231 436 1 SM PDF
231 436 1 SM PDF
Aan Nuraeni, Ristina Mirwanti, Anastasia Anna, Ayu Prawesti, Etika Emaliyawati
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Email : aan.nuraeni@unpad.ac.id
Abstrak
Prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan menjadi masalah
kesehatan utama di masyarakat saat ini. PJK berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan penderitanya baik
fisik, psikososial maupun spiritual yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien. Isu kualitas hidup dan
faktor-faktor yang berhubungan didalamnya belum tergambar jelas di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengidentifikasi faktor yang memengaruhi kualitas hidup pada pasien PJK yang sedang menjalani rawat
jalan. Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, tingkat penghasilan, revaskularisasi
jantung, rehabilitasi jantung, kecemasan, depresi dan kesejahteraan spiritual. Kecemasan diukur dengan Zung
Self-rating Anxiety Scale, depresi diukur dengan Beck Depression Inventory II, kesejahteraan spiritual diukur
dengan kuesioner Spirituality Index of Well-Being dan kualitas hidup diukur menggunakan Seattle Angina
Questionnaire. Penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif deskriptif dan analitik multivariate dengan
regresi logistic. Diteliti pada 100 responden yang diambil secara random dalam kurun waktu 1 bulan di Poli
Jantung. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang memengaruhi kualitas hidup pada pasien PJK adalah
cemas (p) 0,002; Odd Ratio (OR) 4,736 (95% confidence interval (CI), 1,749 – 12,827); depresi (p) 0,003; OR
5,450 ( 95% CI, 1,794 – 16,562); dan revaskularisasi (p) 0,033; OR 3,232 (95% CI, 1,096 – 9,528). Depresi
menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien PJK. Faktor yang memengaruhi
kualitas hidup pada pasien PJK meliputi depresi, cemas dan revaskularisasi. Dari ketiga variabel tersebut
depresi merupakan variabel yang paling signifikan berpengaruh, sehingga manajemen untuk mencegah
depresi perlu mendapatkan perhatian lebih baik lagi dalam discharge planning ataupun rehabilitasi jantung.
Kata kunci: Cemas, depresi, faktor yang memengaruhi, kualitas hidup, spiritual.
Abstract
Coronary Heart Disease (CHD) has affected multidimensional aspects of human live nowadays. Yet, quality of life
and factors associated with quality of life among people who live with heart disease has not been explored in Indonesia.
This study aimed to identify factors influenced the quality of life among people with CHD received outpatient services.
Those factors are gender, income, revascularization, cardiac rehabilitation, anxiety, depression and spiritual well-
being. Zung Self-rating Anxiety Scale was used to measure anxiety where depression level measured using Beck
Depression Inventory II. Spirituality index was used to measure spiritual well-being. The quality of life level was
measured using the Seattle Angina Questionnaire. This study used quantitative descriptive with multivariate analysis
using logistic regression. 100 respondents were randomly selected from the Cardiac Outpatient Unit. Findings
indicated factors influenced the quality of life of CHD patients using a significance of ƿ-value < 0.005 were: anxiety
(ƿ=0,002, OR = 4,736, 95% CI, 1,749 – 12,827); depression (ƿ=0,003; OR=5,450, 95% CI, 1,794 – 16,562); and
revascularizations (ƿ=0,033; OR=3,232, 95% CI, 1,096 – 9,528). Depression was considered as the most significant
factor; therefore, managing depression is a priority in the discharge planning or cardiac rehabilitation programme.
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan peningkatan kecemasan dan 5 item untuk
PJK di Indonesia. pernyataan tentang penurunan kecemasan.
Zung Self-rating Anxiety Scale memiliki
nilai validitas 0,66 yang meningkat menjadi
Metode Penelitian 0,74 pada pasien yang didiagnosis gangguan
kecemasan Zung Self-rating Anxiety Scale
Rancangan penelitian menggunakan metode mempunyai nilai alpha cronbach 0,85
kuantitatif deskriptif dan analitik multivariat. (McDowell, 1989).
Peneliti menguji data yang dikumpulkan pada Alat ukur depresi dalam penelitian ini
satu kesempatan dengan subjek yang sama menggunakan instrumen Beck Depression
(cross sectional). Populasi pada penelitian Inventory II (BDI-II) versi bahasa Indonesia
ini adalah pasien dengan PJK yang menjalani yang sudah dilakukan uji construct validity
rawat jalan di Ruang Poli Jantung RSUP Dr. oleh Ginting, Naring, Veld, Srisayekti, &
Hasan Sadikin Bandung dan sudah menjalani Becker (2013) dengan nilai validasi r = 0,55,
rawat jalan minimal 1 bulan. Sampel pada p < 0,01 dan reliabilitas yang diukur dengan
penelitian ini diambil dengan teknik simple alpha cronbach sebesar 0,90. Selanjutnya
random sampling. Ukuran sampel untuk Spirituality Index of Well-Being digunakan
multiple regresi menurut Sugiyono (2010) untuk mengukur tingkat kesejahteraan
adalah minimal 10 responden untuk setiap spiritual. Instrumen ini dikembangkan oleh
variabel yang diukur. Dalam penelitian ini Daaleman & Vande Creek (2000) Kuesioner
terdapat 6 variabel bebas dan satu variabel Spirituality Index of Well-Being dan memiliki
terikat, total terdapat 7 variabel jumlah nilai reliabilitas 0,70. Sebelum digunakan
sehingga responden minimal adalah 70, instrumen-instrumen ini dilakukan back
dalam penelitian ini didapatkan responden translation dan dilakukan uji validitas dan
sebanyak 100 orang. reliabialitas.
Kualitas hidup diukur menggunakan Uji yang digunakan untuk melihat
instrumen Seattle Angina Questionaire. hubungan antar variabel dilakukan analisis
Kuesioner ini khusus mengukur kualitas data bivariate menggunakan uji Rank
hidup pada pasien PJK, didalamnya Spearman. Dan untuk menentukan faktor
terdapat 19 pertanyaan meliputi 5 buah yang memengaruhi yang paling dominan
dimensi klinis yaitu 1) keterbatasan fisik; selanjutnya dilakukan analisis data
2) stabilitas angina; 3) frekuensi angina; multivariate dengan teknik multiple regresi
4) Kepuasan terhadap pengobatan; dan 5) logistic menggunakan metode backward
Persepsi terhadap penyakit. Nilai reliabilitas stepwise (wald) mengingat variabel terikat
Seattle Angina Questionnaire yaitu 0,83 berupa data kategorik dikotomi. Hasil analisa
untuk dimensi keterbatasan fisik, 0,24 untuk data disajikan dalam bentuk tabel, dan uraian
dimensi stabilitas angina, 0,76 untuk dimensi narasi.
frekuensi angina, 0,81 untuk dimensi
kepuasan terhadap pengobatan, 0,78 untuk
dimensi persepsi terhadap penyakit (Spertus, Hasil Penelitian
et al., 1995), kualitas hidup dari subvariabel
tersebut selanjutnya akan dihitung secara Dari seratus orang responden sebagian besar
keseluruhan kemudian dikategorikan ke berusia lebih dari 45 tahun (91 %) dan berjenis
dalam kategori tinggi dan rendah. kelamin laki-laki (77%) serta memiliki
Kecemasan diukur dengan menggunakan penghasilan antara 1 – 3 juta per bulan (51%).
Zung self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang Selain itu sebanyak 53% responden tidak
dirancang oleh William W. K. Zung pada menjalani revaskularisasi jantung dan hanya
tahun 1971 dikembangkan berdasarkan gejala 39% yang menjalani rehabilitasi jantung
kecemasan dalam Diagnostic and Statistical namun sebagian besar responden saat dikaji
Manual of Mental Disorders (DSM-II). tidak memiliki penyakit penyerta (64%) serta
Kuesioner ini berisi 20 item pernyataan yang tidak memiliki kebiasaan merokok (93%).
terdiri dari 15 item untuk pernyataan tentang Variabel independen yang memiliki
hubungan signifikan dengan variabel Hal ini digambarkan lebih lengkap dalam
dependen (kualitas hidup) adalah tabel 1.
revaskularisasi, rehabilitasi jantung, cemas, Dalam pemodelan terdapat dua variabel
depresi dan kesejahteraan spiritual, lebih independen yang tidak dapat diikutkan
lanjut keseluruhan korelasi tersebut memiliki dalam analisis multivariat yaitu variabel
tingkat kesalahan 1% (p < 0,001). Cemas penghasilan dan penyakit penyerta. Hasil
dan depresi memiliki koefisien korelasi analisis multivariat ditampilkan pada tabel
(r) negatif, hal ini berarti semakin tinggi 2. Tabel 2 tersebut tidak terlihat lagi variabel
kecemasan dan depresi maka kualitas jenis kelamin dan kesejahteraan spiritual.
hidup akan semakin rendah. Sebaliknya Kedua variabel tersebut dikeluarkan dari
revaskularisasi, rehabilitasi jantung, dan pemodelan karena memiliki nilai signifikansi
kesejahteraan spiritual memiliki nilai r (p) > 0,05 serta nilai p yang lebih besar
positif hal ini berarti pasien yang menjalani dibandingkan dengan variabel lainnya, dan
revaskularisasi, rehabilitasi jantung dan setelah dikeluarkan tidak merubah nilai Exp
memiliki kesejahteraan spiritual yang tinggi B (OR) > 10% pada variabel yang lain. Dari
akan memiliki kualitas hidup yang tinggi. tabel 2 tersebut juga dapat dilihat bahwa
variabel cemas, depresi dan revaskularisasi serta gangguan seksual (Rosidawati et al.,
merupakan faktor yang memengaruhi 2015) dan secara psikologis pasien dengan
dari kualitas hidup karena memiliki nilai PJK sering mengalami cemas dan depresi
signifikansi < 0,05, sedangkan variabel (Aldana et al., 2006; Fukuoka, Lindgren,
rehabilitasi jantung merupakan faktor Rankin, Cooper, & Carroll, 2007; Davidson
confounding dari variabel revaskularisasi et al., 2013), lebih lanjut Sarafino dan Smith
karena nilai OR berubah > 10 % setelah (2014) mengungkapkan bahwa masalah
rehabilitasi jantung dikeluarkan dari model, psikososial yang dialami oleh pasien dengan
artinya pasien yang menjalani revaskularisasi penyakit kronis adalah cemas, depresi,
jantung memiliki kualitas hidup 3,23 kali lebih kemarahaan, dan keputusasaan. Cemas dan
tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak depresi yang dialami oleh pasien PJK menurut
menjalani revaskularisasi jantung setelah Amin, Jones, Nugent, Rumsfeld, dan Spertus
variabel cemas, depresi dan rehabilitasi medis (2006) dapat terjadi karena diagnosis dokter
dikontrol. Pasien yang tidak mengalami tentang penyakit serius, status kesehatan
kecemasan, kualitas hidupnya lebih tinggi yang memburuk, intervensi pengobatan, dan
4,7 kali dibanding pasien yang cemas setelah kekambuhan gejala yang berulang.
faktor revaskularisasi dan depresi dikontrol. Stres, cemas maupun depresi secara
Dan pasien dengan depresi minimal kualitas langsung dapat memengaruhi jantung.
