Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA FEBRIS

KONVULSI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Departemen Keperawatan Anak Profesi
Ners FIK Unmuh Ponorogo

INCLUDEPICTURE
"C:\\Users\\Asus\\AppData\\Local\\Temp\\ksohtml14020\\wps1.png" \*

MERGEFORMATINET

Disusun oleh :
Arshal Furqoni Widodo (20650202)

PRODI PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

JL.Budi Utomo No. 10 Telp (0352) 487 662 Ponorogo Fax. (0352) 461796
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR FEBRIS CONVULSION (KEJANG DEMAM)


1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-
tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo, 2008).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium (Ngastiyah, 2009)
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C
yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2. Klasifikasi
Menurut Ngastiyah ( 2009), klasikfikasi kejang demam adalah :
a. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15
menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam
sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2) Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
3) Kejang  bersifat umum
4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
6) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukan kelainan.
7) Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
b. Kejang kompleks :
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari
ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2008) biasanya dari
kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24 jam). Di sini
anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat
kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
3. Etiologi
Penyebab Febris Convulsion hingga kini belum diketahui dengan
pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2008).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
berat (penurunan oksigen dalam darah), hipoglikemia, asodemia,
alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang
yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila
stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2008).
4. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak
diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah
oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui
system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon
dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan
elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion
didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut
potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular,
rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran
sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %.
Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya
kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
(Sumijati, 2009)
5. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
a. Suhu tubuh > 38⁰C
b. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
c. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
1) Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri
jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher
ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
2) Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas
berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi,
dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
3) Tonik Klonik
4) Akinetik : tidak melakukan gerakan
d. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.
(Krisanty, 2008)
6. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya
terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang
terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu
timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan
kejang demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
(Rendle, 2010)
7. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu :
a. Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1) Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg atau
segera diberikan diazepam rectal dosis 10 kg : 5 mg bila kejang
tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg tunggu 15 menit dapat diulang
dengan cara/dosis yang sama kejang berhenti berikan dosis awal
fenobarbital dosis : neonatus : 30 mg I.M, 1 bulan - 1 tahun : 50
mg I.M, > 1 tahun ; 75 mg I.M.
2) Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
(Hudak dan Gallo, 2008)
b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
3) Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan
oksigen
4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
c. Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB
dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB
dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas
dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk
mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama
pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium,
kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,
ensefalografi, dll
(Lumbantobing, 2009)
8. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa
pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini
berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan
meningitis bakterilisasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu:
a. Pemeriksaan darah rutin : Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah
rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan
intraventikuler.
b. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,
amonia dan analisis gas darah.
c. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan,
pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian
cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning
menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma
pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada
ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
d. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
e. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG
juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan.
Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat
gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk
isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %
diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal.
Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya
pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat
meramalkan prognosis.
f. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk
mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
1) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
2) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,
citomegalovirus dan virus herpes.
3) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau
lebih besar dari aturan baku
4) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular
5) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
6) Top coba subdural, dilakukan sesudah pungsi lumbal bila
transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol
dan kepala membesar.
(Mansjoer, 2008)
9. Tumbuh Kembang Pada Anak Usia 1 – 3 Tahun
a. Fisik
1) Ubun-ubun anterior tertutup.
2) Physiologis dapat mengontrol spinkter
b. Motorik kasar
1) Berlari dengan tidak mantap
2) Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
3) Menarik dan mendorong mainan
4) Melompat ditempat dengan kedua kaki
5) Dapat duduk sendiri ditempat duduk
6) Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
c. Motorik halus
1) Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
2) Melepaskan dan meraih dengan baik
3) Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
4) Menggambar dengan membuat tiruan
d. Vokal atau suara
1) Mengatakan 10 kata atau lebih
2) Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3
bagian tubuh
e. Sosialisasi atau kognitif
1) Meniru
2) Menggunakan sendok dengan bai
3) Menggunakan sarung tangan
4) Watak pemarah mungkin lebih jelas
5) Mulai sadar dengan barang miliknya
(Soetjiningsih, 2008)
10. Dampak Hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan
menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental,
menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri,
dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi. Permasalahan
yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a. Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan,
menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang
baru tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam
dan yang memberi pengobatan atau perawatan
8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang
dicabut
(Soetjiningsih, 2008)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FEBIS CONVULSION
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Greenberg (2008), Paula Krisanty (2008) adalah:
a. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus /
kekuatan otot. Gerakan involunter
b. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau
depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
c. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan
keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
d. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung
kemih dan tonus spinkter
e. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah
yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak /
gigi
f. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan
infeksi serebra
g. Riwayat jatuh / trauma
h. Riwayat Kesehatan :
1) Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis,
muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit
makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan,
suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
2) Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
3) Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
4) Adanya riwayat trauma kepala
i. Pengkajian fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Status hidrasi
3) Aktivitas yang masih dapat dilakukan
4) Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit
teraba hangat
5) Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat
badan
6) Adanya kelemahan dan keletihan
7) Adanya kejang
8) Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya
peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan
berwarna kuning
j. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
1) Tingkat perkembangan anak terganggu
2) Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun
panas
3) Akibat hospitalisasi
4) Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit
5) Hubungan dengan teman sebaya
k. Pengetahuan keluarga
1) Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
2) Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
3) Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
4) Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

2. Pathway

Infeksi bakteri Rangsang mekanik dan biokimia


Virus dan parasit Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit

Reaksi inflamasi Perubahan konsentrasi ion


diruang ekstraseluler

Kelainan
Proses demam Ketidakseimbangan neurologis
potensial membran perinatal /
ATP ASE prenatal
Hipertermia

Difusi Na+ dan K+


Resiko kejang
berulang
Kejang Resiko cedera

Pengobatan perawatan
kondisi,
prognosis, dan diit Kurang dari 15 menit Lebih dari 15 menit

Kurang informasi, Tidak menimbulkan Perubahan supaly


kondisi, gejala darah ke otak
prognosis/pengobatan
dan perawatan
Resiko kerusakan
sel neuron otak
Kurang pengetahuan
Inefektif
Penatalaksanaan kejang
Perfusi jaringan cerebral
tidak efektif
(Ngastiyah (2009), Krisanty (2008) dan Sylvia (2008))

3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, (2007), Carpenito (2007) dan Krisanty (2008)
diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam :
1) Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2) Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
3) Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
4) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif  bd reduksi aliran darah ke otak.
5) Kurang pengetahuan orang tua bd kurangnya informasi
4. Intervensi Keperawatan
a. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan  : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko
cidera dapat di hindari
NOC : Pengendalian Resiko
1) Pengetahuan tentang resiko
2) Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
3) Monitor kemasan personal
4) Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
5) Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
Indkator skala :
1        : Tidak adekuat
2 : Sedikit adekuat
3 : Kadang-kadang adekuat
4 : Adekuat
5 : Sangat adekuat
NIC : Mencegah jatuh
1) Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat
menjadikan potensial jatuh dalam setiap keadaan
2) Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan
potensial jatuh
3) monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan
ambulasi
4) instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak
b. Resiko kejang berulang b / d peningkatan suhu tubuh
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktivitas
kejang tidak berulang
Kriteria hasil : Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi :
1) Kaji factor pencetus kejang.
2) Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
3) Observasi tanda-tanda vital.
4) Lindungi anak dari trauma.
5) Berikan kompres dingin pada daerah dahi dan ketiak.
c. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang
normal
NOC :  Themoregulation
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak
pusing
Indicator skala :
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC :   Temperatur regulation
1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2) Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
3) Monitor tanda –tanda hipertensi
4) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
5) Monitor nadi dan RR
d. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif  bd reduksi aliran darah ke otak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal
NOC : status sirkulasi
1) TD sistolik dbn
2) TD diastole dbn
3) Kekuatan nadi dbn
4) Tekanan vena sentral dbn
5) Rata- rata TD dbn
Indicator skala :
1        : Ekstrem
2 : Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak terganggu
NIC : Monitor TTV
1) Monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
2) Catat adanya fluktuasi TD
3) Monitor jumlah dan irama jantung
4) Monitor bunyi jantung
5) Monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri
NIC : Status neurologia
1) Monitor tingkat kesadran
2) Monitor tingkat orientasi
3) Monitor status TTV
4) Monitor GCS

e. Kurang pengetahuan orang tua bd kurangnya informasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC :  knowledge, diease proses
1) Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi
prognosis dan program pengobatan
2) Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
3) Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya
Indicator skala :
1) Tidak pernah dilakukan
2) Jarang dilakukan
3) Kadang dilakukan
4) Sering dilakukan
5) Selalu dilakukan
NIC :   Teaching : diease process
1) Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
4) Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat
(Wilkinson, 2012)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyn E. (2007). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marillyn E. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :


EGC.

Hudak & Gallo. (2008). Keprawatan kritis vol II. Jakarta : EGC.

Krisanty P. (2008). Asuhan Keperawatan Gawat darurat Jakarta : Trans info


Media.

Lynda Juall C. (2007). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,


Penerjemah Monica Ester Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta : Media


Aesculapius.

Ngastiyah. (2009). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Soetjiningsih. (2008). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Sumijati M. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim


Terjadi Pada Anak. Surabaya : PERKANI.

Sylvia. (2008). Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai