FARMASETIKA DASAR
TIM PENYUSUN :
Aristha Novyra P., M.Farm., Apt Helmina Wati, M.Sc., Apt Dita Ayulia D.S., M.Sc., Apt
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang hanya karena rahmat dan
karunia-Nya, Buku Petunjuk Praktikum Farmasetika Dasar ini dapat diselesaikan. Buku ini
disusun sebagai pedoman untuk membantu mahasiswa dalam mengikuti praktikum
Farmasetika Dasar.
Buku petunjuk praktikum ini memberi panduan kepada mahasiswa secara singkat
tentang pembuatan berbagai sediaan obat. Kami berharap setelah melakukan praktikum,
mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan macam-macam sediaan obat (pulveres, kapsul,
salep, larutan, suspensi, emulsi), perhitungan dosis maksimal dan penimbangan.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian buku ini. Semoga buku petunjuk praktikum ini dapat memberikan manfaat
terutama bagi mahasiswa. Masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan buku ini.
Penyusun
FORMAT LAPORAN TERTULIS
Dalam praktikum farmasetika (meracik obat) alat-alat yang digunakan pada umumnya
berbeda. Untuk mendukung pengerjaan dalam membuat suatu resep, diperlukan pengenalan
alat-alat yang sering digunakan dalam praktikum Farmasetika Dasar. Seperti timbangan,
lumpang dan alu, pengisi kapsul (filling capsule) dan sebagainya.
I. TIMBANGAN
Keterangan :
V. CETAKAN SUPPOSITORIA
Suppositoria merupakan suatu sediaan padat yang digunakan melalui dubur dan
berbentuk torpedo. Bentuk torpedo dihasilkan melalui cetakan suppositoria yang terbuat dari
besi dan dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah
dibuka secara longitudional untuk mengeluarkan supositoria. Alat ini memiliki 6 lubang atau
12 lubang suppositoria yang dapat dibuka secara longitudinal dan terdapat skrup pengencang
untuk merapatkan kedua bagian alat cetak tersebut ketika basis yang telah dilebur akan
dimasukkan ke dalam alat cetak. Untuk menghindari masa yang hilang maka selalu dibuat
berlebih dan untuk menghindari masa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya
dibasahi dengan parafin, minyak lemak, spritus saponatus (soft soap liniment). Yang terakhir
jangan digunakan untuk suppositoria yang mengandung garam logam, karena akan beraksi
dengan sabunnya dan sebagai pengganti dapat digunakan larutan oleum ricini dalam etanol.
“Semua obat adalah racun, tetapi tidak semua racun adalah obat”, obat dapat diartikan
sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosa, mengurangi rasa sakit,
mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Dalam SK Menkes RI No.
125/Kab/BVIII/71, yang dimaksudkan obat adalah suatu bahan atau paduan bahan – bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnose, mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan, badania dan
rohania pada manusia atau hewan, memperolek badan atau bagian badan manusia. Dalam SK
Menkes RI No.244/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan obat jadi adalah sediaan atau
paduan bahan – bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
system fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnose, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
B. Penggolongan obat
Obat atau bahan obat termasuk barang yang berbahaya dan merupakan barang yang
mempunyai potensi untuk disalah gunakan. Untuk memudahkan dalam pengawasannya maka
obat yang beredar diindonesia digolongkan menurut daftar yang meliputi:
a. Narkotika, biasa disebut daftar O (opium)
Yaitu obat-obatan yang umumnya mendatangkan ketagihan dan ketergantungan secara
mental dan fisik yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan
tanpa pembatasan dan pengawasan dokter. Misalnya candu/opium, morfin, petidin,
metadon dan kodein. Hal-hal yang harus diperhatikan pada resep yang mengandung
narkotika:
- Tidak boleh di ulang (N.I/ne iter/ne iteretur)
- Tidak boleh ditulis m.i. (mihi ipsi) atau u.p. (usum propium) atau pemakaian sendiri
- Alamat pasien dan aturan pakai harus jelas
- Hanya boleh diberikan jika resep asli dari dokter dan ada tanda tangan dokter tersebut
- Copy resep dapat diberikan apabila obat belum diberikan semuanya (d.i.d/da in)
namun harus ditembus di apoyek yang mengeluarkan copy resep tersebut
- Bahan narkotik yang terdapat pada resep, harus digarisbawah merah.
b. Obat Psikotropika merupakan obat yang mempengaruhi proses mental (psikis),
merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang.
Misalnya golongan ekstasi, diazepam, barbital/luminal.
c. Obat keras adalah obat-obatan daftar G, yaitu obat yang didaftar pada daftar obat
berbahaya (Geverlijk) dan harus diserahkan dengan resep dokter. Obat keras adalah semua
obat:
- memiliki takaran/DM atau tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan
pemerintah diberi tanda khusus lingkaran bula berwarna merah dengan garis tepi
hitam dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya
- semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI) tidak
membahayakan
d. Obat keras daftar W (Obat bebas terbatas), yaitu obat yang didaftar pada daftar
peringatan (Warschuwing) dengan tanda khusus lingkaran biru dengan garis pinggir hitam.
Dapat diserahkan tanpa resep dokter , namun harus tetap dalam pengawasan.Obat ini
memiliki penandaan khusus peringatan (P No.1 s/d P No.6)
e. Obat bebas yaitu obat dengan tanda khusus lingkaran hijau garis pinggir hitam dan dapat
diserahkan tanpa resep dokter dalam batas dosis yang telah dianjurkan.
C. Sumber-Sumber Obat
Obat-obat yang digunakan dewasa ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu;
a. Tumbuh-tumbuhan, Flora, Nabati. Misalnya ; kinin, castor oil, anisi, daun digitalis dll.
b. Hewan, Fauna, Hayati. Misalnya ; minyak ikan, cera, wolfet dll.
c. Mineral/pertambangan. Misalnya ; NaCl, Sulfur, Besi oksida, KaliumIodida dll.
d. Mikroba. Misalnya; antibiotik.
e. Sintesis, buatan, tiruan. Misalnya ; Champora sintesis, Vit.C, Acid benzoic sintesis,
Chloramphenicol sintesis dll.
D. Bahan Tambahan
Obat tambahan (Rimidium adjuvantia/ajuvans/corrigens) yaitu bahan atau obat yang
menunjang kerja bahan obat utama. Dapat berupa:
a. Corrigens actionis, yaitu obat yang memperbaiki atau menambah efek obat utama.
Misalnya, pulvis doveri yang terdiri atas kalium sulfat, Ipecacuanhae Radix, dan pulvis
opii. Pulvis opii sebagai bahan khasiat utama menyebabkan orang sukar buang air besar,
sedangkan kalium sulfat bekerja sebagai pencahar sekaligus memperbaiki kerja pulvis
opii tersebut.
b. Corrigens saporis (memperbaiki rasa). Contohnya: sirup auratiorum, tincture cinamomi,
aqua menthae piperithae.
c. Corrigen odoris (memperbaiki bau). contohnya: oleum rosarum, oleum bergamottae, dan
oleum cinnamomi.
d. Corrigens coloris (memperbaiki warna). Contohnya: tincture croci (kuning), caramel
(cokelat) dan karminum (merah).
e. Corigen solubilis untuk memperbaiki kelarutan obat utama. Misalnya, I2 tidak larut air,
tetapi dengan penambahan KI menjadi mudah larut. Selain itu juga dikenal bahan
tambahan yang dipakai sebagai bahan pengisi dan pemberi bentuk untuk memperbesar
volume obat yang disebut constituens/vehiculum/exipient. Misalnya: laktosa sebagai
serbuk serta amilum dan talk pada bedak tabur.
PERCOBAAN III
A. RESEP
a. Pengertian Resep
Dilihat dari arti kata resep berasal dari kata “Recipe” bahasa latin artinya
“Ambillah”. Dalam pengertian secara umum resep ialah “Formulae Medicae” yang dibagi
atas:
a. Formulae Officinalis; yaitu resep-resep yang terdapat dalam buku-buku resmi.
b. Formulae Magistrales; yaitu resep-resep yang disusun atao dibuat oleh dokter
berdasarkan pengalaman dan pendapatnya sendiri, kadang-kadang gabungan dengan
formulae officinalis dengan menambah dan mengurangi.