hidupnya lebih tinggi sebanyak 5,4 kali Berawal dari stimulasi sistem saraf simpatis
dibanding pasien yang mengalami depresi kemudian akan meningkatkan heart rate
setelah faktor cemas dan revaskularisasi (HR), kecepatan konduksi melalui AV node,
dikontrol. Variabel yang memiliki pengaruh dan kekuatan kontraksi atrial dan ventrikel
terbesar terhadap kualitas hidup dapat terlihat jantung serta vasokonstriksi pembuluh
dari nilai exp (B) yang paling tinggi dalam darah yang akan mengaktifkan sistem
hal ini depresi menjadi faktor terbesar yang renin angiotensin. Kondisi tersebut akan
memengaruhi kualitas hidup responden. meningkatkan kebutuhan supply oksigen
di jantung, sedangkan pasien dengan PJK
memiliki gangguan dalam aliran darah
Pembahasan koroner dengan kata lain kebutuhan
oksigen yang meningkat tersebut sulit untuk
Berdasarkan hasil analisis multivariate, dapat terpenuhi (Lewis, Heitkemper, & Dirksen,
diketahui bahwa yang menjadi faktor yang 2010; Monahan, Sands, Neighbors, Marek,
memengaruhi kualitas hidup pada pasien PJK & Green, 2007). Efek yang muncul akibat
dalam penelitian ini adalah cemas, depresi, dari gangguan pemenuhan oksigenasi dapat
dan revaskularisasi jantung dengan depresi berupa nyeri dada, sesak, intoleransi aktivitas
menjadi faktor yang paling berpengaruh dan meningkatkan pula stress ataupun
terhadap kualitas hidup pasien PJK dibanding kecemasan yang sudah dialami sebelumnya.
kedua faktor yang lain. Lebih jauh hasil Lebih lanjut disebutkan bahwa depresi dapat
penelitian menjelaskan bahwa pasien PJK meningkatkan reaksi inflamasi dimana reaksi
yang tidak mengalami kecemasan kualitas ini merupakan bagian intrinsik dari timbulnya
hidupnya 4,7 kali lebih baik dibanding atherosclerosis dan berhubungan dengan
pasien cemas, sedangkan pasien yang pelepasan sitokin (C-reactive protein dan IL-1
tidak mengalami depresi memiliki kualitas dan IL-6) (Frasure-smith, Théroux, & Irwin,
hidup 5,4 kali lebih baik dibanding dengan 2004), oleh Ridker, Hennekens, Roitman-
pasien depresi dan pasien yang menjalani Johnson, Stampfer, dan Allen (1998) disebut
revaskularisasi memiliki kualitas hidup 3,23 sebagai penanda inflamasi masih menurut
kali lebih baik dibanding pasien yang tidak Ridker, et al (1998) penanda inflamasi
menjalani revaskularisasi. ini merupakan faktor yang memengaruhi
Pasien dengan PJK secara fisik mengalami dari insidensi PJK dan menurut Lindmark,
berbagai perubahan yang dapat berpengaruh Diderholm, Wallentin, & Siegbahn (2001)
terhadap aspek lainnya seperti aspek dapat memperburuk prognosis pasien dengan
psikologis dan spiritual. Secara fisik pasien PJK.
dapat mengalami angina, sesak, mudah lelah Efek buruk akibat cemas maupun depresi
seperti yang diuraikan diatas antara lain sesak, PJK pun menjadi lebih tinggi dibandingkan
nyeri dada, dan intoleransi aktivitas dapat dengan pasien yang hanya mengalami cemas
meningkatkan keterbatasan fisik, frekuensi saja.
angina (nyeri dada), dan mengganggu Depresi merupakan faktor yang
stabilitas angina. Kondisi tersebut dapat memengaruhi yang paling signifikan terhadap
memperburuk penyakit dan gejala yang kualitas hidup. Berdasarkan beberapa
dialami sehingga memungkinkan timbulnya penelitian yang sudah dilakukan hal ini
persepsi yang buruk terhadap penyakit, dan dapat terjadi salah satunya berkaitan dengan
rendahnya kepuasaan terhadap pengobatan. serotonin. Di dalam neuron keberadaan
Kelima parameter tersebut merupakan serotonin yang berikatan dengan reseptor
bagian dari kualitas hidup yang diukur dalam serotonin dapat mengaktivasi sinyal kimiawi
penelitian ini, sehingga sangat mungkin yang dipercaya dapat memengaruhi fungsi
ditemukan munculnya korelasi negatif antara psikologis seseorang (pengaturan mood,
variabel cemas maupun depresi dengan hasrat seksual, tidur, nafsu makan) (Belmaker
kualitas hidup pasien PJK seperti yang & Agam, 2008). Serotonin secara eksklusif
terlihat dalam hasil penelitian ini. Sehingga disimpan dalam sirkulasi platelet di perifer
kedua variabel ini menjadi faktor yang (Markovitz & Matthews, 1991 dalam Sanner,
memengaruhi dalam menentukan kualitas 2011). PJK sangat erat kaitannya dengan
hidup pasien tersebut. injuri vaskuler, dan platelet akan melakukan
Cemas dan depresi memiliki perbedaan agregasi dalam merespon hal ini termasuk
dalam tingkat keparahan maupun durasi didalamnya serotonin yang tersimpan dalam
kejadiannya. Kecemasan menurut Videbeck platelet (platelet serotonin). Platelet serotonin
(2014) adalah perasaan tidak nyaman atau ini menstimulasi agregasi platelet lebih lanjut
takut dan mungkin memiliki firasat akan pada tempat injury tersebut dan berkontribusi
ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti terhadap perkembangan thrombosis (Libby &
mengapa emosi tersebut terjadi. Kecemasan Théroux, 2005). Thrombosis yang terbentuk
dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai dapat menyebabkan sumbatan baru pada
hal positif sebagai peringatan terhadap arteri koroner dan menimbulkan serangan
adanya ancaman, sehingga individu dapat baru.
mempersiapkan proses penyesuaian diri yang Para ilmuwan pada awalnya menduga
lebih efektif (Sadock, Kaplan, & Sadock, bahwa penurunan serotonin berhubungan
2007). Sedangkan depresi disebut juga sebagai dengan kejadian depresi namun pendapat ini
mood disorder menurut Videbeck (2014) kemudian terbantahkan setelah ditemukannya
merupakan perubahan dalam emosi yang Serotonin Reuptake Inhibiting Drugs (SRID).
dimanifestasikan dengan depresi, mania atau Namun demikian masih belum jelas apakah
keduanya. Hal ini memengaruhi kehidupan depresi berhubungan dengan penurunan
seseorang, dengan kesedihan yang sangat atau peningkatan kadar serotonin, para
mendalam dalam jangka waktu yang panjang, peneliti menyatakan bahwa SSRI mampu
agitasi ataupun kegembiraan, menyertai mengembalikan kadar serotonin kembali
keraguan diri, rasa bersalah, dan kemarahan normal pada pasien depresi. Menurut
dan mengubah kehidupan terutama berkaitan Dayan dan Huys (2008) depresi berkaitan
dengan harga diri, pekerjaan dan hubungan dengan peningkatan aktivitas dari sistem
sosial. Berdasarkan uraian diatas dapat serotonin (Dayan & Huys, 2008). Temuan
dilihat bahwa depresi memiliki pengaruh ini memperkuat dugaan terhadap hubungan
negatif yang lebih besar terhadap seseorang antara depresi dengan PJK. Menurut hasil
dibandingkan dengan kecemasan, sehingga penelitian Sanner (2011) bahwa terjadi
efeknya pun terhadap kualitas hidup pasien peningkatan platelet agregasi sebagai respon
dengan PJK akan jauh lebih berat, apalagi dari peningkatan platelet serotonin pada
depresi terjadi dalam jangka waktu yang pasien depresi bahkan pada sebagian pasien
lama. Kesedihan yang berkepanjangan akan depresi ditemukan adanya peningkatan
memengaruhi kemampuan aktivitas fisik platelet agregasi yang cukup tinggi walaupun
dan sosial seseorang sehingga dampak peningkatan platelet serotoninnya minimal,
penurunan kualitas hidup pada penderita jika dibandingkan dengan pasien yang tidak
pasien PJK masih menitikberatkan pada among women with coronary heart disease.
aspek fisik, diet dan gaya hidup saja walaupun Quality of Life Research : An International
saat ini sudah banyak dilakukan penelitian Journal of Quality of Life Aspects of
yang mempelajari hubungan dan dampak Treatment, Care and Rehabilitation, 16(3),
aspek psikologis maupun spiritual terhadap 363–73. http://doi.org/10.1007/s11136-006-
kualitas hidup. Berdasarkan penelitian ini 9135-7.
stress, cemas maupun pencegahan depresi
perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik Connolly, S. (2009). Cardiac rehabilitation
lagi melalui berbagai program manajemen should be tailored to the patient. In Symposium
stress, cemas dan depresi terutama di dalam Cardiovascular medicine (Vol. 253, pp.
program rehabilitasi jantung. Selain itu perlu 22,24–26). Retrieved from http://www.ncbi.
dilakukan penelitian lebih lanjut menyangkut nlm.nih.gov/pubmed/19606611.
faktor-faktor yang memengaruhi depresi
pada pasien PJK untuk melihat lebih jauh Daaleman, T. P., & VandeCreek, L. (2000,
lagi penyebab depresi yang terjadi sehingga November). Placing religion and spirituality
kedepan intervensi yang diberikan dapat in end-of-life care. JAMA : The Journal of
lebih tepat mengatasi penyebab. the American Medical Association.
Chan, D. S. K., Chau, J. P. C., & Chang, Fukuoka, Y., Lindgren, T. G., Rankin, S.
A. M. (2005). Acute coronary syndromes: H., Cooper, B. A., & Carroll, D. L. (2007).
Cardiac rehabilitation programmes and Cluster analysis: a useful technique to
quality of life. Journal of Advanced Nursing, identify elderly cardiac patients at risk for
49, 591–599. http://doi.org/10.1111/j.1365- poor quality of life. Quality of Life Research,
2648.2004.03334.x. 16(10), 1655–1663. http://doi.org/10.1007/
s11136-007-9272-7.
Christian, A. H., Cheema, A. F., Smith, S. C., &
Mosca, L. (2007). Predictors of quality of life Ginting, H., Näring, G., van der Veld, W.
of Texas Health Science Center at Houston Tavella, R., & Beltrame, J. F. (2012). Cardiac
School of Nursing. rehabilitation may not provided a quality of
life benefit in coronary artery disease patients.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2014). Health BMC Health Services Research, 12(1), 406.
Psychology: Biopsychosocial Interactions http://doi.org/10.1186/1472-6963-12-406.
(8th ed.). New Jersey: Wiley.
Videbeck, S. L. (2014). Psychiatric Mental
Spertus, J. A., Winder, J. A., Dewhurst, T. Nursing. (Sixth, Ed.)Psychiatric Mental
A., Deyo, R. A., Prodzlnski, J., Mcdonell, Health Nursing. Philadelphia: Lippincott
M., & Fihn, S. D. (1995). Development Williams & Wilkins.
and Evaluation I ? f the Seattle Angina
Questionnaire : A New Functional Status Widiyanti, M. (2013). Hubungan Antara
Measure for Coronary Artery Disease, 25(2). Depresi, Cemas dan Sindrom Koroner
Akut. Retrieved July 16, 2015, from
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian http://download.portalgaruda.org/article.
Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung : php?article=14464&val=970.
Alfabeta.