Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BENDUNGAN ASI DAN HEACTING PERINEUM

Mata Kuliah : Gawat Darurat Maternal Neonatal

Dosen Pembimbing : Sandra Dewi Sitaresmi, S.ST, M.Kes

Disusun oleh :

Kelompok 4

1. Hani’atul Mahmudah (190106005)


2. Lintang Kurnia Dewi (190106007)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN UNIVERSITAS TULUNGAGUNG

TAHUN AJARAN 2019/2020

Jl.Raya Tulungagung – Blitar Km.4 Sumbergempol telp. ( 0355) 331080


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Dosen
Pembimbing mata kuliah Gawat Darurat Maternal dan Neonatal yang telah menugaskan
pembuatan makalah ini dan membimbing penulis dalam menyusun tugas.

Penulis sangat berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan penulis tentang “Bendungan ASI dan Heacting Perineum”. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
sarana yang membangun.

Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang yang ikut membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Tulungagung, 05 Januari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................
A. Pengertian Bendungan ASI.........................................................................
B. Penyebab Bendungan ASI...........................................................................
C. Gejala Bendungan ASI................................................................................
D. Pencegahan Bendungan ASI.......................................................................
E. Penatalaksanaan Bendungan ASI................................................................
F. Anatomi Perineum.......................................................................................
G. Konsep Heacting Perineum.........................................................................
BAB III PENUTUP.................................................................................................
A. Kesimpulan..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memberi ASI pada bayi merupakan proses alami sebagai kewajiban seorang
ibu yang mengasuh anaknya. Karena ASI merupakan makanan utama untuk bayi umur 0-
6 bulan pertama kehidupannya. Sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan,
ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat
fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa
penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun keadaan ini bisa menjadi bendungan, pada
bendungan payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena dan
limfotik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dan
alveoli meningkat.
Payudara yang terbendung membesar, membengkak, dan sangat nyeri.
Payudara dapat terlihat mengkilat dan edema dengan daerah eritema difus. Puting susu
teregang menjadi rata, ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI, wanita kadang- kadang menjadi demam akibat ASInya tidak keluar
dengan baik.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi,
yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat
berasal dari perineum vagina, servik dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk
hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya
pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan dalam atau spekulum.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan
persalinan. Jika perlukaan hanya mengenai bagian luar (superfisial) saja atau jika
perlukaan tersebut tidak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya
perlukaan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik atau
perlukaan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan. Heacting
digunakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai sembuh dan cukup untuk
menahan beban fisiologis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari bendungan ASI?
2. Apa penyebab dari bendungan ASI?
3. Bagaimana tanda dan gejala bendungan ASI?
4. Bagaimana pencegahan bendungan ASI?
5. Bagaimana penatalaksanaan bendungan ASI?
6. Bagaimana anatomi perineum?
7. Bagaimana konsep heacting perineum?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari bendungan ASI
2. Untuk mengetahui penyebab dari bendungan ASI
3. Untuk memahami tanda dan gejala bendungan ASI
4. Untuk mengetahui cara pencegahan terjadinya bendungan ASI
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap bendungan ASI
6. Untuk mengetahui anatomi perineum
7. Untuk mengetahui konsep heacting perineum
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bendungan ASI


Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus
laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena
kelainan pada putting susu. Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada
payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan
ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005).
Payudara terasa lebih penuh tegang dan nyeri terjadi pada hari ketiga atau hari
ke empat pasca persalinan disebakan oleh bendungan vera edan pembuluh dasar bening.
Hal ini semua merupakan bahwa tanda asi mulai banyak di sekresi, namun pengeluaran
belum lancar.
Bila nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang
disekresi akan menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Gelanggang susu
menonjol dan putting menjadi lebih getar. Bayi menjadi sulit menyusu. Pada saat ini
payudara akan lebih meningkat, ibu demam dan payudara terasa nyeri tekan (oserty
patologi: 196) Saluran tersumbat = obstructed duct = caked brecs t. terjadi statis pada
saluran asi (ductus akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local (Wiknjosastro,
2006).

B. Penyebab Bendungan ASI


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi
ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara
tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau
jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi
lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau
menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.
d. Puting susu terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena
bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya
terjadi bendungan ASI.
e. Puting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu
karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk
mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.

Gambar Puting Susu

C. Gejala Bendungan ASI


Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah :
a. Bengkak pada payudara
b. Payudara terasa keras
c. Payudara terasa panas dan nyeri
Gambar Payudara Bengkak

D. Pencegahan
a. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah
dilahirkan
b. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)
c. Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
d. Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)
e. Menyusui yang sering
f. Memakai kantong yang memadai
g. Hindari tekanan local pada payudara (Wiknjosastro, 2006)

E. Penatalaksanaan
a. Kompres air hangat agar payudara menjadi lebih lembek
b. Keluarkan asi sebelum menyusui sehingga asi keluar lebih mudah ditangkap dan di
isap oleh bayi
c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
d. Untuk mengurangi ras sakit pada payudara berikan kompres dingin
e. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh dara getah benih dilakukan
pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putting kearah korpus
F. Anatomi Perineum
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul, terletak
antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma
pelvis. Diafragma urogenitalis terletak menyilang arkus pubis diatas fascia superfisialis
perinei dan terdiri dari otot-otot transversus perinealis profunda. Diafragma pelvis
dibenuk oleh otot- otot koksigis dan levator ani yang terdiri dari otot penting, yaitu
m.puborektalis, m.pubokoksigis dan m.iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan
penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat urethra, vagina dan rektum.( Bonica,
1995).
Perineum berbatas sebagai berikut :
 Ligamentum arkuata dibagian depan tengah
 Arkus iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral depan
 Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang
 Tulang koksigis dibagian belakang tengah

Daerah perineum terdiri dari 2 bagian, yaitu :


 Regio anal disebelah belakang. Disini terdapat m.sfingter ani eksterna yang
melingkari anus.
 Regio urogenitalis. Disini terdapat m.bulbokavernosus, m.transversus perinealis
superfisialis dan m.iskiokavernosus.

Perineal body merupakan struktur perineum yang terdiri dari tendon dan sebagai
tempat bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas. Persarafan perineum berasal dari
segmen sakral 2,3,4 dari sumsum tulang belakang (spinal cord) yang bergabung
membentuk nervus pudendus.
Syarat ini meninggalkan pelvis melalui foramen sciatic mayor dan melalui
lateral ligamentum sakrospinosum, kembali memasuki pelvis melalui foramen sciatic
minor dan kemudian lewat sepanjang dinding sampai fossa iliorektal dalam suatu ruang
fasial yang disebut kanalis Alcock. Begitu memasuki kanalis Alcock, n.pudendus terbagi
menjadi 3 bagian/cabang utama, yaitu n.hemorrhoidalis inferior di regio anal,
n.perinealis yang juga membagi diri menjadi n.labialis posterior dan n.perinealis
profunda ke bagian anterior dari dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan cabang
ketiga adalah n.dorsalis klitoris.( Bonica, 1995)
Perdarahan ke perineum sama dengan perjalanan saraf yaitu berasal dari arteri
pudenda interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi menjadi a.hemorrhoidalis
inferior, a.perinealis dan a.dorsalis klitoris.( Bonica, 1995)

G. Konsep Heacting Perineum


a. Definisi
Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 1994).
Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4
cm (Wiknjosastro, 1999). Heating perineum merupakan cara yang di lakukan untuk
menutup luka/robekan pada perineum melalui jahitan. Pada persalinan dengan kondisi
tertentu perineum dapat terjadi robekan, baik robekan perineum secara spontan dan
robekan perineum secara di sengaja

b. Etiologi
1. Ruptur perineum spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa
dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan
dan biasanya tidak teratur. Robekan perineum ada 2, yaitu :
a. Anterior : labia, vagina anterior, uretra atau klitoris
b. Posterior : dinding posterior vagina, otot perineum, spincter ani, mukosa
rektum.
2. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan
pada perineum. Episiotomi ialah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan
pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan
perineum

c. Tanda dan gejala (manifestasi klinik)


RUPTUR PERINEUM SPONTAN
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat
dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin,
dan melemahkan otot_otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa
sehingga kepala  janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin
melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginal.
Faktor-faktor yang menyebabkan ruptur perineum (Harry Oxorn)
 Faktor maternal, mencakup :
a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling
sering)
b. Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
c. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan.
d. Edema dan kerapuhan pada perineum.
e. Varikositas Vulva yang melemahkan jaringan-jaringan perineum.
f. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
menekan kepala bayi ke arah posterior.
g. Perluasan episitomi.

 Faktor janin mencakup :


a. Bayi yang besar
b. Posisi kepala yang abnormal, ex : presentasi muka
c. Kelahiran bokong
d. Ekstraksi forceps yang sukar
e. Dystocia bahu
f. Anomali kongenital, seperti hidrocephalus

Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :


a. Tingkat I : robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum sedikit.
b. Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter
ani
c. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai
otot-otot sfingter ani.
d. Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai otot sfingter ani dan mukosa
rectum
d. Macam-macam Heating
1. Menjahit Luka Episiotomi Medialis
Mula-mula otot perineum kiri dan kanan dirapatkan dengan beberapa
jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa jahitan, lalu lender vagian dijahit
pula dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan empat atau
lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture)
atau secara jelujur (continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot,
fasia dan selaput lender adalah catgut chromic, sedang untuk kulit perineum
dipakai benang sutera.
2. Menjahit Luka Episiotomi Mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah
kanan atau kiri, tergantung kepada orang yang melakukannya, panjang insisi kira-
kira 4 cm, teknik menjahit sama pada luka episiotomi medialis. Penjahitan
dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus
simetris.
3. Menjahit Luka Episiotomi Lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira
pada jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam, teknik ini sering tidak dilakukan lagi
oleh karena banyak menimbulkan komplikasi, teknik penjahitan sama dengan luka
episiotomi mediolateralis (Prawirohardjo 2000)

e. Obat-obatan yang diberikan sebelum heating perineum :


