Anda di halaman 1dari 4

Peraturan Menteri PUPR No.

22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan


Gedung Negara merupakan ketentuan teknis yang mengatur tentang
pembangunan gedung negara. Dalam peraturan tersebut didefinisikan
bangunan gedung negara sebagai bangunan gedung untuk keperluan dinas
yang menjadi barang milik negara atau daerah dan diadakan dengan
sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, APBD, dan/atau
perolehan lainnya yang sah.

Yang namanya bangunan negara adalah bangunan milik pemerintah yang


merupakan aset milik pemerintah dan dibangun dengan dana yang
bersumber dari masyarakat. Sementara kegiatan dalam upaya
mendapatkan bangunan negara disebut dengan pembangunan gedung
negara.

Pembangunan Bangunan Gedung Negara merupakan kegiatan mendirikan


Bangunan Gedung Negara yang diselenggarakan melalui tahap
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasannya, baik
merupakan pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun
perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan
pembangunan bangunan gedung.

Kegiatan pembangunan bangunan gedung negara dapat dilakukan dengan


memanfaatkan anggaran tahun tunggal maupun tahun jamak. Dan khusus
untuk tahun jamak, maka dibutuhkan adanya konsultan manajemen
konstruksi yang akan membantu pemerintah dalam hal pemilihan
konsultan perencanaan, pelaksana pekerjaan fisik, dan pengawasan
pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara tersebut.

Pada pasal 47 ayat (4) P1618 menyatakan bahwa pembangunan bangunan


gedung negara untuk bangunan bertingkat di atas 4 (lantai), bangunan
dengan luas total di atas 5000 m2 (lima ribu meter persegi), klasifikasi
bangunan khusus, bangunan yang melibatkan lebih dari satu penyedia jasa
perencanaan maupun pelaksana konstruksi dan/atau yang dilaksanakan
lebih dari satu tahun anggaran (multiyears project) harus dilakukan
pengawasan pada perencanaan teknis oleh manajemen konstruksi.

Pembiayaan manajemen konstruksi dihitung secara orang per bulan dan


biaya langsung yang bisa diganti sesuai dengan ketentuan biaya langsung
personel (billing rate). Pembiayaannya terdiri dari:

1. honorarium tenaga ahli dan tenaga penunjang; 


2. materi dan penggandaan laporan; 
3. pembelian dan atau sewa peralatan; 
4. sewa kendaraan; 
5. biaya rapat; 
6. perjalanan lokal dan luar kota; 
7. biaya komunikasi; 
8. penyiapan dokumen Sertifikat Laik Fungsi; 
9. penyiapan dokumen pendaftaran; 
10. asuransi atau pertanggungan (indemnity insurance); dan 
11. pajak dan iuran daerah lainnya.

Jika melihat dari rincian tersebut di atas, maka pembayaran biaya


menajemen konstruksi dilakukan dengan cara bulanan atau tahapan
tertentu yang didasarkan pada prestasi atau kemajuan pekerjaan
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi di lapangan. Pembayaran
dapat dilakukan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat
(5) Permenpupr No. 22 Tahun 2017 tentang Bangunan Gedung Negara)
sebagai berikut:

 Persiapan atau pengadaan penyedia jasa perencana sebesar


5% (lima per seratus); 
 reviu rencana teknis sampai dengan serah terima dokumen
perencanaan sebesar 10% (sepuluh per seratus); 
 pelelangan penyedia jasa pelaksanaan konstruksi
fisik sebesar 5% (lima per seratus); 
 pengawasan teknis pelaksanaan konstruksi fisik yang
dibayarkan berdasarkan prestasi pekerjaan konstruksi fisik di lapangan
sampai dengan serah terima pertama (Provisional Hand Over ) pekerjaan
konstruksi sebesar 70% (tujuh puluh per seratus); dan 
 pemeliharaan sampai dengan serah terima akhir (Final
Hand Over) pekerjaan konstruksi sebesar 10% (sepuluh per seratus).

Mencermati rincian pembayaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa


tugas dari konsultan manajemen konstruksi telah dimulai sejak awal
pelaksanaan persiapan yang antara lain membantu pemilik pekerjaan
dalam pengadaan jasa konsultan perencanaan. Namun pada
implementasinya, banyak juga pemerintah daerah yang telah melakukan
penyusunan DED sebelum dilakukan pemilihan penyedia jasa konsultansi
manajemen konstruksi. Jika demikian, maka tugas dari konsultan
manajemen konstruksi dalam proses pengadaan jasa konsultansi
perencanaan tidak dapat diklaim yang intinya PPK harus mencermati
penugasan konsultan manajemen konstruksi ini.
Dalam kondisi ideal sesungguhnya tugas dari konsultan manajemen
konstruksi memiliki ruang lingkup yang sangat lengkap dalam proses
pengadaan jasa konstruksi yang dimulai dari tahapan persiapan sampai
dengan selesainya dilakukan FHO.

Lantas siapa yang mengawasi pelaksanaan kerja dari konsultan manajemen


konstruksi? Ya, tugas pengawasan terhadap konsultan jasa konstruksi
sesuai dengan Permenpupr No. 22 Tahun 2017 dilakukan oleh pengelola
kegiatan yang dijelaskan pasal 37 ayat (5) aturan tersebut. Lantas siapa
yang dimaksud dengan pengelola kegiatan?

Sesuai dengan pasal 37 ayat (1) Permenpupr No. 22 Tahun 2017


menyebutkan bahwa pengelola kegiatan terdiri dari :

1. Kuasa Pengguna Anggaran atau Kepala Satuan Kerja atau Pejabat


Pembuat Komitmen yaitu pejabat yang ditetapkan oleh Pengguna
Anggaran;
2. Pengelola keuangan yaitu bendahara yang ditetapkan oleh Pengguna
Anggaran;
3. pejabat verifikasi yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran; 
4. pengelola administrasi yaitu staf yang ditetapkan oleh Kuasa
Pengguna Anggaran atau Kepala Satuan Kerja; dan 
5. pengelola teknis yang ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
atau Kepala Satuan Kerja. 

Manajemen konstruksi bisa dikatakan suatu pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengatur,
mengorganisir dan mengkoordinir semua pekerjaan yang dilaksanakan dan terlibat dalam pembangunan
sebuah proyek konstruksi. Sedangkan Manajemen konstruksi pada proyek adalah proses penerapan fungsi-
fungsi manajemen pada suatu proyek dengan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien agar tercapai
tujuan proyek secara optimal. Pada saat ini di Kota Semarang, Jawa Tengah telah dibangun gedung
Poltekkes 5 lantai di Tembalang yaitu gedung pascasarjana yang dibangun oleh Kemenkes dengan
menggunakan jasa Manajemen Konstruksi. Manajemen Konstruksi yang dipilih dari PT. Bina Karya
dengan kontraktor pelaksananya dari PT. Jaya Arnikon dan perencananya dipercayakan oleh PT. Yodya
Karya. Dengan adanya jasa Manajemen Konstruksi di Gedung ini, kami memilih untuk mengetahui sistem
kerja Manajemen Konstruksi yang diterapkan dalam proyek konstruksi sehingga dapat berjalan dengan
baik dan sesuai dengan yang dijadwalkan. Proyek ini dilaksanakan dalam 202 hari kalender yang selesai
pada tanggal 31 Desember 2016 kemarin, kemudian dilanjutkan dengan masa pemeliharaan gedung selama
6 bulan berikutnya. dengan melakukan metode kuesioner untuk tugas akhir ini penulis memilih beberapa
responden yang terlibat dalam proses pekerjaan pembangunan di lingkungan proyek tersebut maupun dari
luar proyek yang memiliki kesamaan dalam pembangunan gedung bertingkat. Kuesioner yang digunakan
sebanyak 30 orang responden yang berpartisipasi menjawab dan mengisi kuesioner.
ANALISIS SISTEM KERJA MANAJEMEN KONSTRUKSI DALAM PROYEK PEMBANGUNAN
GEDUNG POLTEKKES 5 LANTAI DI TEMBALANG
Vol 12, No 2 (2017): October 2017

Falasifadin, Ahmad
 (Unknown)

Wibowo, Dadang Suryo


 (Unknown)

Pudjihardjo, Hari Setijo


 (Unknown)

Anda mungkin juga menyukai