Anda di halaman 1dari 18

PORTOFOLIO

KASUS MEDIK

MIOMA GEBURT

Disusun sebagai syarat kelengkapan program dokter internship


oleh :
dr. Clara Utami Mita Tumanan

Pendamping:
dr. Nur Kurnia Putri
dr. Raissa Safitry

Pembimbing:
Dr. Sadly Salman, SpOG

RS SILOAM BUTON
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
2020
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Nama peserta : dr. Clara Utami Mita Tumanan


Dengan judul/topik : Mioma Geburt
Nama pendamping : dr. Nur Kurnia Putri Halim
Nama wahana : RSU Siloam Buton, Kota Baubau

No Nama Peserta Presentasi No Tanda Tangan

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

6 6

7 7

8 8

9 9

10 10

11 11

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

(dr. Nur Kurnia Putri)


BORANG PORTOFOLIO
No. ID dan Nama Peserta : dr. Clara Utami Mita Tumanan
No. ID dan Nama Wahana : RS Siloam Buton
Topik : Myoma Geburt
Tanggal (kasus) : 23 Juni 2020 Presentan : dr. Clara Utami Mita T.
Tanggal presentasi : 26 Jun 2020 Pendamping : dr. Nur Kurnia Putri
Tempat presentasi : Ruang Pertemuan RSU Siloam Buton
Obyektif presentasi :
Keilmuan  Keterampilan Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil
 Deskripsi/anamnesia:
Keluhan Utama: Lemas
Riwayat penyakit sekarang: Lemas dirasakan sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga
disertai Keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS darah yang keluar berupa
darah segar dan bergumpal, riw ganti popok 6x isi darah. Keluhan lain mual (+),
muntah (+) 6x isi makanan dan air, pusing (+), nyeri perut dan pinggang yang
memberat pada saat menstruasi. BAB dan BAK kesan biasa.
Riwayat penggunaan obat: tidak ada
Riwayat keluhan serupa sebelumnya: tidak ada
Riwayat menstruasi: Riw menstruasi tidak teratur durasi setiap 28-30 hari, lama
haid 5-9 hari, dengan jumlah ganti pembalut 3-5 kali sehari.

 Tujuan : Menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan sesuai etiologi dan


riwayat penyakit, menurunkan morbiditas serta mencegah komplikasi
penyakit.
Bahan bahasan :  Kasus  Tinjauan Pustaka  Riset  Audit
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi dan diskusi  E-mail  Pos
Data pasien : Nama : Ny. Wa Mulima No. Registrasi : 00045016
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Keluhan Utama: Lemas
Riwayat penyakit sekarang: Lemas dirasakan sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga
disertai Keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS darah yang keluar berupa
darah segar dan bergumpal, riw ganti popok 6x isi darah. Keluhan lain mual (+),
muntah (+) 6x isi makanan dan air, pusing (+), nyeri perut dan pinggang yang
memberat pada saat menstruasi. BAB dan BAK kesan biasa.
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
o Keluhan baru pertama kali dirasakan
o Riwayat hipertensi (-), DM (-)
3. Riwayat Psikososial:
Kebiasaan : Merokok (-), konsumsi alkohol (-)
4. Riwayat Pengobatan : -
Daftar Pustaka :
1. Pasinggi, S et al. Prevalensi mioma uteri berdasarkan umur di RSUP Prof. DR. R. D.
Kandou Manado. Manado, Jurnal e-clinic volume 3 nomor 1, 2015; hal 71.
2.
3. Salim, I A dan Irma F. Karakteristik mioma uteri di RSUD Prof. DR. Margono
Soekarjo Banyumas. Purwokerto, Jurnal ilmiah ilmu-ilmu kesehatan volume XIII
nomor 3, 2015; hal 9-10.
4. Pangemanan, W T. “Penyakit neoplasma” dalam Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; hal 891-2.
5. Kurniasari, T. Karakteristik mioma uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode
Januari 2009-Januari 2010. Fakultas Kedokteran Universita Sebelas Maret, Surakarta,
2010; hal 8-21.
6.
7. Hadibroto, B R. Mioma Uteri. Majalah kedokteran nusantara volume 38 nomor 3,
Medan, 2005; hal 255-6.
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui definisi, etiologi & manifestasi klinis abses tuba ovarium
2. Menegakan diagnosis abses tuba ovarium
3. Mengetahui tatalaksana abses tubaovarium
4. Mengetahui pencegahan & komplikasi abses tuba ovarium
5. Edukasi kepada pasien tentang abses tuba ovarium

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subyektif :
Keluhan Utama: Lemas
Riwayat penyakit sekarang: Lemas dirasakan sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga
disertai Keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS darah yang keluar berupa
darah segar dan bergumpal, riw ganti popok 6x isi darah. Keluhan lain mual (+),
muntah (+) 6x isi makanan dan air, pusing (+), nyeri perut dan pinggang yang
memberat pada saat menstruasi. BAB dan BAK kesan biasa.
Riwayat penggunaan obat: tidak ada
Riwayat keluhan serupa sebelumnya: tidak ada
Riwayat menstruasi: Riw menstruasi tidak teratur durasi setiap 28-30 hari, lama
haid 5-9 hari, dengan jumlah ganti pembalut 3-5 kali sehari.
2. Obyektif :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda-Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
o TD: 80/40mmHg
o N: 55x/m regular, kuat angkat
o P: 18x/m tipe thoracoabdominal, simetris kiri = kanan
o S: 36C
o SpO2: 99%

Status Generalis
Kepala :
o Mata : Anemis (+), sklera tidak ikterus
o Telinga : Otore (-), perdarahan (-)
o Hidung : Rinorhea (-), epistaksis (-)
o Bibir : Sianosis (-)
o Mulut: karies (-)
Leher :
o Inspeksi : Pembesaran KGB (-), abses (-)
o Palpasi : Nyeri tekan (-), kaku kuduk (-)
Thorax :
o Inspeksi : Pengembangan dada simetris kiri = kanan
o Palpasi : Krepitasi (-)
o Perkusi : Sonor. Batas paru hepar ICS V kanan
o Auskultasi : Vesikuler. BT: Wh-/-, Rh-/-
Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal
o Auskultasi : Bunyi jantung I/II dalam batas normal, bising (-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal
o Palpasi : Nyeri tekan(+) pada regio suprapubic, massa tumor (-), lien tidak
teraba, hepar tidak teraba, defans muscular (-)
o Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)

Genitalia
o Teraba massa bertangkai, perabaan kenyal, permukaan rata, nyeri (+), massa
bergerak saat fundus uteri digerakkan, pelepasan darah.
Vertebra
o Inspeksi : Alignment tulang baik, tidak tampak massa tumor, warna kulit sama
dengan sekitarnya
o Palpasi : Tidak teraba massa tumor
Ekstremitas : Udem (-)

Pemeriksaan Laboratorium:

HEMATOLOGI HASIL NILAI RUJUKAN


HB 5.0 11.70 – 15.50 g/dl
HEMATOKRIT 15.80 35.00 – 47.00
ERITROSIT 2.19 3.80 – 5.20 x 106/ ul
WBC 13.88 3.60 – 11.00 x 103/ ul
TROMBOSIT 360.00 150.00 – 400.00 x 103/ ul
NEUTROFIL 84 50 - 70
LIMFOSIT 13 20 - 40
MONOSIT 2 2-8
EOSINOFIL 0 0-4
USG Abdomen:
Temuan:
Uterus: retroflexi, tampak lesi mixechoic pada myometrium posterior (ukuran +/- 4,1 cm x
2,7 cm x 3,7 cm) yang mendesak endometrium line ke anterior. Tampak pula masa
isoechoic, bulat, batas tegas, ukuran +/- 6,7 cm x 6,8 cm x 6,9 cm pada cervix. Tidak
tampak infiltrasi massa ke VU.
Kedua adnexa: Normal
VU: Normal, tampak balon kateter di dalamnya
Free fluid minimal cavum Douglasii

Kesan:
Myoma uteri intramural (posterior)
Massa isoechoic, bulat, batas tegas, ukuran +/- 6,7 cm x 6,8 cm x 6,9 cm pada cervix 
sugestif massa cervix
Free fluid minimal cavum douglasii

3. Assessment
Syok Hipovolemik + Anemia + Menometroragia ec Mioma Geburt

4. Tatalaksana
 IVFD RL loading 1 L dilanjutkan RL 28 tpm
 As. Tranexamat 500mg/8j/iv
 Omeprazole 40 mg/12 j/iv
 Metoclopramide 10 mg/8j/iv
 PRC 4 bag, 2 bag/hari premed dexamethason

Mioma Geburt

Pendahuluan

Kesehatan reproduksi wanita memberikan pengaruh yang besar dan berperan

penting terhadap kelanjutan generasi penerus bagi suatu negara serta merupakan

parameter kemampuan Negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat. Salah satu masalah pada kesehatan reproduksi wanita adalah

ditemukannya mioma uteri yang insidensinya terus mengalami peningkatan. Mioma

uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan
ikat fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain fibromioma,

miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma, dan fibroid.1

Mioma uteri adalah salah satu tumor jinak yang paling umum pada sistem

reproduksi wanita, insidensi sekitar 50-60%, dan sering terjadi pada usia reproduksi.

Menurut letaknya mioma uteri, dapat dibagi menjadi tiga jenis berikut: mioma

intramural, mioma submukosa, dan mioma subserosa. Menurut International

Federation of Gynecology and Obstetric, 2016 mioma submukosa memiliki tiga

klasifikasi yaitu mioma submukosa dengan pedunkula atau bertangkai, mioma

submukosa tanpa pedukula yang ≤50% ekspansi ke intramural, dan mioma submukosa

tanpa pedunkula yang >50% ekspansi ke intramural. Mioma submukosa memang tidak

berbahaya tetapi kehadirannya sangat mengganggu dan sering menimbulkan anemia.2

Definisi

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomioma

merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang

menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos

jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya

dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan.3

Mioma geburt merupakan salah satu bentuk mioma submukosa dengan pedunkula

atau yang tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks.

Penyakit ini sering terjadi pada wanita berusia 30-50 tahun.2

Etiologi

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.

Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini

didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan

kejadiannya rendah pada usia menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormon


ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan

insidennya setelah menarke. Pada kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi

menurun setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi untuk

terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko relatif

menurun untuk terjadinya mioma uteri.4

Faktor Risiko

Faktor risiko mioma uteri antara lain:5

1) Umur

Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu

mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.

Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia sebelum

menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan

turun pada usia menopause. Pada wanita menopause mioma uteri ditemukan ± 10%.

2) Riwayat keluarga

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri

mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan

wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri

3) Obesitas

Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin

berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim

aromatase di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi peningkatan

jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan

peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri

4) Paritas

Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya


perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali

hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak

pernah hamil atau hanya hamil satu kali.

5) Kehamilan

Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah dilakukan

ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat mempengaruhi

mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya

vaskularisasi ke uteru. Kedua keadaan ini ada kemungkinan dapat mempercepat

pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma karena

pada kehamilan hormon progesteron lebih dominan.

Patofisiologi6

Sejumlah faktor dihubungkan dengan kejadian mioma uteri yang dikenal dengan

nama lain leiomioma uteri, yakni: hormonal, proses inflamasi, dan growth factor.

o Hormonal

Mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor estrogen di bagian dalam

miometrium bertambah signifikan. Sebagai kompensasi, kadar estrogen menjadi

meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi. Enzim ini membantu proses

aromatisasi androgen menjadi estrogen. Estrogen akan meningkatkan proliferasi

sel dengan cara menghambat jalur apoptosis, serta merangsang produksi sitokin

dan platelet derived growth factor (PDGF) dan epidermal growth factor (EGF).

Estrogen juga akan merangsang terbentuknya reseptor progesteron terutama di

bagian luar miometrium.

Progesteron mendasari terbentuknya tumor melalui perangsangan insulin like


growth factor (IGF-1), transforming growth factor (TGF), dan EGF. Maruo, dkk.

meneliti peranan progesteron yang merangsang proto-onkogen, Bcl-2 (beta cell

lymphoma-2), suatu inhibitor apoptosis dan menemukan bukti bahwa gen ini lebih

banyak diproduksi saat fase sekretori siklus menstruasi. Siklus hormonal inilah

yang melatarbelakangi berkurangnya volume tumor pada saat menopause.

Teori lain yang kurang berkembang menjabarkan pengaruh hormon lain

seperti paratiroid, prolaktin, dan human chorionic gonadotropin (HCG) dalam

pertumbuhan mioma.

o Proses Inflamasi

Masa menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai dengan

hipoksia dan kerusakan pembuluh darah yang dikompensasi tubuh berupa

pelepasan zat vasokonstriksi. Proses peradangan yang berulang kali setiap siklus

haid akan memicu percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler yang

merangsang proliferasi sel. Obesitas yang merupakan faktor risiko mioma ternyata

juga merupakan proses inflamasi kronis; pada penelitian in vitro, pada obesitas

terjadi peningkatan TNF-α. Selain TNF-α, sejumlah sitokin lain juga memiliki

peranan dalam terjadinya tumor antara lain IL1, IL-6, dan eritropoietin.

o Growth Factor

Beberapa growth factor yang melandasi tumorigenesis adalah epidermal

growth factor (EGF), insulin like growth factor (IGF I-II), transforming growth

factor-B, platelet derived growth factor, acidic fibroblast growth factor (aFGF),

basic fibroblast growth factor (bFGF), heparin-binding epidermal growth factor

(HBGF), dan vascular endothelial growth factor (VEG-F). Mekanisme kerjanya

adalah dengan mencetak DNA-DNA baru, induksi proses mitosis sel dan berperan

dalam angiogenesis tumor. Matriks ekstraseluler sebagai tempat penyimpanan


growth factor juga menjadi faktor pemicu mioma uteri karena dapat

mempengaruhi proliferasi sel.

Manifestasi Klinis

1. Data subjektif (Anamnesa) didapatkan sebagai berikut :

Keluhan berupa lama haid memanjang dan perdarahan vagina di luar siklus haid;

biasanya lebih berat terutama pada mioma tipe submukosa. Perdarahan menjadi

manifestasi klinik utama pada mioma dan perdarahan terjadi pada 30% penderita.

Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambaran pasokan

darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor

(terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai

seringkali menyebabkan thrombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan

dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium

serviks.2,6

Gejala lain adalah nyeri perut dan pinggang bawah saat menstruasi. Mioma uteri

dapat menimbulkan nyeri perut maupun panggul yang disebabkan oleh karena

degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun

akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang

besar dapat mengisi rongga pelvik yang dapat menekan bagian tulang pelvik yang

dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian

punggung dan ekstremitas posterior.7

Selain itu keluhan yang sering timbul ialah sensasi kenyang, sering berkemih,

sembelit, dan nyeri saat berhubungan seksual. Keluhan penting adalah seringnya

abortus spontan atau sulit hamil terutama pada mioma submukosa.

Beberapa pasien mioma submucosal juga mengeluhkan adanya disfungsi

reproduksi. Meskipun hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas


masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri

mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di kornu dapat menyebabkan sumbatan

dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral.

Mioma uteri dapat menyebabkan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya

diperlukan untuk motalitas sperma dalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri

karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan

implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi

endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.7

2. Data objektif (Pemeriksaan Fisik) didapatkan sebagai berikut :

Dijumpai kondisi anemis yang ditandai konjungtiva, tangan dan kaki pucat.

Volume tumor akan menyebabkan keluhan pembesaran perut. Mioma uteri mudah

ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri

menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang

licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian

dari uterus.5,6

Diagnosis

Sejumlah prosedur dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis, antara lain :

1. Pemeriksaan laboratorium3,5

Hasil pemeriksaan yang didapatkan dari laboratorium kurang bermakna.

Hitung jenis sel darah putih bervariasi dari leukopeni sampai leukositosis (25.000).

HB dan hematokrit sering meningkat akibat dehidrasi. Penurunan keduanya

menunjukkan anemia, biasanya disebabkan oleh kehilangan darah yang terjadi

sebelumnya atau adanya hematoma. Hasil urinalisis memperlihatkan adanya pyuria

tanpa bakteriuria. Nilai laju endap darah minimal 64 mm/h serta nilai akut C-reaktif

protein minimal 20 mg/L dapat difikirkan ke arah diagnosa TOA.


1. USG 2,10,11

USG dapat membantu untuk mendeteksi perubahan seperti terjadinya

progressi, regresi, ruptur atau pembentukan pus. Ultrasound adalah modalitas

pencitraan pilihan pertama untuk diagnosis dan evaluasi TOA. USG menawarkan

akurasi, siap ketersediaan, biaya rendah dan kurangnya radiasi pengion. Namun,

tetap memerlukan keahlian teknis untuk mencapai potensi diagnostik yang akurat.

Ini dapat dilakukan baik transvaginal atau transabdominal: pencitraan yang

transvaginal memberikan gambaran lebih detail, dimana transduser berada di dalam

dekat dengan daerah pemeriksaan, sedangkan pencitraan pelvis yang

transabdominal menawarkan keuntungan imaging dalam satu tampilan organ besar

seperti rahim. Habitus tubuh besar dan adanya loop dari usus di pelvis dapat

menimbulkan kesulitan dalam pencitraan dengan US transabdominal.

Gambar 4. Gambaran USG dengan pyosalpinx. Terdapat kompleks cairan didalam

tuba fallopi and penebalan dinding tuba

[ Dikutip dari kepustakaan 2]

2. CT (computed tomography)3,4

Computed tomography telah digunakan, sejak perkembagan dari US dan MRI,

peran terbatas dalam evaluasi radiologi dari PID. Penggunaan radiasi pengion yang
membatasi faktor lainnya, karena mayoritas pasien tersebut dalam usia reproduksi.

Kinerja CT dengan penggunaan media kontras oral dan intravena meningkatkan

metode dari akurasi diagnostik karena karakterisasi jaringan yang lebih baik.

Sejumlah kecil cairan dalam cul de sac bisa dideteksi oleh CT. Suatu abses Tubo-

ovarium mungkin tergambar sebagai massa peradangan dengan komponen padat

dan kistik, dengan peningkatan semua atau bagian dari komponen padat. Tampilan

paling sering dari Tubo- ovarium abcess adalah adanya cairan yang mengandung

massa dengan dinding tebal. Septations mungkin juga ada. Salah satu tanda yang

lebih spesifik dari abses Tubo- ovarium, yang tidak umum pada PID, adalah

munculnya gelembung gas pada massa. Kadang-kadang ovarium dapat dideteksi

dalam massa. Dalam kasus seperti diagnosis abses Tubo-ovarium tidak sulit, jika

tidak, massa yang mengalami inflamasi bisa dibedakan dari proses peradangan yang

timbul dari appendiks (abses appendiceal) atau divertikula (Abses divertikular) atau

bahkan keganasan kandung kemih.

Gambar 5. Gambaran CT Scan pyosalpinx dan abses tuba ovarium

[ Dikutip dari kepustakaan 2]

Tatalaksana

Pengobatan bertujuan untuk menghilangkan gejala akut dan meminimalkan risiko

gejala sisa jangka panjang. Gejala sisa ini termasuk sakit kronis panggul, kehamilan

ektopik, infertilitas factor tuba (TFI), dan kegagalan implantasi.


1. TOA utuh :2,3,4,12,13

a) CDC pada tahun 2010 menyarankan pemberian antibotik parenteral paling

minimal setidaknya segera dalam 24 jam. Tidak ada penentuan pemilihan

antibiotik yang paling cocok untuk TOA, tetapi pada beberapa penelitian

menggunakan kombinasi antibiotik spectrum luas seperti clindamisin dan

aminoglikosida, cefoxitin atau cefotetan dan doksisiklin, clindamisin dan

gentamisin, penisilin dan gentamisin. Pemberian antibiotic secara parenteral

dapat dilanjutkan sampai 14 hari jika terdapat tanda-tanda perbaikan pada

keadaan pasien. Jika tidak ada perbaikan dalam 48 sampai 72 jam maka sarankan

untuk dilakukan pembedahan.

b) Laparoskopi merupakan modalitas terapi yang dianjurkan karena juga dapat

membantu diagnostik. Teknik ini merupakan pilihan yang minimal invasive

dengan pendekatan yang konservatif. Pada beberapa tempat laparoskopi dengan

drainase abses bersamaan dengan pemberian antibiotic spectrum luas sudah

menjadi gold standard dalam penanganan TOA yang masih utuh.

c) Drainase abses dapat dilakukan dengan bantuan CT-scan atau USG dengan

pendekatan secara transabdominal, transgluteal, transrektal, atau transvaginal.

Pendekatan yang dilakukan tergantung pada lokasi abses, pendekatan

transabdominal dikakukan bila abses berada pada pelvis bagian atas atau

abdomen dan pendekatan transvaginal dilakukan jika letak abses pada pelvis

bagian dalam. Abses dapat dikeluarkan menggunakan kateter atau aspirasi.

2. TOA yang pecah3

TOA yang pecah merupakan kasus darurat: harus segera dilakukan laparotomi

untuk drainase abses. Histerektomi dan salfingoooforektomi bilateral dapat

dilakukan dan merupakan tindakan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi tetapi
memiliki banyak komplikasi seperti dapat menyebabkan infertilitas dan defisiensi

hormone. Setelah dilakukan laparatomi, diberikan antibiotik sefalosporin generasi

III dan metronidazol selama 7 hari.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada TOA sebagai berikut :3,4,9

1. TOA yang utuh : infertilitas, nyeri panggul kronik, kehamilan ektopik, abses ruptur

2. TOA yang pecah: peritonitis, syok sepsis, abses intraabdominal.

Prognosis

Prognosis pada TOA adalah sebagai berikut : 3,4,10

1. TOA yang utuh

Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan secara medikamentosa

tidak ada perbaikan gejala dan ukuran abses tidak berkurang, maka lebih baik

dilakukan laparatomi jangan ditunggu abses menjadi pecah yang mungkin perlu

tindakan lebih luas. Kemampuan fertilitas jelas menurun kemungkinan reinfeksi

harus diperhitungan apabila terapi pembedahan tak dilakukan.

2. TOA yang pecah

Kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu penanganan dini dan tindakan

pembedahan untuk menurunkan angka mortalitasnya.

Anda mungkin juga menyukai