindonesia digolongkan menurut daftar yang meliputi:
a. Narkotika, biasa disebut daftar O (opium)
Yaitu obat-obatan yang umumnya mendatangkan ketagihan dan ketergantungan secara
mental dan fisik yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan
tanpa pembatasan dan pengawasan dokter. Misalnya candu/opium, morfin, petidin,
metadon dan kodein. Hal-hal yang harus diperhatikan pada resep yang mengandung
narkotika:
- Tidak boleh di ulang (N.I/ne iter/ne iteretur)
- Tidak boleh ditulis m.i. (mihi ipsi) atau u.p. (usum propium) atau pemakaian sendiri
- Alamat pasien dan aturan pakai harus jelas
- Hanya boleh diberikan jika resep asli dari dokter dan ada tanda tangan dokter tersebut
- Copy resep dapat diberikan apabila obat belum diberikan semuanya (d.i.d/da in)
namun harus ditembus di apoyek yang mengeluarkan copy resep tersebut
- Bahan narkotik yang terdapat pada resep, harus digarisbawah merah.
b. Obat Psikotropika merupakan obat yang mempengaruhi proses mental (psikis),
merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang.
Misalnya golongan ekstasi, diazepam, barbital/luminal.
c. Obat keras adalah obat-obatan daftar G, yaitu obat yang didaftar pada daftar obat
berbahaya (Geverlijk) dan harus diserahkan dengan resep dokter. Obat keras adalah semua
obat:
- memiliki takaran/DM atau tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan
pemerintah diberi tanda khusus lingkaran bula berwarna merah dengan garis tepi
hitam dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya
- semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI) tidak
membahayakan
d. Obat keras daftar W (Obat bebas terbatas), yaitu obat yang didaftar pada daftar
peringatan (Warschuwing) dengan tanda khusus lingkaran biru dengan garis pinggir hitam.
Dapat diserahkan tanpa resep dokter , namun harus tetap dalam pengawasan.Obat ini
memiliki penandaan khusus peringatan (P No.1 s/d P No.6)
e. Obat bebas yaitu obat dengan tanda khusus lingkaran hijau garis pinggir hitam dan dapat
diserahkan tanpa resep dokter dalam batas dosis yang telah dianjurkan.

C. Sumber-Sumber Obat
Obat-obat yang digunakan dewasa ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu;
a. Tumbuh-tumbuhan, Flora, Nabati. Misalnya ; kinin, castor oil, anisi, daun digitalis dll.
b. Hewan, Fauna, Hayati. Misalnya ; minyak ikan, cera, wolfet dll.
c. Mineral/pertambangan. Misalnya ; NaCl, Sulfur, Besi oksida, KaliumIodida dll.
d. Mikroba. Misalnya; antibiotik.
e. Sintesis, buatan, tiruan. Misalnya ; Champora sintesis, Vit.C, Acid benzoic sintesis,
Chloramphenicol sintesis dll.

D. Bahan Tambahan
Obat tambahan (Rimidium adjuvantia/ajuvans/corrigens) yaitu bahan atau obat yang
menunjang kerja bahan obat utama. Dapat berupa:
a. Corrigens actionis, yaitu obat yang memperbaiki atau menambah efek obat utama.
Misalnya, pulvis doveri yang terdiri atas kalium sulfat, Ipecacuanhae Radix, dan pulvis
opii. Pulvis opii sebagai bahan khasiat utama menyebabkan orang sukar buang air besar,
sedangkan kalium sulfat bekerja sebagai pencahar sekaligus memperbaiki kerja pulvis
opii tersebut.
b. Corrigens saporis (memperbaiki rasa). Contohnya: sirup auratiorum, tincture cinamomi,
aqua menthae piperithae.
c. Corrigen odoris (memperbaiki bau). contohnya: oleum rosarum, oleum bergamottae, dan
oleum cinnamomi.
d. Corrigens coloris (memperbaiki warna). Contohnya: tincture croci (kuning), caramel
(cokelat) dan karminum (merah).
e. Corigen solubilis untuk memperbaiki kelarutan obat utama. Misalnya, I2 tidak larut air,
tetapi dengan penambahan KI menjadi mudah larut. Selain itu juga dikenal bahan
tambahan yang dipakai sebagai bahan pengisi dan pemberi bentuk untuk memperbesar
volume obat yang disebut constituens/vehiculum/exipient. Misalnya: laktosa sebagai
serbuk serta amilum dan talk pada bedak tabur.
PERCOBAAN III

RESEP DAN COPY RESEP

A. RESEP
a. Pengertian Resep
Dilihat dari arti kata resep berasal dari kata “Recipe” bahasa latin artinya
“Ambillah”. Dalam pengertian secara umum resep ialah “Formulae Medicae” yang dibagi
atas:
a. Formulae Officinalis; yaitu resep-resep yang terdapat dalam buku-buku resmi.
b. Formulae Magistrales; yaitu resep-resep yang disusun atao dibuat oleh dokter
berdasarkan pengalaman dan pendapatnya sendiri, kadang-kadang gabungan dengan
formulae officinalis dengan menambah dan mengurangi.
Dalam SK. Menkes RI No.244/Menkes/SK/V/90 memberikan pengertian tentang
resep sebagai berikut: Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Penulisan Resep
Jika di dalam resep tertulis PIM, Cito, atau Urgent, maka apoteker harus
mendahulukan pelayanan untuk resep tersebut, sedangkan bila dokter ingin agar resepnya
dapat diulang maka dalam resep ditulis iteratie dan ditulis berapa kali resep boleh diulang,
misalnya iteratie 3x artinya resep dapat dilayani 1 + 3 kali ulangan = 4x. Untuk resep yang
mengandung narkotika, tidak dapat ditulis iteratie atau n.i (ne iteratie).
➢ Contoh format penulisan resep

dr. Budi Santoso


UM/X/130/2000
Jl. Simp. Cemara, Kayutangi,
Banjarmasin
Banjarmasin, 23 Agustus 2013

R/ Ext. Belladonae 120 mg


HCl Ephedrin 300 mg
CTM 50 mg
m. f. pulv
S.t.d.d Pulv I

Pro : Nurdin (8 th) Paraf Dokter


Alamat : Jl. Cempaka 10 Bjm
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Jika resep tidak jelas atau tidak
lengkap, apoteker harus menanyakannya kepada dokter penulis resep tersebut. Resep yang
lengkap memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Nama, alamat, dan no.izin prakter dokter, dokter gigi, atau dokter hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscription)
3. Tanda “R/” pada bagian kiri setiap penulisan resep (Invocatio)
4. Nama setiap obat dan komposisinya (Praescriptio/ordonatio)
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (Signatura)
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Subscriptio)
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemilliknya untuk resep dokter hewan;
8. Tanda seru dan/paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimalnya.
Aturan pakai dalam resep sering ditulis berupa singkatan bahasa latin seperti
berikut:
a) Tentang waktu
omni hora cochlear (o.h.c): tiap jam satu sendok makan
omni bihora cochlear (o.b.h.c): tiap 2 jam satu sendok makan
post coenam (p.c): sesudah makan
ante coenam (a.c): sebelum makan
mane (m): pagi – pagi
ante meridiem (a.merid): sebelum tengah hari
mane et vespere (m.et.v): pagi dan sore
nocte (noct): malam
b) Tentang tempat yang sakit
pone aurem (pon.aur): dibelakang telinga
ad nucham (ad nuch): ditengkuk
c) Tentang pemberian obat
in manum medici (i.m.m): diserahkan dokter
detur sub sigillo (det.sub.sig): berikan dalam segel
da in duplo (d.i.dulp): berikan dua kali
reperatur (iteratur) ter. (Rep.ter) : diulangi tiga kali
B. COPY RESEP
Salinan resep (copy resep) adalah salinan yang dibuat oleh apotek, selain memuat
semua keterangan yang terdapat dalam resep asli, salinan resep juga harus memuat :
1. Nama dan alamat apotek.
2. Nama apoteker pengelola apotek (APA), SIPA, dan SIA.
3. Nama dokter yang menulis resep, tanggal penulisan resep.
4. Tanggal pembuatan resep dan nomor resep.
5. Nama pasien, umur, berat badan, bila perlu alamat pasien.
6. Nama obat dan jumlah yang ditulis dalam resep asli.
7. Aturan pakai dari obat yang ditulis.
8. Paraf Apoteker Pengelola Apotek dan cap apotek.
9. Tulisan PCC (pro copy conform) : sesuai resep aslinya.
10. Tanda “det” (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan tanda “nedet” (nedetur)
untuk obat yang belum diserahkan, pada resep dengan tanda iter …X diberi tanda
Detur Orig/Detur ….X.
Copie resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep, penderita yang
bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Copie resep diberikan jika :
- Pasien memintanya atau menginginkannya
- Pasien baru mengambil sebagian obatnya, atau dokter menuliskan petunjuk da in
dimidio/d.i.d atau da in duplo/d.i.2.pl
- Dalam resep tercantum iter yang artinya pasien tersebut harus mengulangi
penembusan obat setelah resep pertama habis dikonsumsi

C. OPIUM RESEP
Opium resep adalah ialah resep dimana salah satu obat/bahan obatnya tergolong
narkotika. Resep yang mengandung obat narkotika tidak boleh diulangi penyerahan
obatnya atas dasar resep yang sama, kecuali dengan resep baru dari dokter, dan setiap resep
yang mengandung narkotika alat penderita harus diketahui dengan jelas. Untuk
menghindari kekeliruan, resep ini diberi tanda khusus.

D. CITO RESEP

Cito resep adalah resep dimana dokter menginginkan pengobatan dengan segera,
karena keadaan penderita. Resep semacam ini harus didahulukan penyelenggaraannya dari
resep lain. Tanda-tanda yang biasa digunakan dan ditulis pada bagian kanan sebelah atas
blanko resep yang terdiri dari:
(1) Cito = segera
(2) Urgent = penting
(3) Statim = penting
(4) P.I.M = Periculum in mora = berbahaya bila ditunda
Cito resep juga termasuk oba-obat tertentu yang penggunaannya segera dilakukan
yaitu obat yang digunakan untuk antidotum penawar racun dan obat untuk luka bakar.
E. ETIKET
1. Etiket untuk obat dalam : etiket warna putih
2. Etiket obat luar : etiket warna biru
3. Pada etiket tertulis :
a. Nama apotek dan SIA-nya
b. Nama apoteker beserta SIPA-nya
c. Nama pasien
d. No. resep
e. Tanggal pembuatan resep
f. Aturan pemakaian obat
g. Untuk obat luar, di bagian bawah etiket dituliskan “Obat Luar”
h. Untuk larutan, bila perlu diberi label “Kocok Dahulu”
i. Untuk resep obat keras dan narkotika diberi label “Tidak Boleh Diulang Tanpa
Resep Dokter”
j. Di pojok kiri bawah dituliskan paraf petugas yang mengerjakan resep

Apotek ARS Farma Apotek ARS Farma


No. SIA : 1408/SIA/2006 No. SIA : 1408/SIA/2006
Jalan Balitra No.68 Banjarbaru Jalan Balitra No.68 Banjarbaru
Apoteker : Dahlia, S.Farm.,Apt. Apoteker : Dahlia, S.Farm.,Apt.
No. SIK : 04/SIK/Dinkes/01 No. SIK : 04/SIK/Dinkes/01
No : Tanggal : No : Tanggal :

Untuk Pemakaian Luar

Apotek ARS Farma


No. SIA : 1408/SIA/2006
Jalan Balitra No.68 Banjarbaru
Apoteker : Dahlia, S.Farm.,Apt.
No. SIK : 04/SIK/Dinkes/01
No : Tanggal :

..........X sehari .............. sendok teh


Sebelum/sesudah makan
KOCOK DAHULU
F. DOSIS
Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau
diberikan kepada seorang penderita, baik untuk obat dalam maupun obat luar. Menurut FI ed
III, ada beberapa jenis dosis yaitu:
1. Dosis Maksimum (DM), Dosis ini berlaku untuk pemakaian satu kali dan satu hari.
Penyerahan obat yang dosisnya melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan cara
membubuhkan tanda seru dan paraf dokter penulis resep; member garis bawah nama obat
tersebut; dan menuliskan banyak obat dengan huruf secara lengkap.
Kecuali dinyatakan lain, dosis maksimum adalah dosis maksimum dewasa (20-60 tahun)
untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal. Selain dosis maksimum juga
dikenal dosis lazim. Dosis suatu obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat
dalam maupun obat luar.
Dosis maksimum berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Takaran/dosis maksimum
di dalam Farmakope berlaku untuk orang dewasa dan tidak boleh melampaui DM.
Penyerahan obat dengan dosis melebihi DM dapat dilakukan dengan memberi tanda seru
dan paraf dokter dibelakang jumlah obatnya. Daftar dosis maksimal menurut FI
digunakan untuk orang dewasa berumur 20-60 tahun dengan berat badan 58-60 kg. Untuk
orang yang sudah lanjut dan pertumbuhan fisiknya sudah mulai menurun, maka
pemberian dosis lebih kecil daripada DM.
2. Dosis Lazim, dosis ini merupakan petunjuk yang tidak mengikat, tetapi digunakan
sebagai pedoman umum.
Respon tubuh anak dan bayi terhadap obat tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
Dalam memilih dan menetapkan dosis memang tidak mudah karena harus diperhitungkan
beberapa faktor, antara lain umur, berat badan, jenis kelamin, sifat penyakit, daya serap obat
dan ekskresi obat. Faktor lain adalah kondisi pasien, kasus penyakit, jenis obat dan faktor
toleransi, habituasi, adiksi dan kepekaan.
❖ Macam-Macam Dosis
Selain dosis lazim, juga dikenal macam – macam istilah dosis yang lain, yaitu
1. Dosis terapi, takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan
penderita.
2. Dosis minimum, takaran obat terkecil yang diberikan yang masih dapat menyembuhkan
dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita
3. Dosis toksik, takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat keracunan pada penderita.
4. Dosis letalis, takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan kematian pada
penderita.
Dosis maksimum berlaku untuk obat dengan cara pemakaian:
1. Obat dalam, yaitu obat dengan pemakaian melalui mulut, kerongkongan terus ke lambung
(Peroral, peroos)
2. Obat dengan cara pemakaian melalui rectal, misalnya clysma/levement dan suppositoria
atau obat yang penggunaannya melalui urogenital, misalnya bacilli, ovula dll.
3. Obat dengan cara penggunaannya melalui jaringan kulit misalnya injeksi
Rumus Perhitungan dosis :
1. Berdasarkan umum
I. Rumus BASTEDO’S II. Rumus FRIED’S (dibawah 1 tahun)
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ)+3 𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑏𝑙𝑛)
Dosis = x dosis orang Dosis = x dosis orang dewasa
30 150

dewasa
III. Rumus YOUNG’S (umur 1-8 IV. Rumus DILLING’S (8-20 tahun)
tahun) Dosis =
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ)
x dosis orang dewasa
20
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ)
Dosis = x dosis orang dewasa
𝑢𝑚𝑢𝑟+12

V. Rumus Cowling VI. Rumus Dilling (untuk anak diatas 8

Dosis =
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ)
x dosis orang dewasa tahun).
24
Rumus ini berupa pecahan yang
dikalikan dengan dosis dewasa. Aturan
sebagai berikut:
0 – 1 tahun = 1/12 x dosis dewasa
1 – 2 tahun = 1/8 x dosis dewasa
2 – 3 tahun = 1/6 x dosis dewasa
3 – 4 tahun = ¼ x dosis dewasa
4 – 7 tahun = 1/3 x dosis dewasa
14 – 20 tahun = 2/3 x dosis dewasa
21 – 60 tahun = dosis dewasa
2. Berdasarkan berat badan
a. Rumus CLARK (Amerika)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
Dosis = x dosis orang dewasa
150

b. Rumus Thremich – Fier (jerman)


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
Dosis = x dosis orang dewasa
70

c. Rumus Black (Belanda)


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
Dosis = x dosis orang dewasa
68

d. Rumus Juncker & Glaubius (Paduan umur dan bobot badan)


Dosis = % x dosis orang dewasa

3. Berdasarkan luas permukaan tubuh (Body Surface Area I = BSA)


𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑐𝑚)𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
a. Dosis = √ 3600

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘


b. Dosis = x dosis orang dewasa
1,75

c. Rumus Catzel
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑎𝑛𝑎𝑘
Dosis = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 x 100 x dosis orang dewasa

4. Perhitungan dosis dengan pemakaian berdasarkan jam


a. Menurut Farmakope Indonesia
Satu hari dihitung 24 jam sehingga untuk pemkaian sehari dihitung
24
Dosis = x; n = selang waktu pemberian
𝑛

Misalnya,
24
s.o.t.h (tiap 3 jam) = x = 8x sehari semalam
3

b. Menurut Van Duin


Pemakaian sehari dihitung untuk 16 jam, kecuali antibiotik dihitung sehari semalam 24
jam. Untuk contoh yang sama, pemakaian sehari dihitung sebagai berikut:
16
+ 1𝑥 = 5,3 + 1 = 6,3; dibulatkan 7x sehari semalam
3
PERCOBAAN IV

INTERKASI OBAT & INKOMPATIBILITAS

Interaksi obat merupakan suatu keadaan saling mempengaruhi antar obat atau bahan-
bahan obat. Terjadi jika dua atau lebih macam obat digunakan bersama-sama dalam suatu obat.
Alasan kombinasi obat sering dilakukan:
- Meningkatkan efek pengobatan
- Mengurangi efek toksik dan efek samping
- Mengobati beberapa penyakit atau keluhan yang timbul pada waktu bersamaan
- Memperlambat terjadinya resistensi
- Memperluas spectrum bagi antibiotika
- Terapi awal suatu infeksi berat yang diagnosanya belum jelas
Selain itu, dalam ilmu farmasetika interaksi antara bahan dapat terjadi pada saat
pengerjaan atau lebih dikenal dengan inkompabilitas (Obat Tak Tercampurkan).
Inkompatibiltas atau tak tercampurkan adalah apabila 2 obat atau lebih bila dicampurkan
menghasilkan campuran yang tidak diinginkan karena mempengaruhi sifat fisika maupun
kimia, sehingga hal ini harus dihindari. Ada 2 jenis inkompatibilitas, yaitu :
1. Inkompatibiltas fisik
Adalah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu mencampur
bahan obat tanpa ada perubahan susunan kimianya.
Beberapa peristiwa yang termasuk inkompatibilitas fisik antara lain :
a. Meleleh dan menjadi lembabnya campuran serbuk, contoh :
1) Penurunan titik lebur
• Hexamin dan asetosal
• Menthol dan camphor
2) Penurunan tekanan uap relatif
• KBr dan NaI
• NaBr dan NH4Cl
3) Bebasnya air kristal
• Magnesii sulfat dan Natrii Sulfat
b. Tidak dapat larut dan tidak dapat bercampur
Contoh : Sulfadiazin dalam sediaan larutan
c. Penggaraman
Contoh : Chinin HCl tidak larut dengan adanya Amonium chlorid
d. Adsorpsi
Contoh : Bolus Alba mengadsorpsi alkaloida
2. Inkompatibilitas kimia
Ini terjadi karena timbulnya reaksi kimia pada waktu mencampurkan obat. Contoh
inkompatibiltas kimia :
a. Terjadinya endapan c. Terurai
Contoh : Ephedrin dan Papaverin HCl Contoh : Phenobarbital Na dalam larutan
b. Terjadinya perubahan warna d. Terbentuk gas
Contoh : codein dan asetosal Contoh : Ammonium chlorid dan codein
Namun tidak semua OTT dari suatu bahan itu merugikan, ada juga OTT yang diharapkan
terjadi dan menguntungkan dalam pengerjaan, antara lain:
a) Terjadi penurunan titik eutektikum (titik lebur)
Misalnya: pada campuran mentol, timol, salol, asam salisilat, resorsinol,
kloralhidrat.
b) Meningkatkan kelarutan suatu bahan
Misalnya: Coffein yang ditambahkan dengan natrium benzoat, natrium salisilat akan
memperbesar kelarutan coffein tersebut

A. LEMBAR KERJA
I. OTT/Inkompatibilitas

II. Cara Mengatasi


PERCOBAAN V
SEDIAAN FARMASETIKA PADAT

I. PULVIS DAN PULVERES


I. Definisi
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk
pemakaian dalam secara oral atau untuk pemakaian luar. Serbuk dibagi menjadi 2 yaitu pulvis
dan pulveres. Menurut FI III serbuk adalah campuran homogen dari dua atau lebih obat yang
diserbukkan. Menurut FI IV, serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral maupun topikal. secara kimia-fisika serbuk
mempunyai ukuran antara 10.000- 0,1 mikrometer. Karakteristik serbuk yaitu homogen dan
kering dan punya derajat kehalusan tertentu. Pulvis adalah serbuk yang tidak terbagi–bagi.
Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama dengan yang
dibungkus kertas perkamen atau bahan pengemas lain yang cocok.

II. Keuntungan dan Kerugian Sediaan Bentuk Serbuk


Keuntungan bentuk serbuk :
1. Serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada sediaan yang dipadatkan.
2. Anak – anak atau orang tua yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih mudah
menggunakan obat dalam bentuk serbuk.
3. Masalah stabilitas yang sering dihadapi dalam sediaan cair tidak ditemukan dalam
sediaan serbuk.
4. Obat yang tidak stabil dalam suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam bentuk serbuk.
5. Obat yang volumenya terlalu besar untuk dibuat tablet atau kapsul dapat dibuat dalam
bentuk serbuk.
6. Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai dengan keadaan penderita.
Kekurangan bentuk serbuk:
1. Keengganan pasien meminum obat yang mungkin rasa pahit, atau rasa yang tidak enak
2. Kesulitan menahan terurainya bahan – bahan hygroskopis.
3. Mudah mencair atau menguap zat – zat yang dikandungnya.
4. Waktu dan biaya yang digunakan pada pengelola dan pembungkusan dalam keseragaman
dosis tunggal.
III. Syarat–Syarat Sediaan Serbuk:
1. Harus halus sesuai dengan derajat halus serbuk.
2. Harus homogeny semua komponen
3. Harus dalam keadaan kering.

IV. Derajat halus serbuk


Derajat halus serbuk dinyatakan dengan satu atau dua nomor pengayak. Hal ini
dimaksudkan bahwa untuk menentukan derajat halus suatu serbuk harus dilakukan dengan
pengayak. Jika derajat halus serbuk dinyatakan dengan 1 nomor pengayak, dimaksudkan
bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut. Jika derajat halus serbuk
dinyatakan dengan dua nomor pengayak, dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat
melalui/lolos pada pengayak dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40% melalui
pengayak dengan nomor
tertinggi.
Contoh: serbuk 10/40 dimaksudkan bahwa serbuk tersebut semuanya melalui pengayak no 10
dan tidak lebih dari 40% dapat melalui pengayak no. 40.
Dalam beberapa hal digunakan istilah umum untuk menyatakan derajat halus serbuk
yang disesuaikan dengan nomor pengayak sbb:
- Serbuk sangat kasar adalah serbuk (5/8)
- Serbuk kasar adalah serbuk (10/40)
- Serbuk agak kasar adalah serbuk (22/60)
- Serbuk agak halus adalah serbuk (44/85)
- Serbuk halus adalah serbuk (85)
- Serbuk sangat halus adalah serbuk (120)
- Serbuk sangat halus sekali adalah serbuk (200/300)

V. Cara Mencampur Serbuk


Dalam mencampur serbuk hendaklah dilakukan secara cermat dan jaga agar jangan
ada bagian yang menempel pada dinding mortir. Terutama untuk serbuk yang berkhasiat keras
dan dalam jumlah kecil. Hal-hal umum yang perlu diperhatikan dalam membuat serbuk :
1. Obat yang berbentuk kristal/ bongkahan besar hendaknya digerus halus dulu.
2. Obat yang berkhasiat keras dan jumlahnya sedikit dicampur dengan zat penambah
(konstituen) dalam mortir.
3. Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar tampak bahwa serbuk sudah merata.
4. Obat yang jumlahnya sedikit dimasukkan terlebih dahulu.
5. Obat yang volumenya kecil dimasukkan terlebih dahulu.

Pulveres/chartulae (serbuk bagi) adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih
kurang sama, dibungkus menggunakan bahan penhgemas yang cocok untuk sekali minum.
Penulisan resep serbuk oleh seorang dokter dapat dilakukan dengan cara yaitu:
1. Ditulis jumlah obat untuk seluruh serbuk/bungkus, kemudian dibagi sebanyak
serbuk/bungkus yang diminta. Misalnya:
R/ Asam asetilsalisilat 2,5
Paracetamol 2
Coffein 0,5
m.f.pulv.divide in partes aequales no.X
2. Ditulis jumlah untuk setiap bungkus serbuknya dan membuat berapa bungkus yang
dikhehendaki, misalnya:
R/ Asam asetilsalisilat 0,25
Paracetamol 0,2
Coffein 0,05
m.f.pulv.dtd no.X
Pada cara diatas bahan yang ditimbang adalah sebagai berikut:
- Asam asetilsalisilat 2,5
- Paracetamol 2
- Coffein 500 mg
Ketiga bahan tersebut diracik/dicampur satu persatu, dan asam asetilsalisilat yang
digerus lebih dahulu sampai halus, kemudian ditambahkan coffein dan gerus lagi sampai
homogeny, terakhir paracetamol sedikit demi sedikit dan digerus sampai homogeny. Keluarkan
dari lumpang kemudian bagi menjadi 10 bungkus. Pada cara diatas bahan yang ditimbang
adalah sebagai berikut
- Asam asetilsalisilat 10 X 0,25 = 2,5
- Paracetamol 10 X 0,2 = 2
- Coffein 10 X 0,05 = 0,5

VI. Cara Membagi Serbuk/Pulveres


1. Untuk serbuk/pulveres berjumlah maksimal sepuluh bungkus dapat dibagi sama rata
menurut pandangan mata langsung.
2. Lebih dari sepuluh bungkus dikerjakan sebagai berikut :
- Dibagi dulu dengan jalan penimbangan dalam sekian bagian sehingga setiap bagian
maksimum dapat dibuat sepuluh bungkus serbuk.
- Untuk jumlah yang ganjil, tentukan berat rata-ratanya, timbanglah jumlah bungkus
secukunya, sisanya dibagi. Terhadap bahan-bahan obat yang pemakaiannya lebih
dari 80 % terhadap takaran maksimum, harus ditimbang satu persatu, yang
dikerjakan sebgai berikut :
- Timbanglah hasil akhir, tentukan berat rata-ratanya, lalu timbang satu persatu.

VII. Peraturan Umum Perbuatan Pelveres


1. Jika mungkin berat dibuat 500 mg tiap bungkus serbuk dengan pengisi Saccharum Lactis.
Tetapi ini hanya suatu kebniasaan belaka, jadi jangan ragu-ragu untuk membuat serbuk
yang atau dari 500 mg.
2. Jumlah terkecil yang masih dapat ditimbang 50 mg.

II. KAPSUL
A. Definisi
Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak.
Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat tambahan lain. Bentuk kapsul
bermacam – macam, misalnya bulat, oval, panjang, dan silinder. Ukuran kapsul menunjukkan
ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8 macam. Ukuran yang dinyatakan dalam nomor kode
000 ialah ukuran terbesar dan 5 ukuran terkecil. Ukuran kapsul 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, 5.

B. Keuntungan Dan Kerugian Kapsul


Keuntungan sediaan kapsul, antara lain:
1. Bau dan rasa yang tidak enak tertutup
2. Pemberian dosis yang tetap
3. Bahan – bahan obat/zat yang rusak di udara terbuka, bila dimasukkan ke dalam kapsuk
akan terlindung
4. Mudah pemakaian oleh pasien
5. Dengan kapasul yang berwarna – warni, menambah daya tarik obat
6. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan tambahan/pembantu
seperti pada pembuatan pil dan tablet.
C. Cara Pengisian Kapsul
Cara pengisian bahan-bahan serbuk kedalam cangkang capsul dapat dilakukan atas
bermacam-macam cara sebagai berikut :
1. Dengan tangan
2. Dengan alat bukan mesin
3. Dengan alat mesin
Cara pertama banyak dipakai di Apotik dalam melyani resep dokter. Bahan-bahan obat
serbuk setelah dicampur ratakan, dibagi sesuai dengan jumlah capsul yang akan dibuat,
kemudian masing-masing bagian diisikan kedalam cangkang capsul wadah, lalu ditutup
dengan cangkang capsul tutup.Untuk memasukkan serbuk obat kedalam cangkang capsul,
pilihlah capsul ukuran berapa yang akan kita pakai (biasanya bergantung kepada pengalaman).
Kedalam capsul dapat dimasukkan bahan-bahan padat maupun cair, asalkan tidak merusak
capsul (gelatin). Bagi serbuk dapat dimasukkan langsung kedalam kapsul dan bagi serbuk yang
basah/lembab karena hygroskopis dapat dibuat massa pil dan baru dimasukkan ke dalam
capsulCairan kental (ichtamol; Bals. Peruv.); alkohol (merusak dinding gelatin) dibuat massa
pil terlebih dahulu.Minyak atsiri/lemak; benzol; eter; kreosot; senyawa fenol dimasukkan
setelah dicampur dengan minyak lemak terlebih dahulu dan sebaiknya kadar tidak melampaui
40%.
Cara pengisian cairan ke dalam kapsul
Minyak lemak dapat langsung dimasukkan ke dalam kapsul kemudian ditutup. Akan
tetapi, minyak yang mudah menguap (minyak atsiri), air, kresot dan alkohol akan merusak
dinding kapsul. Hal ini dapat diatasi dengan mengencerkan terlebih dulu dengan minyak lemak
sampai kadarnya dibawah 40% sebelum dimasukkan ke dalam kapsul.

Cara pengisian campuran bahan yang mempunyai titik lebur lebih rendah dari titik lebur
masing-masing bahan obat (titik eutektikum)
Contohnya adalah campuran asetosal dengan antipirin/heksamin, campuran kamfer
dengan salol/mentol/timol sehingga kapsul akan menjadi lembek bahkan dapat lengket satu
sama lain. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan bahan yang inert, atau masing-masing
bahan dimasukkan ke dalam kapsul yang lebih besar.
D. Ukuran Kapsul

Ukuran capsul menunjukkan volume dari capsul dan kita mengenal 8 jenis ukuran
capsul yang dinyatakan dengan nomor 000 (ukuran terbesar) sampai no 5 (ukuran terkecil)
sebagai berikut :
Nomor Volume serbuk Acetosal Natrii Bismuthi
Capsul dalam satuan dalam satuan Subcarbonas Subnitras
millimeter. limiliter dalam gram dalam gram
000 1,7 1,0 1,4 1,7
00 1,2 0,6 0,9 1,2
0 0,85 0,5 0,7 0,9
1 0,62 0,3 0,5 0,6
2 0,52 0,25 0,4 0,5
3 0,36 0,2 0,3 0,4
4 0,27 0,15 0,25 0,25
5 0,19 0,1 0,12 0,12

III. PILULAE (PIL)


A. Definisi
Istilah pil berasal dari bahasa latin yaitu pila yang berarti bola. Zaman dahulu bentuk
pil lebih besar dari pil zaman sekarang. Berdasarkan bobotnya, obat yang berbentuk bulat dapat
digolongkan atas:
1. Pilulae = Bobotnya kira – kira 30 mg – 300 mg
2. Granule = Bobotnya 1/3 – grain = 20 mg – 60 mg
3. Boli = Bobotnya lebih besar dari 300 mg
4. Parvule = Bobotnya kurang dari 20 mg

Dalam FI ed. III. pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau
lebih bahan obat. Menurut F.N. 78 adalah sediaan berbentuk bulat atau bulat telur, dibuat
menggunakan massa pil.

B. Cara Membuat massa pil

Massa Massa pil dibuat dengan mencampur satu atau lebih bahan obat dengan zat
tambahan yang cocok, diaduk dan ditekan hingga menjadi massa yang mudah digulung. Pil
yang diperoleh tidak boleh berubah bentuk pada penyimpanan dan tidak terlalu keras.

C. Komposisi Pil
Pil terdiri dari:
1. Bahan Obat
2. Zat tambahan, terdiri dari:
- Zat pengisi
- Zat pengikat
- Zat pembasah
- Zat penabur
- Zat penyalut
PERCOBAAN VI
SKRINING RESEP I

I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN VII
SKRINING RESEP II

I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN VIII
SKRINING RESEP III

I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN IX
SEDIAAN FARMASETIK SEMI PADAT

I. UNGUENTUM
A. Definisi
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI
ed.III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep
yang mengandung obat keras atau obat narkotika adalah 10%.

B. Dasar Salep : Kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar digunakan Vaselin putih.
Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat dipilih salah satu bahan
dasar berikut :
a. Dasar salep senyawa hidrokarbon, misalnya : vaselin putih, vaselin kuning atau
campuran dengan Malam putih, dengan malam kuning atau dengan senyawa
hidrokarbon lain yang cocok.
b. Dasar salep serap, misalnya lemak bulu domba, campuran 3 bagian kolesterol, 3
bagian stearil alkohol 81 bagian malam putih dan 86 bagian vaselin putih. Campuran
30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen.
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, misalnya : Emulsi minyak dalam air.
d. Dasar salep yang dapat larut dalam air, misalnya: Polietilenglikola atau
campurannya.

C. Peraturan Pembuatan Salep Menurut Ph. Belanda Ed V


a) Urutan dirubah sesuai dengan tahapan keterampilan
1. Zat-zat yang sudah atau tak cukup melarut dalam bahan dasar dan air mula-mula
dijadikan serbuk dan diayak dengan ayakan B 40 (no. 60). Pada pembuatan salep
ini zat padat dicampur dengans etengah bobot atau sama bobot bahan dasar yang
jika perlu telah dicairkan lebih dahulu, kemudian sisi lemaknya mencair atau
tidak dicairkan ditambah sedikit demi sedikit.
Pada umumnya :
Klau tertulis bahan-bahan yang cair misalnya :
Minyak, glyserin dan lain-lain, maka zat-zat padat itu digerus dahulu dengan
bahan cair ini. Kalu tidak ada cairan ini maka zat padat digerus dengan dasar
salep yang telah dicairkan.
2. Zat-zat yang larut dalam campuran bahan dasar yang tersedia, dilarutkan
didalamnya dan jika perlu dilarutkan dengan pemansan:
Bila dasar salep minyak.
- Dilarutkan dengan menggerusnya dalam lumping
- Dilarutkan dengan pemanasan, jika zat mudah menguap dilarutkan dalam
wadah tertutup.
Bila dalam salep Vaselin (1/2 padat lainnya)
- Digerus atau dihangatkan
- Mula-mula dilarutkan dahulu dalam pelarut organic, lalu ditambahkan
vaselin
3. Zat-zat yang mudah larut dalam air, jika tidak diberi petunjuk lebih dahulu
dilarutkan dalam air, asal air yang dilarutkan untuk melarutkannya dapat disera
oleh jumlah campuran bahan yang ditentukan. Banyaknya air yang dipakai
dikurangkan dari jumlah campuran bahan dasar. Yang dimaksud dengan mudah
larut dalam air, ialah larut dalam air yang lebih kecil dari berat zatnya. (ingat
kekecualian)
4. Jika salep dibuat dengan jalan melumerkan, maka campuran harus diaduk
sampai dingin.
PERCOBAAN X
SKRINING RESEP IV

Dr. L. Tobing
DUM 71 A/87
Jl. Bangka 87 Banjarmasin
Banjarmasin, 17-9-2010
R/Acid boric 3
Vasl Alb ad 30
Mf ungt
S.U.E

Pro : Ifah
Umur : 10 th
Alamat : Jl. Lenteng Agung

Keterangan
M.f ungt : Misce fac unguentum : campur buatkah salep
S.U.E : Signa usum externum : berilah tanda obat luar

Pembuatan
Timbang asam borat dan vaselin album, gerus asam borat lalu tambahkan vaselin sedikit demi
sedikit hingga merata. Setelah rata masukkan kedalam pot/wadah.
Nama sediaan ini unguentum Acidi Borici dengan kadar 10%.

I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN XI
SEDIAAN FARMASETIK CAIR

I. SOLUTIONES (LARUTAN)
Larutan atau solutio adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara
merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan
keseragaman dosis dan meiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya menjadi larutan oral dan
larutan topikal. Penggolongan berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut terbagi menjadi
Spiritus, tingtur dan larutan air. Larutan yang diberikan secara injeksi disebut larutan injeksi
(DepKes RI, 1995).
Eliksir merupakan sediaan larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap, selain
obat juga mengandung zat tambahan seperti gula atau zat pemanis lain, zat warna, dan zat
pewarna digunakan sebagai obat dalam. Sedangkan mixtura dengan solutio tidak ada
perbedaan prinsip dalam pengertian, hanya dikatakan solutio apabila zat terlarut hanya satu,
dan disebut mixtura apabila zat terlarut adalah banyak (Anief, 1988). Infusa merupakan
solution, yaitu sediaan cair yang dibuat dengan mencari simplisia nabati dengan air pada suhu
90º selama 15 menit. Simplisia nabati adalah suatu tumbuhan yang berkhasiat obat dari
tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman (isi sel yang di keluarkan dari selnya
dengan cara tertentu).
Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o
dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume
zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui
dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan sitilah berikut :
Jumlah bagian pelarut diperlukan
Istilah kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

Beberapa cara melarutkan zat, diantaranya:


1. Zat-zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.
2. Zat-zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan, karena pemanasan dapat
meningkatkan kelarutan suatu zat.
3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat, maka air dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar
tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.
4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar
erlenmeyer/botol, maka perlu air untuk melarutkan digoyang-goyangkan/digojog untuk
mempercepat larutnya zat tersebut.
5. Zat-zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan pemanasan, tapi
dilarutkan secara dingin.
6. Zat-zat yang mudah menguap bila dipanasi dilarutkan dalam botol tertutup dan dipanaskan
serendah-rendahnya sambil digoyang-goyangkan.
7. Obat-obat keras harus dilarutkan tersendiri.
8. Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan untuk mempercepat larutnya suatu
zat, tidak untuk menambah kelarutan, sebab bila keadaan menjadi dingin, maka akan terjadi
endapan.
(Anief, 1988).
Pembuatan solutio dilakukan dengan melarutkan secara langsung bahan obat ke
dalam pelarut yang sesuai, kemudiaan diencerkan hingga volume yang dikehendaki. Beberapa
cara yang digunakan untuk mempercepat kelarutan bahan obat dengan suatu pelarut,
diantaranya:
1. Menaikkan temperatur dengan pemanasan.
2. Mengurangi ukuran partikel dari zat tersebut, menyebabkan peningkatan dalam luas
permukaan zat yang terbuka terhadap pelarut.
3. Menggunakan suatu bahan pembantu pelarut.
4. Melakukan pengadukan yang keras selama mempersiapkan larutan.
(Ansel, 1989).

II. EMULSI
Emulsum atau emulsi sediaan yang homogen yang mengandung minyak atau lemak
yang terdispersi dalam vehikulum, distabilkan dengan emulgator surfaktan yang cocok. Zat
atau bahan yang di emulsikan disebut emulgendum; bahan pembantu yang menjadikan minyak
terbagi halus disebut emulgens atau emulgator, dan vehikulumnya (biasanya air) disebut
menstrum (Nanizar, 2000).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang disebut
emulgator (emulsifying agent) atau surfaktn yang dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan
tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-permukaan tetesan dan fase
eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi.
Surfaktan juga mengurangi proses emulsifikasi selama pencampuran (Syamsuni, 2006).
Jumlah emulgator yang ditambahkan untuk sediaan emulgator biasanya ½ jumlah minyak,
kecuali untuk oleum ricini ditambahkan emulgator sejumlah 1/3-nya.
Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri
atas :
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontnu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu zat cair yang
terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fse luar, yaitu zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris,
pengawet (preservative), dan anti oksidan (Syamsuni, 2006).
Ada dua macam tipe emulsi yaitu emulsi tipe M/ A di mana tetes minyak terdispersi
ke dalam fase air, dan tipe A/ M di mana fase intern air dan fase eksteren adalah minyak. Dalam
titik peralihan teradinya inverse di kenal tipe emulsi lain yaitu M/ A/ M atau A/ M/ A, di sebut
tipe emulsi ganda. Tipe emulsi ditentukan oleh jenis emulgator yang dipakai (Anief, 1986).

III. SUSPENSI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam
bentuk serbuk sangat halus, dengan atau tampa zat tambahan yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang di tetapkan. Komposisi suspensi adalah sebagai berikut
:
1. Bahan aktif.
2. Bahan tambahan
3. Suspending Agent
a. Akasia (PGA). Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman akasia sp. Dapat larut dalam
air, tidak larut dalam alcohol, dan bersifat asam, viskositas optimum mucilagonya adalah
PH 5-9. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspense harus ditambahkan
pengawet.
b. Tragakhan. Mengandung tragakhan 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu
serbuk tragakan dengan air 20x banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen.
Kemudian diencerkan dengan sisa dari tragakan lambat mengalami hidrasi. Sehingga
untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan mucilago tragakan juga lebih
kental dari pada mucilago dari Gom arab.
c. Mucilago amily, dibuat dengan amilum tritici 2%.
d. Solution gummosa. Mengandung pulvis gummosus (PGS) 2% dan dibuat dengan jalan
menggerus dahulu pulvis gummosus dengan air 7x banyaknya sampai diperoleh suatu
masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.

Cara Pembuatan suspensi :


1. Metode dispersi: ditambahkan bahan oral kedalam mucilage yang telah terbentuk, kemudian
diencerkan
2. Metode Presitipasi : Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dulu dalam pelarut organik
yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik larutan zat ini
kemudian di encerkan dengan latrutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan
halus tersuspensi dalam air seningga akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan
pensuspensi.
PERCOBAAN XII
SKRINING RESEP V

I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN XIII
SKRINING RESEP VI

I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket

Anda mungkin juga menyukai