PNEUMOTORAKS
Dibimbing Oleh:
Sumbara S.Kep., Ners., M.Kep
Disusun Oleh :
Lisna Shopiyah
201FK04082
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar
2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis
atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
Merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 %
dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi
Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan
yang paling atas sampai yang terdalam) :
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel yaitu :
1. Stratum korneum
Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus-menerus dilepaskan, dan
mengandung zat keratin. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa
mengelupas dan berganti.
2. Stratum lusidum
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel
sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih
sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat di telapak tangan dan
telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperi suatupita yang bening, batas-
batas sel sudah tidak begitu terlihat. Berupa garis translusen, biasanya
terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak
pada kulit tipis.
3. Sratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang
merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya
butir-butir stratum granulosum.
4. Sratum spinosum/stratum akantosum
Lapisan sratum spinosum/stratum akantosum merupakan laisan
yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
Sel- selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop
sel- selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyal sudut) dan
mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel-selnya berduri.
Ternyata spina dan tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain
yang disebut intercelular bridges atau jembatan interseluler (Evelyn,
2008).
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat
sel Langerhans.
5. Stratum basal/germinatifum
Stratum basal/germinatifum disebut basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal. Stratum germatifum menggantikan sel-sel yang diatasnya
dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti
yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir
melanin warna. Sel tersebut seperti pagar (palidase) di bagian bawah
sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-
sel basalis dengan membran basalis merupakan batas bawah dari
epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi
bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini
disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah
korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg atau prosessus
interpapilaris (Evelyn, 2008).
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam
pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap
28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan
faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
2. Dermis
a) Jenis radiasi
b) Jarak dari sumber radiasi
c) Lamanya paparan
d) Dosis yang diserap
e) Kedalaman penetrasi pada tubuh
Etiologi luka bakar sering ditemukan berdasarkan usia dikelompokan :
Anak Scalds (air panas) 55%
Kontak 21%
Paparan Api 13%
Gesekan 8%
Aliran Listrik 1%
Zat kimia 1%
Lain-lain 1%
Dewasa Paparan Api 44%
Scalds (air panas) 28%
Kontak 14%
Zat kimia 5%
Gesekan 5%
Lain-lain 3%
Aliran Listrik 2%
E. FASE LUKA
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat
pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase Sub Akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang
terjadi menyebabkan :
G. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien luka bakar atau combustio antara lain
1. Aktivitas dan istirahat
Penurunan kekuatan/tahanan, keterbatasan rentang gerak, perubahan tonus
dan masa otot
2. Sirkulasi
Hipotensi, penurunan nadi perifer distal dan ekstremitas yang cedera,
vasokonstriksi perifer, takikardi, disritmia, edema jaringan
3. Integritas ego
Masalah keluarga, keuangan, pekerjaan, kecacatan, ansietas, menangis,
menyangkal, menarik diri, marah.
4. Makanan/cairan
Edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah
5. Eliminasi
Urin output menurun, warna merah kehitaman, mioglobin (+), diuresis terjadi
setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi, penurunan
bising usus, penurunan motilitas/peristaltic lambung
6. Neurosensori
Kebas, kesemutan, perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan refleks
tendon, Pada luka bakar karena listrik bisa terjadi aktivitas kejang, laserasi
kornea, kerusakan retina, penurunan penglihatan, rupture membrane timpani,
paralise
7. Nyeri / Kenyamanan
Nyeri tergantung dari derajat kedalaman luka bakar, nyeri dirasakan paling
berat pada luka bakar derajat II
8. Pernafasan
Bila cedera inhalasi, manifestasinya adalah serak, batuk mengi, partikel
karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan, sianosis, edema laring,
pengembangan rongga thorax terbatas.
9. Keamanan
Destruksi jaringan kulit, tergantung derajat kedalaman luka bakar
Cedera api : bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut
kering, lepuh pada faring posterior, edema mulut dan saluran nafas.
Cedera kimia : Luka bervariasi tergantung agen penyebab
Cedera listrik : luka bervariasi tergantung dari mekanisme cedera
10. Penyuluhan dan pembelajaran
Memerlukan bantuan untuk pengobatan, perawatan luka/bahan, aktivitas
perawatan diri, transportasi, keuangan, dan rehabilitasi
H. INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat
inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk
masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
I. PATOFISIOLOGI
Kerusakan jaringan akibat luka bakar dapat berakibat secara lokal maupun
sistemik, diantaranya adalah kehilangan cairan dan protein, sepsis, gangguan
metabolisme, endokrin, pernafasan, kardiovaskuler, hematology dan system imun.
Kerusakan dan gangguan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah
umur, kondisi kesehatan secara umum, dan kedalaman luka bakar. Burn shock
(shock Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manifestasi
sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran
kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema
jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung Hemokonsentrasi sel
darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor edema menyeluruh.
2. Respon renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran ke ginjal menurun
mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
3. Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas
Gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik
dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perluasan luka.
Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan
aspirasi.
4. Respon Imunologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme
yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan
mikroorganisme masuk ke dalam luka
J. PATHWAY
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik Petir
Luka Bakar
Gagal napas
Hipoxia otak Tekanan ontik menurun Hipolemia &
Hemokonsentrasi
Ketidak efektipan pola
napas Masalah keperawatan : Cairan intravskular
kekurangan volume menurun Gg Sirkulasi makro
vairan, Resiko ketidak
wfektifan perfusi
jaringan otak. Gg perfusi organ penting Gg Sirkulasi
GG Fungsi hepar Daya tahan tubuh Imun Gg Perfusi
MULTI SISTEM
ORGAN FAILURE
K. KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat
I, II, atau III:
1. Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak
jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh
dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai
eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh
luka bakar derajat I adalah sunburn
2. Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih
terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan
tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal
rambut. Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh
dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi
cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya,
disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan
baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera
berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
Kerusakan terjadi diseluruh lapisan epidermis sampai di sebagian dermis,
dibagi menjadi :
a) Superficial-partial thickness woundz
Ditandai dengan adanya eritema dan lembab, blister (karena rusaknya
lapisan corneum dan granulosum), nyeri serta hipersensitif. Penyembuhan
terjadi pada hari 10-14.
b) Deep-partial thickness wounds
Terjadi lebih dalam pada jaringan dermis, ditandai dengan udem, dan
nyeri. Hipoksia dan iskemi jaringan bisa terjadi karena suplai darah yang
terganggu. Penyembuhan terjadi pada 3-6 minggu, dan jika penyembuhan
lama tindakan skin- grafting mungkin diperlukan.
3. Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau
jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat
menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali
jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa
nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki
persarafan sudah tidak intak.
1. Segera
Sindrom kompartemen dari luka bakar sirkumferensial ( luka bakar pada
ekstremitas iskemia ekstremitas, luka bakar pada toraks hipoksia dari gagal napas
restriktif) ( cegah dengan eskaratomi segera).
2. Awal
a) Infeksi ( waspadai steptococcus ) obati infeksi yang timbul ( 10% organisme
pada biopsi luka ) dengan antibiotik sistemis.
b) Ulkus akibat stres ( ulkus cerling) ( cegah dengan antasida, broker H2 atau
inhibitor pompa proton profilaksis)
c) Hiperkalsemia ( dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati dengan insulin,
dekstrosa.
O. PENUNJANG DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Ht karena kehilangan cairan, penurunan HT
dan SDM terjadi kerana trauma panas di endothelium pembuluh darah.
2. Leukosit : meningkat karena kerusakan sel dan respon inflamasi terhadap cedera
3. AGD : Penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 terjadi karena retensi CO, asidosis
terjadi karena penurunan fungsi ginjal
4. COH : Peningkatan > 15 % karena keracunan monoksida
5. Elektrolit serum : K meningkat karena cedera jaringan, penurunan fungsi ginjal.
K menurin karena diuresis. Na menurun pada kehilangan air, meningkat bila terjadi
konservasi ginjal
6. Glukosa serum : Peningkatan menunjukkan respon stress
7. Albumin serum : menurun karena kehilangan protein dan cedera jaringan
8. BUN / Kreatinin : Peningkatan karena penurunan perfusi ginjal
9. Urin : Albumin (+), Hb (+), mioglobin (+) menunjukkan kerusakan jaringan dalam
10. Rontgent thorax : untuk mengetahui adanya cedera inhalasi saluran nafas
11. Bronkoskopi : Mengetahui luas cedera inhalasi, edema, perdarahan, ulkus
12. EKG : tanda iskemi miokard, disritmia
P. PENATALAKSANAAN
1. Pertolongan Pertama
1) Menghentikan proses trauma bakar. Segera tanggalkan pakaian untuk
menghentikan proses trauma bakar.