Nama: Lidokain
Nama Dagang: xylocaine, zingo
Sediaan: larutan injeksi
 4%
 5%
 8%
 1%
 2%
Kelas: anestesi lokal
Obat yang termasuk kelas anestesi lokal: artikain/epinefrin, bupivakain, kloroprokain,
mepivakain
Dosis dan Indikasi untuk Dewasa
Infiltrasi Anestesi
 perkutaneus: 1-60 mL larutan 0,5-1% (5-300 dosis total mg)
 Regional IV: 10-60 mL 0,5% larutan (50-300 mg dosis total)
Blok Saraf Perifer
 Saraf Brakialis: 15-20 mL larutan 1,5% (225-300 dosis total mg)
 Gigi: 1-5 mL 2% larutan (20-100 mg dosis total)
 Interkosta (sela iga): 3 mL larutan 1% (dosis 30 mg Total)
 Paravertebral: 3-5 mL 1% larutan (30-50 mg dosis total)
 Pudendeal (setiap sisi): 10 mL larutan 1% (dosis 100 mg Total)
 analgesia obstetrik Paraservikal (setiap sisi): 10 mL larutan 1% (dosis 100 mg
Total)
Blok Saraf Simpatis
 Serviks (ganglion stellata): 5 mL larutan 1% (dosis 50 mg Total)
 Lumbar: 5-10 mL 1 solusi% (50-100 mg dosis total)
Blok Saraf Pusat / Epidural
 Anestesi General/umum: 2-3 ml / dermatom untuk anestesi
 Anelgesia Thoraks: 20-30 mL 1 solusi% (200-300 dosis total mg)
 analgesia lumbal: 25-30 mL 1 solusi% (250-300 dosis total mg)
 anestesi lumbal: 15-20 mL% larutan 1,5 (225-300 mg), atau 10-15 ml 2% larutan
(200-300 mg dosis total)
Pertimbangan Dosis
 Gunakan persiapan bebas pengawet untuk anestesi spinal atau epidural
 Dapat dibuffer dengan rasio 9: 1 dengan natrium bikarbonat, untuk mengurangi
rasa sakit pada injeksi (misalnya mengambil 2 ml 1% lidokain dari 20 mL botol,
dan tambahkan 2 mL larutan natrium bikarbonat ke dalam vial)
 Dosis maksimum: 4,5 mg / kg, sampai 300 lidokain mg tanpa epinefrin; atau 7
mg / kg, sampai 500 mg lidokain dengan epinefrin
Dosis dan Indikasi untuk Anak
Infiltrasi
 perkutaneus: 4-4,5 mg / kg maksimum
 Regional IV: 3 mg / kg

f. Pathway
Kala II

Ruptur perineum spontan/ disengaja

Tingkat I Tingkst II Tingkat III Tingkat IV


robekan hanya Robekan yang Robekan yang Robekan
terjadi pada terjadi lebih terjadi mengenai mengenai
selaput lendir dalam yaitu seluruh perineum
vagina dengan selain mengenai perineum sampai otot
atau tanpa selaput lendir sampai sfingter ani dan
mengenai kulit vagina juga mengenai otot- mukosa rectum
perineum mengenai otot sfingter ani.
sedikit. muskulus
perinei
transversalis,
tapi tidak
mengenai
sfingter ani

Cedera jaringan lunak setelah persalinan

Reparasi dengan jahitan perineum

Nyeri Resiko infeksi

g. Komplikasi
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit
kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu yang disebabkan oleh
penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar karena asi tidak dikosongkan
dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu maupun faktor dari
bayi.bendungan asi dapat dicegah dengan Menyusui secara dini, susui bayi segera
mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan,   Susui bayi tanpa dijadwal (on demand), 
Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi,
Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169),  Menyusui yang sering, 
Memakai kantong yang memadai, Hindari tekanan local pada payudara.
Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 1994).
Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm
(Wiknjosastro, 1999). Heating perineum merupakan cara yang di lakukan untuk menutup
luka/robekan pada perineum melalui jahitan. Pada persalinan dengan kondisi tertentu
perineum dapat terjadi robekan, baik robekan perineum secara spontan dan robekan
perineum secara di sengaja
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna, S.SiT, M.Kes dan Diah Wulandari , SST, M.Keb. 2010. Asuhan
Kebidanan Nifas. Yogyakarta, Nuha Medika.
Dewi, Vivian dan Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta, Salemba
Medika.
Budisantoso. 2006. Panduan Diagnosis Keperawatan Nanda 2005-2006. Primamedika,
Jakarta
Carpenito,Lynda Juall, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.EGC, Jakarta.
Irfana, Tri Wijayanti. 2015. Standar Asuhan Kebidanan Persalinan. Pati : Akbid Bakti
Utama Pati.
Saifudin, Abdul Bari, 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal, Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai