Anda di halaman 1dari 10

Agricore Volume 5 Nomor 1, Juli 2020

Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian UNPAD


e-ISSN No. 2615-7411

KARAKTERISTIK PETANI DAN KELAYAKAN USAHATANI CABAI


BESAR (Capsicum Annuum L) DAN CABAI RAWIT (Capsicum
Frutescens L) DI SUMATERA UTARA
Arifah Astining C1, Rita Herawaty Br Bangun2
1,2
Fungsional Statistisi BPS Provinsi Sumatera Utara

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan menganalisis kelayakan usahatani
cabai besar dan cabai rawit di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Karakteristik rumah tangga
usahatani cabai besar dan cabai rawit menunjukkan bahwa umur petani cabai besar dan cabai
rawit sebagian besar berada di usia yang produktif, sebagian besar pendidikan petani masih
rendah, pembiayaan modal berasal dari modal sendiri dan sebagian besar usahatani cabai besar
dan cabai rawit tidak mendapatkan bimbingan atau penyuluhan. Analisis data dilakukan untuk
melihat kelayakan usahatani cabai besar dan cabai rawit menggunakan analisis R/C (Revenue
Cost Ratio) dan B/C (Benefit Cost Ratio). Berdasar hasil penghitungan pada usahatani cabai
besar diperoleh nilai R/C sebesar 1,56 dan B/C sebesar 0,56. Penghitungan pada usahatani
cabai rawit diperoleh nilai R/C sebesar 1,93 dan B/C sebesar 0,93. Dari hasil analisis usahatani
cabai besar dan cabai rawit dapat disimpulkan bahwa usahatani ini layak dan menguntungkan
secara ekonomi untuk diusahakan.

Kata kunci: cabai, karakteristik, kelayakan usahatani

Abstract
This study aims to determine characteristics and analyze the feasibility of chili pepper (Capsicum
annuum L) and cayenne pepper (Capsicum frutescent L) farming in Sumatera Utara . This research
uses descriptive analysis. The data used in this study is secondary data. Household characteristics
of chili pepper and cayenne pepper farming show that the age of farmers of chili pepper and
cayenne pepper are mostly in productive age; most of the farmers' education is still low; capital
financing comes from their capital and most of the chili pepper and cayenne pepper farming is not
get guidance or counseling. Data analysis was carried out to see the feasibility of chili pepper and
cayenne pepper farming using R / C (Revenue Cost Ratio) and B / C (Benefit Cost Ratio) analysis.
Based on the results of calculations on chili pepper farming obtained R/C value 1,56 and B/C value
0,56. Calculation of the cayenne farming obtained R/C value 1,93 and B/C value 0,93. From the
results of the analysis of chili pepper and cayenne pepper farming, it can be concluded that this
farming is feasible and economically profitable to be cultivated.
.
Keywords: business feasibility, characteristics, chili

49
Pendahuluan juta kuintal pada tahun 2019 dengan luas
panen 5,07. Produksi cabai memberikan
Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan
kontribusi sebesar 17,79 persen terhadap
merupakan sektor yang berpengaruh dalam
total produksi komoditas sayuran semusim
perekonomian di Provinsi Sumatera Utara.
di Sumatera Utara (BPS, 2020). Beberapa
Pada setiap periode, sektor ini selalu
permasalahan yang dihadapi oleh petani
memberikan kontribusi terbesar terhadap
cabai antara lain kurangnya bimbingan dan
PDRB Provinsi Sumatera Utara. Tahun
penyuluhan; penanganan serangan hama
2019, sektor ini memberikan kontribusi
dan penyakit pada tanaman; dan besarnya
sebesar 20,48 persen terhadap PDRB
biaya produksi jika dibandingkan dengan
Sumatera Utara (BPS, 2020). Hal ini
harga produksinya. Permasalahan pertanian
menjadi gambaran bahwa Provinsi
dan proses produksi yang belum maksimal
Sumatera Utara termasuk daerah pertanian
mempengaruhi pendapatan yang diperoleh
yang cukup potensial.
usahatani (Pratiwi dkk., 2018).
Subsektor hortikultura merupakan salah satu
Konsumsi cabai besar dan cabai rawit di
penyumbang ekspor Sumatera Utara.
Sumatera Utara mencapai 0,34 kg per kapita
Komoditas sayuran dan buah-buahan
sebulan dan 0,16 kg per kapita sebulan
memberikan kontribusi 21,41 persen
(BPS, 2019). Rata-rata konsumsi cabai besar
terhadap total ekspor pertanian Sumatera
dan cabai rawit per kapita sebulan selama
Utara (BPS, 2020). Kondisi geografis dan
periode 2017-2019 mengalami pertumbuhan
iklim Sumatera Utara merupakan salah satu
sebesar 1,60 persen dan 1,40 persen (BPS,
faktor yang mendukung pengembangan
2019). Untuk memenuhi peningkatan
komoditas hortikultura tersebut.
permintaan konsumsi cabai maka
Cabai merupakan salah satu komoditas diperlukan peningkatan produksi cabai
hortikultura yang memiliki nilai ekonomi besar dan cabai rawit.
yang tinggi. Masyarakat menggunakan
Fadhilah dkk., (2018) menyatakan
cabai sebagai bumbu pada masakan sehari-
kompetensi petani sebagai pengelola utama
hari. Selain fungsi utama cabai yaitu
merupakan faktor yang mempengaruhi
memenuhi untuk kebutuhan sehari-hari,
keberhasilan usahatani. Kompetensi petani
cabai juga dimanfaatkan untuk bahan baku
tergantung kepada karakteristik masing-
industri pangan dan farmasi (Munandar
masing petani. Informasi mengenai
dkk., 2017). Cabai mengandung,
karakteristik petani merupakan salah satu
karbohidrat, lemak, protein, kalsium,
faktor yang dapat dimanfaatkan untuk
vitamin A, B1, dan vitamin C yang
meningkatkan keberhasilan usahatani.
dibutuhkan oleh tubuh serta mengandung
Dengan informasi tersebut maka dapat
lasparaginase sebagai anti kanker (Agustina
diambil langkah dan kebijakan terutama
dkk., 2014).
untuk meningkatkan usahatani. Analisis
Cabai merupakan salah satu tanaman kelayakan usahatani dilakukan untuk
sayuran semusim unggulan Sumatera Utara. menganalisis apakah suatu usaha layak dan
Komoditas cabai terdiri dari cabai besar menguntungkan secara ekonomi atau tidak.
(Capsicum Annuum L) dan cabai rawit Penelitian tentang kelayakan usahatani
(Capsicum Frutescens L). Dalam penelitian sudah pernah dilakukan di antaranya adalah
ini, komoditas cabai besar meliputi cabai penelitian yang dilakukan oleh Damanik
merah besar, cabai merah keriting dan cabai dkk., (2015) yang meneliti tentang
hijau keriting. kelayakan usahatani cabai merah dan cabai
Produksi cabai besar di Sumatera Utara rawit di Kabupaten Simalungun. Sari (2017)
mencapai 1,48 juta kuintal pada tahun 2019 dalam penetiliannya tentang karakteristik
dengan luas panen 16,05 hektar. Produksi rumah tangga usahatani sayuran organik dan
cabai rawit di Sumatera Utara sebesar 0,49 anorganik di Kabupaten Maluku Tengah

50
menyimpulkan bahwa usahatani sayuran besar dan cabai rawit. Data yang digunakan
organik dan anorganik layak untuk dalam analisis kuantitatif adalah hasil Survei
diusahakan. Struktur Ongkos Usaha Tani tahun 2018.
Ukuran kelayakan usaha yang digunakan
Berdasarkan uraian di atas maka perlu
dalam penelitian ini adalah analisis revenue
dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi
cost ratio (R/C) dan benefit cost ratio (B/C).
karakteristik rumah tangga usahatani dan
Analisis revenue cost ratio (R/C)
menganalisis kelayakan usahatani. Hal ini
merupakan perbandingan antara penerimaan
bertujuan untuk mewujudkan usahatani
dan biaya, sedangkan analisis benefit cost
yang efisien dan efektif khususnya untuk
ratio (B/C) merupakan perbandingan antara
usahatani cabai besar dan cabai rawit di
pendapatan dan biaya (Normansyah dkk.,
Sumatera Utara.
2014 ; Ely dan Darwanto, 2014 ; Rizki dkk.,
Metode Penelitian 2017).
Formulasi R/C sebagai berikut:
Penelitian ini yang dilakukan merupakan
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang ditujukan untuk
menginterpretasikan, mendeskripsikan Dimana:
sesuatu dan dalam penelitian deskriptif tidak R/C : Revenue cost ratio
dilakukan pengujian hipotesis seperti pada TR : Total penerimaan
penelitian eksperimen (Linarwati dkk., TC : Total ongkos produksi usahatani
2016). Dengan kriteria :
Data yang digunakan dalam penelitian ini R/C > 1 artinya usahatani layak diusahakan,
adalah data sekunder. Data sekunder menguntungkan secara ekonomi
diperoleh dari hasil Survei Struktur Ongkos R/C < 1 artinya usahatani tidak layak
Usaha Tanaman Hortikultura (SOUH) yang diusahakan, tidak menguntungkan secara
dilaksanakan BPS pada Tahun 2018. Data ekonomi.
sekunder diperoleh dari publikasi yang R/C = 1 artinya usaha tani impas
diterbitkan oleh BPS dan instansi terkait.
Formulasi B/C sebagai berikut:
Metode analisis deskriptif kualitatif dan
analisis kuantitatif digunakan dalam
penelitian ini. Analisis kualitatif digunakan
dalam menggambarkan karakteristik rumah Dimana:
tangga usahatani cabai di Sumatera Utara. B/C : Benefit cost ratio
Karakteristik rumah tangga usahatani cabai TB : Total pendapatan
dalam penelitian ini meliputi kelompok TC : Total ongkos produksi usahatani
umur petani, tingkat pendidikan petani, Dengan kriteria :
sumber pembiayaan usaha, dan B/C > 1 artinya usahatani layak diusahakan,
kelembagaan. Analisis kualitatif adalah menguntungkan secara ekonomi
metode penelitian untuk memecahkan B/C < 1 artinya usahatani tidak layak
masalah yang terjadi dengan cara diusahakan, usaha mengalami kerugian
mendeskripsikan berbagai fakta dan B/C = 1 artinya usaha tani impas
dilakukan analisis (Saparyati, 2008).
Analisis kualitatif dilakukan untuk
menganalisis karakteristik sosial ekonomi
petani, karakteristik pemodalan petani dan
menganalisis peran pemerintah dalam
penguatan modal petani (Mandry dkk.,
2016). Analisis kuantitatif digunakan untuk
menggambarkan kelayakan usahatani cabai

51
Hasil dan Pembahasan 4,73 persen (BPS, 2020). Penurunan
produksi cabai besar di tahun 2019
Perkembangan Produksi Cabai Besar dan
berbanding terbalik dengan meningkatnya
Cabai Rawit di Sumatera Utara
luas panen komoditas cabai besar. Kondisi
Sumatera Utara adalah salah satu sentra ini disebabkan oleh perubahan musim yang
penghasil komoditas tanaman sayuran fluktuatif sehingga jumlah produksi hasil
semusim di Indonesia. Kondisi geografis pertanian berkurang. Hasil penelitian
dan iklim Sumatera Utara merupakan faktor Maulidah dkk., (2012) menyimpulkan
yang mendukung pengembangan komoditas bahwa tanaman cabai akan mengalami
tanaman sayuran tersebut. Salah satu kerusakan akibat perubahan iklim yang
komoditas unggulan sayuran semusim di ekstrim sehingga terjadi penurunan
Sumatera Utara adalah cabai yang terdiri produksi.
cabai besar (Capsicum Annuum L) dan cabai
Produksi cabai rawit mengalami
rawit (Capsicum Frutescens L). Tahun
peningkatan sepanjang periode 2016-2019.
2019, produksi cabai mencapai 1,97 juta
Peningkatan produksi cabai rawit tertinggi
kuintal atau memberikan kontribusi sebesar
terjadi pada tahun 2018 dengan peningkatan
17,79 persen terhadap total produksi
produksi 25,53 persen. Tahun 2017 dan
komoditas sayuran semusim (BPS, 2020).
2019 juga terjadi peningkatan produksi
Berdasarkan data tahun 2016-2019, jumlah sebesar 6,47 persen dan 23,60 persen (BPS,
produksi cabai besar lebih besar dari 2020). Peningkatan produksi cabai rawit
produksi cabai rawit. Hal ini disebabkan sebanding dengan peningkatan luas panen
karena komoditas cabai besar lebih banyak cabai rawit sepanjang periode 2016-2019.
dibudidayakan oleh petani karena nilai Hal ini sejalan dengan penelitian yang
ekonominya yang tinggi serta meningkatnya dilakukan oleh Pranata dan Damayanti,
permintaan komoditas cabai besar. Saptana (2016) yang menyimpulkan bahwa faktor
dkk., (2010) menjelaskan bahwa komoditas yang dapat mempengaruhi produksi
cabai besar banyak dibudidayakan oleh diantaranya jumlah luas lahan, benih, pupuk,
petani karena memiliki nilai ekonomi yang serta tenaga kerja. Hasil Survei Struktur
tinggi, memiliki posisi yang penting dalam Ongkos Usaha Tanaman Hortikultura
masakan Indonesia, serta memiliki daya (SOUH) menunjukkan beberapa kendala
adaptasi dan prospek ekspor yang baik. yang dihadapi oleh petani cabai besar dan
Tahun 2019, produksi cabai besar mencapai cabai rawit diantaranya pembiayaan
1,48 juta kuintal dengan luas panen 16,05 usahatani, kenaikan harga produksi yang
ribu hektar sedangkan cabai rawit mencapai lebih rendah dari kenaikan ongkos produksi
0,49 juta kuintal dengan luas panen 5,06 ribu dan serangan hama (BPS, 2019).
hektar (BPS, 2020). Kontribusi cabai besar
Berdasarkan hasil Susenas Maret 2019,
mencapai 13,35 persen dari total produksi
komoditas cabai merah dan cabai rawit
tanaman sayuran semusim di Sumatera
masuk ke dalam dua puluh komoditas yang
Utara.
paling banyak dikonsumsi di Sumatera
Dalam periode 2016-2019, produksi cabai Utara. Konsumsi cabai merah mencapai
besar mengalami peningkatan dan 0,34 kg per kapita sebulan sedangkan
penurunan. Peningkatan produksi cabai konsumsi cabai rawit 0,16 kg per kapita
besar terjadi pada tahun 2017 dengan sebulan (BPS, 2019). Untuk memenuhi
peningkatan produksi sebesar 4,26 persen tingginya permintaan dan konsumsi cabai
dari tahun 2016. Peningkatan produksi ini besar di Sumatera Utara, pemerintah daerah
diikuti dengan peningkatan luas panen cabai hendaknya memberikan perhatian khusus
besar yang meningkat sebesar 13,32 persen untuk mengatasi permasalahan produksi
dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi
cabai besar terjadi pada tahun 2018 dan
2019 yaitu menurun sebesar 3,49 persen dan

52
cabai besar dan cabai rawit. Sukmaningrum dan Imron (2017) penduduk
dibagi menjadi tiga kategori yaitu penduduk
20.000 16.481 15.905 16.050 usia belum produktif, penduduk usia
14.544
16.000 produktif dan penduduk usia tidak produktif
12.000 lagi. Penduduk belum produktif berusia
8.000 3.895 4.104 4.811 5.067 kurang dari 15 tahun, penduduk produktif
4.000 berusia 15-64 tahun, sedangkan penduduk
0 tidak produktif lagi berusia lebih dari 65
2016 2017 2018 2019 tahun.
Cabai Besar Cabai Rawit Berdasarkan hasil pengolahan, 96,35 persen
petani cabai besar merupakan penduduk usia
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, 2020 produktif (20-64 tahun) dan 3,65 persen
Gambar 1. Luas Panen (Ha) Cabai Besar dan berada pada usia tidak produktif lagi. Usia
Cabai Rawit di Sumatera Utara, petani cabai rawit 92,10 persen berada pada
Tahun 2016-2019 usia produktif dan 7,90 persen berada pada
usia tidak produktif lagi. Hal ini
Perbedaan Karakteristik Petani Cabai
menunjukkan bahwa sebagian besar petani
Besar dan Cabai Rawit
cabai di Sumatera Utara berada pada rentang
Tingkat keberhasilan usahatani dipengaruhi usia produktif. Usia produktif merupakan
oleh karakteristik rumah tangga usahatani, usia yang paling ideal untuk melakukan
hal ini sesuai dengan penelitian yang pekerjaan. Fisik yang kuat serta sikap
dilakukan Aryana dkk., (2016) mengenai adaptif terhadap perubahan diharapkan
Pengaruh Karakteristik Petani dan Peran dapat meningkatkan keberhasilan usahatani.
Pendamping Terhadap Keberhasilan Asih (2009) berpendapat bahwa petani
Simantri di Kabupaten Badung yang muda dan berpendidikan tinggi lebih mudah
menyimpulkan bahwa semakin baik menerima inovasi baru dan lebih dinamis
karakteristik petani akan berdampak pada sehingga dapat seoptimal mungkin
semakin tinggi produksi usahatani. Menurut melakukan pengelolaan usahatani.
Asih (2009), dukungan karakteristik petani
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
berupa umur yang produktif; tingkat
kualitas sumber daya manusia (SDM). SDM
pendidikan yang cukup tinggi; pengalaman
berkualitas merupakan salah satu modal
usahatani akan memotivasi petani untuk
untuk meningkatkan pembangunan
meningkatkan usahanya.
termasuk dalam bidang pertanian. Saparyati
(2008) menyatakan bahwa sumber daya
2.000.000
1.526.295 1.591.310 1.558.346 1.484.578 manusia (SDM) yang berkualitas akan
1.600.000 mendukung pelaksanaan pembangunan
1.200.000 pertanian. Tingkatan pendidikan yang
800.000 398.259 492.267 digunakan dalam penelitian ini adalah
297.999 317.273
400.000 tingkatan pendidikan menurut UU Nomor
0 20 Tahun 2003. Tingkatan pendidikan
2016 2017 2018 2019 tersebut yaitu pendidikan dasar/rendah (SD-
Cabai Besar Cabai Rawit SMP/MTS), pendidikan menengah
(SMA/SMK), pendidikan tinggi (Perguruan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, 2020 Tinggi).
Gambar 2. Produksi (kuintal) Cabai Besar dan Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa
Cabai Rawit di Sumatera Utara, tingkat pendidikan petani cabai di Sumatera
Tahun 2016-2019 Utara masih tergolong rendah. Hasil
Karakteristik rumah tangga usahatani pengolahan data, sebanyak 64,31 persen
yang pertama adalah umur petani. Menurut petani cabai besar menamatkan pendidikan

53
SMP/sederajat dan 3,38 persen menamatkan di Sumatera Utara yang menjadi anggota
jenjang pendidikan D1 (diploma satu) ke kelompok tani. Dari hasil pengolahan,
atas. Karakteristik pendidikan petani cabai persentase petani cabai besar yang menjadi
rawit juga tergolong rendah. Persentase anggota kelompok tani hanya 18,01 persen
petani cabai rawit yang menamatkan dan petani cabai rawit sebesar 25,50.
pendidikan SMP/sederajat 59,61 persen dan Persentase rumah tangga usahatani yang
4,77 persen menamatkan jenjang pendidikan tidak menjadi anggota KUD sebanyak 93,63
D1 (diploma satu) ke atas. Tingkat persen untuk petani cabai besar dan 97,34
pendidikan petani cabai yang relatif rendah persen petani cabai rawit. Salah satu
akan mempengaruhi cara berfikir dan juga penyebab rendahnya partisipasi
kemampuan untuk menerima perubahan kelembagaan petani cabai karena tidak
khususnya dalam bidang pertanian. adanya kelompok tani dan KUD di daerah
(Murniati, 2004) menjelaskan bahwa tingkat petani. Hal ini merupakan salah satu
pendidikan petani yang rendah maka cara permasalahan yang harus menjadi perhatian
berfikir dan wawasan juga rendah, pemerintah. Partisipasi petani dalam
sedangkan jika tingkat pendidikannya tinggi kelompok tani akan menguntungkan petani
lebih cepat melaksanakan adopsi inovasi. dari segi sosial dan ekonomi. Inten dkk.,
(2017) menjelaskan bahwa dengan
Hasil penelitian Saparyati (2008)
bergabung ke kelompok tani, petani akan
menjelaskan bahwa dalam aspek produksi
mendapatkan kemudahan memenuhi sarana
dan sosial terdapat perbedaan perilaku
produksi, memperoleh bimbingan dari
antara petani yang berpendidikan rendah
penyuluh pertanian sehingga pengetahuan
dengan petani yang berpendidikan tinggi.
dan wawasan petani meningkat. Melalui
Perbedaan perilaku tersebut ditunjukkan
pengembangan kelembagaan pertanian
dari hasil penghitungan analysis of varian
maka upaya peningkatan produktivitas,
(anova) dengan F hitung sebesar 12,375
efisiensi usaha tani dan daya saing petani
(aspek sosial) dan F hitung sebesar 4,007
dapat dilakukan (Anantanyu, 2011).
(aspek produksi) (Saparyati, 2008). Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan perilaku Modal merupakan salah satu faktor produksi
antara petani berpendidikan tinggi dan yang berperan penting dalam
rendah dalam aspek sosial (keikutsertaan pengembangan usaha pertanian (Mulyaqin
dalam kelompok tani dan adaptasi terhadap dkk., 2016). Karakteristik pembiayaan
inovasi) serta aspek produksi (pengolahan usahatani cabai di Sumatera Utara
tanah, pembibitan, pemberian pupuk).Akan didominasi oleh pembiayaan yang
tetapi rendahnya pendidikan formal petani dilakukan dengan menggunakan modal
bisa ditutup dengan pendidikan nonformal sendiri. Berdasarkan hasil olah, sebanyak
dengan adanya penyuluhan dan kelompok 87,25 persen petani cabai besar
tani. menggunakan modal sendiri dan sebanyak
12,78 persen berasal dari pinjaman.
Inten dkk., (2017) berpendapat bahwa peran
Sedangkan untuk petani cabai rawit,
penyuluh pertanian dalam pendampingan
sebanyak 95,45 persen menggunakan modal
petani sangat diperlukan dalam rangka
sendiri dan 4,55 persen menggunakan modal
peningkatan produksi pertanian dengan
dari pinjaman. Modal pinjaman yang
tujuan meningkatkan kesejahteraan petani.
digunakan oleh petani cabai sebagian besar
Berdasarkan hasil pengolahan data,
berasal dari pinjaman lembaga non formal.
sebanyak 90,45 persen rumah tangga
Petani cabai besar dan cabai rawit yang
usahatani cabai besar dan 94,57 persen
menggunakan pinjaman dari lembaga
rumah tanga usahatani cabai rawit tidak
formal hanya 9,58 persen dan 5,67 persen.
memperoleh penyuluhan atau bimbingan.
Sedangkan untuk partisipasi kelembagaan Mandry dkk., (2016) menjelaskan bahwa
petani lebih memilih mendapatkan modal
pertanian, hanya sebagian kecil petani cabai
dari lembaga nonformal karena untuk

54
mendapatkan modal dari lembaga formal cabai bergantung pada jumlah produksi
prosedurnya sulit, pencairan dana yang lama yang dihasilkan serta harga jual komoditas
serta syarat agunan untuk memperoleh di tingkat petani. Baru dkk., (2015)
pinjaman ke lembaga formal. berpendapat bahwa besar kecilnya
penerimaan dipengaruhi besar kecilnya
Kelayakan Usahatani Cabai Besar dan
produksi cabai serta harga produsen yang
Cabai Rawit
ditentukan ditentukan dari mutu cabai.
Analisis kelayakan usahatani digunakan Secara lengkap rincian penerimaan dan
untuk mengetahui apakah usahatani itu biaya dapat dilihat pada Tabel 1.
layak, tidak layak, ataupun impas (Agnes
Pendapatan usahatani merupakan besarnya
dan Antara, 2017). Untuk mengetahui
penerimaan usahatani yang diterima oleh
kelayakan usahatani cabai besar dan cabai
petani dikurangi dengan biaya yang
rawit di Sumatera Utara maka dilakukan
dikeluarkan oleh petani dalam melakukan
analisis penerimaan atas biaya yang
usaha tani. Normansyah dkk., (2014)
dikeluarkan (R/C) dan analisis keuntungan
menyatakan bahwa untuk menghitung
atas biaya yang dikeluarkan (B/C). Analisis
pendapatan usahatani diperlukan data
usahatani ini menunjukkan berapa besarnya
pengeluaran selama usahatani dijalankan
penerimaan dan pendapatan yang akan
dan keseluruhan penerimaan. Berdasarkan
diperoleh dari setiap rupiah yang
hasil penghitungan, pendapatan yang
dikeluarkan untuk kegiatan usahatani cabai.
diterima oleh petani cabai rawit di Sumatera
Berdasarkan data pada Tabel 1, total biaya Utara per musim tanam lebih besar
produksi yang dikeluarkan oleh petani cabai dibandingkan dengan petani cabai besar.
besar lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pendapatan petani cabai besar mencapai
usahatani cabai rawit. Total biaya produksi 40,36 juta rupiah sedangkan pendapatan
cabai besar mencapai 71,71 juta per hektar petani cabai rawit mencapai 45,68 juta. Hal
per musim sedangkan cabai rawit mencapai ini disebabkan oleh biaya produksi cabai
49,11 juta per hektar per musim. Hal ini besar lebih tinggi dari biaya produksi cabai
disebabkan karena perbedaan biaya rawit. Agnes dan Antara, (2017)
perawatan budidaya cabai besar dan cabai menyatakan bahwa semakin besar
rawit. Biaya perawatan seperti pupuk dan penerimaan petani, akan semakin besar pula
pestisida pada budidaya cabai besar lebih pendapatan serta keuntungan yang diperoleh
besar daripada budidaya cabai rawit. Jumlah petani, jika pengelolaan usahatani tersebut
pupuk yang diberikan pada budidaya cabai dilakukan secara efisien dan efektif.
merah lebih besar jika dibandingkan dengan
Hasil penghitungan kelayakan usahatani
jumlah pupuk yang diberikan pada cabai
dengan revenue cost ratio (R/C) tingkat
rawit (Puslitbanghorti, 2020). Jika dilihat
kelayakan usahatani cabai besar 1,56 dan
dari kedua usahatani tersebut, komponen
cabai rawit 1,93. Hal ini menunjukkan
pengeluaran terbesar usahatani cabai adalah
bahwa dengan mengeluarkan biaya sebesar
upah tenaga kerja. Upah tenaga kerja untuk
1 rupiah maka petani cabai besar akan
usahatani cabai besar mencapai 38,07 juta
memperoleh penerimaan sebesar 1,56
atau sebesar 53,09 persen dari total biaya
rupiah dan petani cabai rawit akan menerima
produksi. Sedangkan untuk usahatani cabai
1,93 rupiah. Berdasarkan hasil
rawit mencapai 29,71 juta atau sebesar 60,50
penghitungan kelayakan usahatani dengan
persen dari total biaya produksi (BPS,
benefit cost ratio (B/C), tingkat kelayakan
2019).
usahatani cabai besar 0,56 dan tingkat
Berdasarkan hasil olah, penerimaan yang kelayakan usahatani cabai rawit 0,93. Hal ini
diterima oleh petani cabai besar yaitu menunjukkan bahwa dengan pengeluaran
112,07 juta dan 94,97 juta untuk petani cabai produksi sebesar 1 rupiah akan memperoleh
rawit per hektar per musim tanam. keuntungan 0,56 rupiah untuk usahatani
Penerimaan yang diperoleh dari usahatani

55
cabai besar dan 0,93 rupiah untuk usahatani Jaring Pelindung 103,1 17,7
cabai rawit.
Mulsa 2.627,9 1.159,8
Hasil penghitungan dengan revenue cost
ratio (R/C) lebih besar dari satu (1) maka Wadah, Polibag, 2082,8 5.66,0
usahatani cabai besar dan cabai rawit di Ajir, Tali
Provinsi Sumatera Utara menguntungkan Tenaga Kerja 38.072,8 29.714,1
secara ekonomis dan layak diusahakan.
Berdasarkan hasil penghitungan benefit cost Sewa Lahan 4.253,4 3.738,2
ratio (B/C) maka usahatani cabai besar dan
Pengeluaran 3.658,0 2.251,4
cabai rawit di Sumatera Utara layak dan
memberikan manfaat positif pada usahatani. lainnya
Normansyah dkk., (2014) menyatakan 3. R/C 1,56 1,93
bahwa suatu usaha apabila nilai B/C lebih
besar dari nol (0) maka usaha tersebut layak 4. B/C 0,56 0,93
dan semakin besar B/C maka semakin besar Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara
pula manfaat positif yang akan diterima (2019)
dalam suatu usaha. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kesimpulan
Agnes dan Antara (2017) yang meneliti
kelayakan usahatani cabai rawit di Cabai merupakan salah satu komoditas
Kabupaten Sigi dan Ridiyanto dkk., (2017) sayuran semusim unggulan Provinsi
yang menyimpulkan bahwa usahatani cabai Sumatera Utara. Hal ini dilihat dari
merah di Kabupaten Ciamis juga kontribusi cabai yang mencapai 17,19
menguntungkan dan layak diusahakan. persen terhadap total produksi tanaman
semusim. Produksi cabai selama periode
waktu tahun 2016 sampai tahun 2019 turun
Tabel 1. sedangkan luas panen meningkat.
Penerimaan dan Biaya Produksi Karakteristik rumah tangga usahatani cabai
Tanaman Cabai Hektar Per Musim besar dan cabai rawit memiliki karakteristik
Tanam Di Provinsi Sumatera Utara yang hampir sama. Karakteristik rumah
Tahun 2018 tangga usahatani cabai besar dan cabai rawit
Cabai Cabai diantaranya; petani berada di usia yang
Besar Rawit produktif namun memiliki tingkat
No Uraian Nilai
pendidikan yang rendah; pembiayaan
Nilai
(000
(000 Rp) usahatani cabai sebagian besar bersumber
Rp)
(2) (3) (4) dari modal sendiri; serta partisipasi rumah
(1)
tangga usahatani dalam kelembagaan
1. Total Penerimaan 112.076,7 94.971,4
pertanian masih rendah; peran penyuluh
2. Total Biaya 71.714,8 49.111,0 pertanian di Sumatera Utara juga masih
Produksi sangat rendah. Berdasarkan analisis revenue
cost ratio (R/C) dan benefit cost ratio (B/C)
Benih 1.944,6 1.620,5
komoditas cabai besar dan cabai rawit layak
Pupuk 11.714,0 8.197,7 dikembangkan karena menguntungkan
secara ekonomi.
Pestisida/Fungisi 6.498,6 1.635,6
Untuk mewujudkan usahatani yang efisien
da
dan efektif maka perlu dukungan
Bahan Bakar 685,9 139,1 pemerintah daerah khususnya peningkatan
peran penyuluh pertanian. Dengan
Listrik 73,7 71,0
bimbingan dari penyuluh pertanian, petani
dapat memperoleh teknik budidaya cabai

56
besar dan cabai rawit terutama dalam 2019. Badan Pusat Statistik.
mengatasi permasalahan proses produksi.
Pembentukan KUD dan kelompok tani BPS. (2020). Provinsi Sumatera Utara
perlu ditingkatkan untuk meningkatkan Dalam Angka: Penyediaan Data untuk
produksi dan daya saing petani. Perencanaan Pembangunan. Badan
Pusat Statistik Provinsi Sumatera
Daftar Pustaka Utara.

Agnes, A., & Antara, M. (2017). Analisis Damanik, A. M., Ginting, M., & Salmiah.
Pendapatan Dan Kelayakan Usahatani (2015). Analisis Perbandingan
Cabai Rawit Di Desa Sunju Kecamatan Kelayakan Usahatani Cabai Merah
Marawola Kabupaten Sigi. J. (Capsiccum Annum L.) Dengan Cabai
Agrotekbis, 5(5), 86–91. Rawit (Capsiccum Frutescens L.)
(Studi Kasus : Desa Hinalang,
Agustina, S., Widodo, P., & Hidayah, H. A. Kecamatan Purba, Kabupaten
(2014). Analisis Fenetik Kultivar Cabai Simalungun). Journal of Agriculture
Besar Capsicum Annuum L. Dan Cabai and Agribusiness Socioeconomics,
Kecil Capsicum frutescens L. Scripta 4(9), 1–16.
Biologica, 1(1), 113-123.
Fadhilah, M. L., Eddy, B. T., & Gayatri, S.
Anantanyu, S. (2011). Kelembagaan Petani: (2018). Pengaruh Tingkat
Peran Dan Strategi Pengembangan Pengetahuan, Sikap Dan Keterampilan
Kapasitasnya. SEPA, 7(2), 102–109. Penerapan Sistem Agribisnis Terhadap
Produksi Pada Petani Padi Di
Aryana, A. A. N. B., Budhi, M. K. S., & Kecamatan Cimanggu Kabupaten
Yuliarmi, N. N. (2016). Pengaruh Cilacap. Agrisocionomics: Jurnal
Karakteristik Petani Dan Peran Sosial Ekonomi Pertanian, 2(1), 39–
Pendamping Terhadap Keberhasilan 49.
Simantri Di Kabupaten Badung. E-
Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Inten M, S., Elviana, D., & Rosen, B.
Universitas Udayana, 4(5), 689–720. (2017). Peranan Penyuluh Pertanian
Dalam Peningkatan Pendapatan Petani
Asih, D. N. (2009). Analisis Karakteristik Komoditas Padi Di Kecamatan
Dan Tingkat Pendapatan Usahatani Tanjungselor Kabupaten Bulungan
Bawang Merah Di Sulawesi Tengah. J. Kalimantan Utara. AGRIFOR, XVI(1),
Agroland, 16(1), 53–59. 103–108.
Baru, H. G., Tariningsih, D., & Tamba, I. M. Linarwati, M., Fathoni, A., & Minarsih, M.
(2015). Analisis Pendapatan Usahatani M. (2016). Studi Deskriptif Pelatihan
Cabai di Desa Antapan (Studi Kasus di Dan Pengembangan Sumberdaya
Desa Antapan Kecamatan Baturiti Manusia Serta Penggunaan Metode
Kabupaten Tabanan). AGRIMETA, Behavioral Event Interview Dalam
5(10), 14–20. Merekrut Karyawan Baru Di Bank
Mega Cabang Kudus. Journal of
BPS. (2019). Hasil Survei Struktur Ongkos Management, 2(2).
Usaha Tanaman Hortikultura (Souh).
Badan Pusat Statistik Provinsi Mandry, S. V., Salmiah, I., & Sihombing, I.
Sumatera Utara. L. (2016). Analisis Kemampuan
Permodalan Usahatani Palawija (Ubi
BPS. (2019). Konsumsi Kalori dan Protein Jalar, Kentang) Dan Horikultura
Penduduk Indonesia Dan Provinsi (Kubis, Cabai, Jeruk) Di Pedesaan

57
(Studi Kasus: Desa Parbuluan Iii, Usahatani Padi Dan Kelayakan Rumah
Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Tangga Tani Di Desa Sambeng Kulon
Dairi). Journal On Social Economic Of Kecamatan Kembaran Kabupaten
Agriculture And Agribusiness, 5. Banyumas. JSEP (Journal of Social
and Agricultural Economics), 11(1),
Maulidah, S., Santoso, H., Subagyo, H., & 33.
Rifqiyyah, Q. (2012). Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Produksi Pusat Penelitian & Pengembangan
Dan Pendapatan Usaha Tani Cabai Hortikultura (Puslitbanghorti). (2020).
Rawit (Studi Kasus di Desa Bulupasar, Pengembangan Budidaya Cabai
Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri). Merah dan Cabai Rawit. Retrieved
Sepa, 8(2), 51–182. June 20, 2020, from
https://doi.org/10.1007/s13398-014- http://hortikultura.litbang.pertanian.go.
0173-7.2 id/teknologi-detail-47.html

Mulyaqin, T., Astuti, Y., & Haryani, D. Ridiyanto, T., Soetoro, & Hardiyanto, T.
(2016). Faktor Yang Mempengaruhi (2017). Analisis Usahatani Cabai
Petani Padi Dalam Pemanfaatan Merah (Capsicum Annum L.) Varietas
Sumber Permodalan : Studi Kasus Di Hot Beauty (Studi Kasus di Desa
Kabupaten Serang Provinsi Banten. Sukamaju Kecamatan Cihaurbeuti
Seminar Nasional BPTP, 2(1), 2016. Kabupaten Ciamis). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Agroinfo Galuh, 4(2), 132–
Munandar, M., Romano, & Mustafa, U. 139.
(2017). Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Cabai Saparyati, D. I. (2008). Kajian Peran
Merah di Kabupaten Aceh Besar. Pendidikan Terhadap Pembangunan
Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, Pertanian Di Kabupaten Demak. In
2(3), 80–91. Thesis, Program Pascasarjana
magister Tehnik Pembangunan
Murniati, A. (2004). Analisis Hubungan Wilayah dan Kota UNDIP.
Faktor-Faktor Intern Petani Dengan
Tingkat Motivasinya Dalam Saptana, Daryanto, A., Daryanto, H. K., &
Pemanfaatan Proyek Peningkatan Mutu Kuntjoro. (2010). Analisis Efisiensi
Intensifikasi (PMI) Padi Di Kabupaten Teknis Produksi Usahatani Cabai Merah
Magelang. In UNS-F. Pertanian Jur. Besar Dan Perilaku Petani Dalam
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian. Menghadapi Risiko. Jurnal
Agroekonomi, 28(2), 153–188.
Normansyah, D., Rochaeni, S., & Humaerah,
A. D. (2014). Analisis Pendapatan Sari, R. M. (2017). Karakteristik dan Tingkat
Usahatani Sayuran Di Kelompok Tani Kelayakan Usaha Tani Sayuran Organik-
Jaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Anorganik (Studi Kasus Di Dusun
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Jurnal Telaga Kodok Negeri Hitu Kecamatan
Agribisnis, 8(1), 29–44. Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
Provinsi Maluku). AGRILAN : Jurnal
Pranata, G. W., & Damayanti, L. (2016). Agribisnis Kepulauan, 5(2), 166–183.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Produksi Jaya Kecamatan Sigi Biromaru Sukmaningrum, A., & Imron, A. (2017).
Kabupaten Sigi. Agroland, 23(April), Memanfaatkan Usia Produktif Dengan
11–19. Usaha Kreatif Industri Pembuatan
Kaos Pada Remaja Di Gresik.
Pratiwi, C. A., Gunawan, D. S., & Paradigma, 05(03).
Istiqomah, I. (2018). Analisis Ekonomi

58

Anda mungkin juga menyukai