2) Dinginkan luka bakar dengan air (8-150C) selama sekitar 20 menit.
3) Tutup luka bakar.
4) Berikan analgetik
2. Primary Survey
1) Airway
Diperlukan kewaspadaan adanya obstruksi yang mengancam jalan napas
pada trauma panas karena tanda-tanda terjadinya obstruksi napas pada saat-saat
awal tidak jelas. Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain:
a) Luka bakar yang mengenai wajah dan atau leher
b) Alis mata dan bulu hidung hangus
c) Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring
d) Sputum yang mengandung karbon/arang
e) Suara serak
f) Riwayat gangguan mengunyah dan atau terkurung dalam api
g) Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
h) Kadar karboksihemoglobin lebih dari 10% setelah berada di tempat
kebakaran.
Bila ditemukan salah satu dari keadaan di atas, sangat mungkin terjadi
trauma inhalasi yang memerlukan penanganan dan terapi definitive,
termasuk pembebasan jalan napas.
2) Brething
1) Perhatikan pengembangan dada, adekuat dan bilateral? Hitung respiratory
rate.
2) Palpasi - adakah krepitasi atau fraktur?
3) Auskultasi - samakah bunyi napas di kedua lapangan paru?
4) Pasang monitor saturasi oksigen.
3) Circulation
1) Perhatikan jika ada perdarahan – tekan langsung.
2) Ukur tekanan darah, raba nadi.
4) Disability
1) Periksa kesadaran.
2) Periksa ukuran pupil.
5) Eviroment
1) Jaga pasien dalam keadaan hangat.
3. Tentukan Luas Luka Bakar : telah dibahas diatas
4. Resusitasi cairan
a) Formula Evans-Brooke
Formula Evans Forrnula Brooke
b) Formula Baxter/Parkland
RL : 4ml / kgBB / % LB
pemantauan jumlah diuresis antara 0,5 - 1 ml/kgBB/ jam
c) Resusitasi cairan pada syok
Cairan kristaloid
Tiga kali defisit cairan yg menyebabkan syok diberikan dlm 2 jam pertama
Sisa jmlh cairan yg diperhitungkan menurut metode Baxter/ Parkland
diberikan berdasarkan kebutuhan sampai dengan 24 jam.
5. Analgetik
Mengurangi nyeri terutama pada luka bakar derajat II, seperti golongan Morphin,
Meperidine, dan Nalbuphine.
6. Antibiotik
Mencegah septicemia, yang biasanya digunakan adalah aminoglycoside dan
cephalosporin
7. Perawatan Luka
Perawatan luka dilakukan dengan teknik aseptic, menggunakan antimikroba topical
seperti silver sulfadiazine, mafedine acetate, nitrofurazone
8. Pembedahan
Dilakukan pada luka bakar yang luas dengan melakukan eksisi untuk merangsang
pertumbuhan jaringan baru atau juga dengan melakukan skin grafting, pada luka
bakar dengan derjat kedalaman III dimana jaringan kulit dan penunjang
dibawahnya telah mati, maka kemungkinan dilakukan amputasi akan lebih besar.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan Bio – Psiko – Sosial – Spritual yang komprehensif ditujukan pada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia.
Dalam melaksanakan pendekatan proses keperawatan harus berpedoman pada
komponen-komponen dasar dalam proses keperawatan yang terdiri dari 5 (Lima) tahapan
yang saling berkesinambungan yaitu : Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi,
Implementasi, dan Evaluasi.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Klien
Pengkajian Klien
1) Aktivitas / istirahat
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan. Keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit Gangguan massa otot, perubahan tonus
2) Sirkulasi
Tanda : Hipotensi (syok) penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cidera; vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik).
Takikardia (syok/ansietas/nyeri)
Disritmia (syok listrik) Pembentukan edema
jaringan (semua luka bakar)
3) Integritas Ego
Gejala : masalah tentang keluarga,pekerjaan, keuangan, kecatatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
4) Eliminasi
Tanda : pengeluaran urin menurun/tak ada selama fase darurat. Warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam.
Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi).
Penurunan bising usus/tak ada khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik
5) Makanan / cairan
Tanda : Edema jaringan umum
Anoreksia, mual/muntah
6) Neurosensori
Gejala : Area bebas, kesemutan.
Tanda : Perubahan orientasi, efek, perilaku.
7) Penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas.
Tanda : Aktivitas kejang (syok listrik).
Laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok
listrik)
Ruptur membran timpanik (syok listrik).
Paralis (cedera listrik pada aliran syaraf)
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara ekstrem
sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, prubahahn suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara respons pada luka
bakar ketebalan derajat dua tergantung pada keutuhan ujung syaraf; luka bakar
derajat tiga tidak nyeri.
8) Pernapasan
Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda : Serak, batuk mengi, parikel karbon dalam sputum, ketidak
mampuan menelan sekresi oral, dan sianosis indikasi secara inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada.
Jalan nafas atas stridor/mengi (obstruksi sehubungan dengan laringospasma,
edema laringeal).
Bunyi nafas: gemericik (edema paru), stridor (edema laringeal), sekret jalan
nafas dalam (ronki).
9) Keamanan
Tanda : kulit: umum: destruksi dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trombus mikrofaskuler pada beberapa luka. Area
kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
caira/status syaok.
Cedera api : terdapat area cidera campuran dalam sehubungan dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong: mukosa
mulut dan hidung kering, merah; lepuh pada faring posterior: edema lingkar
mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka berfariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus:
lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan
parut tebal. Cedera umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dari di bawah
nekrosis. Penampilan luka berfariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar
(explosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup, dan
luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktu/dislokas
(jatuh, kecelakaan sepeda motor: kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok
listrik).
DIAGNOSA RENCANA
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Bersihan jalan nafas tidak Tujuan / kriteria hasil : Mandiri 1) Penyebab, lama terpajan, terjadi
efektif/risiko berhubungan menunjukan bunyi nafas 1) Ambil riwayat cedera. dalam ruang tertutup atau
dengan obstruksi jelas Perhatiakan adanya terbuka mengindikasikan cedera
trakeobronkial : edema frekwensi pernafasan kondisi pernapasan inhalasi. Tipe amteri yang
mukosa dan hilangnya kerja dalam rentang normal sebelumnya, riwayat terbakar (kayu, plastik, wol
silia (inhalasi asap); luka bebas dispnea/sianosis. merokok. dsb.) menunjukkan tipe
bakar seputar leher, kompresi pemejanan gas toksik. Kondisi
jalan nafas torak dan dada sebelumnya dapat
atau keterbatasan meningkatkan risisko
pengembangan dada. komplikasi pernapaasan.
2 Kekurangan volume cairan / Tujuan / kriteria hasil : Mandiri 1) Memberikan pedoman untuk
risiko berhubungan dengan menunjukan perbaikan 1) Awasi tanda vital, CVP. penggantian cairan dan
kehilangan cairan melalui keseimbangan cairan perhatikan pengisian mengkaji respons
rute abnormal, contoh luka : dibuktikan oleh haluaran kapiler dan kekuatan nadi kardiovaskuler.
peningkatan kebutuhan: status urine individu adekuat, perifer. Catatan pengawasaninvansif
hipermetabolik, ketidak tanda vital stabil, membran diindikasikan untuk pasien
cukupan pemasukan: mukosa lembab. dengan luka bakar mayor.
kehilangan perdarahan. Inhalasi asap, penyakit jantung
sebelumnya meskipun terdapat
hubungan risiko infeksi perlu
berhati-hati dalam mengawasi
dan merawat sisi insersi.
Kolaborasi
9) Pasang/ pertahankan 9) Memungkinkan observasi ketat
kateter urine tak menetap. fungsi ginjal dan mencegaah
statis atau refleks urine.