Dalam SK. Menkes RI No.244/Menkes/SK/V/90 memberikan pengertian tentang
resep sebagai berikut: Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Penulisan Resep
Jika di dalam resep tertulis PIM, Cito, atau Urgent, maka apoteker harus
mendahulukan pelayanan untuk resep tersebut, sedangkan bila dokter ingin agar resepnya
dapat diulang maka dalam resep ditulis iteratie dan ditulis berapa kali resep boleh diulang,
misalnya iteratie 3x artinya resep dapat dilayani 1 + 3 kali ulangan = 4x. Untuk resep yang
mengandung narkotika, tidak dapat ditulis iteratie atau n.i (ne iteratie).
➢ Contoh format penulisan resep
C. OPIUM RESEP
Opium resep adalah ialah resep dimana salah satu obat/bahan obatnya tergolong
narkotika. Resep yang mengandung obat narkotika tidak boleh diulangi penyerahan
obatnya atas dasar resep yang sama, kecuali dengan resep baru dari dokter, dan setiap resep
yang mengandung narkotika alat penderita harus diketahui dengan jelas. Untuk
menghindari kekeliruan, resep ini diberi tanda khusus.
D. CITO RESEP
Cito resep adalah resep dimana dokter menginginkan pengobatan dengan segera,
karena keadaan penderita. Resep semacam ini harus didahulukan penyelenggaraannya dari
resep lain. Tanda-tanda yang biasa digunakan dan ditulis pada bagian kanan sebelah atas
blanko resep yang terdiri dari:
(1) Cito = segera
(2) Urgent = penting
(3) Statim = penting
(4) P.I.M = Periculum in mora = berbahaya bila ditunda
Cito resep juga termasuk oba-obat tertentu yang penggunaannya segera dilakukan
yaitu obat yang digunakan untuk antidotum penawar racun dan obat untuk luka bakar.
E. ETIKET
1. Etiket untuk obat dalam : etiket warna putih
2. Etiket obat luar : etiket warna biru
3. Pada etiket tertulis :
a. Nama apotek dan SIA-nya
b. Nama apoteker beserta SIPA-nya
c. Nama pasien
d. No. resep
e. Tanggal pembuatan resep
f. Aturan pemakaian obat
g. Untuk obat luar, di bagian bawah etiket dituliskan “Obat Luar”
h. Untuk larutan, bila perlu diberi label “Kocok Dahulu”
i. Untuk resep obat keras dan narkotika diberi label “Tidak Boleh Diulang Tanpa
Resep Dokter”
j. Di pojok kiri bawah dituliskan paraf petugas yang mengerjakan resep
dewasa
III. Rumus YOUNG’S (umur 1-8 IV. Rumus DILLING’S (8-20 tahun)
tahun) Dosis =
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ)
x dosis orang dewasa
20
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ)
Dosis = x dosis orang dewasa
𝑢𝑚𝑢𝑟+12
Dosis =
𝑢𝑚𝑢𝑟 (𝑡ℎ)
x dosis orang dewasa tahun).
24
Rumus ini berupa pecahan yang
dikalikan dengan dosis dewasa. Aturan
sebagai berikut:
0 – 1 tahun = 1/12 x dosis dewasa
1 – 2 tahun = 1/8 x dosis dewasa
2 – 3 tahun = 1/6 x dosis dewasa
3 – 4 tahun = ¼ x dosis dewasa
4 – 7 tahun = 1/3 x dosis dewasa
14 – 20 tahun = 2/3 x dosis dewasa
21 – 60 tahun = dosis dewasa
2. Berdasarkan berat badan
a. Rumus CLARK (Amerika)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
Dosis = x dosis orang dewasa
150
c. Rumus Catzel
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑎𝑛𝑎𝑘
Dosis = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 x 100 x dosis orang dewasa
Misalnya,
24
s.o.t.h (tiap 3 jam) = x = 8x sehari semalam
3
Interaksi obat merupakan suatu keadaan saling mempengaruhi antar obat atau bahan-
bahan obat. Terjadi jika dua atau lebih macam obat digunakan bersama-sama dalam suatu obat.
Alasan kombinasi obat sering dilakukan:
- Meningkatkan efek pengobatan
- Mengurangi efek toksik dan efek samping
- Mengobati beberapa penyakit atau keluhan yang timbul pada waktu bersamaan
- Memperlambat terjadinya resistensi
- Memperluas spectrum bagi antibiotika
- Terapi awal suatu infeksi berat yang diagnosanya belum jelas
Selain itu, dalam ilmu farmasetika interaksi antara bahan dapat terjadi pada saat
pengerjaan atau lebih dikenal dengan inkompabilitas (Obat Tak Tercampurkan).
Inkompatibiltas atau tak tercampurkan adalah apabila 2 obat atau lebih bila dicampurkan
menghasilkan campuran yang tidak diinginkan karena mempengaruhi sifat fisika maupun
kimia, sehingga hal ini harus dihindari. Ada 2 jenis inkompatibilitas, yaitu :
1. Inkompatibiltas fisik
Adalah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu mencampur
bahan obat tanpa ada perubahan susunan kimianya.
Beberapa peristiwa yang termasuk inkompatibilitas fisik antara lain :
a. Meleleh dan menjadi lembabnya campuran serbuk, contoh :
1) Penurunan titik lebur
• Hexamin dan asetosal
• Menthol dan camphor
2) Penurunan tekanan uap relatif
• KBr dan NaI
• NaBr dan NH4Cl
3) Bebasnya air kristal
• Magnesii sulfat dan Natrii Sulfat
b. Tidak dapat larut dan tidak dapat bercampur
Contoh : Sulfadiazin dalam sediaan larutan
c. Penggaraman
Contoh : Chinin HCl tidak larut dengan adanya Amonium chlorid
d. Adsorpsi
Contoh : Bolus Alba mengadsorpsi alkaloida
2. Inkompatibilitas kimia
Ini terjadi karena timbulnya reaksi kimia pada waktu mencampurkan obat. Contoh
inkompatibiltas kimia :
a. Terjadinya endapan c. Terurai
Contoh : Ephedrin dan Papaverin HCl Contoh : Phenobarbital Na dalam larutan
b. Terjadinya perubahan warna d. Terbentuk gas
Contoh : codein dan asetosal Contoh : Ammonium chlorid dan codein
Namun tidak semua OTT dari suatu bahan itu merugikan, ada juga OTT yang diharapkan
terjadi dan menguntungkan dalam pengerjaan, antara lain:
a) Terjadi penurunan titik eutektikum (titik lebur)
Misalnya: pada campuran mentol, timol, salol, asam salisilat, resorsinol,
kloralhidrat.
b) Meningkatkan kelarutan suatu bahan
Misalnya: Coffein yang ditambahkan dengan natrium benzoat, natrium salisilat akan
memperbesar kelarutan coffein tersebut
A. LEMBAR KERJA
I. OTT/Inkompatibilitas
Pulveres/chartulae (serbuk bagi) adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih
kurang sama, dibungkus menggunakan bahan penhgemas yang cocok untuk sekali minum.
Penulisan resep serbuk oleh seorang dokter dapat dilakukan dengan cara yaitu:
1. Ditulis jumlah obat untuk seluruh serbuk/bungkus, kemudian dibagi sebanyak
serbuk/bungkus yang diminta. Misalnya:
R/ Asam asetilsalisilat 2,5
Paracetamol 2
Coffein 0,5
m.f.pulv.divide in partes aequales no.X
2. Ditulis jumlah untuk setiap bungkus serbuknya dan membuat berapa bungkus yang
dikhehendaki, misalnya:
R/ Asam asetilsalisilat 0,25
Paracetamol 0,2
Coffein 0,05
m.f.pulv.dtd no.X
Pada cara diatas bahan yang ditimbang adalah sebagai berikut:
- Asam asetilsalisilat 2,5
- Paracetamol 2
- Coffein 500 mg
Ketiga bahan tersebut diracik/dicampur satu persatu, dan asam asetilsalisilat yang
digerus lebih dahulu sampai halus, kemudian ditambahkan coffein dan gerus lagi sampai
homogeny, terakhir paracetamol sedikit demi sedikit dan digerus sampai homogeny. Keluarkan
dari lumpang kemudian bagi menjadi 10 bungkus. Pada cara diatas bahan yang ditimbang
adalah sebagai berikut
- Asam asetilsalisilat 10 X 0,25 = 2,5
- Paracetamol 10 X 0,2 = 2
- Coffein 10 X 0,05 = 0,5
II. KAPSUL
A. Definisi
Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak.
Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat tambahan lain. Bentuk kapsul
bermacam – macam, misalnya bulat, oval, panjang, dan silinder. Ukuran kapsul menunjukkan
ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8 macam. Ukuran yang dinyatakan dalam nomor kode
000 ialah ukuran terbesar dan 5 ukuran terkecil. Ukuran kapsul 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, 5.
Cara pengisian campuran bahan yang mempunyai titik lebur lebih rendah dari titik lebur
masing-masing bahan obat (titik eutektikum)
Contohnya adalah campuran asetosal dengan antipirin/heksamin, campuran kamfer
dengan salol/mentol/timol sehingga kapsul akan menjadi lembek bahkan dapat lengket satu
sama lain. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan bahan yang inert, atau masing-masing
bahan dimasukkan ke dalam kapsul yang lebih besar.
D. Ukuran Kapsul
Ukuran capsul menunjukkan volume dari capsul dan kita mengenal 8 jenis ukuran
capsul yang dinyatakan dengan nomor 000 (ukuran terbesar) sampai no 5 (ukuran terkecil)
sebagai berikut :
Nomor Volume serbuk Acetosal Natrii Bismuthi
Capsul dalam satuan dalam satuan Subcarbonas Subnitras
millimeter. limiliter dalam gram dalam gram
000 1,7 1,0 1,4 1,7
00 1,2 0,6 0,9 1,2
0 0,85 0,5 0,7 0,9
1 0,62 0,3 0,5 0,6
2 0,52 0,25 0,4 0,5
3 0,36 0,2 0,3 0,4
4 0,27 0,15 0,25 0,25
5 0,19 0,1 0,12 0,12
Dalam FI ed. III. pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau
lebih bahan obat. Menurut F.N. 78 adalah sediaan berbentuk bulat atau bulat telur, dibuat
menggunakan massa pil.
Massa Massa pil dibuat dengan mencampur satu atau lebih bahan obat dengan zat
tambahan yang cocok, diaduk dan ditekan hingga menjadi massa yang mudah digulung. Pil
yang diperoleh tidak boleh berubah bentuk pada penyimpanan dan tidak terlalu keras.
C. Komposisi Pil
Pil terdiri dari:
1. Bahan Obat
2. Zat tambahan, terdiri dari:
- Zat pengisi
- Zat pengikat
- Zat pembasah
- Zat penabur
- Zat penyalut
PERCOBAAN VI
SKRINING RESEP I
I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN VII
SKRINING RESEP II
I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN VIII
SKRINING RESEP III
I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN IX
SEDIAAN FARMASETIK SEMI PADAT
I. UNGUENTUM
A. Definisi
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI
ed.III). Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep
yang mengandung obat keras atau obat narkotika adalah 10%.
B. Dasar Salep : Kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar digunakan Vaselin putih.
Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat dipilih salah satu bahan
dasar berikut :
a. Dasar salep senyawa hidrokarbon, misalnya : vaselin putih, vaselin kuning atau
campuran dengan Malam putih, dengan malam kuning atau dengan senyawa
hidrokarbon lain yang cocok.
b. Dasar salep serap, misalnya lemak bulu domba, campuran 3 bagian kolesterol, 3
bagian stearil alkohol 81 bagian malam putih dan 86 bagian vaselin putih. Campuran
30 bagian malam kuning dan 70 bagian minyak wijen.
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air, misalnya : Emulsi minyak dalam air.
d. Dasar salep yang dapat larut dalam air, misalnya: Polietilenglikola atau
campurannya.
Dr. L. Tobing
DUM 71 A/87
Jl. Bangka 87 Banjarmasin
Banjarmasin, 17-9-2010
R/Acid boric 3
Vasl Alb ad 30
Mf ungt
S.U.E
Pro : Ifah
Umur : 10 th
Alamat : Jl. Lenteng Agung
Keterangan
M.f ungt : Misce fac unguentum : campur buatkah salep
S.U.E : Signa usum externum : berilah tanda obat luar
Pembuatan
Timbang asam borat dan vaselin album, gerus asam borat lalu tambahkan vaselin sedikit demi
sedikit hingga merata. Setelah rata masukkan kedalam pot/wadah.
Nama sediaan ini unguentum Acidi Borici dengan kadar 10%.
I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN XI
SEDIAAN FARMASETIK CAIR
I. SOLUTIONES (LARUTAN)
Larutan atau solutio adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara
merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan
keseragaman dosis dan meiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya menjadi larutan oral dan
larutan topikal. Penggolongan berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut terbagi menjadi
Spiritus, tingtur dan larutan air. Larutan yang diberikan secara injeksi disebut larutan injeksi
(DepKes RI, 1995).
Eliksir merupakan sediaan larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap, selain
obat juga mengandung zat tambahan seperti gula atau zat pemanis lain, zat warna, dan zat
pewarna digunakan sebagai obat dalam. Sedangkan mixtura dengan solutio tidak ada
perbedaan prinsip dalam pengertian, hanya dikatakan solutio apabila zat terlarut hanya satu,
dan disebut mixtura apabila zat terlarut adalah banyak (Anief, 1988). Infusa merupakan
solution, yaitu sediaan cair yang dibuat dengan mencari simplisia nabati dengan air pada suhu
90º selama 15 menit. Simplisia nabati adalah suatu tumbuhan yang berkhasiat obat dari
tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman (isi sel yang di keluarkan dari selnya
dengan cara tertentu).
Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o
dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume
zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui
dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan sitilah berikut :
Jumlah bagian pelarut diperlukan
Istilah kelarutan
untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
II. EMULSI
Emulsum atau emulsi sediaan yang homogen yang mengandung minyak atau lemak
yang terdispersi dalam vehikulum, distabilkan dengan emulgator surfaktan yang cocok. Zat
atau bahan yang di emulsikan disebut emulgendum; bahan pembantu yang menjadikan minyak
terbagi halus disebut emulgens atau emulgator, dan vehikulumnya (biasanya air) disebut
menstrum (Nanizar, 2000).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang disebut
emulgator (emulsifying agent) atau surfaktn yang dapat mencegah koalesensi, yaitu penyatuan
tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-permukaan tetesan dan fase
eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi.
Surfaktan juga mengurangi proses emulsifikasi selama pencampuran (Syamsuni, 2006).
Jumlah emulgator yang ditambahkan untuk sediaan emulgator biasanya ½ jumlah minyak,
kecuali untuk oleum ricini ditambahkan emulgator sejumlah 1/3-nya.
Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri
atas :
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontnu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu zat cair yang
terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fse luar, yaitu zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris, colouris,
pengawet (preservative), dan anti oksidan (Syamsuni, 2006).
Ada dua macam tipe emulsi yaitu emulsi tipe M/ A di mana tetes minyak terdispersi
ke dalam fase air, dan tipe A/ M di mana fase intern air dan fase eksteren adalah minyak. Dalam
titik peralihan teradinya inverse di kenal tipe emulsi lain yaitu M/ A/ M atau A/ M/ A, di sebut
tipe emulsi ganda. Tipe emulsi ditentukan oleh jenis emulgator yang dipakai (Anief, 1986).
III. SUSPENSI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam
bentuk serbuk sangat halus, dengan atau tampa zat tambahan yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang di tetapkan. Komposisi suspensi adalah sebagai berikut
:
1. Bahan aktif.
2. Bahan tambahan
3. Suspending Agent
a. Akasia (PGA). Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman akasia sp. Dapat larut dalam
air, tidak larut dalam alcohol, dan bersifat asam, viskositas optimum mucilagonya adalah
PH 5-9. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspense harus ditambahkan
pengawet.
b. Tragakhan. Mengandung tragakhan 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu
serbuk tragakan dengan air 20x banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen.
Kemudian diencerkan dengan sisa dari tragakan lambat mengalami hidrasi. Sehingga
untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan mucilago tragakan juga lebih
kental dari pada mucilago dari Gom arab.
c. Mucilago amily, dibuat dengan amilum tritici 2%.
d. Solution gummosa. Mengandung pulvis gummosus (PGS) 2% dan dibuat dengan jalan
menggerus dahulu pulvis gummosus dengan air 7x banyaknya sampai diperoleh suatu
masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.
I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket
PERCOBAAN XIII
SKRINING RESEP VI
I. Kelengkapan Resep
II. Khasiat Penggunaan Resep
III. Ott (Obat Tak Tercampurkan)
IV. Perhitungan Dosis
V. Penimbangan
VI. Pembuatan / Cara Kerja
VII. Etiket