Retensi urine dengan produk
sel jaringan yang rusak dapat
menimbulkan disfungsi dan
infeksi ginjal.
Kolaborasi :
12) Tempatkan IV/garis
infasiv pada area yang tak 12) Menurunkan risiko infeksi
terbakar. pada sisi insersi dengan
kemungkinan mengarah pada
septikemia.
13) Ambil kultur rutin dan
sensitifitas luka/drainase. 13) Memungkinkan pengenalan
dini dan pengobatan khusus
infeksi luka.
14) Bantu biopsi eksisi bila
infeksi dicurigai. 14) Bakteri dapat terkolonisasi
pada permukaan luka tanpa
masuk ke jaringan di bawahnya;
namun, biopsi dapat dapat
diambil untuk diagnosa infeksi.
15) Foto luka pada awal dan
dengan interfal periodik. 15) Memberikan dasar dan catatan
proses penyembuhan
16) Berikan agen topikal
sesuai indikasi, contoh : 16) Agen di bawah ini membantu
untuk mencegah/mengontrol
infeksi luka dan mencegah luka
kering, yang dapat
menyebabkan kerusakan
a. Silver sulfadiazin jaringan lanjut.
(silvaden): a. Antimikrobial spektrum luas
yang secara relatif tidak nyeri
tetapi mempunyai penetrasi
rendah daripada sulfamilon dan
b. Mavedin asetat dapat menyebabkan kemerahan
(sulfamilon): atau depresi SDP.
b. Antibiotik pilihan pada infeksi
luka bakar invasif. Berguna
melawan organisme gram
negatif/gram positif.
Menyebabkan rasa
terbakar/nyeri pada pemakaian
dan selama 30 menit setelah itu.
Dapat menyebabkan
kemerahan, asidosis metabolik,
c. Silver nitrat: dan penurunan PaCO2.
c. Efektif melawan staphylococcus
aureus, escherichia coli.
Dan pseudomonas aeroginosa,
tetapi mempunyai penetrasi
jaringan buruk, nyeri, dan dapat
menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit.
Baluta harus disaturasi
secara konstan. Produk
organisma kulit/permukaan
d. Providon-iodine (betadin): hitam.
d. Antimikrobial spektrum luas
tetapi nyeri pada pemakaiannya,
dapat menyebabkan asidosis
metabolik/peningkatan absorpsi
iodin, dan merusak jaringan
rapuh.
4 Nyeri akut berhubungan Tujuan / kriteria hasil : Mandiri: 1) Suhu berubah dan gerakan
dengan kerusakan jaringan melaporkan nyeri 1) Tutup luka sesegera udara dapat menyebabkan
kulit, pembentukan edema. berkurang/terkontrol, mungkin kecuali nyeri hebat pada pemejanan
Menunjukan ekspresi perawatan luka bakar ujung syaraf
wajah atau postur tubuh metode pemajanan pada
rileks, berpartisipasi dalam luka terbuka.
aktivitas dan tidur/istirahat
dengan tepat 2) Tinggikan ekstremitas 2) Peninggian mungkin
luka bakar secara diperlukan pada awal untuk
periodik. menurunkan pembentukan
edema; setelah perubahan
posisi dan peninggian
menurunkan ketidaknyamanan
serta risiko kontraktur sendi.
Kolaborasi:
6) Pertahankan penggantian 6) Memaksimalkan volume
cairan per protokol. sirkulasi dan perfusi jaringan.
(Rujuk DK: Defisit
Volume Cairan, resiko
tinggi terhadap, Hal.809)
Kolaborasi
10) Rujuk ke ahli diet/tim 10) Berguna dalam membuat
dukungan nutrisi. kebutuhan nutrisi individu
(berdasarkan berat badan dan
cedera area permukaan
tubuh)dan mengidentifikasi
rute yang tepat.
Kolaborasi
11)Berikan tempat tidur 11) Mencegah tekanan lama pada
busa, udara, atau tempat jaringan, mneurunkan
tidur terapi kinetik potensial iskemia/jaringan
sesuai indikasi. nekrosis dan pembentukan
dekubitus.
Pascaoperasi
3) Pertahankan penutupan 3) Kain nilon/membran silikon
luka sesuai indikasi, mengandung kolagen
contoh: porcinepeptida yang melekat
pada permukaan luka sampai
lepasnya atau mengelupas
secara spontan kulit
reepitelisasi. Berguna untuk
bebas jaringan parut luka bakar
ketebalan parsial menunggu
autograft karena dapat menetap
ditempatnya 2- 3 minggu atau
lebih lama dan permeabel
sampai agen antimikrobial
topikal.
Balutan biosintetik Balutan hidroaktif yang
(biobrane) melekat pada kulit untuk
menutupi luka bakar
ketebalan parsial kecil dan
interaksi dengan eksudat
luka untuk membentuk jel
lembut yang membantu sisi
donor.
balutan sintetik, Tipis, transparan, elastis,
contoh DuoDerm; tahan air, balutan oklusif
Op-Site (permeable pada
kelembaban dan udara)
yang digunakan untuk
menutup luka ketebalan
parsial bersih dan
membersihkan sisi donor.
7) Cuci sisi dengan sabun 7) Kulit graft baru dan sisi donor
ringan, cuci, dan yang sembuh memerlukan
minyaki dengan krim perawatan khusus untuk
(contoh nivea) beberapa mempertahankan kelenturan.
waktu dalam sehari,
setelah baluta dilepas
dan penyembuhan
selesai.
Kolaborasi:
13) Libatkan seluruh tim 13. Memberikan sistim pendukung
luka bakar dalam lebih luas dan meningkatkan
perawatan dari mulai kesinambuang perawatan dan
penerimaan sampai koordinasi aktivitas.
pulang, termasuk
pekerja sosial dan
sumber psikiatrik.
Kolaborasi:
10) Rujuk ke terapi 10) bila mereka menetap (contoh
fisik/kejuruan, konsul respon pascatrauma).
kejuruan, dan konsul
psikiatrik, contoh klinis
spesialis perawat
psikiatrik, pelayanan
sosial, psikologis sesuai
kebutuhan.
11 Kurang pengetahuan Tujuan/kriteria hasil: Mandiri 1) Memberikan dasar
tentang kondisi, prognosis, menyatakan pemahaman 1) Kaji ulang prognosis pengetahuan diamna pasien
kebutuhan pengobatan kondisi, prognosis dan dan harapan yang akan dapat membuat pilihan
berhubungan dengan pengobatan; melakukan datang. berdasarkan informasi.
kurang dengan benar tindakan
terpajan/mengingat : salah tertentu dan menjelaskan 2) Diskusikan harapan 2) Pasien seringkali mengalami
interpretasi informasi; tidak alasan tindakan; pasien untuk kembali ke kesulitan memutuskan pulang.
mengenal sumber infomasi. melakukan perubahan pola rumah, bekerja dan Masalah sering terjadi (contoh
hidup tertentu dan aktivitas normal. gangguan tidur, mimpi buruk,
berpartisipasi dalam mengingat kecelakaan,
program pengobatan. kesulitan melakukan aktivitas
intimasi/seksual, emosi labil)
yang mempengaruhi
keberhasilan menilai tindakan
hidup normal.
Australian and New Zealand Burn Association Course Manual. Emergency Management of
Burn Injury. Albany Cree : Australian and New Zealand Burn Association. 2013. p. 6-12,
44-9, 80-91.
Ratna Yulia. Burn Injury: General Concepts and Investigation Based on Antemortem and
Postmortem of Clinical Injury. Bali: Fakultas Kedokteran Udayana. 2004. p. 1-11.
S David. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Surabaya Plastic Surgery. 2008. p.
2-18.
Mehmet H, Ebru SA, Hamdi K. Fluid Management in Major Burn Injuries. Indian J Plast Surg.
2010: S29-S36.
Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. 2008. Available from: http://www.medicinenet.com.
Aziz Alimul Hidayat.(2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta : Salemba
Mardika.
ecily Lynn Betz & Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5. Jakarta :
EGC
Herdman, Heater. 2012. Nursing Diagnoses Definition and Classification 2012-2014. Jakarta :
EGC
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction